Thursday, March 30, 2017

MIMPI TERBURUK DELSIN



Delsin adalah seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun yang dalam kenyataannya sedikit berbeda dengan anak-anak seusianya. Ia masih merasa takut untuk tidur sendiri. Sebuah masalah yang sedikit memalukan sebenarnya, mengingat ia sudah mulai beranjak dewasa. Ia selalu merasakan sebuah kekhawatiran yang berlebih setiap kali ia ingin pergi tidur. Dan salah satu hal unik lainnya adalah, ia selalu dibantu oleh ibunya untuk pergi tidur. Seperti malam itu, Delsin naik ke atas tempat tidurnya yang hangat. Ibunya membantu Delsin masuk ke dalam selimut, sambil menepuk pelan sisi tubuh bocah kecil itu.
“Ibu!” ucap Delsin ketika ibunya akan bergerak keluar dari ruangan. Ibunya berputar, dengan wajah yang sedikit jengkel, ibunya itu sudah hafal dengan apa yang Delsin khawatirkan setiap malam.
“Tidak ada apa-apa, sayang.” Ucap ibunya. “apa yang kau khawatirkan? Tidak ada yang terjadi setia malamnya ‘kan? Kau berpikiran terlalu jauh, sayang.”
“Tapi,” sahut Delsin. “Di bawah tempat tidur, dan di kloset. Aku sering mendengar suara-suara aneh. Aku takut, ibu. Aku taku jika ada…”
“Jika apa?” sahut ibunya. “Kau takut dengan monster di bawah tempat tidurmu atau di kloset? Sudah berapa kali ibu katakan padamu, Delsin? Kau sudah besar. kau seharusnya sudah bisa menghilangkan segala ketakutanmu soal bawah tempat tidur dan kloset itu.”
“Ya, tapi…”
“Mungkin karena kau selalu membaca buku itu.” Ucap ibunya cepat. “Berhenti membaca buku itu jika kau tidak ingin merasa takut setiap malamnya!”
Delsin tidak mengucapkan apa-apa lagi. Percuma saja ia meminta ibunya untuk menemaninya tidur. Ibunya tidak akan pernah melakukannya lagi. Ibunya itu kini lebih fokus pada Lydia, adik Delsin yang baru berusia tiga tahun. Delsin merasa bahwa kini hubungannya dengan ibu dan anggota keluarganya yang lain semakin renggang.
Delsin masih tidak mengerti soal rasa takut yang ia rasakan setiap malamnya. Ia selalu takut dengan apa yang akan terjadi saat ia tertidur lelap. Bagaimana jika ada yang mengawasinya ketika ia tidur? Suara-suara aneh di kloset dan bawah tempat tidurnya itu semakin membuat keadaan kacau. Mungkin karena buku itu?
Delsin memang memiliki hobi membaca buku. Anehnya, meski ia adalah anak yang mudah takut, ia lebih sering membaca buku-buku horor. Aneh, namun emamng itu kenyataannya. Mungkin perasaan takut yang ia rasakan selama ini memang hanya ada di pikirannya, seperti kata ibunya.
“Tenang, Delsin!” ucap Delsin pada dirinya sendiri seraya menarik selimut hingga menutupi janggutnya. “Tidak akan ada apa-apa malam ini. Semua itu hanya khayalan saja.”
Itulah yang Delsin pikirkan. Paling tidak, hingga ia bisa tertidur lelap. Namun beberapa jam kemudian, Delsin berjingkat dari tempat tidurnya saat ia mendengar suara aneh, lagi-lagi terdengar dari arah kloset yang berada di seberang ruangan. Sebuah kloset tua yang berisi pakaian dan mantel tua. Saat siang hari, Delsin sudah mencoba membuka kloset itu. Namun tidak ada aapun di dalam sana yang dapat menimbulkan bunyi aneh itu. Seperti bunyi derak kayu patah atau seamcam itu.
Jarum jam menunjukkan pukul dua malam ketika Deslin terbangun dari tidurnya. Ia berkeringat, dan dengan erat menggenggam ujung selimutnya, yang ia pikir dapat melindunginya dari apapun yang akan keluar dari kloset. Tapi…, setelah lima menit menunggu, suara itu tidak kembali. Delsin akhirnya memutuskan untuk tidur lagi.
