Wednesday, March 1, 2017

BEHIND THE CLOSED DOOR



John masih tidak menyukai ide istrinya untuk pindah ke rumah baru itu. Rumah baru yang baru dilihat saja sudah menimbulkan kesan yang aneh dan misterius. Rumah itu adalah sebuah rumah bergaya kuno yang terletak di ujung Whisper Street, Blackwood. Mendengar kata Blackwood saja John sudah bergidik ngeri, karena kota tua itu sudah terkenal dengan hal-hal spiritualnya. Namun apa yang dapat ia perbuat? Pekerjaan istrinyalah yang membuatnya harus rela masuk ke dalam rumah yang mungkin sudah berusia ratusan tahun itu.
Halaman depan rumah tua itu terlihat begitu rapi meski sudah tidak ditinggali sejak lama. Mungkin ada yang merawat taman secara berkala. Sekilas pandang, rumah itu memang terlihat menyenangkan. Teras yang bersih, jendela-jendela tinggi yang ditupi dengan tirai putih, dan keadaan rumahnya pun masih cukup bagus meski sudah berusia tua. Namun hanya ada satu hal yang sejak ia pindha ke rumah itu selalu mengganggu pikiran John. Yaitu ada sebuah pohon besar yang terletak di samping rumah. Pohon yang mungkin berusia lebih lama dari pada rumah itu terlihat mengerikan dengan rimbunnya dedauan pohon itu. Beberapa cabang dan rantingnya terlihat hitam legam, dan memberikan kesan yang tidak menyenangkan.
“Apa yang kau takutkan? Kita akan baik-baik saja.” Ucap Jenna, istri John, yang bekerja sebagai seorang jurnalis sebuah surat kabar.
“Kenapa harus kota ini? Kenapa harus Blackwood?” tanya John sedikit kesal dengan tingkah istrinya yang seenaknya itu. Ia jarang sekali bertengkar dengan Jenna. Dan ketika mereka bertengkar, keadaannya akan jadi begitu kacau. Karena itulah John segera menutup mulutnya saat melihat tatapan mata tajam dari istrinya itu.
“Kita lebih dekat dengan Arcadia, ‘kan?” ucap Jenna. “Hanya beberapa kilo dari kota ini. Dengan mobil, mungkin hanya akan memakan waktu setengah jam.”
“Tetap saja hal itu tidak menjawab pertanyaanku tadi.” Ucap John. “Pekerjaanmu di Arcadia. Kenapa kita tidak mencari rumah disana saja?”
Jenna memberikan tatapan tajamnya lagi pada John. John sadar, mungkin ia sudah kelewatan dengan ucapannya. Namun sepertinya Jenna mengurungkan niatnya untuk marah.
“Kita tidak punya cukup uang saat ini untuk membeli, bahkan menyewa apartemen di Arcadia. Tapi rumah ini, rumah ini dijual dengan harga yang murah. Dan siapa sangka masih dalam kondisi yang bagus seperti ini?”
John tidak mengucapkan apapun setelah itu. Ia tidak mau bertengkar hanya karena masalh rumah itu. John mencoba masuk ke dalam rumah dan memeriksa setiap ruangan begitu ia sampai di rumah itu. Memang keadaannya masih bagus. Dan beberapa furnitur dari pemilik rumah yang lama masih ditinggal di tempat itu.
John berhenti tepat di depan sebuah jam besar yang ada di ruang tengah. Penduluk di jam besar itu terlihat bergerak perlahan, dengan ritme yang teratur.
“Kita mendapat banyak barang baru.” Ucap Jenna sambil melepas tawanya. “Lihat apa yang kutemukan di loteng!”
Jenna mengangkat sebuah musik box tua dan sebuah cermin tangan yang penuh dengan ukiran. Memang dapat dikatakan sebagai barang yang antik. Jenna membuka boks musik itu, dan sebuah patung balerina menari saat tutupnya terbuka. Suara dari musik box itu masih terdengar begitu tajam dan sempurna.
“Lalu kaca itu?” tanya John. Ia ulurkan tangannya dan meraih cermin tangan itu dari tangan Jenna. John melihat refleksi wajahnya sendiri di cermin itu. Tidak ada yang aneh, tapi…
John memutar kepalanya seketika, memeriksa keadaan di belakangnya. Aksinya yang spontan ini tentu saja mengejutkan Jenna yang tepat berdiri di depannya.
