Thursday, March 16, 2017

FRAGMENT OF THE PAST



Josh tersentak bangun untuk yang kesekian kalianya malam itu. Wajahnya menegang, dengan mata membelalak dan keringat membasahi seluruh bagian wajahnya. Gangguan yang ia dapatkan di malam hari terus berlanjut. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Josh selalu dikagetkan dengan sebuah suara keras yang berasal dari bagian lain rumah yang ia tempati.
Rumah itu adalah sebuah rumah baru yang Josh tempati belum lama. Baru sebulan berlalu sejak ia pindah ke rumah yang dijual murah itu. Dan gangguan yang ia dapatkan terjadi setiap malamnya. Ia selalu mendengar suara keras sekitar pukul dua dini hari. Sebuah suara yang mirip dengan sebuah suara hantaman pada permukaan kayu, atau sebuah suara tendangan pada furnitur. Kadang, ada suara benda pecah dari dalam rumah itu. Namun setiap kali ia memeriksa keadaan, tidak ada yang berubah. Tidak ada barang pecah atau semacamnya.
Josh awalnya hanya berpikir bahwa mungkin rumah itu membuat suara-suara aneh mengingat rumah yang ia tempati itu adalah sebuah rumah tua. Banyak yang berkata, bahwa rumah tua memang kadang sering membuat suara aneh. Namun Josh semakin penasaran dengan arah suara hantaman itu setiap malamnya. Seperti saat ini, ia terbaring diatas tempat tidurnya dengan kedua mata terbuka lebar. Jam digital yang ada di meja menunjukkan pukul dua dinihari. Jam yang selalu sama setiap malamnya.
“Sialan!”
Josh hanya dapat mengumpat pelan. Ia kemudian memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya dan bergerak keluar dari kamar, mencoba untuk memeriksa suara yang baru saja ia dengar. Ia memeriksa dapur, ruang tamu, dan bahkan ruang bawah tanah. Namun tidak ada kejanggalan sama sekali. Hal yang terus berulang setiap malam itu membuat Josh sedikit khawatir. Bagaimana jika suara-suara yang muncul itu adalah suara dari pencuri yang beruaha masuk ke dalam rumahnya?
Josh terbilang cukup kebal dengan cerita-cerita aneh yang selalu ia dengarkan. Ia penyuka horor dan kisah misterius, namun ia sama sekali bukanlah tipe orang yang akan dengan mudahnya percaya dengan hal-hal berbau supranatural. Jika memungkinkan, ia akan mencari teori sebanyak mungkin jika ia dihadapkan dengan keadaan janggal. Seperti suara berisik di rumah barunya itu. Ia sudah mencoba berselancar di internet dan bertanya apda teman-temannya. Namun jawaban yang ia dapatkan selalu tidak memuaskan. Setiap orang selalu mengatakan bahwa rumah yang ia tempat itu berhantu.
“Yang benar saja!” ucap Josh ketika ia menceritakan apa yang ia dengar semalam pada salah satu temannya di tempat kerja.
“Rmah itu rumah tua. Dan seperti yang kau tahu, rumah tua sering membuat suara aneh setiap malamnya. Seperti saat jendela yang tidak bisa tertutup rapat, dan terhempas oleh angin, membuat suara ribut.”
“Tapi kau sudah memeriksa rumahmu itu dengan teliti, ‘kan?” balas temannya. “Apa kau melihat ada kejanggalan? Apa kau melihat ada jendela yang tidak bisa tertutup?”
Jujur, Josh akui, bahwa rumah yang ia tempati itu masih dalam keadaan cukup layak meskipun tergolong tua. Ia tidak menemukan satupun bagian rumah yang rusak atau semacamnya. Jendela-jendela dan pintunya masih dapat tertutup dengan baik. Lalu, apa yang membuat suara gaduh di setiap malam itu?
Josh sama sekali tidak menemukan jawaban atas misteri yang ia hadapi. Setiap kali ia berada di rumah, ia selalu mencari penyebab dari suara misterius yang ia dengarkan itu. Jika ia ingat-ingat, suaranya memang berasal dari lantai satu. Namun ia tidak menemukan adanya kejanggalan.
Tempat kedua yang ia periksa adalah ruang bawah tanah. Ia memang jarang pergi ke ruangan bawah tanah rumah itu, mengingat tidak ada apapun di dalam ruang bawah tanah itu selain sebuah mesin cuci bobrok yang tergeletak di sudut ruangan. Dinding dari ruang bawah tanah itu juga terlihat masih begitu kokoh, dan tidak ada kecacatan sama sekali. Lalu? Suara apa sebenarnya yang selalu ia dengarkan itu?
Malam itu pun Josh tersentak bangun lagi saat suara gaduh itu kembali terdengar. Josh mendecak kesal, merasa frustasi dengan segala kegaduhan yang terjadi di dalam rumahnya setiap malam. Dan setiap kali ia mendengar suara itu, ia selalu dengan cepat keluar dari kamar dan menuju ke sumber suara.
BRAK!
Josh mendengar dengan jelas suara itu saat ia keluar dari kamar. Satu tempat yang dapat ia pikirkan saat itu adalah ruang bawah tanah. Memang suaranya berasal dari sana. Tapi apa yang akan ia temukan?
Keadaan ruang bawah rumah itu di malam hari memang terlihat sedikit mencekam. Hanya ada satu bola lampu kuning yang berada di tengah-tengah ruangan, yang menjadi satu-satunya sumber cahaya. Josh mencoba menyapukan pandangan matanya pada sekeliling ruang bawah tanah itu, tapi lagi-lagi tidak menemukan apapun. Namun ketika ia akan kembali menaiki tangga, kedua matanya terpaku pada sebuah benda yang tergeletak di tengah ruangan. Sebuah benda kecil, yang awalnya tidak pernah ada di tempat itu.
Sebuah boneka tua yang terlihat sudah begitu usang.
Josh tidak tahu bagaimana mungkin benda itu bisa ada di dalam ruang bawah tanah yang awalnya bersih. Apakah benda itu memang sudah ada disana, dan Josh tidak pernah menyadarinya?
Josh merasakan tubuhnya menggigil seketika saat ia mengambil boneka kain yang penuh dengan noda hitam itu. Ada satu ekspresi yang mengerikan dari boneka kain itu, yang seketika membuat Josh kembali menjatuhkan boneka itu, dan menendangnya ke sudut ruangan. Pikirannya, mungkin hanya boneka tua dari pemilik rumah sebelumnya. Josh segera melupakan hal itu dan bergerak kembali ke kamarnya.
Ia kembali tidur. Namun kali ini tidurnya tidak bisa tenang seperti biasanya. Ia mendapatkan satu mimpi aneh yang benar-benar tidak dapat ia jelaskan.
Di dalam mimpi, ia berada tepat di depan halaman rumah barunya itu. Ia hanya dapat memandangi rumah itu dari luar. Namun ia seolahd apat mengetahui apa yang ada di dalam rumah itu. Ia mendengar jeritan seorang anak kecil dari dalam rumah yang terlihat gelap itu. Josh ingin menggerakkan kakinya, namun ia hanya dapat berdiri di tempat. Sementara jeritan anak kecil itu terus terdengar, semakin jelas setiap detiknya. Dan Josh memiliki keinginan besar untuk bergerak masuk ke dalam rumah itu, namun kakinya tidak mau bergerak. Satu hal yang ia sadari kemudian adalah, ia terbangun dari tidurnya.
Mimpi itu memang terbilang aneh baginya. Namun ia tidak memikirkannya lagi, hingga pada akhirnya mimpi itu terulang setiap kali ia tidur.
Posisinya selalu sama. Ia berdiri tepat di depan rumah itu, memandang ke arah rumah yang terlihat gelap dan mencekam itu dari luar. Dan jeritan anak kecil itu terus terdengar olehnya. Bedanya, kini ia mulai dapat menggerakkan kakinya melintasi halaman, naik ke teras, lalu bergerak memasuki rumah.
Keadaan bagian dalam rumah terlihat sama persis dengan rumah yang ia tempati. Bedanya, kini ada seseorang yang terlihat berdiri di kaki tangga. Seorang pria, dengan punggung membelakangi Josh. Di tangan pria itu terdapat sebuah sabuk kulit yang ia gunakan sebagai cambuk.
“Hentikan, ayah!” teriak anak kecil yang berada tepat di depan pria itu. Anak itu menangis, saat pria itu terus melakukan cambukan dengan sabuknya.
“ANAK KURANG AJAR!” teriak pria itu seraya mengangkat sabuknya, dan mencambukkannya pada anak kecil itu. Anak itu terus menjerit, menangis, dan sepertinya terlalu menderita atas apa yang ia alami.
“Hentikan!” teriak Josh di dalam mimpi itu. Ia berusaha untuk menghentikan aksi kejam dari pria itu, namun usahanya sia-sia. Suaranya tidak terdengar oleh pria itu. Dan lagi-lagi, ia tidak dapat bergerak dari posisinya.
“Hentikan! Jangan pukul anak itu!” teriak Josh. Sia-sia saja ia berteriak.
“KAU TIDAK LAYAK MENJADI PUTRAKU JIKA KAU TERUS MEMAINKAN BONEKA ITU!!”
“Kumohon, ayah! Hentikan! Aku…aku…”
“TIDAK TAHU MALU!”
“TIDAK!!!”
Sebelum Josh tahu apa yang terjadi selanjutnya, ia kembali terbangun dari tidurnya. Josh seperti merasa bahwa apa yang ia lihat itu benar-benar terjadi. Ia  bahkan seolah masih daapt mendengar suara jeritan anak kecil itu.
“Hanya mimpi, Josh! Hanya mimpi!”
Akankah ia berhasil menyakinkan dirinya bahwa apa yang ia lihat di dalam mimpinya itu memang benar-benar hanya sebuah mimpi yang tidak berarti? Sepertinya tidak. Di hari-hari berikutnya, Josh selalu mendapatkan mimpi yang sama. Ia berdiri di depan rumah itu, mendengar jeritan, ia bergerak memasuki rumah, dan melihat tingkah kejam pria itu pada putranya. Josh merasa begitu hidup di dalam mimpi itu, seolah ia beanr-benar berada di tempat itu. Tapi anehnya, apapun yang ia lakukan seolah tidak terlihat oleh pria ataupun anak kecil itu.
“Mimpinya semakin aneh.” Ucap Josh suatu hari pada salah satu teman kerjanya. “Aku merasa seperti terbang ke dimensi lain, dan beanr-benar melihat kejadian itu.”
“Mungkin kau tanpa sengaja masuk ke dalam memori lama dari rumah yang kau tempat itu.” Ucap temannya memberikan satu teori. “Hal seperti ini sering terjadi. Aku mendengar banyak cerita yang hampir mirip dengan apa yang kau alami. Yang kau alami mungkin bukanlah mimpi. Mungkin jiwamu memang menyeberang ke sisi lain, dan kau dapat melihat sejarah dari apa yang sudah pernah terjadi di rumah itu. Tidak ada yang dapat kau lakukan. Kau hanya dapat menyaksikannya.”
“Untuk apa?” tanya Josh. “Mimpi itu terjadi pasti karena suatu alasan, ‘kan? Mungkin aku akan dapat mengetahui penyebab dari suara-suara aneh yang terjadi di rumahku?”
“Mungkin.” Balas temannya. “Pecahan memori yang kau alami itu mungkin bertujuan untuk menunjukkan padamu sesuatu. Sesuatu yang harus kau lakukan di kehidupan nyata.”
“Tapi soal apa?”
Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya. Josh berharap ia akan mendapatkan mimpi aneh itu lagi malam nanti saat ia tidur. Namun tidak seperti apa yang ia inginkan, mimpi itu tidak datang lagi. Namun suara berisik di rumahnya kembali terdengar.
“Bocah dalam mimpimu itu mungkin adalah kunci untuk memecahkan misteri soal suara aneh di rumahmu itu.” Ucap teman Josh. “Kau harus masuk kembali ke dalam memori itu, dan cara tahu apa yang terjadi!”
Lebih mudah mengatakannya daripada melakukannya. Selama kurang lebih tiga hari, Josh berharap untuk mendapatkan mimpi itu lagi. Tapi sialnya, mimpi itu sama sekali tidak datang. Namun suara-suara berisik dari dalam rumahnya itu terus terdengar setiap malamnya.
“Kumohon!” teriak Josh di suatu malam sesaat setelah ia mendengar suara ribut lagi. “Aku ingin membantu. Tunjukkan bagaimana aku harus membantumu!”
Permintaan itu seperti sbeuah doa. Ketika Josh kembali tidur, mimpi itu kembali datang padanya. Sama seperti sebelumnya, ia berdiri di luar rumah. Ia bergerak masuk, dan mendapati pria itu masih memukuli putranya dengan sabuk kulit. Namun kini Josh dapat bergerak bebas di dalam ruangan itu. Ia kini dapat melihat dengan jelas apa yang ada di tangan bocah kecil itu. Bioenka kain itu. Boneka kain yang ia temukan di ruang bawah tanahnya.
“LEPASKAN BENDA MENJIJIKKAN ITU!” teriak sang pria seraya mengangkat cambuknya. Kemudian…
Josh merasa seperti menonton sebuah video vhs lama. Pemandangan di sekitarnya menjadi buram, seperti saat video dipercepat. Pemandangan di sekitarnya menjadi kabur, dan ketika kembali fokus, pria dan anak kecil itu sudah tidak terlihat lagi. Namun Josh mendengar suara aneh dari lantai dua.
Kini dengan kemampuan untuk bergerak bebas di dalam mimpi itu, Josh dapat segera mengarah pada suara yang ia dengar. Ia naik ke lantai dua, lalu mengarah pada salah satu ruangan.
Ia berada di dalam sebuah ruangan yang penuh dengan mainan. Ruangan milik anak kecil itu. Tapi anak kecil itu tidak ada di dalamnya. Yang Josh lihat adalah, pria itu berdiri di sisi tempat tidur, memandang ke arah sebuah genangan berwarna hitam yang ada di lantai. Genangan itu terlihat sedikit aneh dan berbau sedikit anyir. Darah?
Josh tidak memiliki kesempatan untuk memeriksa genangan hitam itu. Pemandangan di skeitarnya bergerak lagi dengan begitu cepat, kabur, seolah Josh tengah berdiri di dalam sebuah pusaran tornado. Dan ketika putaran itu berhenti, pria itu sudah tidak ada di dalam kamar itu lagi. Genangan hitam yang ada di lantaiitu pun terlihat sudah mengering. Waktu sudah bergerak di dalam memori itu.
Sebuah suara dentuman Josh dengan sedetik kemudian. Tanpa harus berpikir, ia tahu darimana suara itu berasal. Ia dengan cepat bergerak meninggalkan kamar tidur itu, menuruni tangga, lalu menuju ke arah sebuah pintu kecil yang terletak diantara dapur dan ruang tengah. Ia memasuki pintu kecil itu, yang segera membawa ke ruang bawah tanah dimana pria itu kini berada.
Pria itu terlihat tengah membungkuk di salah satu sisi ruangan. Di sebelah kiri dan kanannya terdapat beberapa perkakas berat seperti linggis dan palu. Selain itu, ada sebuah ember yang berisi cairan kental berwarna abu-abu. Semen.
Kini Josh tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pria itu telah membunuh bocah itu. Entah secara sengaja atau tidak. Yang pasti, pria itu mencoba untuk membuang bukti. Dan Josh seketika sadar kenapa selama ini ia selalu mendengar suara dentuman itu, yang sepertinya memang berasal dari ruang bawah tanah. Arwah bicah itu meminta bantuannya. Boneka tua yang ia temukan pun kini menjadi jelas maksudnya.
Pemandangan di sekitar Josh sekali lagi berputar dengan cepat. Lagi-lagi ia seperti berdiri di tengah pusaran tornadi yang dahsyat. Suara deru angin terdengar dengan jelas di telinga. Dan sesaat sebelum ia bangun dari tidurnya, ia mendengar sebuah bisikan,
“Tolong aku!”
Josh tersentak dari tidurnya, dengan seketika membuka keuda matanya lebar-lebar. Ia terbaring diatas tempat tidurnya dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Keadaan di luar masih gelap, mengingat jam baru menunjukkan pukul dua dini hari. Tapi Josh tidak bisa kembali tidur lagi. Ada satu hal yang harus ia lakukan sesegera mungkin, jika ia ingin bisa hidup tenang di dalam rumah itu.
Josh bergerak cepat meninggalkan kamar tidurnya, lalu bergerak ke arah pintu kecil yang terletak diantara dapur dan ruang tengah itu. Ia bergerak menuruni tangga menuju ruang bawah tanah itu, setelah sebelumnya sempat mengambil linggis dari garasi.
Apa yang ia lihat di dalam mimpinya masih tergambar jelas di ingatannya. Di sisi ruangan seberang, yang terlihat hanyalah sebuah dinding kosong. Namun disanalah pria bejat itu telah menyembunyikan jenasah putranya.
Josh bergerak mendekati dinding itu, dan ia sempat melonjak saat terdengar sebuah dentuman dari dalam dinding. Ya. Kini ia yakin bahwa ada suatu rahasia besar yang tersembunyi di dalam dinding itu.
“Tolong aku!” bisikan itu kembali terdengar. Josh mengangkat linggisnya tinggi-tinggi, lalu…
BAM!
Linggis itu menghujam dinding dengan begitu mudah. Merontokkan semen-semen kering yang membentuk dinding itu. Dua dan tiga pukulan kemudian, rahasia besar itu akhirnya terkuak. Di dalam sebuah rongga di dalam dinding, tergeletaklah rangka dari anak kecil itu. Anak kecil yang memperoleh perlakuan bejat dari seorang pria yang tidak pantas untuk disebut sebagai seorang ayah. Seorang bocah, yang secara sengaja telah membawa Josh pergi ke dimensi lain, ke dalam sebuah memori, untuk membantunya keluar dari perangkap dunia dimana jasadnya berada.
Josh seketika merasakan hembusan dingin melewati lehernya. Sedetik kemudian, ia mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Josh tidak tahu siapa yang baru saja lewat. Mungkin arwah dari bocah kecil itu?
Polisi segera mendatangi kediaman Josh setelah Josh melakukan laporan mengenai penemuan kerangka di dalam dinding ruang bawah tanah rumahnya. Polisi kemudian menjelaskan padanya, bahwa anak itu bernama Timothy. Seorang anak dari keluarga Jameson yang dikabarkan menghilang di suatu sore 21 April 1983. Selama puluhan tahun, misteri mengenai menghilangnya Tim tidak dapat dibongkar. Hingga pada akhirnya Josh menempati rumah itu.
Josh hanya berharap agar arwah Tim dapat beristirahat dengan tenang setelah jenasahnya ditemukan, dan mungkin akan dikuburkan dengan layak. Josh sekali lagi mengingat apa yang sudah ia alami selama sebulan terakhir. Memang aneh. Setelah apa yang terjadi, apakah ia masih akan ragu dengan keberadaan hal-hal supranatural?
“Kau gila jika kau masih mau tinggal di rumah itu.” Ucap teman Josh setelah Josh menjelaskan apa yang terjadi.
“Mungkin.” Balas Josh. “Tapi aku kini sudah merasa begitu lega. Suara-suara aneh itu sudah menghilang setelah kerangka itu ditemukan.”
“Bocah itu meminta bantuanmu.”
“Siapa sangka, ‘kan?” ucap Josh. “Pengalaman itu tidak akan aku lupakan begitu saja. Sebuah pengalaman yang unik, dan sempat membuatku ketakutan. Tapi…, pada akhirnya kebenaran terungkap.”
“Entah apa yang akan terjadi padamu selanjutnya.”
“Apapun itu,” ucap Josh sambil tersenyum. “Aku kini merasa siap untuk menghadapinya. Bahkan dengan hal yang berkaitan dengan supranatural sekalipun.”

***



3 comments: