Josh tersentak bangun untuk yang kesekian kalianya malam
itu. Wajahnya menegang, dengan mata membelalak dan keringat membasahi seluruh
bagian wajahnya. Gangguan yang ia dapatkan di malam hari terus berlanjut. Sama
seperti sebelum-sebelumnya, Josh selalu dikagetkan dengan sebuah suara keras
yang berasal dari bagian lain rumah yang ia tempati.
Rumah itu adalah sebuah
rumah baru yang Josh tempati belum lama. Baru sebulan berlalu sejak ia pindah
ke rumah yang dijual murah itu. Dan gangguan yang ia dapatkan terjadi setiap
malamnya. Ia selalu mendengar suara keras sekitar pukul dua dini hari. Sebuah
suara yang mirip dengan sebuah suara hantaman pada permukaan kayu, atau sebuah
suara tendangan pada furnitur. Kadang, ada suara benda pecah dari dalam rumah
itu. Namun setiap kali ia memeriksa keadaan, tidak ada yang berubah. Tidak ada
barang pecah atau semacamnya.
Josh awalnya hanya berpikir
bahwa mungkin rumah itu membuat suara-suara aneh mengingat rumah yang ia
tempati itu adalah sebuah rumah tua. Banyak yang berkata, bahwa rumah tua
memang kadang sering membuat suara aneh. Namun Josh semakin penasaran dengan
arah suara hantaman itu setiap malamnya. Seperti saat ini, ia terbaring diatas
tempat tidurnya dengan kedua mata terbuka lebar. Jam digital yang ada di meja
menunjukkan pukul dua dinihari. Jam yang selalu sama setiap malamnya.
“Sialan!”
Josh hanya dapat mengumpat
pelan. Ia kemudian memutuskan untuk bangkit dari tempat tidurnya dan bergerak
keluar dari kamar, mencoba untuk memeriksa suara yang baru saja ia dengar. Ia memeriksa
dapur, ruang tamu, dan bahkan ruang bawah tanah. Namun tidak ada kejanggalan
sama sekali. Hal yang terus berulang setiap malam itu membuat Josh sedikit
khawatir. Bagaimana jika suara-suara yang muncul itu adalah suara dari pencuri
yang beruaha masuk ke dalam rumahnya?
Josh terbilang cukup kebal
dengan cerita-cerita aneh yang selalu ia dengarkan. Ia penyuka horor dan kisah
misterius, namun ia sama sekali bukanlah tipe orang yang akan dengan mudahnya
percaya dengan hal-hal berbau supranatural. Jika memungkinkan, ia akan mencari
teori sebanyak mungkin jika ia dihadapkan dengan keadaan janggal. Seperti suara
berisik di rumah barunya itu. Ia sudah mencoba berselancar di internet dan
bertanya apda teman-temannya. Namun jawaban yang ia dapatkan selalu tidak
memuaskan. Setiap orang selalu mengatakan bahwa rumah yang ia tempat itu
berhantu.
“Yang benar saja!” ucap Josh
ketika ia menceritakan apa yang ia dengar semalam pada salah satu temannya di
tempat kerja.
“Rmah itu rumah tua. Dan
seperti yang kau tahu, rumah tua sering membuat suara aneh setiap malamnya.
Seperti saat jendela yang tidak bisa tertutup rapat, dan terhempas oleh angin,
membuat suara ribut.”
“Tapi kau sudah memeriksa
rumahmu itu dengan teliti, ‘kan?” balas temannya. “Apa kau melihat ada kejanggalan?
Apa kau melihat ada jendela yang tidak bisa tertutup?”
Jujur, Josh akui, bahwa
rumah yang ia tempati itu masih dalam keadaan cukup layak meskipun tergolong
tua. Ia tidak menemukan satupun bagian rumah yang rusak atau semacamnya.
Jendela-jendela dan pintunya masih dapat tertutup dengan baik. Lalu, apa yang
membuat suara gaduh di setiap malam itu?
Josh sama sekali tidak
menemukan jawaban atas misteri yang ia hadapi. Setiap kali ia berada di rumah,
ia selalu mencari penyebab dari suara misterius yang ia dengarkan itu. Jika ia
ingat-ingat, suaranya memang berasal dari lantai satu. Namun ia tidak menemukan
adanya kejanggalan.
Tempat kedua yang ia periksa
adalah ruang bawah tanah. Ia memang jarang pergi ke ruangan bawah tanah rumah
itu, mengingat tidak ada apapun di dalam ruang bawah tanah itu selain sebuah
mesin cuci bobrok yang tergeletak di sudut ruangan. Dinding dari ruang bawah
tanah itu juga terlihat masih begitu kokoh, dan tidak ada kecacatan sama
sekali. Lalu? Suara apa sebenarnya yang selalu ia dengarkan itu?
Malam itu pun Josh tersentak
bangun lagi saat suara gaduh itu kembali terdengar. Josh mendecak kesal, merasa
frustasi dengan segala kegaduhan yang terjadi di dalam rumahnya setiap malam.
Dan setiap kali ia mendengar suara itu, ia selalu dengan cepat keluar dari
kamar dan menuju ke sumber suara.
BRAK!
Josh mendengar dengan jelas
suara itu saat ia keluar dari kamar. Satu tempat yang dapat ia pikirkan saat
itu adalah ruang bawah tanah. Memang suaranya berasal dari sana. Tapi apa yang
akan ia temukan?
Keadaan ruang bawah rumah
itu di malam hari memang terlihat sedikit mencekam. Hanya ada satu bola lampu
kuning yang berada di tengah-tengah ruangan, yang menjadi satu-satunya sumber
cahaya. Josh mencoba menyapukan pandangan matanya pada sekeliling ruang bawah
tanah itu, tapi lagi-lagi tidak menemukan apapun. Namun ketika ia akan kembali
menaiki tangga, kedua matanya terpaku pada sebuah benda yang tergeletak di
tengah ruangan. Sebuah benda kecil, yang awalnya tidak pernah ada di tempat
itu.
Sebuah boneka tua yang
terlihat sudah begitu usang.
Josh tidak tahu bagaimana
mungkin benda itu bisa ada di dalam ruang bawah tanah yang awalnya bersih.
Apakah benda itu memang sudah ada disana, dan Josh tidak pernah menyadarinya?
Josh merasakan tubuhnya
menggigil seketika saat ia mengambil boneka kain yang penuh dengan noda hitam
itu. Ada satu ekspresi yang mengerikan dari boneka kain itu, yang seketika
membuat Josh kembali menjatuhkan boneka itu, dan menendangnya ke sudut ruangan.
Pikirannya, mungkin hanya boneka tua dari pemilik rumah sebelumnya. Josh segera
melupakan hal itu dan bergerak kembali ke kamarnya.
Ia kembali tidur. Namun kali
ini tidurnya tidak bisa tenang seperti biasanya. Ia mendapatkan satu mimpi aneh
yang benar-benar tidak dapat ia jelaskan.
Di dalam mimpi, ia berada
tepat di depan halaman rumah barunya itu. Ia hanya dapat memandangi rumah itu
dari luar. Namun ia seolahd apat mengetahui apa yang ada di dalam rumah itu. Ia
mendengar jeritan seorang anak kecil dari dalam rumah yang terlihat gelap itu.
Josh ingin menggerakkan kakinya, namun ia hanya dapat berdiri di tempat.
Sementara jeritan anak kecil itu terus terdengar, semakin jelas setiap
detiknya. Dan Josh memiliki keinginan besar untuk bergerak masuk ke dalam rumah
itu, namun kakinya tidak mau bergerak. Satu hal yang ia sadari kemudian adalah,
ia terbangun dari tidurnya.
Mimpi itu memang terbilang
aneh baginya. Namun ia tidak memikirkannya lagi, hingga pada akhirnya mimpi itu
terulang setiap kali ia tidur.
Posisinya selalu sama. Ia
berdiri tepat di depan rumah itu, memandang ke arah rumah yang terlihat gelap
dan mencekam itu dari luar. Dan jeritan anak kecil itu terus terdengar olehnya.
Bedanya, kini ia mulai dapat menggerakkan kakinya melintasi halaman, naik ke
teras, lalu bergerak memasuki rumah.
Keadaan bagian dalam rumah
terlihat sama persis dengan rumah yang ia tempati. Bedanya, kini ada seseorang
yang terlihat berdiri di kaki tangga. Seorang pria, dengan punggung
membelakangi Josh. Di tangan pria itu terdapat sebuah sabuk kulit yang ia
gunakan sebagai cambuk.
“Hentikan, ayah!” teriak
anak kecil yang berada tepat di depan pria itu. Anak itu menangis, saat pria
itu terus melakukan cambukan dengan sabuknya.
“ANAK KURANG AJAR!” teriak
pria itu seraya mengangkat sabuknya, dan mencambukkannya pada anak kecil itu.
Anak itu terus menjerit, menangis, dan sepertinya terlalu menderita atas apa
yang ia alami.
“Hentikan!” teriak Josh di
dalam mimpi itu. Ia berusaha untuk menghentikan aksi kejam dari pria itu, namun
usahanya sia-sia. Suaranya tidak terdengar oleh pria itu. Dan lagi-lagi, ia
tidak dapat bergerak dari posisinya.
“Hentikan! Jangan pukul anak
itu!” teriak Josh. Sia-sia saja ia berteriak.
“KAU TIDAK LAYAK MENJADI
PUTRAKU JIKA KAU TERUS MEMAINKAN BONEKA ITU!!”
“Kumohon, ayah! Hentikan!
Aku…aku…”
“TIDAK TAHU MALU!”
“TIDAK!!!”
Sebelum Josh tahu apa yang
terjadi selanjutnya, ia kembali terbangun dari tidurnya. Josh seperti merasa
bahwa apa yang ia lihat itu benar-benar terjadi. Ia bahkan seolah masih daapt mendengar suara
jeritan anak kecil itu.
“Hanya mimpi, Josh! Hanya
mimpi!”
Akankah ia berhasil
menyakinkan dirinya bahwa apa yang ia lihat di dalam mimpinya itu memang
benar-benar hanya sebuah mimpi yang tidak berarti? Sepertinya tidak. Di
hari-hari berikutnya, Josh selalu mendapatkan mimpi yang sama. Ia berdiri di
depan rumah itu, mendengar jeritan, ia bergerak memasuki rumah, dan melihat
tingkah kejam pria itu pada putranya. Josh merasa begitu hidup di dalam mimpi
itu, seolah ia beanr-benar berada di tempat itu. Tapi anehnya, apapun yang ia
lakukan seolah tidak terlihat oleh pria ataupun anak kecil itu.
“Mimpinya semakin aneh.”
Ucap Josh suatu hari pada salah satu teman kerjanya. “Aku merasa seperti
terbang ke dimensi lain, dan beanr-benar melihat kejadian itu.”
“Mungkin kau tanpa sengaja
masuk ke dalam memori lama dari rumah yang kau tempat itu.” Ucap temannya
memberikan satu teori. “Hal seperti ini sering terjadi. Aku mendengar banyak
cerita yang hampir mirip dengan apa yang kau alami. Yang kau alami mungkin bukanlah
mimpi. Mungkin jiwamu memang menyeberang ke sisi lain, dan kau dapat melihat
sejarah dari apa yang sudah pernah terjadi di rumah itu. Tidak ada yang dapat
kau lakukan. Kau hanya dapat menyaksikannya.”
“Untuk apa?” tanya Josh.
“Mimpi itu terjadi pasti karena suatu alasan, ‘kan? Mungkin aku akan dapat
mengetahui penyebab dari suara-suara aneh yang terjadi di rumahku?”
“Mungkin.” Balas temannya. “Pecahan
memori yang kau alami itu mungkin bertujuan untuk menunjukkan padamu sesuatu.
Sesuatu yang harus kau lakukan di kehidupan nyata.”
“Tapi soal apa?”
Hanya ada satu cara untuk
mengetahuinya. Josh berharap ia akan mendapatkan mimpi aneh itu lagi malam
nanti saat ia tidur. Namun tidak seperti apa yang ia inginkan, mimpi itu tidak
datang lagi. Namun suara berisik di rumahnya kembali terdengar.
“Bocah dalam mimpimu itu
mungkin adalah kunci untuk memecahkan misteri soal suara aneh di rumahmu itu.”
Ucap teman Josh. “Kau harus masuk kembali ke dalam memori itu, dan cara tahu
apa yang terjadi!”
Lebih mudah mengatakannya
daripada melakukannya. Selama kurang lebih tiga hari, Josh berharap untuk
mendapatkan mimpi itu lagi. Tapi sialnya, mimpi itu sama sekali tidak datang.
Namun suara-suara berisik dari dalam rumahnya itu terus terdengar setiap
malamnya.
“Kumohon!” teriak Josh di
suatu malam sesaat setelah ia mendengar suara ribut lagi. “Aku ingin membantu.
Tunjukkan bagaimana aku harus membantumu!”
Permintaan itu seperti
sbeuah doa. Ketika Josh kembali tidur, mimpi itu kembali datang padanya. Sama
seperti sebelumnya, ia berdiri di luar rumah. Ia bergerak masuk, dan mendapati
pria itu masih memukuli putranya dengan sabuk kulit. Namun kini Josh dapat
bergerak bebas di dalam ruangan itu. Ia kini dapat melihat dengan jelas apa
yang ada di tangan bocah kecil itu. Bioenka kain itu. Boneka kain yang ia
temukan di ruang bawah tanahnya.
“LEPASKAN BENDA MENJIJIKKAN
ITU!” teriak sang pria seraya mengangkat cambuknya. Kemudian…
Josh merasa seperti menonton
sebuah video vhs lama. Pemandangan di sekitarnya menjadi buram, seperti saat video
dipercepat. Pemandangan di sekitarnya menjadi kabur, dan ketika kembali fokus,
pria dan anak kecil itu sudah tidak terlihat lagi. Namun Josh mendengar suara
aneh dari lantai dua.
Kini dengan kemampuan untuk
bergerak bebas di dalam mimpi itu, Josh dapat segera mengarah pada suara yang
ia dengar. Ia naik ke lantai dua, lalu mengarah pada salah satu ruangan.
Ia berada di dalam sebuah
ruangan yang penuh dengan mainan. Ruangan milik anak kecil itu. Tapi anak kecil
itu tidak ada di dalamnya. Yang Josh lihat adalah, pria itu berdiri di sisi
tempat tidur, memandang ke arah sebuah genangan berwarna hitam yang ada di
lantai. Genangan itu terlihat sedikit aneh dan berbau sedikit anyir. Darah?
Josh tidak memiliki
kesempatan untuk memeriksa genangan hitam itu. Pemandangan di skeitarnya
bergerak lagi dengan begitu cepat, kabur, seolah Josh tengah berdiri di dalam
sebuah pusaran tornado. Dan ketika putaran itu berhenti, pria itu sudah tidak
ada di dalam kamar itu lagi. Genangan hitam yang ada di lantaiitu pun terlihat
sudah mengering. Waktu sudah bergerak di dalam memori itu.
Sebuah suara dentuman Josh
dengan sedetik kemudian. Tanpa harus berpikir, ia tahu darimana suara itu
berasal. Ia dengan cepat bergerak meninggalkan kamar tidur itu, menuruni
tangga, lalu menuju ke arah sebuah pintu kecil yang terletak diantara dapur dan
ruang tengah. Ia memasuki pintu kecil itu, yang segera membawa ke ruang bawah
tanah dimana pria itu kini berada.
Pria itu terlihat tengah
membungkuk di salah satu sisi ruangan. Di sebelah kiri dan kanannya terdapat
beberapa perkakas berat seperti linggis dan palu. Selain itu, ada sebuah ember
yang berisi cairan kental berwarna abu-abu. Semen.
Kini Josh tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Pria itu telah membunuh bocah itu. Entah secara sengaja
atau tidak. Yang pasti, pria itu mencoba untuk membuang bukti. Dan Josh
seketika sadar kenapa selama ini ia selalu mendengar suara dentuman itu, yang
sepertinya memang berasal dari ruang bawah tanah. Arwah bicah itu meminta
bantuannya. Boneka tua yang ia temukan pun kini menjadi jelas maksudnya.
Pemandangan di sekitar Josh
sekali lagi berputar dengan cepat. Lagi-lagi ia seperti berdiri di tengah
pusaran tornadi yang dahsyat. Suara deru angin terdengar dengan jelas di
telinga. Dan sesaat sebelum ia bangun dari tidurnya, ia mendengar sebuah
bisikan,
“Tolong aku!”
Josh tersentak dari
tidurnya, dengan seketika membuka keuda matanya lebar-lebar. Ia terbaring
diatas tempat tidurnya dengan tubuh basah oleh keringat dingin. Keadaan di luar
masih gelap, mengingat jam baru menunjukkan pukul dua dini hari. Tapi Josh
tidak bisa kembali tidur lagi. Ada satu hal yang harus ia lakukan sesegera
mungkin, jika ia ingin bisa hidup tenang di dalam rumah itu.
Josh bergerak cepat
meninggalkan kamar tidurnya, lalu bergerak ke arah pintu kecil yang terletak
diantara dapur dan ruang tengah itu. Ia bergerak menuruni tangga menuju ruang
bawah tanah itu, setelah sebelumnya sempat mengambil linggis dari garasi.
Apa yang ia lihat di dalam
mimpinya masih tergambar jelas di ingatannya. Di sisi ruangan seberang, yang
terlihat hanyalah sebuah dinding kosong. Namun disanalah pria bejat itu telah
menyembunyikan jenasah putranya.
Josh bergerak mendekati
dinding itu, dan ia sempat melonjak saat terdengar sebuah dentuman dari dalam
dinding. Ya. Kini ia yakin bahwa ada suatu rahasia besar yang tersembunyi di
dalam dinding itu.
“Tolong aku!” bisikan itu
kembali terdengar. Josh mengangkat linggisnya tinggi-tinggi, lalu…
BAM!
Linggis itu menghujam
dinding dengan begitu mudah. Merontokkan semen-semen kering yang membentuk
dinding itu. Dua dan tiga pukulan kemudian, rahasia besar itu akhirnya terkuak.
Di dalam sebuah rongga di dalam dinding, tergeletaklah rangka dari anak kecil itu.
Anak kecil yang memperoleh perlakuan bejat dari seorang pria yang tidak pantas
untuk disebut sebagai seorang ayah. Seorang bocah, yang secara sengaja telah
membawa Josh pergi ke dimensi lain, ke dalam sebuah memori, untuk membantunya
keluar dari perangkap dunia dimana jasadnya berada.
Josh seketika merasakan
hembusan dingin melewati lehernya. Sedetik kemudian, ia mendengar suara langkah
kaki menaiki tangga. Josh tidak tahu siapa yang baru saja lewat. Mungkin arwah
dari bocah kecil itu?
Polisi segera mendatangi
kediaman Josh setelah Josh melakukan laporan mengenai penemuan kerangka di
dalam dinding ruang bawah tanah rumahnya. Polisi kemudian menjelaskan padanya,
bahwa anak itu bernama Timothy. Seorang anak dari keluarga Jameson yang
dikabarkan menghilang di suatu sore 21 April 1983. Selama puluhan tahun,
misteri mengenai menghilangnya Tim tidak dapat dibongkar. Hingga pada akhirnya
Josh menempati rumah itu.
Josh hanya berharap agar
arwah Tim dapat beristirahat dengan tenang setelah jenasahnya ditemukan, dan
mungkin akan dikuburkan dengan layak. Josh sekali lagi mengingat apa yang sudah
ia alami selama sebulan terakhir. Memang aneh. Setelah apa yang terjadi, apakah
ia masih akan ragu dengan keberadaan hal-hal supranatural?
“Kau gila jika kau masih mau
tinggal di rumah itu.” Ucap teman Josh setelah Josh menjelaskan apa yang
terjadi.
“Mungkin.” Balas Josh. “Tapi
aku kini sudah merasa begitu lega. Suara-suara aneh itu sudah menghilang
setelah kerangka itu ditemukan.”
“Bocah itu meminta
bantuanmu.”
“Siapa sangka, ‘kan?” ucap
Josh. “Pengalaman itu tidak akan aku lupakan begitu saja. Sebuah pengalaman
yang unik, dan sempat membuatku ketakutan. Tapi…, pada akhirnya kebenaran
terungkap.”
“Entah apa yang akan terjadi
padamu selanjutnya.”
“Apapun itu,” ucap Josh
sambil tersenyum. “Aku kini merasa siap untuk menghadapinya. Bahkan dengan hal
yang berkaitan dengan supranatural sekalipun.”
***
53
ReplyDeleteSelalu suka dengan cerita-cerita di blog ini. Tetap semangat dan terus berkarya! ☺������
ReplyDeleteMakasih Putri :)
Delete