Namun satu hal yang tak terduga terjadi beberapa saat kemudian. Delsin merasa ada yang menarik turun selimut dari tubuhnya. Dengan gerak spontan tanpa berpikir, Delsin menarik kembali selimutnya. Namun lagi-lagi selimutnya ditarik turun. Dan Delsin mulai merasa ada yang aneh. Ketika ia membuka matanya, ia melihat sesosok wanita tua duduk di kaki tempat tidurnya dengan mata menyala merah, dengan seringai jahat, menunjukkan sederet gigi kuning yang kotor. Deslin seketika menjerit.
“IBU!!!!”
Delsin meraskan ada yang menyentuh sisi tubuhnya. Seketika, ia berjingkat, membuka matanya, dan melihat ibunya sudah berdiri di sisi tempat tidurnya dengan wajah penuh kekhawatiran.
“Delsin, kenapa kau berteriak seperti itu?”
“Disana!” ucap Delsin gugup. “Di kaki tempat tidurku, ada nenek tua, dengan mata merah…”
“Delsin, kau mengada-ada.”
“Tidak, ibu!” bantah Delsin. “Aku yakin…”
“Kau berteriak dalam tidur, sayang.” Ucap ibunya. “Kau hanya bermimpi.”
Benarkah begitu? Delsin merasa apa yang ia lihat terlihat begitu nyata. Ia tidak dapat membedakan antara mimpi dan kenyataan. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul lime pagi. Dan Delsin tidak bisa kembali tidur.
Karena gangguan yang ia rasakan setiap malam itu, Delsin jadi sedikit mengantuk di sekolah. Nilainya lama kelamaan menjadi sedikit buruk, dan mulai menarik perhatian dari ayah dan ibunya.
“Delsin, kau harus berhenti membaca buku itu!” ucap ayahnya saat makan malam. “Kau tidak bisa tidur tenang setiap malam. Dan lihat hasilnya! Kau mengantuk di sekolah, dan apa yang kau pelajari? Kau lupa segalanya?”
“Aku sudah tidak membaca buku itu lagi, ayah.” Balas Delsin. “Tapi suara-suara di kloset itu nyata. Dan nenek tua itu, yang mungkin tidur di bawah tempat tidur…”
“Oh, tidak itu lagi!” keluh ibunya. “Delsin, kau sudah sepuluh tahun. Sudah satnya kau menunjukkan bahwa kau seorang lelaki yang tangguh.”
Memang mudah mengatakannya, karena mereka tidak mengalami apa yang ia rasakan setiap malamnya. Malam itu, Delsin memutuskan untuk mengulang kembali pelajaran sekolah di dalam kamar. Ia duduk di lantai, sambil membaca buku biologi ketika sebua suara tiba-tiba terdengar lagi. Kali ini bukan dari kloset, namun dari bawah tempat tidurnya.
Jantung Delsin berdetak cepat. Apa? Apa yang mungkin ada di bawah tempat tidurnya? Insting Delsin adalah berlari keluar dari kamar itu. Tapi ia ingat kata-kata ibunya, bahwa ia harus menjadi lelaki yang jantan. Ya. Delsin mencoba menerapkan hal itu. Perlahan itu bergerak ke sisi tempat tidurnya, lalu dengan cepat menyingkap seprai yang menutupi bagian bawah tempat tidur. Tapi…
Kosong.
Ya. Kosong. Hanya ada setumpuk barang-barang tua berdebu yang ada di bawah tempat tidur itu. Delsin tertawa seketika. Menertawakan dirinya sendiri yang sudah berpikiran terlalu bodoh.
“Tidak ada apa-apa.”
Delsin tertawa, lalu duduk bersandar pada tempat tidurnya. Ya. Mungkin ia hanya ketakutan karena ia terlalu banyak membaca buku horor itu. Khayalannya menjadi kenyataan. Tidak ada yang perlu ditakuti. Tapi, salah satu tangan Delsin tiba-tiba saja menyentuh sesuatu yang dingin di lantai. Ketika ia melirik ke arah tangannya, ia memegang sebuah tangan keriput berwarna kelabu dengan kuku hitam panjang.
“IBU!!! AYAH!!”
Delsin seketika berlari keluar dari kamarnya, bergerak menuruni tangga lalu menghampiri keuda orang tuanya yang sedang asyik menonton tv. Ekspresi yang ditunjukkan oleh kedua orang tuanya sudah dapat ditebak. Mereka kesal dengan Delsin.