“Kenapa denganmu?” tanya Jenna.
John tidak tahu harus bagaimana untuk menjelaskannya. Di pantulan cermin yang tadi ia lihat, ia seperti melihat gumpalan asap hitam di belakang punggungnya. Namun ketika ia periksa, tidak apa-apa disana. Semuanya masih terlihat begitu normal. John melirik lagi pada cermin yang ia pegang, dan gumpalan asap hitam itu menghilang. Apakah benar ia melihatnya? Atau mungkin hanya halusinasinya saja? Mungkin akrena ia sudah terlalu lelah setelah perjalanan panjang dari utara menuju kota kecil itu.
“Kau bertingkah aneh, sayang.” Ucap Jenna. “Kenapa kau tidak periksa kamar tidur kita di atas?”
John menuruti apa kata istrinya. Ia menaiki tangga menuju lantai dua, dan ebrakhir di ujung sebuah koridor sempit yang terlihat remang, karena tidak ada jendela di sekitar tempat itu. Meski hari masih siang, namun koridor itu terlihat begitu menekan hatinya. John merasakan aura yang negatif, entah bagaimana untuk menjelaskannya.
Kamar tidur utamanya terlihat luar biasa. Terdapat sebuah tempat tidur besar dengan seprai putih terletak di tengah ruangan. Di ujung ruangan, terdapat kamar mandi, dan juga sebuah kloset untuk menyimpan pakaian. John mengarah ke jendela kamar itu, dan baru menyadari kemudian bahwa kamar itu terletak tepat di samping pohon besar yang ada di halaman samping. John bahkan dapat meraih salah satu cabang pohon itu dari tempatnya berdiri.
BRAK!
John memutar tubuhnya seketika saat suara keras itu terdengar. Ia memandang ke arah pintu kamar yang masih terbuka, namun tidak ada siapapun disana.
“Jenna?” panggilnya. “Kau disana?”
Tidak ada jawaban. Mungkin Jenna masih ada di lantai bawah. Lalu suara apa tadi? Sebuah suara hantaman keras, seperti sebuah benda mengenai permukaan kayu atau lantai. John kembali ke arah koridor, namun tidak menemukan apapun.
John memeriksa kamar lain yang ada di lantai dua itu. Yang ternyata hampir sama dengan kamar tidurnya. Namun ada satu kamar di ujung koridor yang tidak bisa ia buka. Pintunya terkunci, dan John tidak memiliki kuncinya.
“Ada berapa kunci yang ditinggalkan untuk kita?” tanya John begitu ia kembali turun ke dapur.
“Hanya dua.” Jawab Jenna. “Satu untuk pintu depan, dan satu untuk pintu belakang.”
“Bagaimana dengan pintu kamar?”
“Kuncinya pakai gerendel dari dalam, ‘kan?” ucap Jenna. “Kita tidak perlu mengunci kamar.”
“Tapi kamar di ujung koridor itu…” ucap John. “Aku tidak bisa membukanya. Dan aku penasaran dengan apa yang ada di dalam.”
“Mungkin hanya ruangan kosong, dan sang pemilik lama memutuskan untuk menyegelnya tertutup, mungkin?”
Masuk akal. Namun entah kenapa John merasa bahwa ada satu hal besar di balik pintu kamar yang tidak dapat dibuka itu. Sesuatu, yang mengatakan bahwa ada misteri yang harus ia ungkap. Namun untuk tidak untuk saat ini. Ia merasa terlalu lelah.
Malam itu John dapat tidur dengan cepat karena rasa lelah yang ia rasakan. Pukul sepuluh malam, ia sudah melingkar diatas tempat tidur dengan istrinya, diam di bawah selimut hangat. Keadaan kamar saat itu gelap, namun masih ada cahaya bulan yang masuk dari kisi-kisi jendela.
John nyaris bermimpi, saat tiba-tiba ia membuka kedua matanya dengan cepat.
BRAK!
Suara itu! Suara itu terdengar lagi. John bangkit ke posisi duduk, mencoba untuk mendengarkan lagi suara benturan itu. Yang sepertinya berasal dari arah koridor, namun John tidak menemukan apapun saat memeriksanya.
