Thursday, July 14, 2016

TIM, SI BOCAH MISTERIUS



Jenn meninggalkan masakannya yang baru setengah jadi. Ia bergerak cepat ke ruang tengah untuk menemukan suaminya yang sedang bersantai sambil menonton tv. Jenn berkacak pinggang sambil memberikan tatapan serius pada pria itu.
“Bisa kau cari lagi?” tanya Jenn, dengan nada permintaan yang terdengar begitu jelas di telinga James. James meletakkan remot yang ia pegang seraya bangkit berdiri. Ia membalas tatapan istrinya itu dengan pandangan peduli.
“Kau tidak perlu memikirkannya terlalu serius, Jenn.” ucap James. “Mungkin dia masih sibuk bermain dengan Tim.”
“Tapi ini sudah jam lima. Sudah satnya untuk pulang.” Ucap Jenn bersikukuh dengan pendapatnya. Permintaannya itu harus dituruti oleh James. Dan James tidak pernah benar-benar bisa menolak permintaan istrinya itu.
Jenn mendesah berat seraya bergerak kembali ke arah dapur, dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Apa yang ia khawatirkan?
Jawabannya hanya ada satu. Yaitu mengenai Josh yang sering bermain di tetangga dan selalu sulit untuk diajak pulang. Memang sebenarnya bukan masalah yang serius. Jenn dan James baru saja pindah, dan menempati rumah baru itu. Rumahnya berada di sebelah rumah keluarga Jameson, dimana Josh biasanya bermain dengan anak dari keluarga itu, Tim.
Josh baru berusia 4 tahun lebih. Masih terlalu kecil untuk disekolhkan di tk manapun. Dan untuk memberikan Josh kebebasan dan kegiatan, Jenn membiarkan putranya itu untuk bermain dengan Tim.
Josh sering bercerita mengenai Tim saat ia pulang. Termasuk sore itu, saat ia kembali ke rumah dengan pakaian kotor penuh lumpur. Anak kecil itu hanya dapat tertawa lebar tanpa tahu rasa bersalah. Jenn kadang ingin marah, namun apa yang dapat ia lakukan? Josh masih terlalu kecil dan belum banyak mengerti.
“Ohh…, dengan Tim lagi?” ucap Jenn ketika ia dan suaminya duduk di meja makan malam itu. Josh sudah tidur, karena terlalu lelah bermain dengan Tim.
“Yep.” Jawab James. “Seperti biasa.”
“Aku mulai tidak suka.”
“Kenapa?” tanya James cepat. “Dia masih kecil, sayang. Biarkan dia bermain dan…”
“Bukan itu masalahnya.” Potong Jenn cepat. Pandangannya mengarah pada wajah suaminya, yang juga tengah memandangnya.
“Kurasa Tim bukanlah anak yang baik untuk diajak bermain.”
“Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya James.
“Itu yang diceritakan orang-orang mengenai keluarga Jameson dan anak-anak mereka.”
“Apa yang mereka ceritakan?”
Jenn menarik nafas panjang, dan mulai merangkai kembali cerita-cerita yang ia dengar dari para tetangga di kawasan itu. Jenn berbicara dengan nada begitu serius, dan James tidak dapat berkata bahwa istrinya hanya mengada-ada.
“Keluarga Jameson adalah keluarga yang aneh, dan berantakan.” Ucap Jenn. “Mereka pindah dari Blackwood, kau tahu tempat itu?”
“Blackwood? Kurasa, ya.”
“Kota itu penuh dengan hal-hal misterius. Dan keluarga Jameson berasal dari sana.”
“Tidak ada hubungannya, ‘kan? Balas James setelah menyeruput kopinya. “Meski mereka berasal dari Blackwood…”
“Bukan itu intinya.” Potong Jenn cepat. “Aku mendengar dari para tetangga, bahwa keluarga Jameson jarang keluar dari rumah mereka. Mereka seolah mengurung diri, menjauh dari masyarakat, dan ada yang pernah melihat apa yang tengah Jameson lakukan di dalam rumah.”
“Apa yang mereka lakukan?”
“Semacam ritual, atau semacamnya. Mereka berbicara dengan nada yang aneh dan…”
“Ayolah, Jenn! yang benar saja!” potong James yang sepertinya tidak begitu mempercayai perkataan istrinya itu. Pandangannya bergerak cepat, dan tidak mau memnadang pada tatapan tajam mata Jenn.
“Itu benar.” Ucap Jenn dengan penuh nada paksaan. “Aku tidak tahu apa pendapatmu, tapi kurasa keluarga itu bukan keluarga yang baik untuk diajak bersosialisasi. Dan kini Josh bermain dengan mereka? Aku takut jika…”
“Jenn, sayang!” potong James. “Aku mengerti dengan apa yang kau rasakan terhadap Josh. Dan aku berjanji, jika memang ada yang aneh, aku akan mengurusnya.”
“Bagaimana caramu mengatasi hal-hal gaib?”
“Jangan berpikir macam-macam!” balas James. “Mereka belum menunjukkan hal yang terlalu mencurigakan. Jika memang ada, aku akan melarang Josh pergi kesana.”
Jenn terdiam. Ia merasa sedikit kesal karena James tidak pernah mau benar-benar mendengarkannya. Apa pria itu tidak peduli pada anaknya sendiri? Tidak. Jenn tidak bisa mengatakannya seperti itu. Ia tahu bahwa James adalah sosok ayah yang cukup baik bagi Josh. Mungkin dirinya-lah yang berpikir terlalu jauh. Ia paranoid dengan apa yang mungkin terjadi. Memang selama ini ia belum pernah melihat perubahan pada sikap Josh, setelah lama bermain dengan Tim.
Jarum jam bergerak begitu cepat, dan tanpa sadari, jarum jam sudah menunjuk angka sebelas malam. James sudah bersiap diatas tempat tidur sambil membaca sebuah buku yang berkaitan dengan pekerjaannya. Jenn, setelah ebrganti pakaian, bergerak di koridor mengarah pada kamar Josh. Ia lihat Josh tertidur dengan begitu pulas. Memang sepertinya anak itu lelah setelah seharian bermain.
Jenn masuk ke dalam kamarnya sendiri, lalu merangkak ke atas tempat tidur, duduk di sebelah suaminya. Jenn berpikir mengenai apa yang mungkin terjadi seandainya apa yang dikatakan orang-orang mengenai keluarga Jameson memang benar. Sedetik kemudian, ada satu hal yang Jenn pikirkan, yang sebelumnya belum pernah terpikirkan.
“Sayang…” ucapnya, menarik perhatian James. James memandang istrinya dengan tatapan serius.
“Kau pernah berpikir?”
“Soal apa?”
“Soal Tim. Anak itu.” Ucap Jenn. “Bukankah aneh? Kita tidak pernah melihat sosok Tim, meski Josh bercerita mengenai anak itu berkali-kali.”
James terlihat berpikir selama satu menit, kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Ya.”
“Saat kau menjemput Josh sore tadi…” lanjut Jenn. “Apa kau melihat Tim? Maksudku…, apakah Josh benar-benar bermain dengan anak itu?”
“Tidak.” Jawab James, yang sedikit mengejutkan bagi Jenn. “Ny. Jameson yang mengantarkannya ke depan rumah. Dan…, ya. Aku memang tidak pernah melihat sosok Tim.”
“Aneh bukan?”
“Kau tidak mengaitkannya dengan hal-hal mengenai Blackwood lagi, ‘kan?”
“Oh, James….”
“Sayang! Aku bertemu dengan Ny. Jameson. Dan dia terlihat begitu baik. Dia terdengar begitu sopan, dan bahkan ia meminta maaf karena Tim mengajak Josh bermain terlalu lama.”
“Benar begitu?”
“Ya.” Jawab James. “Sudahlah! Jangan terlalu berat memikirkannya, dan tidurlah.”
Malam semakin larut. Namun Jenn tidak bisa tidur tenang karena ia terus memikirkan mengenai keluarga Jameson. Sudah seminggu ia tinggal di rumah baru ini, namun ia tidak pernah sekalipun berjabat tangan dengan salah satu dari Jameson. Bukankah aneh? Apa memang ada kaitannya dengan hal-hal berbau Blackwood?
Jenn menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak. Ia tidak boleh berpikiran buruk mengenai apa yang belum benar-benar ia ketahui. Malam semakin lama semakin dingin, dan Jenn yang awalnya tidak bisa tidur, kini mulai menutup kedua matanya. Dalam beberapa menit, ia terjatuh ke dalam alam warna-warni mimpi yang terbilang cukup aneh.

**

Mungkin karena mimpi yang terlalu aneh itu, Jenn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Ia merasa ada yang tidak beres di dalam mimpinya. Dan ketika ia sudah membuka matanya, dan mendapati dirinya masih di dalam kamarnya yang hangat, Jenn dapat bernafas lega. Namun ketika ia akan kembali tidur, ia mendengar suara samar yang datang dari arah koridor. Sebuah suara yang ia kenal betul dan tidak mungkin ia salah mendengar.
Suara Josh terdengar begitu nyaring di tengah kelamnya malam. Apa Josh terbangun? Jenn benar-benar yakin bahwa suara yang ia dengar adalah suara Josh. Dan ada satu atau dua tawa kecil yang keluar dari arah kamar putranya itu.
Jenn seketika bangkit dari tempat tidur dan mengarah ke pintu. Semakin ia mendekat, suara itu semakin jelas terdengar. Tim terdengar sedang berbicara dengan seseorang. Satu hal yang tentu saja aneh, mengingat Jenn tidak punya anak lain.
Jenn sudah benar-benar penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada putranya itu. Ia tidak pernah ingat bahwa anaknya itu sering mengigau dalam tidur. Tidak. Josh belum pernah melakukannya.
Jenn dalam sekejap sudah berdiri di koridor yang remang. Dan diujung koridor ia dapat melihat cahaya jingga yang berasal dari kamar Josh. Josh terbangun dan menyalakan lampu. Tapi untuk apa?
Jenn bergerak cepat mengarah pada kamar putranya itu. Suara yang ia dengar semakin jelas, dan cukup meyakinkan bahwa itu adalah suara Josh.
“Aku lelah. Seharusnya kau pulang.” Ucap Josh terdengar sampai ke koridor. Jenn bergerak mendekati pintu yang sedikit terbuka, dan mendapati putranya itu tengah duduk diatas lantai sambil memainkan boneka beruanganya. Jenn mengernyit. Pemandangan yang tidak biasa ini tentu saja terasa begitu aneh baginya.
“Josh? Sayang?” panggil Jenn seraya bergerak masuk ke dalam kamar anak itu. Josh, yang masih terbalut dengan piyama memutar kepalanya ke arah suara Jenn. Josh terlihat bingung, dan terus menatap kedatangan ibunya.
“Kenapa kau terbangun?” tanya Jenn. “Kau mimpi buruk?”
“Tidak.” Jawab Josh sambil menggelengkan kepalanya. “Aku hanya ingin bermain. Dia ingin bermain denganku.”
Jenn merasakan bulu kuduknya berdiri seketika, dan ia seperti merasakan ada udara dingin yang menyapu telinganya. Jenn bergidik, merasa sedikit ngeri tanpa alasan yang jelas. Ia mengernyitkan keningnya, dan memandangan Josh dengan serius.
“Siapa dia?” tanya Jenn.
Josh terdiam. Jenn tahu bahwa ada satu hal yang Josh sembunyikan darinya. Tapi apa? Apa yang mungkin disembunyikan oleh anak usia 4 tahun? Tidak masuk akal, namun memang benar-benar terjadi.
“Josh? Katakan, sayang!” ucap Jenn lagi. Pandangan mata Josh tidak betul-betul fokus. Dan Jenn yakin bahwa ada yang tidak beres dengan Josh malam itu. Tepat ketika ia ingin memanggil suaminya, Josh tersenyum ke arahnya sambil mengangkat boneka beruang yang ia pegang.
“Tn. Plush ingin bermain denganku.” Ucap Josh dengan nada lucunya. Jenn masih bingung dengan apa yang ia dengar. Tapi ia dengan jelas mendengar bahwa Josh hanya ingin bermain dengan bonekanya.
“Tn. Plush ingin bermain?” tanya Jenn. “Kenapa sekarang, sayang?”
“Dia tidak bisa bermain saat siang hari.”
“Saatnya tidur.” Ucap Jenn seraya mengangkat Josh dari lantai. Josh masih memegang erat boneka beruang berwarna coklat itu. Jenn kemudian meletakkan Josh diatas tempat tidur, menyelimutinya, dan menunggu hingga Josh benar-benar tertidur. Dan selama ia berada di sisi Josh, Jenn tidak pernah bisa menjabarkan keanehan akan apa yang baru saja terjadi.
“Apa?!” balas James keesokan harinya ketika Jenn menceritakan hal mengerikan itu. James sendiri tidak merasa bahwa ada yang aneh mengenai sikap Josh semalam.
“Sayang, kau berpikir terlalu jauh.” Ucap James. “Seperti kata Tim, dia hanya ingin bermain dengan bonekanya. Tidak ada yang aneh, ‘kan?”
“Tapi…” balas Jenn dengan nada keputusasaan. “Tidakkah aneh? Tengah malam, pukul dua, dan Josh berbicara sendiri. Dengan boneka itu? Kurasa ada yang tidak beres.”
“Mungkin kau yang tidak beres.”
“Apa?!”
Jenn menatap bingung pada apa yang baru saja Jemas ucapkan. Apa James menganggapnya gila?
“James, kau…”
“Kau, Jennifer.” Potong suaminya dengan nada sedikit keras, karena ia sudah terlalu pusing mendengar segala sesuatu yang aneh, yang keluar dari mulut istrinya.
“Aku sudah menahannya sejak beberapa hari yang lalu. Kau selalu curiga. Kau selalu berpikir macam-macam. Kenapa denganmu?”
“Kenapa denganku?” balas Jenn, yang juga menaikkan nada bicaranya. “James, aku tidak mengada-ada. Aku memang merasakan bahwa ada yang aneh dengan…”
“Cukup!” bentak James seraya melempar koran yang ia pegang. “Jennifer, kau merusak situasi pagi ini.”
James bergerak cepat keluar dari rumah sambil membanting pintu depan. Jenn hanya dapat mendesah, menyesali apa yang baru saja terjadi. Ia memang pernah bertengkar dengan James sebelumnya. Namun ia akui bahwa James sebenarnya bukan tipe orang yang mudah marah. Dan kini saat ia marah, mungkin memang ada yang benar-benar membuatnya seperti itu. Apakah karena ucapannya? Jenn merasa bahwa apa yang ia rasakan bukanlah mengada-ada. Insting seorang ibu selalu benar. Itu yang dikatakan orang-orang.
Jenn benar-benar tidak dapat melepaskan pikirannya dari keluarga Jameson. Dari dapur tempatnya memasak, ia dapat melihat rumah yang ada di samping rumahnya itu. Sebuah rumah yang terlihat tua, sama seperti kebanyakan rumah di kawasan itu. Namun segalanya terlihat begitu normal. Apakah aneh jika ia berpikir terlalu radikal mengenai keluarga Jameson?
“Josh! Josh!” panggil Jenn saat ia sudah menyiapkan makan siang untuk putranya itu. Jenn bergerak naik ke lantai dua, melihat ke dalam kamar, namun Josh tidak ia temukan. Ia bergerak lagi turun, dan mencari ke segala tempat, namun Josh juga tidak ia temukan.
Jenn baru menyadari sesaat kemudian bahwa pintu belakang rumahnya terbuka. Pikiran Jenn mengatakan bahwa mungkin Josh keluar tanpa ia ketahui. Kemana? Rumah Jameson lagi?
Jenn keluar dari pintu belakang, dan bergerak menyeberangi halaman belakang hingga ia sampai di pintu pagar yang menghubungkan halaman belakang rumahnya dengan halaman belakang keluarga Jameson. Tidak Jenn sangka bahwa ia akan disambut oleh seorang wanita berambut hitam tergelung dengan satu senyum di wajah.
“Maaf, Ny. Jameson?”
“Kau pasti Jennifer.” Ucap wanita itu dengan sikap ramah. Sama sekali tidak ada keanehan dari sikap dan cara bicaranya.
“Kami abru pindah, seminggu yang lalu.” Ucap Jenn. “Salam kenal.”
“Aku senang dengan kehadiran kalian disini. Tempat ini begitu nyaman, damai.”
Jenn mencoba untuk memotong basa-basi itu. Ia segera menanyakan apakah Josh sedang bermain dengan Tim.
“Oh, ya. Ya.” Ucap wanita itu. “Dia ada di dalam, bemain dengan Tim. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Jennifer. Anakmu aman berada denganku.”
“Boleh aku menemuinya?”
“Kurasa mereka sedang tidak ingin diganggu.” Ucap Ny. Jameson. “Seperti kataku, mereka akan baik-baik saja.”
Jenn berdiri dalam keraguan. Apakah ia dapat mempercayai ucapan dari wanita yang belum ia kenal itu? Dari apa yang ia lihat, memang tidak ada yang aneh dari wanita itu. Tidak seperti apa yang ia bayangkan. Ny. Jameson benar-benar ramah, seperti apa yang dikatakan oleh James kemarin.
“Oke.” Ucap Jenn.
Jenn terpaksa harus kembali ke dalam rumah tanpa dapat menemui putranya. Jika apa yang Ny. Jameson ucapkan benar, mungkin ia tidak perlu terlalu khawatir.
Sulit bagi Jenn untuk tidak memikirkan soal Josh. Ia berkali-kali melongokkan kepalanya melalui jendela, memandang ke arah rumah Jameson yang entah kenapa selalu terlihat gelap dan sunyi. Jenn sadar bahwa tirai jendela selalu tertutup, dan ia tidak dapat menyaksikan apa yang ada di dalam rumah itu.
Jenn mencoba menenangkan dirinya kembali. Apakah kini ia harus merasa terlalu kahwatir? Ya. Tentu saja. Tapi ia tidak dapat melihat keberadaan Josh siang itu. Hingga pukul tiga, Jenn berdiri di samping dapur, mengawasi dari jendela pada rumah Jameson.
Perhatian Jenn teralih saat ia dengar suara pintu depan terbuka. Masuklah James yang terlihat kotor dan kelelahan setelah bekerja seharian. Kemarahannya pagi tadi sepertinya sudah sirna. Ia memberikan satu senyuman pada istrinya itu.
“Kau sudah tidak apa-apa? Maafkan aku soal pagi tadi!” ucap James sambil mengecup dahi istrinya.
“Aku masih khawatir.” Ucap Jenn. “Mengenai Josh. Dia pergi lagi ke rumah Jameson. Dan ketika ia akan kuajak pulang, aku dihadang oleh Ny. Jameson. Ia mengatakan bahwa Josh baik-baik saja.”
“Dia bermain dengan Tim?”
“Itu yang ia katakan.” Balas Jenn.
Jenn melakukan pekerjaan rumah hingga tidak terasa jarum jam menyentuh pukul lima. Seperti biasanya, ia harus memandikan Josh di jam-jam seperti itu. Tapi Josh belum juga pulang.
“Aku akan mencarinya.” Ucap James seraya bangkit dari kursi yang ia duduki. Korannya ia letakkan begitu saja.
“Kau tidak perlu khawatir.”
Jenn akhirnya dapat melihat putranya beberapa menit kemudian. Seperti kemarin, tubuh Josh penuh dengan lumpur. Bagaimana mungkin? Ny. Jameson mengatakan bahwa mereka bermain di dalam rumah.
Jenn melihat satu perubahan dalam raut wajah suaminya itu. Ada sedikit hal yang sepertinya mengganggu, dan James tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Ada apa?” tanya Jenn. Namun James hanya melepas satu senyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa.”
Jenn merasa bahwa kehidupannya selama seminggu terakhir benar-benar berat. Pikirannya dipenuhi dengan kecurigaan terhadap keluarga Jameson. Terutama tentang Tim, yang tidak pernah terlihat batang hidungnya. Jenn terus memikirkan perkataan orang-orang mengenai keluarga Jameson.
“Jangan dekat-dekat dengan mereka!” ucap salah seorang tetangga beberapa hari yang lalu.
Jenn berbaring diatas tempat tidur saat malam menjelang. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, dan keadaan begitu hening. Sesaat sebelum ia naik ke atas tempat tidur, ia sempat mengintip dari jendela, melihat ke arah rumah Jameson. Keadaan rumah itu terlihat gelap, dan hanya ada satu jendela yang memancarkan cahaya jingga.
“Jenn…” ucap James yang masih belum bisa tidur. Jenn naik ke atas tempat tidur dan memandang ke arah pria itu.
“Kurasa kau benar.” Lanjutnya.
“Soal apa?” tanya Jenn. Ia tidak ingat bahwa ia pernah mengatakan sesuatu pagi tadi, atau seharian itu.
“Ucapanmu kemarin.” Ucap James. “Mengenai keberadaan Tim yang tidak diketahui, aku mulai merasa curiga. Sama sepertimu.”
“Sayang, apa yang terjadi?” tanya Jenn. Ia tahu bahwa mungkin James menemukan satu keanehan pada keluarga Jameson. Dan tebakannya ternyata benar.
“Saat aku menjemput Josh sore tadi, aku menemukan Josh bermain di halaman belakang. Aku sempat mendengar ucapan-ucapan Josh, seolah ia sedang berbicara dengan anak lain. Kupikir Tim, mungkin aku bisa melihat sosok bocah itu. Tapi ketika aku sampai di halaman belakang, hanya ada Josh disana. Tidak ada orang lain.”
“Seperti semalam…”
“Ya.” Sahut James. “Kau mengatakan Josh bermain sendiri semalam, ‘kan? Mungkin ada kaitannya dengan Tim. Bocah itu. Anak keluarga Jameson.”
“Aku mulai takut.” Ucap Jenn. “Kau tidak memiliki pemikiran sama seperti apa yang kupikirkan, ‘kan?”
James mendesah pelan. Kedua matanya itu terlihat tidak dapat tenang sedetikpun, dan terus bergerak ke setiap sudut. Pada akhirnya, mata itu kembali ke arah wajah Jenn.
“Kurasa memang sama.”

**

Jenn benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi di rumah samping itu. Rumah keluarga Jameson, bagaimanapun cara melihatnya, tetap terlihat sepi dan mencurigakan. Jenn hanya berharap bahwa pemikiran buruknya mengenai keluarga itu salah. Namun di saat yang bersamaa, dugaannya, ditambah dengan ucapan tetangga lain, membuat Jenn begitu yakin bahwa memang ada yang tidak beres.
Jenn melakukan pekerjaan rumahnya seperti biasa. Memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, dan menjemurnya di halaman belakang. Ia smepat melirik ke arah rumah Jameson, yang seperti biasanya terlihat sepi seolah tak berpenghuni.
Jenn mencoba untuk melupakan mengenai keluarga itu. Namun pikirannya selalu kembali pada sosok Jameson. Dan ia juga bertanya-tanya tentang Tim, si bocah misterius yang tidak pernah terlihat itu.
Jenn sudah mencoba membicarakan mengenai tingkah aneh Josh pada temannya lewat telepon. Bahkan Jenn juga sudah menceritakannya pada tetangga lain di kawasan itu.
“Putranya, Tim, ‘kan?” ucap Jenn. “Dari usia kedua Jameson, kurasa Tim bukan anak yang pertama.”
“Tidak ada yang tahu mengenai berapa banyak anak yang Jameson miliki.” Balas teman Jenn. “Dan mengenai Tim, ya. Aku sempat mendengar desas-desus yang tidak wajar. Mengenai Tim yang tidak pernah terlihat, namun Jameson selalu membicarakannya.”
“Josh selalu bermain dengan anak itu.” Ucap Jenn. “Entahlah. Aku masih merasa tidak begitu yakin dengan Tim, dan segala sesuatunya mengenai Jameson.”
Jenn mencoba untuk bersantai sejenak siang itu, untuk membuang segala kepenatan yang ada di dalam kepalanya. Tentu ia masih memikirkan soal Josh. Saat itu Josh sudah menghilang lagi. Mungkin ada di rumah Tim lagi.
Jenn tersentak kaget saat mendengar sebuah teriakan dari arah depan rumahnya. Jenn bangkit dari sofa dan berlari cepat ke bagian depan rumah, dimana ia menemukan suaminya, James, yang terlihat tengah merangkul Tim.
“Ada apa?” tanya Jenn seraya menuruni tangga teras. Sebelum James dapat menjelaskan, ia melihat Josh berlumuran dengan sesuatu yang berwarna merah, yang mengotori seluruh tangan dan pakaiannya.
“Josh! Astaga!” Jenn mencoba mendekati, dan seketika mencium bau aneh dari tubuh Josh. Cairan merah kental itu mengeluarkan bau busuk yang menusuk hidung. Dan tidak perlu lagi menebak apa sebenarnya cairan merah itu.
“Ini sudah kelewatan.” Ucap James. “Josh mengatakan padaku ada hewan mati di dalam sana, Jenn. Di rumah itu!”
“Jameson…, bagaimana…”
“Ini mulai mencurigakan.” Sahut James. “Aku akan memanggil polisi.”
Jenn dan James hanya dapat melihat dari teras rumah saat dua mobil patroli polisi terparkir di depan rumah keluarga Jameson. Orang-orang dari rumah lain terlihat memadati jalan, mencoba untuk melihat apa yang terjadi.
Satu jam telah berlalu semenjak kedatangan polisi itu, dan hari sudah mulai gelap. Jenn menunggu James di dapur bersama dengan Josh, yang terlihat sudah lebih bersih dari beberapa jam yang lalu.
Pintu depan terbuka beberapa menit kemudian. James, dengan wajah sayu seolah kelelahan, bergerak memasuki dapur untuk menemui istrinya. Jenn mencoba bertanya dengan caranya memandang.
“Sudah terbongkar. Semuanya.” Ucap James. “Mengenai keluarga Jameson, dan segala keanehan yang terjadi di rumah itu.”
“Apa yang terjadi?”
“Segala sesuatunya yang orang-orang bicarakan mengenai Jameson benar. Mereka melakukan praktik ilmu hitam di dalam rumah itu. Polisi menemukan semacam ruangan yang diubah menjadi semacam altar, dimana bangkai-bangkai hewan terlihat berserakan. Dari darahnya yang ada, kurasa Josh tidak sengaja masuk ke sana pagi tadi.”
“Bagaimana dengan Tim?”
“Tidak ada.” Jawab James. “Polisi sudah mencoba bertanya mengenai keberadaan anak itu. Namun jawaban yang Jameson berikan selalu beralih, mencoba untuk mengelak. Polisi akhirnya melakukan pencarian di seluruh isi rumah itu, dan mereka menemukannya.”
“Tim?”
“Terkubur di ruang bawah tanah, di dekat mesin cuci. Mayatnya hanya ditutup dengan semacam papan kayu di lantai. Dari keterangan polisi, Timothy sudah meninggal sejak beberapa minggu yang lalu. Mayatnya sudah membusuk. Jameson kurasa akan dikenai pasal pembunuhan.”
Jenn merasakan satu perasaan yang aneh saat mendengar keterangan itu. Tim sudah mati sejak beberapa minggu yang lalu, sebelum kedatangan mereka. Seketika, Jenn teringat dengan apa yang ia dengar mengenai segala sesuatunya mengenai Tim dari cerita yang Josh berikan. Ia memandang secara bersamaan dengan James, ke arah Josh yang sepertinya tidak tahu apa-apa. Dan keduanya menyimpulkan bahwa selama ini, Josh bermain dengan arwah Tim.
Jenn dan James tidak habis-habisnya membicarakan apa yang terjadi, hingga tak mereka sadari bahwa malam semakin larut. Dari jendela kamar mereka dapat melihat kediaman Jameson, yang gelap, tertelan oleh kepekatan malam.
Jenn memutuskan untuk mengajak Josh tidur bersama malam itu. Anak itu tidur di tengah, terapit oleh kedua orang tuanya. Jenn mengelus rambut Josh, dan bersyukur bahwasanya tidak ada hal buruk menimpa putranya itu.
“Tidur, sayang! Sudah malam.” Ucap Jenn. wajah polos anak itu mengarah pada kedua wajah di sampingnya.
“Aku tidak bisa tidur.” Ucap Josh lirih.
“Kenapa, sayang?” tanya Jenn.
Josh terlihat bingung untuk sesaat, membuat Jenn dan James saling melempar pandangan.
“Josh?”
“Boleh dia tidur disini?” tanya Josh sedetik kemudian. Jenn berpikir sejenak. Siapa yang Josh maksudkan. Mungkin boneka beruang itu? Tapi boneka itu sudah ada dalam pelukan Josh.
“Siapa, sayang?” tanya Jenn. Josh seketika menunjuk ke arah pintu kamar, sambil berkata,
“Tim sudah ada di depan pintu.”

****

Thursday, July 7, 2016

KERETA HANTU DARI BLACKWOOD (PART II)



Sudah hampir satu minggu ini Michel tinggal di Blackwood. Sebuah kota yang terkenal dengan keangkeran dan hal-hal yang berbau spiritual, dan juga gaib. Apakah Michel akan dengan begitu mudahnya mempercayai cerita-cerita itu? Michel adalah seorang wanita yang selalu menggunakan otaknya untuk menjelaskan segala sesuatu yang terlihat aneh. Ia percaya, bahwa dengan sains dan pengetahuan, misteri-misteri akan terbongkar.
Michle adalah seorang jurnlalis dari sebuah surat kabar di New Himpton, yang jaraknya ratusan kilo dari tempatnya sekarang. Di Blackwood, ia tinggal di sebuah apartmen kecil yang tentu saja tidak lebih bagus dari tempat tinggalnya di New Himpton. Tapi Michel tahu bahwa ia harus melakukan tugasnya sebagai seorang jurnalis. Pergi ke segala tempat, dan membuat cerita yang mungkin bisa dimuat dalam salah satu edisi surat kabarnya.
Ketik Michel pertama kali masuk ke Blackwood, ia merasakan aura yang aneh. Blackwood sebenarnya ada sebuah kota kecil yang menarik. Terdapat puluhan bangunan tua dari beberapa ratus yang lalu, masih berdiri tegak hingga saat ini. Hal yang membuat Michel tidak begitu tenang adalah atmosfir dari kota yang dikelilingi hutan itu. Setiap pagi, kabut tebal selala memnuhi kota itu. Dan ketika siang hari tiba, Michel merasa heran bahwasanya jarang sekali ada mobil yang lewat di jalanan. Kota Blackwood menjadi semacam kota hantu, karena cerita mistis yang berkembang.
Sejak kedatangannya seminggu yang lalu, Michle sudah mendapatkan banyak sekali info dari masyarakat setempat mengenai keadaan kota itu, dan apa yang sering terjadi. Michel merasa sedikit ragu untuk menulis di notesnya saat yang ia dengar hanya hal-hal yang berkaitan dengan spriritua. Michel sebenarnya mau menulis tentang budaya yang ada di kota kecil itu. Ia mendengar bahwa ada banyak tempat-tempat menarik untuk diliput. Namun ketika ia datang ke Blackwood, yang ia lihat hanyalah sederet bangunan tua, dengan jalan aspal yang mulai retak, rumput liar tumbuh di segala tempat. Michel akhirnya sadar bahwa mitos mengenai Blackwood itu benar.
Namun anehnya, selama seminggu terakhir, ia sama sekali tidak melihat adanya hal yang mungkin berkaitan dengan hal-hal gain itu. Michel sendiri tahu bahwa apartemen yang ia tempati saat itu merupakan salah satu bangunan yang dapat dikatakan angker. Namun ia sama sekali tidak melihat adanya suatu keanehan.
Kini saatnya untuk kembali ke peradapan modern yang ada di Sherland timur. Ia sudah merasa tidak betah dengan kota berkabut itu, yang memberikan nuansa buruk baginya. Ia memutuskan untuk naik kereta menuju Caden, dan dari sana ia akan naik taksi menuju bandara.
Sepertinya rencana yang mudah. Michel sudah mengepak barang-barangnya, dan dalam waktu kurang dari tiga puluh menit ia sudah sampai di peron stasiun, menunggu keretanya datang. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul enam sore, dimana cahaya jingga menyiram setiap permukaan.
Michel duduk di sebuah bangku tunggu yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk peron. Untuk membuang kebosanan, Michel memainkan game di ponselnya.
Michel melirik jam tangannya lagi. Kereta yang akan membawanya ke Caden datang tidak lama kemudian. Sebuah kereta tua dengan mesin uap, yang menyeret sederet gerbong penumpang yang rasanya terlihat sedikit mengerikan, karena cat-catnya sudah terkelupas. Namun kereta itu adalah satu-satunya kereta yang bisa membawanya ke Caden. Dan ia tidak bisa memilih.
Lima belas menit berlalu, dan seorang petugas mulai meniupkan peluit sebagai tanda bahwa Michel harus segera naik. Ia naik di deretan gerbong nomor 7, yang terletak di tengah-tengah. Ketika ia masuk ke dalam kereta, terdapat dua kursi panjang yang ada di bagian kiri dan kanan, menciptakan sebuah gang kecil di tengah-tengahnya. Tidak ada begitu banyak orang yang duduk di gerbong itu. Michel, ketika ia sudah duduk, mulai memperhatikan orang-orang yang ada di gerbong itu.
Seorang pria dalam jaket hitam dan memakai topi hitam terlihat duduk tak jauh darinya. Pria itu merunduk, dan duduk dalam diam. Seolah ia sedang berdoa untuk sesuatu.
Satu orang lagi duduk tepat di depan Michel. Wanita biasa, berambut pirang dikucir, yang terlihat tengah meratapi sesuatu. Michel dapat mendengar isak tangis lirik dari wanita itu.
Orang-orang lain yang ada di gerbong itu pun terlihat aneh. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi, meski mereka duduk saling berdekatan. Semua orang terlihat sibuk dengan dirinya sendiri-sendiri. Dan ada pria besar di kursi depan, yang dengan santainya menghisap cerutu besar, yang mencuat dari mulutnya.
Mungkin memang aneh. Namun Michel tidak perlu memikirkan hal itu. Waktu memang sudah malam. Dan mungkin orang-orang itu hanya kelelahan. Terlalu lelah untuk melakukan suatu pembicaraan.
Michel mencoba untuk mengabaikan hal itu. Ia ambil notes kecil yang ada di tas selempangnya, dan mulai membaca kembali hal-hal menarik yang ia dapatkan di Blackwood. Kereta tua itu berangkat beberapa menit kemudian, meninggalkan stasiun Blackwood dan mengarah ke tengah pekatnya hutan. Dalam keadaan hening, yang dapat Michel dengar hanyalah suara dari roda kereta.
Keadaan sudah benar-benar gelap di luar. Melalui jendela, Michel tahu bahwa sebentar lagi kereta itu akan memasuki terowonga. Keadaan begitu gelap, bahkan Michel tidak dapat melihat apapun. Lampu di dalam gerbong itu menyala pada akhirnya. Sedikit memberikan kehangatan suasana. Meski Michel tahu bahwa keadaan sesungguhnya di gerbong itu sangat membingungkan.
Michel sudah tidak berapa lama ia memandangi notes kecilnya. Ketika ia lirik jam tangannya lagi, jarum jam telah menunjukkan pukul delapan.
Michel mendesah pelan. Mungkin saja jika ia punya teman bicara, ia dapat melepaskan perasaan anehnya itu. Tapi ia mau berbicara dengan siapa? Tidak ada satupun dari penumpang di gerbang itu yang terlihat cukup ‘Friendly’.
Michel meletakkan notes kecilnya ke dalam tas, saat rasa berat mulai menaungi kedua kelepok matanya. Michle bersandar pada kursi yang ia duduki, dan tidak sampai lima menit, is sudah berselancar di alam mimpinya.
Michle terbangun seketika saat ia mendangar ada sebuah suara keras yang sepertinya berasal dari gerbong depan. Suaranya serperti ada objek keras yang  menghantam sisi kereta. Anehnya lagi, lampu di dalam gerbong mulai berkedip. Malfungsi? Mungkin. Mengingat kereta itu adalah kereta uap tertua yang ada di Sherland.
Satu hal aneh terjadi beberapa detik kemudian. Ia melihat gadis yang duduk di hadapannya itu mulai terisak, menangis dengan suara yang keras sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Michel tidak bisa hanya duduk diam. Ia mencoba duduk di seblah wanita itu, dan mencoba untuk membantunya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Michel. “Sejak berangkat tadi kau terus…”
“Ya.” Jawab gadis itu. “Sesuatu yang hebat akan segera terjadi. Ini tidak masuk akal. Kedua kali?”
“Apa yang kau bicarakan?” tanya Michel bingung. Gadis itu akhirnya mengangkat wajah, dan kedua mata merahnya memandang serius ke arah Michel.
“Akan ada sesuatu yang besar dengan kereta ini.” Ucapnya. “Semua orang akan mati!”
“Apa?!”
“Kau harus menyelamatkan dirimu sekarang.” Ucap gadis itu. “Tidak ada jalan untuk kembali setelah tikungan Baker.”
Michel terdiam, tanpa tahu apa yang harus ia katakan. Ucapan dari gadis itu benar-benar tidak masuk akal, dan sulit untuk dimengerti. Ia masih mau mencoba membantu. Rencananya itu gagal ketika ia mendengar satu erangan kesakitan dari salah satu penumpang. Pria berjaket dan bertopi hitam itu mengerang, menggeliat sambil meremas dadanya. Apakah serangan jantung?
“Bertahanlah!” ucap Michel. “Aku akan memanggil bantuan.”
Michel dengan cepat berdiri dari posisinya dan berlari ke gerbong depan dimana mungkin ia dapat menemukan petugas medis. Michel mengarah ke gerbang-gerbong depan melalui pintu penghubung. Namun keadaan yang cukup aneh Michel lihat saat ia berada di gerbong lain. Terdapat begitu banyak orang, yang terlihat duduk dalam diam, sepertinya tidak ada yang terganggu dengan suara benturan keras tadi.
Michel bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia berlari di gang, lalu menuju gerbong lain, dan berharap akan menemukan petugas. Anehnya, ia sama sekali tidak melihat adanya satupun kru dari kereta itu. Dan ia ingat bahwa memang tidak ada inspeksi tiket sejak keberangkatannya tadi. Michel berdiri diam di tengah-tengah gang. Ia memandang ke wajah-wajah pucat yang duduk di gerbang itu. Mereka terlihat tanpa ekspresi, dan atmosfir berat mulai Michle rasakan. Ada yang tidak beres. Para penumpang itu terlihat seperti mayat hidup.
“Ada petugas medis disini?” teriak Michel. Namun suaranya yang lemah itu tertelan oleh kerasnya bunyi roda kereta.
“Petugas medis! Aku butuh petugas medis!”
Sia-sia saja usaha Michel untuk mencari bantuan medis dari antara para penumpang tak berekspresi itu. Mereka duduk diam, terlihat seperti hantu.
Michel memutuskan untuk bergerak ke gerbong terdepan, dimana mungkin ia akan menemukan petugas lain. Sebuah gerbong yang lebih kecil di bagian depan dibatasi dengan sebuah pintu sederhana. Ketika Michel membukanya, ia berada di sebuah ruangan yang terlihat lebih mewah dari gerbong-gerbong belakang. Dan yang lebih membuat Michel lega adalah adanya seorang pria dalam seragam warna merah yang tengah merunduk di ujung ruangan.
“Maaf!” teriak Michel dengan nafas memburu. Keringat bercucuran memenuhi dahinya. Petugas dalam seragam merah itu mendongakkan wajahnya, dan memandang serius ke arah Michel yang baru datang.
“Ada apa, Nona?” tanya petugas itu. “Sudah malam. Sebaiknya kau…”
“Aku butuh bantuan.” Ucap Michel cepat. “Seseorang di gerbong delapan butuh bantuan medis secepatnya. Kurasa dia terkena serangan jantung.”
“Baik. Aku mengerti.” Ucap petugas itu.
“Cepat! Tidak ada waktu lama lagi!”
“Aku akan segera memanggil dokter. Kembali saja ke gerbongmu, Nona. Tidak akan lama lagi.”
Michel mengangguk pelan. Rasanya ia sudah merasa cukup lega dengan kenyataan bahwa memang ada petugas medis di dalam kereta tua itu. Michel memutar tubuhnya untuk kembali ke gerbongnya, saat tiba-tiba saja suara keras itu terdengar lagi. Terdengar keras, dan kereta itu bergetar dengan hebat, seolah kereta itu sedang menyermpet sesuatu.
“Apa yang…” Michel memutar tubuhnya lagi untuk bertanya pada petugas itu, namun petugas itu menghilang seperti uap air. Dalam kebingungan, Michel tidak memikirkan hal lain lagi. Ia harus kembali ke gerbongnya sendiri.
Michel berlari menyusuri gang yang berada dinatara kursi. Ia lihat, penumpang-penumpang aneh itu masih duduk dalam diam, dan sepertinya tidak terganggu dengan getaran keras kereta itu.
Michel mendobrak pintu penghubung gerbong delapan, dan mendapati pria berjaket hitam itu masih terbaring diatas lantai. Anehnya, tidak ada satupun orang di gerbong itu yang berusaha untuk membantu si pria berjaket hitam.
Michel mendekati pria itu, dan melihat bahwa pria itu masih hidup, namun tengah berjuang keras untuk tetap sadar.
“Bertahanlah, Tuan! Bantuan sebentar lagi datang.”
Michel berusaha untuk memberikan satu harapan pada pria itu, meski ia tidak yakin dengan akhirnya. Pria itu mungkin saja akan mati di dalam kereta tua aneh itu.
“Mana petugas medisnya!” Michel menggeram kesal.
“Tidak ada gunanya.” Ucap gadis yang tadi selalu menangis itu. Wajahnya terlihat pucat, rambutnya kumal, dan memandang serius ke arah Michel.
“Apa?”
“Semua orang akan mati.” Ucapnya lagi. “Ini adalah waktunya. Sudah saatnya kami pergi dari tempat ini.”
Michel sama sekali tidak mengerti dengan ucapan aneh itu. Namun sedetik kemudian ia sadari bahwa laju kereta itu mulai cepat. Bahkan terlalu cepat bagi kereta tua seperti itu. Ada yang tidka beres.
Kereta itu bergetar kembali dengan hebat beberapa detik kemudian. Michel yang berdiri tak berpegangan terpental dan menghantam dinding. Apa yang terjadi? Kereta itu seperti tengah menembus gunung.
“Ini saatnya!” teriak pria besar yang menghisap cerutu itu. Ia membuang cerutunya ke lantai, dan wajahnya menjadi dipenuhi dengan ketakutan.
“Ini saatny!”
“INI SAATNYA! KAMI HARUS PULANG!”
Tubuh Michel secara tak terduga bergetar. Ia merasakan aura mistis secara tiba-tiba. Lampu di kereta itu mulai berkedip, sementara kereta terus bergetar dengan hebat. Laju kereta itu terlihat begitu cepat, mungkin melebihi kecepatan kereta modern. Tidak mungkin terjadi, ‘kan?
Michel bangkit dari posisinya, dan mengambil satu tindakan yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan. Ia berlarian lagi menyusuri setiap gerbong, dan ia melihat para penumpang berdiri dari tempat duduk mereka, mengangkat tangan mereka dengan pose yang aneh, dan secara bersamaan mereka mengucapkan kata yang sama.
“INI SAATNYA!! KAMI HARUS PULANG!!”
Michel tidak tahu lagi apakah ini mimpi atau kenyataan. Ia terus berlari, hingga ia sampai di gerbong mewah itu tadi. Petugas dalam seragam merah itu sudah tidak terlihat lagi. Michel berlari ke pintu yang ada di ujung, yang menghubungkan kabin itu dengan lokomotiv. Ia ingin memperingatkan masinis mengenai hal aneh yang terjadi dengan kereta itu. Tapi…
Kedua mata Michel membesar seketika saat ia sadari bahwa kereta itu bergerak tanpa masinis. Dan yang lebih aneh lagi, tungku pembakaran di lokomotiv sama sekali tidak terpakai. Hanya ada lubang besar hitam menganga tanpa apapun di dalamnya. Kereta itu bergerak sendiri?
Belum sempat terlepas dari keterkejutannya, ia dihadapkan pada hal mengerikan lain. Ia melihat bahwa kereta itu akan menikung di sebuah tikungan tajam. Namun dengan kecepatan secepat itu, kereta itu hanya akan keluar jalur dan masuk ke dalam jurang. Michel tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Kereta itu bergetar dengan hebat, membuat Michel kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Ia sudah tidak tahu apa lagi yang terjadi. Ia bergerak perlahan memasuki lokomotiv, dan menemukan tuas rem, yang sama sekali tidak dapat digunkan.
Michel melihat dengan jelas saat kereta itu mulai mendekati tikungan tajam yang berjarak hanya sekitar dua ratus meter di depan. Kereta itu melaju terlalu cepat, dan remnya tidak berfungsi. Apa yang akan terjadi?
Michel hanya dapat tersenyum karena kesal. Kenapa ia harus menaiki kereta uap aneh itu? Namun belum sempat ia memikirkan jawabannya, kereta itu melompat keluar jalur dan jatuh terhempas ke dalam jurang yang dalam dan gelap. Michel hanya ingat bahwa ia terpelanting, dan menghantam sesuatu, dan ia tidak ingat lagi.

**

Kedua mata Michel tiba-tiba saja terbuka, dengan nafas memburu. Jantungnya berdetak dengan begitu cepat, dan ia berpikir mengenai apa yang baru saja terjadi. Ia terpelanting dan pingsan, saat kereta itu keluar dari jalur dan terjatuh ke jurang. Tapi…
Michel tidak dapat mempercayai apa yang ada di hadapannya. Ia masih duduk di bangku peron stasiun Blackwood, dengan barang-barangnya masih ada di sisi kakinya. Apa yang terjadi? Apakah ia hanya bermimpi?
Michel menutup kedua matanya, dan menghembuskan nafas lega dari mulutnya. Ia bersyukur bahwasanya apa yang baru saja ia alami hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang menurutnya terlalu aneh, dan tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Mungkin pikirannya sudah mulai terkotori dengan segala hal-hal paranormal di kota kecil itu.
Michel bangkit dari tempat duduknya saat sebuah peluit terdengar. Kereta uap tua itu terlihat sedikit mengerikan setelah apa yang terjadi di dalam mimpinya. Tapi apakah hal itu akan terjadi, dan benar-benar terjadi? Michel hanya dapat tersenyum memikirkan ide konyolnya itu.
Ia bergerak menaiki gerbong delapan, dan tiba-tiba saja tubuhnya berhenti bergerak saat ia, dengan jelas, melihat gadis yang menangis, pria berjaket hitam, dan pria besar dengan cerutu di mulutnya, berada di dalam gerbong yang akan ia tempati.
“Tidak. Tidak mungkin!” teriak Michel. Ia segera berputar, keluar dari gerbong itu. Kenapa bisa begitu? Penumpang yang sama dari mimpinya. Kenapa hal itu bisa terjadi?
Michel membatalkan kepulangannya hari itu, dan memilih menggunakan transportasi lain untuk keluar dari Blackwood. Keesokan harinya mendengar sebuah kabar yang cukup mengerikan. Ia mendengar bahwa kereta semalam keluar dari jalur dan masuk ke dalam jurang. Tidak ada satupun jiwa yang selamat dalam tragedi itu.

****