“Ada!” ucap Delsin tergesa. “Monster di bawah tempat tidurku. Nenek tua itu…”
“DELSIN!” bentak ibunya. “Hentikan omong kosongmu! Kau…”
“Kenapa kalian tidak percaya padaku?” ucap Delsin kesal. “Ini nyata ibu, ayah. Kenapa kalian…, aku tidak mau tidur di sana lagi!”
Ayah Delsin tiba-tiba saja bangkit dari sofa lalu bergerak ke arah tangga.
“Ayo kita lihat!” ajak ayahnya. Namun Delsin menggelengkan kepalanya.
“Tidak! Aku takut masuk kesana lagi.”
“Kau bersamaku. Tidak apa-apa. Ayo!”
Dengan perasaan berat, Delsin bergerak mengikuti langkah ayahnya naik tangga menuju lantai dua. Jantung Delsin berdetak semakin brutal saat ia hampir mencapai kamarnya, dimana tadi ia menemukan tangan dari nenek tua itu.
“Delsin, kemari!” ucap ayahnya dari dalam kamar. Saat itu Delsin belum berani untuk melangkah masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Delsin mengintip dari pintu. Ayahnya terlihat berdiri di samping tempat tidurnya sambil mengamati sekitar. Ayahnya itu kemudian juga memeriksa kloset yang bermasalah itu.
“Delsin, masuk!”
Dengan langkah berat, Delsin mencoba memberanikan dirinya untuk masuk kembali ke dalam kamarnya. Ia sapukan pandangannya ke setiap sudut, berharap, tidak ada lagi tangan keriput ataupun sosok nenek tua dengan mata merah itu.
“Lihat, ‘kan?” ucap ayahnya sambil menunjuk pada kloset yang terbuka. “Tidak ada monster di dalamnya, Delsin. Kau hanya berkhayal, berhasulinasi karena ketakutanmu itu.”
“Tapi di bawah tempat tidur…”
Ayah Delsin bergerak lagi ke arah tempat tidur yang ada di tengah ruangan itu. Lalu dengan gerak gesit, tangan ayahnya menyingkap seprai yang menutupi bagian samping tempat tidur. Kini yang terlihat hanyalah ruang kosong yang berdebu. Tidak ada apapun di dalam sana.
“Lihat, ‘kan?” ucap Ayahnya lagi. “Tidak ada apa-apa.”
Delsin merasa bingung dengan keadaan itu. Apakah tadi ia memang hanya berhalusinasi soal tangan keriput itu? Tapi rasanya begitu nyata. Dan Delsin masih belum sepenuhnya yakin bahwa kamarnya itu aman untuk ditempati lagi.
“Aku tidak mau tidur disini malam ini.” Ucap Delsin. “Boleh aku tidak denganmu, ayah?”
“Oh, Delsin.” Desah ayahnya. “Kau sudah besar, nak. Sudah seharusnya kau memperkuat hatimu itu. Jadilah lelaki pemberani!”
“Tapi…”
“Aku yakin kau akan baik-baik saja.” Lanjut ayahnya cepat. “Jika perlu, kau boleh tidur dengan lampu menyala.”
Tidak ada lagi alasan yang dapat Delsin keluarkan untuk bisa tidak tidur di kamarnya malam itu. Terpaksa, memang ia ahrus tidur di kamarnya. Seperti biasa pula, ibunya mengantarkannya tidur sambil membantu Delsin masuk ke dalam selimut.
“Selamat malam, sayang!” ucap ibunya seraya memberikan kecupan hangat di dahi Delsin. Apakah hal itu membuat Delsin merasa lebih tenang? Jawabannya, tidak sama sekali. Delsin masih merasakan jantungnya berdegup dengan kencang.
“Jangan matikan lampunya!” ucap Delsin. Ibunya itu memberikan satu senyuman, sesaat sebelum keluar dari kamar.
Delsin tidak bisa tidur, tentu saja, setelah apa yang ia alami malam itu. Bagaimana jika monster atau nenek itu keluar lagi dari tempat persembunyiannya? Delsin sesekali melirik ke arah kloset yang tertutup. Ya. Tidak ada apa-apa. Dan yang ada di bawah tempat tidurnya hanya kardus-kardus bekas. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, ‘kan?
Delsin tertidur. Namun rasanya belum lama, saat ia sekali lagi dikagetkan oleh sebuah suara berderak yang datang dari salah satu tempat di dalam kamarnya itu. Pandangan matanya seketika mengarah pada kloset yang ada di seberang ruangan.
Delsin tidak berani untuk bergerak dari posisinya. Ia genggam erat-erat ujung selimutnya, dengan pandangan mata masih terarah pada kloset tua itu. Namun tiba-tiba saja…
KRAK!
Pintu kloset tiba-tiba saja terbuka lebar, tanpa ada penjelasan yang masuk akal soal hal itu. Delsin, yang duduk kaku diatas tempat tidurnya tidak dapat bergerak atau pun bersuara. Wajahnya memucat, dengan mata membelalak saat melihat sesosok makhluk bungkuk keluar dari dalam kloset itu, bergerak ke arahnya. Sesosok nenek tua dengan wajah keriput, rambut panjang, dan sepasang mata yang menyala merah. Sosok itu menyeringai lebar, sambil memandang lekat-lekat pada Delsin.
“Oh…, Delsin.” Ucap sosok itu dengan suara serak. “Anak baik. Bagaimana jika kita bermain bersama?”
Sososk itu tiba-tiba saja sudah berada di sisi tempat tidur delsin. Tangan keriput itu kemudian terangkat, mengarah ke wajah Delsin. Delsin membeku, tak dapat melakukan apapun. Dan kemudian…
“Kita akan bersenang-senang malam ini, Delsin.”
“TIDAK!!!!”

**

“Delsin! Delsin! DELSIN!!”
Delsin mendengar dengan jelas panggilan itu. Apakah ia sudah mati? Apakah nenek tua itu berhasil merenggut nyawanya? Ketika ia membuka kedua matanya, ia tidak berada di kamarnya. Melainkan, ia duduk di salah satu kursi di perpustakaan sekolahnya.
Apa?
Delsin menoleh ke samping, dan menemukan Tony, sahabatnya, terlihat begitu cemas.
“Apa yang terjadi?” tanya Delsin bingung. “Aku…”
“Kau tertidur.” Ucap Tony.
“Aku…, apa?”
Delsin melirik pada sebuah benda yang ada di tangannya. Sebuah buku misteri, tentang kutukan nenek bungkuk. Lambat laun, Delsin mulai sadar dengan keadaan sebenarnya.
“Berapa lama aku tertidur?” tanya Delsin seketika.
“Sepuluh menit, kurang lebih.”
Delsin menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menyeka dahinya yang berkeringat. Jadi semua itu hanyalah mimpi? Mimpi yang ditimbulkan setelah ia membaca buku horor itu?
Delsin menertawakan dirinya sendiri. Ya. Mana mungkin akan ada monster yang keluar dari klosetnya? Di jaman yang sudah maju seperti ini, hantu tidak ada, ‘kan?
Pikiran Delsin sudah lebih tenang. Malamnya, ia kembali diantarakan oleh ibunya untuk pergi tidur. Delsin melirik sekali lagi pada kloset di ujung kamarnya. Kloset biasa, dan tidak ada monster.
“Kau sering mengigau, sayang.”
“Mimpi buruk.” Jawab Delsin. “Hanya itu.”
“Selamat malam, sayang. Tidur yang nyenyak!”
Delsin kembali berada di dalam kamarnya. Mimpi yang ia dapatkan tadi sing benar-benar aneh. Ia merasa segalanya seperti benar-benar terjadi. Delsin tetap tidak dapat menjelaskan mimpinya itu.
“Hanya mimpi buruk.” Ucap Delsin sambil tersenyum senang. “Aku akan baik-baik saja.”
Ternyata harapan Delsin tidak seperti apa yang ia pikirkan. Sekitar pukul satu dini hari, ia dikagetkan lagi dengan suara berderak yang muncul dari dalam kloset di ujung ruangan. Delsin membuka matanya.
“Tidak mungkin.” Ucapnya dalam hati. “Semua itu hanya mimpi.”
Tapi, sedetik kemudian, pintu kloset itu secara perlahan terbuka. Dan sebuah lengan kurus keriput terlihat di bawah bayangan sinar lampu. Detik berikutnya, sosok nenek dengan mata merah itu muncul sambil menyeringai ke arah Delsin.
“Aku sudah menunggumu, Delsin.”

****

4 comments: