John masih tidak menyukai ide istrinya untuk pindah ke
rumah baru itu. Rumah baru yang baru dilihat saja sudah menimbulkan kesan yang
aneh dan misterius. Rumah itu adalah sebuah rumah bergaya kuno yang terletak di
ujung Whisper Street, Blackwood. Mendengar kata Blackwood saja John sudah
bergidik ngeri, karena kota tua itu sudah terkenal dengan hal-hal spiritualnya.
Namun apa yang dapat ia perbuat? Pekerjaan istrinyalah yang membuatnya harus
rela masuk ke dalam rumah yang mungkin sudah berusia ratusan tahun itu.
Halaman depan rumah tua itu
terlihat begitu rapi meski sudah tidak ditinggali sejak lama. Mungkin ada yang
merawat taman secara berkala. Sekilas pandang, rumah itu memang terlihat
menyenangkan. Teras yang bersih, jendela-jendela tinggi yang ditupi dengan tirai
putih, dan keadaan rumahnya pun masih cukup bagus meski sudah berusia tua.
Namun hanya ada satu hal yang sejak ia pindha ke rumah itu selalu mengganggu
pikiran John. Yaitu ada sebuah pohon besar yang terletak di samping rumah.
Pohon yang mungkin berusia lebih lama dari pada rumah itu terlihat mengerikan
dengan rimbunnya dedauan pohon itu. Beberapa cabang dan rantingnya terlihat
hitam legam, dan memberikan kesan yang tidak menyenangkan.
“Apa yang kau takutkan? Kita
akan baik-baik saja.” Ucap Jenna, istri John, yang bekerja sebagai seorang
jurnalis sebuah surat kabar.
“Kenapa harus kota ini?
Kenapa harus Blackwood?” tanya John sedikit kesal dengan tingkah istrinya yang
seenaknya itu. Ia jarang sekali bertengkar dengan Jenna. Dan ketika mereka
bertengkar, keadaannya akan jadi begitu kacau. Karena itulah John segera
menutup mulutnya saat melihat tatapan mata tajam dari istrinya itu.
“Kita lebih dekat dengan
Arcadia, ‘kan?” ucap Jenna. “Hanya beberapa kilo dari kota ini. Dengan mobil,
mungkin hanya akan memakan waktu setengah jam.”
“Tetap saja hal itu tidak
menjawab pertanyaanku tadi.” Ucap John. “Pekerjaanmu di Arcadia. Kenapa kita
tidak mencari rumah disana saja?”
Jenna memberikan tatapan
tajamnya lagi pada John. John sadar, mungkin ia sudah kelewatan dengan
ucapannya. Namun sepertinya Jenna mengurungkan niatnya untuk marah.
“Kita tidak punya cukup uang
saat ini untuk membeli, bahkan menyewa apartemen di Arcadia. Tapi rumah ini,
rumah ini dijual dengan harga yang murah. Dan siapa sangka masih dalam kondisi
yang bagus seperti ini?”
John tidak mengucapkan
apapun setelah itu. Ia tidak mau bertengkar hanya karena masalh rumah itu. John
mencoba masuk ke dalam rumah dan memeriksa setiap ruangan begitu ia sampai di
rumah itu. Memang keadaannya masih bagus. Dan beberapa furnitur dari pemilik
rumah yang lama masih ditinggal di tempat itu.
John berhenti tepat di depan
sebuah jam besar yang ada di ruang tengah. Penduluk di jam besar itu terlihat
bergerak perlahan, dengan ritme yang teratur.
“Kita mendapat banyak barang
baru.” Ucap Jenna sambil melepas tawanya. “Lihat apa yang kutemukan di loteng!”
Jenna mengangkat sebuah
musik box tua dan sebuah cermin tangan yang penuh dengan ukiran. Memang dapat
dikatakan sebagai barang yang antik. Jenna membuka boks musik itu, dan sebuah
patung balerina menari saat tutupnya terbuka. Suara dari musik box itu masih
terdengar begitu tajam dan sempurna.
“Lalu kaca itu?” tanya John.
Ia ulurkan tangannya dan meraih cermin tangan itu dari tangan Jenna. John
melihat refleksi wajahnya sendiri di cermin itu. Tidak ada yang aneh, tapi…
John memutar kepalanya
seketika, memeriksa keadaan di belakangnya. Aksinya yang spontan ini tentu saja
mengejutkan Jenna yang tepat berdiri di depannya.
“Kenapa denganmu?” tanya
Jenna.
John tidak tahu harus
bagaimana untuk menjelaskannya. Di pantulan cermin yang tadi ia lihat, ia
seperti melihat gumpalan asap hitam di belakang punggungnya. Namun ketika ia
periksa, tidak apa-apa disana. Semuanya masih terlihat begitu normal. John
melirik lagi pada cermin yang ia pegang, dan gumpalan asap hitam itu
menghilang. Apakah benar ia melihatnya? Atau mungkin hanya halusinasinya saja?
Mungkin akrena ia sudah terlalu lelah setelah perjalanan panjang dari utara
menuju kota kecil itu.
“Kau bertingkah aneh,
sayang.” Ucap Jenna. “Kenapa kau tidak periksa kamar tidur kita di atas?”
John menuruti apa kata
istrinya. Ia menaiki tangga menuju lantai dua, dan ebrakhir di ujung sebuah
koridor sempit yang terlihat remang, karena tidak ada jendela di sekitar tempat
itu. Meski hari masih siang, namun koridor itu terlihat begitu menekan hatinya.
John merasakan aura yang negatif, entah bagaimana untuk menjelaskannya.
Kamar tidur utamanya
terlihat luar biasa. Terdapat sebuah tempat tidur besar dengan seprai putih
terletak di tengah ruangan. Di ujung ruangan, terdapat kamar mandi, dan juga
sebuah kloset untuk menyimpan pakaian. John mengarah ke jendela kamar itu, dan
baru menyadari kemudian bahwa kamar itu terletak tepat di samping pohon besar
yang ada di halaman samping. John bahkan dapat meraih salah satu cabang pohon
itu dari tempatnya berdiri.
BRAK!
John memutar tubuhnya
seketika saat suara keras itu terdengar. Ia memandang ke arah pintu kamar yang
masih terbuka, namun tidak ada siapapun disana.
“Jenna?” panggilnya. “Kau
disana?”
Tidak ada jawaban. Mungkin
Jenna masih ada di lantai bawah. Lalu suara apa tadi? Sebuah suara hantaman
keras, seperti sebuah benda mengenai permukaan kayu atau lantai. John kembali
ke arah koridor, namun tidak menemukan apapun.
John memeriksa kamar lain
yang ada di lantai dua itu. Yang ternyata hampir sama dengan kamar tidurnya.
Namun ada satu kamar di ujung koridor yang tidak bisa ia buka. Pintunya
terkunci, dan John tidak memiliki kuncinya.
“Ada berapa kunci yang
ditinggalkan untuk kita?” tanya John begitu ia kembali turun ke dapur.
“Hanya dua.” Jawab Jenna.
“Satu untuk pintu depan, dan satu untuk pintu belakang.”
“Bagaimana dengan pintu
kamar?”
“Kuncinya pakai gerendel
dari dalam, ‘kan?” ucap Jenna. “Kita tidak perlu mengunci kamar.”
“Tapi kamar di ujung koridor
itu…” ucap John. “Aku tidak bisa membukanya. Dan aku penasaran dengan apa yang
ada di dalam.”
“Mungkin hanya ruangan
kosong, dan sang pemilik lama memutuskan untuk menyegelnya tertutup, mungkin?”
Masuk akal. Namun entah
kenapa John merasa bahwa ada satu hal besar di balik pintu kamar yang tidak
dapat dibuka itu. Sesuatu, yang mengatakan bahwa ada misteri yang harus ia
ungkap. Namun untuk tidak untuk saat ini. Ia merasa terlalu lelah.
Malam itu John dapat tidur
dengan cepat karena rasa lelah yang ia rasakan. Pukul sepuluh malam, ia sudah
melingkar diatas tempat tidur dengan istrinya, diam di bawah selimut hangat.
Keadaan kamar saat itu gelap, namun masih ada cahaya bulan yang masuk dari
kisi-kisi jendela.
John nyaris bermimpi, saat
tiba-tiba ia membuka kedua matanya dengan cepat.
BRAK!
Suara itu! Suara itu
terdengar lagi. John bangkit ke posisi duduk, mencoba untuk mendengarkan lagi
suara benturan itu. Yang sepertinya berasal dari arah koridor, namun John tidak
menemukan apapun saat memeriksanya.
John mencoba untuk melupakan
apa yang terjadi. Ia mencoba menganggap bahwa suara itu hanyalah suara normal
dari sebuah rumah tua. Tapi beberapa jam kemudian, John kembali dikejutkan dari
tidurnya. Kedua matanya terbuka cepat, saat telinganya mendengar dengan sama
sebuah suara anak kecil yang tertawa.
Apa?
Ya. John yakin dengan apa
yang ia dengar. Ia tidak bermimpi. Suara hantaman aneh itu, dan kini suara anak
kecil yang tertawa? Tapi tidak ada anak kecil di dalam rumah itu.
John merasa bahwa misteri
mengenai dua suara itu berasal dari kamar yang tertutup itu. John kini begitu
penasaran dengan kamar itu. Ia harus membukanya, dan menemukan jawaban. Tapi…,
apakah ia memang benar-benar perlu melakukannya?
“Ada apa, John?” tanya Jenna
yang ikut bangun. John hanya melepas senyum dan menggelengkan kepalanya. Ia
tidak mau membuat istrinya itu terlalu khawatir.
“Tidak apa-apa.” Ucapnya
berbohong. “Kembalilah tidur!”
Keesokan harinya, John
kembali memeriksa kamar yang berada di ujung koridor itu. Ia mencoba memutar
kenop pintunya yang sepertinya macet dan tidak mau berputar. Ia mencoba
menendang pintu itu, namun kekuatannya tidak sanggup untuk menjebol pintu yang
seolah dipatri dari dalam. John merasa begitu penasaran dengan apa yang ia
dengar semalam. Apakah ia hanya berhalusinasi? Rasanya aneh. John dapat
mendengar tawa anak kecil itu dengan begitu jelas.
John mendesah saat ia gagal
membuka pintu itu. Namun baru beberapa langkah ia berjalan menjauhi kamar itu,
suara keras itu terdengar lagi.
BRAK! BRAK!
Dua kali. John seketika
memutar tubuhnya, dan kini dapat memastikan bahwa suara itu memang berasal dari
kamar yang tertutup itu. Rasa penasaran John semakin besar. Ia bergerak kembali
ke arah depan pintu kamar itu, lalu sekali lagi memberikan tendangan panda
pintunya. Namun pintu itu sekuat baja. Tidak bergeming sedikitpun.
John kemudian merunduk,
menempelkan wajahnya pada lantai. Mungkin ia dapat mengintip dari celah bawah
pintu? Tapi…, tidak. Celahnya terlalu rapat, dan ia sama sekali tidak dapat
melihat bagian dalam ruangan.
Hari masih siang. Namun
entah kenapa John seketika merasakan hawa dingin menyentuh bagian belakang
kepalanya. Ia bergidik ngeri membayangkan apa yang mungkin ada di dalam kamar
misterius itu. Kenapa penjual rumah tidak pernah mengatakan apapun soal ruangan
yang tertutup itu?
“Kau berpikiran terlalu
jauh, sayang.” Ucap Jenna sore harinya saat John mengatakan apa yang sebenarnya
ia dengar semalam dan juga siang tadi. Jenna sepertinya masih tidak percaya
dengan ceritanya.
“Ini rumah tua.” Ucapnya
lagi. “Tidak aneh jika terdengar suara-suara misterius dari rumah yang mungkin
sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu.”
“Itu yang membuatku cemas.”
Ucap John. “Ada terlalu banyak misteri dari rumah tua ini.”
Saat malam tiba, keadaan
menjadi semakin mencekam. John sebisa mungkin menghindari koridor lantai dua
karena koridor itu terlihat begitu gelap saat malam, meski ada lampu yang
meneranginya. Ia memilih untuk duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Untuk
sesaat, acara di tv dapat menghilangkah perasaan aneh yang selalu ia rasakan
sejak ia pindah ke rumah itu. Namun tiba-tiba…
“AAHHHH!!!”
John seketika bangkit dari
sofa yang ia duduki saat mendnegar teriakan istrinya itu. Istrinya berada di
kamar. John dengan cepat berlari menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar, dan
mendapati istrinya berdiri terpaku di depan meja rias dengan wajah pucat.
“Ada apa, Jenna? Kau
baik-baik saja?” tanya John cepat. Jenna memutar wajahnya ke arah John. Dan
dari raut wajah yang Jenna tunjukkan, John tahu bahwa ada yang tidak beres.
“Seseorang!” ucap Jenna
dengan tangan gemetar. “Seseorang mengawasiku!”
“Apa?”
Ucapan Jenna benar-benar
tidak masuk akal. Apa maksud dari ucapan itu? Bagaimana mungkin ada yang
mengawasi saat jendela kaamr tertutup dengan rapat dan bertirai?
“Dari cermin!” ucap Jenna masih
dengan nada gemetar. “Aku melihat ada yang mengawasiku dari pantulan cermin!”
John seketika mendaratkan
matanya pada cermin tangan berukir yang Jenna perlihatkan kemarin. Ya. John
saat itu pun melihat pantulan aneh saat melihat ke dalam cermin. Ia seperti
melihat ada gumpalan asap hitam di belakangnya. Dan kini Jenna mengatakan ia
melihat bayangan seseorang dari cermin itu?
John meraih cermin tangan
itu. Ia lihat permukaannya, namun yang terlihat hanyalah pantulan dari
wajahnya. Kenapa sebenarnya dengan cermin itu? Apakah cermin itu memiliki
sebuah kekuatan yang tidak ia ketahui?
Seketika, satu teori muncul
di dalam kepala John mengenai cermin antik itu. Mungkin cermin itu bukanlah
cermin biasa. Mungkin cermin itu dapat menunjukkan apa yang tidak dapat dilihat
oleh mata?
John mengangakat kembali
cermin itu dan dengan instingnya, mengarahkan permukaan cermin ke arah pintu
kamar. Dan seketika ia lihat, meski sulit untuk mempercayainya, ada gumpalan
asap aneh lagi yang kini terlihat berada di ambang pintu, dari pantulan cermin.
John menoleh ke arah pintu, namun tentu saja matanya tidak dapat melihat. Dan
ia hanya dapat melihat dari pantulan cermin itu. Saat ia kembalikan kedua
matanya pada cermin, jantung John serasa melompat.
“OH! SIALAN!”
Sesosok bocah terlihat
berdiri di depan pintu dari bayangan cermin. John secara spontan memutar
tubuhnya, mengarahkan matanya ke arah pintu. Namun tentu saja ia tidak dapat
melihat apapun. Namun…
“DUK! DUK! DUK!
John dan Jenna sama-sama
dapat mendengar suara itu. Seperti suara langkah kaki yang berlari menyusuri
koridor. Dan sedetik kemudian…
BRAK!
Suara itu lagi!
John seketika sadar bahwa
suara hantaman di permukaan kayu itu muntkin bukanlah hantaman biasa. Kini ia
baru sadar bahwa suaranya mirip seperti sebuah pintu yang ditutup dengan keras.
Pintu kamar yang tertutup itu?
“JOHN!”
John bergerak cepat keluar
dari ruangan diikuti oleh Jenna. Langkah kaki pria itu langsung mengarah pada
ruangan bermasalah itu, dan ia melihat apa yang seharusnya tidak ada disana.
Ia melihat cahaya dari
bagian bawah celah pintu. Mustahil, ‘kan? Seharusnya ruangan itu tidak
berpenghuni. Namun ketika John bergerak mendekat, cahaya itu menghilang
seketika. Seolah penunggu di dalamnya dengan cepat mematikan lampu.
“Disini!” ucap John dengan
nafas cepat sambil menunjuk ruangan yang tertutup itu. “Sudah kukatakan ada
yang tidak beres dengan ruangan ini, Jenna. Apa yang kau lihat di cermin…”
“Oh, John! Kau membuatku
takut!”
“Kita akan segera tahu.”
John dengan kekuatan yang
sudah ia kumpulkan mulai melepaskan tendangan ke arah kenop pintu ruangan itu.
Suara hantaman tentu saja terdengar dengan begitu keras. Pintu itu terlihat
sedikit bergetar saat mendapat tendangan dari kaki John.
“Sekali lagi!”
John melakukan tendangan
lagi, dan tidak ia sangka, bahkan kemudian pintu akan…
BRAK!
Terbuka lebar. Pintu itu
menjeblak terbuka oleh tendangan terakhir dari John. Dan apa yang dapat ia
lihat di dalam ruangan itu benarr-benar membuatnya serasa ingin muntah.
Noda hitam legam terlihat
memenuhi ruangan yang acak-acakan itu. Kasurnya terlihat terkoyak, dan setiap
barang yang ada di dalam ruangan itu terlihat berceceran di segala tempat.
Namun noda hitam itu, memnuhi setiap senti dari ruangan itu. Noda cipratan…,
darah?
BRAK! BRAK! BRAK!
Suara keras itu terdengar dengan
begitu jelas, dan disaat bersamaan, lampu rumah tiba-tiba saja meredup dan
padam. Jenna berteriak, dan memegang lengan John dengan erat. John berteriak,
namun suaranya tertutupi oleh sebuah suara desir angin keras yang tiba-tiba
saja muncul entah dari mana.
“Jenna, kita harus keluar!”
teriaknya. Di dalam kegelapan total, John meraba ke arah dinding koridor,
mencoba untuk mengarah ke tangga. Namun disela-sela usahanya itu, ia kemudian
mendengar sebuah suara bocah lelaki tepat di telinganya.
“Kalian tidak seharusnya
disini.”
John melangkahkan kakinya
dengan cepat. Satu hal yang tidak ia kira terjadi beberapa detik kemudian.
Pintu kamar tidurnya tiba-tiba saja tertutup dengan keras, dan lukisan-lukisan
dan foto yang tergantung di dinding koridor tiba-tiba saja beterbangan,
melompat ke segala tempat. Salah satu pigura foto bahkan sempat menghantam
kening John.
“Cepat! Turun!”
Segala benda yang ada di
dalam rumah itu bergetar dan berjatuhan dari tempatnya. Seolah ada angin ribut
yang tiba-tiba saja masuk ke dalam rumah yang kini berada dalam kegelapan total
itu. John dan Jenna berlari menyusuri ruang tengah, dimana beberapa pigura foto
kembali beterbangan menyerang mereka.
“Pergi!” bisik suara bocah
itu di telinga John. Dan detik berikutnya, John menendang pintu depan terbuka
dan ia terjatuh ke arah rerumputan yang berada di depan rumah besar itu.
Seketik, John merasakan kembali kehangatan di tubuhnya saat ia berhasil kabur
dari dalam rumah yang mengamuk itu.
Rumah tua itu terlihat
begitu menantang, mencekam, saat kegelapan total menyelimuti setiap senti dari
rumah itu. Pohon besar yang ada di samping rumah terdengar seolah berteriak,
saat ranting dan dahannya saling bertautan. Dan John, tidak mengira bahwa hal
aneh itu akan terjadi pada dirinya malam itu.
John duduk diatas rerumputan
sambil memegang tubuh istrinya. Dan sekali lagi, ia pandang rumah barunya itu.
Tidak. Suara bocah yang ia dengar tadi masih terngiang di telinganya. Suara itu
jelas-jelas memintanya untuk pergi dari rumah itu.
“Jenna…” ucap John kemduian
sambil memandang ke arah istrinya. “Sepertinya kita harus meninggalkan rumah
ini.”
Jenna hanya dapat
mengangguk. Ya. Mungkin ide untuk mendapatkan rumah dengan harga murah itu
adalah ide yang cukup buruk. Setelah apa yang ia alami malam itu, Jenna dan
John berusaha untuk memikirkan terlebih dahulu secara masak seperti apa rumah
yang akan ia tempati. Dan berharap, agar hal mistis seperti itu tidak akan
terjadi lagi.
**
John dan Jenna pada akhirnya
keluar dari rumah itu begitu pagi menjelang. Banyak dari tetangga yang bertanya
kenapa mereka pergi dengan tiba-tiba, namun John tidak dapat menjelaskan apa
yang terjadi. Mungkin tidak akan ada yang percaya.
John baru mengetahui kisah
sebenarnya dari rumah tua itu beberapa minggu kemudian. Rumah itu dulunya
dimiliki oleh seorang pria dan anak
lelakinya. Namun entah karena apa, pria itu mengunci anaknya itu sendiri di
ruangan yang tertutup itu. Dan entah karena apa juga, anak itu ditemukan tewas
dengan darah telah memenuhi seisi kamar. Hal itu sudah terjadi sekitar seratus
tahun yang lalu. Dan dari cerita yang beredar, tidak ada yang pernah betah
tinggal di rumah yang terletak di ujung Whisper Street itu. Mungkin karena
rumah itu masih ditunggu oleh arwah sang anak lelaki itu?
John mempercayai dengan cerita
itu. Apa yang ia lihat di cermin menjelaskan bahwa arwah anak itu masih
terperangkap di dalam kamar yang tertutup itu. Entah bagaimana caranya untuk
bisa melepaskan arwah bocah itu. Namun itu bukan urusan John lagi. Kini ia
mencoba untuk hidung tenang di Arcadia. Di sebuah rumah kecil yang suasananya
jauh lebih menyenangkan dari rumah besar itu. Dan John, berusaha untuk mengubur
dalam-dalam kenangan mengerikan mengenai rumah tua di Blackwood itu. Mungkin
untuk selama-lamanya.
****
51
ReplyDelete