John mencoba untuk melupakan apa yang terjadi. Ia mencoba menganggap bahwa suara itu hanyalah suara normal dari sebuah rumah tua. Tapi beberapa jam kemudian, John kembali dikejutkan dari tidurnya. Kedua matanya terbuka cepat, saat telinganya mendengar dengan sama sebuah suara anak kecil yang tertawa.
Apa?
Ya. John yakin dengan apa yang ia dengar. Ia tidak bermimpi. Suara hantaman aneh itu, dan kini suara anak kecil yang tertawa? Tapi tidak ada anak kecil di dalam rumah itu.
John merasa bahwa misteri mengenai dua suara itu berasal dari kamar yang tertutup itu. John kini begitu penasaran dengan kamar itu. Ia harus membukanya, dan menemukan jawaban. Tapi…, apakah ia memang benar-benar perlu melakukannya?
“Ada apa, John?” tanya Jenna yang ikut bangun. John hanya melepas senyum dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau membuat istrinya itu terlalu khawatir.
“Tidak apa-apa.” Ucapnya berbohong. “Kembalilah tidur!”
Keesokan harinya, John kembali memeriksa kamar yang berada di ujung koridor itu. Ia mencoba memutar kenop pintunya yang sepertinya macet dan tidak mau berputar. Ia mencoba menendang pintu itu, namun kekuatannya tidak sanggup untuk menjebol pintu yang seolah dipatri dari dalam. John merasa begitu penasaran dengan apa yang ia dengar semalam. Apakah ia hanya berhalusinasi? Rasanya aneh. John dapat mendengar tawa anak kecil itu dengan begitu jelas.
John mendesah saat ia gagal membuka pintu itu. Namun baru beberapa langkah ia berjalan menjauhi kamar itu, suara keras itu terdengar lagi.
BRAK! BRAK!
Dua kali. John seketika memutar tubuhnya, dan kini dapat memastikan bahwa suara itu memang berasal dari kamar yang tertutup itu. Rasa penasaran John semakin besar. Ia bergerak kembali ke arah depan pintu kamar itu, lalu sekali lagi memberikan tendangan panda pintunya. Namun pintu itu sekuat baja. Tidak bergeming sedikitpun.
John kemudian merunduk, menempelkan wajahnya pada lantai. Mungkin ia dapat mengintip dari celah bawah pintu? Tapi…, tidak. Celahnya terlalu rapat, dan ia sama sekali tidak dapat melihat bagian dalam ruangan.
Hari masih siang. Namun entah kenapa John seketika merasakan hawa dingin menyentuh bagian belakang kepalanya. Ia bergidik ngeri membayangkan apa yang mungkin ada di dalam kamar misterius itu. Kenapa penjual rumah tidak pernah mengatakan apapun soal ruangan yang tertutup itu?
“Kau berpikiran terlalu jauh, sayang.” Ucap Jenna sore harinya saat John mengatakan apa yang sebenarnya ia dengar semalam dan juga siang tadi. Jenna sepertinya masih tidak percaya dengan ceritanya.
“Ini rumah tua.” Ucapnya lagi. “Tidak aneh jika terdengar suara-suara misterius dari rumah yang mungkin sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu.”
“Itu yang membuatku cemas.” Ucap John. “Ada terlalu banyak misteri dari rumah tua ini.”
Saat malam tiba, keadaan menjadi semakin mencekam. John sebisa mungkin menghindari koridor lantai dua karena koridor itu terlihat begitu gelap saat malam, meski ada lampu yang meneranginya. Ia memilih untuk duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Untuk sesaat, acara di tv dapat menghilangkah perasaan aneh yang selalu ia rasakan sejak ia pindah ke rumah itu. Namun tiba-tiba…
“AAHHHH!!!”
John seketika bangkit dari sofa yang ia duduki saat mendnegar teriakan istrinya itu. Istrinya berada di kamar. John dengan cepat berlari menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar, dan mendapati istrinya berdiri terpaku di depan meja rias dengan wajah pucat.
“Ada apa, Jenna? Kau baik-baik saja?” tanya John cepat. Jenna memutar wajahnya ke arah John. Dan dari raut wajah yang Jenna tunjukkan, John tahu bahwa ada yang tidak beres.
“Seseorang!” ucap Jenna dengan tangan gemetar. “Seseorang mengawasiku!”
“Apa?”
Ucapan Jenna benar-benar tidak masuk akal. Apa maksud dari ucapan itu? Bagaimana mungkin ada yang mengawasi saat jendela kaamr tertutup dengan rapat dan bertirai?
“Dari cermin!” ucap Jenna masih dengan nada gemetar. “Aku melihat ada yang mengawasiku dari pantulan cermin!”
John seketika mendaratkan matanya pada cermin tangan berukir yang Jenna perlihatkan kemarin. Ya. John saat itu pun melihat pantulan aneh saat melihat ke dalam cermin. Ia seperti melihat ada gumpalan asap hitam di belakangnya. Dan kini Jenna mengatakan ia melihat bayangan seseorang dari cermin itu?
John meraih cermin tangan itu. Ia lihat permukaannya, namun yang terlihat hanyalah pantulan dari wajahnya. Kenapa sebenarnya dengan cermin itu? Apakah cermin itu memiliki sebuah kekuatan yang tidak ia ketahui?
Seketika, satu teori muncul di dalam kepala John mengenai cermin antik itu. Mungkin cermin itu bukanlah cermin biasa. Mungkin cermin itu dapat menunjukkan apa yang tidak dapat dilihat oleh mata?
John mengangakat kembali cermin itu dan dengan instingnya, mengarahkan permukaan cermin ke arah pintu kamar. Dan seketika ia lihat, meski sulit untuk mempercayainya, ada gumpalan asap aneh lagi yang kini terlihat berada di ambang pintu, dari pantulan cermin. John menoleh ke arah pintu, namun tentu saja matanya tidak dapat melihat. Dan ia hanya dapat melihat dari pantulan cermin itu. Saat ia kembalikan kedua matanya pada cermin, jantung John serasa melompat.
“OH! SIALAN!”
Sesosok bocah terlihat berdiri di depan pintu dari bayangan cermin. John secara spontan memutar tubuhnya, mengarahkan matanya ke arah pintu. Namun tentu saja ia tidak dapat melihat apapun. Namun…
“DUK! DUK! DUK!
John dan Jenna sama-sama dapat mendengar suara itu. Seperti suara langkah kaki yang berlari menyusuri koridor. Dan sedetik kemudian…
BRAK!
Suara itu lagi!
John seketika sadar bahwa suara hantaman di permukaan kayu itu muntkin bukanlah hantaman biasa. Kini ia baru sadar bahwa suaranya mirip seperti sebuah pintu yang ditutup dengan keras. Pintu kamar yang tertutup itu?
“JOHN!”
John bergerak cepat keluar dari ruangan diikuti oleh Jenna. Langkah kaki pria itu langsung mengarah pada ruangan bermasalah itu, dan ia melihat apa yang seharusnya tidak ada disana.
Ia melihat cahaya dari bagian bawah celah pintu. Mustahil, ‘kan? Seharusnya ruangan itu tidak berpenghuni. Namun ketika John bergerak mendekat, cahaya itu menghilang seketika. Seolah penunggu di dalamnya dengan cepat mematikan lampu.
“Disini!” ucap John dengan nafas cepat sambil menunjuk ruangan yang tertutup itu. “Sudah kukatakan ada yang tidak beres dengan ruangan ini, Jenna. Apa yang kau lihat di cermin…”
“Oh, John! Kau membuatku takut!”
“Kita akan segera tahu.”
John dengan kekuatan yang sudah ia kumpulkan mulai melepaskan tendangan ke arah kenop pintu ruangan itu. Suara hantaman tentu saja terdengar dengan begitu keras. Pintu itu terlihat sedikit bergetar saat mendapat tendangan dari kaki John.
“Sekali lagi!”
John melakukan tendangan lagi, dan tidak ia sangka, bahkan kemudian pintu akan…
BRAK!
Terbuka lebar. Pintu itu menjeblak terbuka oleh tendangan terakhir dari John. Dan apa yang dapat ia lihat di dalam ruangan itu benarr-benar membuatnya serasa ingin muntah.
Noda hitam legam terlihat memenuhi ruangan yang acak-acakan itu. Kasurnya terlihat terkoyak, dan setiap barang yang ada di dalam ruangan itu terlihat berceceran di segala tempat. Namun noda hitam itu, memnuhi setiap senti dari ruangan itu. Noda cipratan…, darah?
BRAK! BRAK! BRAK!
Suara keras itu terdengar dengan begitu jelas, dan disaat bersamaan, lampu rumah tiba-tiba saja meredup dan padam. Jenna berteriak, dan memegang lengan John dengan erat. John berteriak, namun suaranya tertutupi oleh sebuah suara desir angin keras yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana.
“Jenna, kita harus keluar!” teriaknya. Di dalam kegelapan total, John meraba ke arah dinding koridor, mencoba untuk mengarah ke tangga. Namun disela-sela usahanya itu, ia kemudian mendengar sebuah suara bocah lelaki tepat di telinganya.
“Kalian tidak seharusnya disini.”
John melangkahkan kakinya dengan cepat. Satu hal yang tidak ia kira terjadi beberapa detik kemudian. Pintu kamar tidurnya tiba-tiba saja tertutup dengan keras, dan lukisan-lukisan dan foto yang tergantung di dinding koridor tiba-tiba saja beterbangan, melompat ke segala tempat. Salah satu pigura foto bahkan sempat menghantam kening John.
“Cepat! Turun!”
Segala benda yang ada di dalam rumah itu bergetar dan berjatuhan dari tempatnya. Seolah ada angin ribut yang tiba-tiba saja masuk ke dalam rumah yang kini berada dalam kegelapan total itu. John dan Jenna berlari menyusuri ruang tengah, dimana beberapa pigura foto kembali beterbangan menyerang mereka.
“Pergi!” bisik suara bocah itu di telinga John. Dan detik berikutnya, John menendang pintu depan terbuka dan ia terjatuh ke arah rerumputan yang berada di depan rumah besar itu. Seketik, John merasakan kembali kehangatan di tubuhnya saat ia berhasil kabur dari dalam rumah yang mengamuk itu.
Rumah tua itu terlihat begitu menantang, mencekam, saat kegelapan total menyelimuti setiap senti dari rumah itu. Pohon besar yang ada di samping rumah terdengar seolah berteriak, saat ranting dan dahannya saling bertautan. Dan John, tidak mengira bahwa hal aneh itu akan terjadi pada dirinya malam itu.
John duduk diatas rerumputan sambil memegang tubuh istrinya. Dan sekali lagi, ia pandang rumah barunya itu. Tidak. Suara bocah yang ia dengar tadi masih terngiang di telinganya. Suara itu jelas-jelas memintanya untuk pergi dari rumah itu.
“Jenna…” ucap John kemduian sambil memandang ke arah istrinya. “Sepertinya kita harus meninggalkan rumah ini.”
Jenna hanya dapat mengangguk. Ya. Mungkin ide untuk mendapatkan rumah dengan harga murah itu adalah ide yang cukup buruk. Setelah apa yang ia alami malam itu, Jenna dan John berusaha untuk memikirkan terlebih dahulu secara masak seperti apa rumah yang akan ia tempati. Dan berharap, agar hal mistis seperti itu tidak akan terjadi lagi.

**

John dan Jenna pada akhirnya keluar dari rumah itu begitu pagi menjelang. Banyak dari tetangga yang bertanya kenapa mereka pergi dengan tiba-tiba, namun John tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi. Mungkin tidak akan ada yang percaya.
John baru mengetahui kisah sebenarnya dari rumah tua itu beberapa minggu kemudian. Rumah itu dulunya dimiliki oleh seorang  pria dan anak lelakinya. Namun entah karena apa, pria itu mengunci anaknya itu sendiri di ruangan yang tertutup itu. Dan entah karena apa juga, anak itu ditemukan tewas dengan darah telah memenuhi seisi kamar. Hal itu sudah terjadi sekitar seratus tahun yang lalu. Dan dari cerita yang beredar, tidak ada yang pernah betah tinggal di rumah yang terletak di ujung Whisper Street itu. Mungkin karena rumah itu masih ditunggu oleh arwah sang anak lelaki itu?
John mempercayai dengan cerita itu. Apa yang ia lihat di cermin menjelaskan bahwa arwah anak itu masih terperangkap di dalam kamar yang tertutup itu. Entah bagaimana caranya untuk bisa melepaskan arwah bocah itu. Namun itu bukan urusan John lagi. Kini ia mencoba untuk hidung tenang di Arcadia. Di sebuah rumah kecil yang suasananya jauh lebih menyenangkan dari rumah besar itu. Dan John, berusaha untuk mengubur dalam-dalam kenangan mengerikan mengenai rumah tua di Blackwood itu. Mungkin untuk selama-lamanya.

****


1 comment: