Thursday, July 7, 2016

KERETA HANTU DARI BLACKWOOD (PART II)



Sudah hampir satu minggu ini Michel tinggal di Blackwood. Sebuah kota yang terkenal dengan keangkeran dan hal-hal yang berbau spiritual, dan juga gaib. Apakah Michel akan dengan begitu mudahnya mempercayai cerita-cerita itu? Michel adalah seorang wanita yang selalu menggunakan otaknya untuk menjelaskan segala sesuatu yang terlihat aneh. Ia percaya, bahwa dengan sains dan pengetahuan, misteri-misteri akan terbongkar.
Michle adalah seorang jurnlalis dari sebuah surat kabar di New Himpton, yang jaraknya ratusan kilo dari tempatnya sekarang. Di Blackwood, ia tinggal di sebuah apartmen kecil yang tentu saja tidak lebih bagus dari tempat tinggalnya di New Himpton. Tapi Michel tahu bahwa ia harus melakukan tugasnya sebagai seorang jurnalis. Pergi ke segala tempat, dan membuat cerita yang mungkin bisa dimuat dalam salah satu edisi surat kabarnya.
Ketik Michel pertama kali masuk ke Blackwood, ia merasakan aura yang aneh. Blackwood sebenarnya ada sebuah kota kecil yang menarik. Terdapat puluhan bangunan tua dari beberapa ratus yang lalu, masih berdiri tegak hingga saat ini. Hal yang membuat Michel tidak begitu tenang adalah atmosfir dari kota yang dikelilingi hutan itu. Setiap pagi, kabut tebal selala memnuhi kota itu. Dan ketika siang hari tiba, Michel merasa heran bahwasanya jarang sekali ada mobil yang lewat di jalanan. Kota Blackwood menjadi semacam kota hantu, karena cerita mistis yang berkembang.
Sejak kedatangannya seminggu yang lalu, Michle sudah mendapatkan banyak sekali info dari masyarakat setempat mengenai keadaan kota itu, dan apa yang sering terjadi. Michel merasa sedikit ragu untuk menulis di notesnya saat yang ia dengar hanya hal-hal yang berkaitan dengan spriritua. Michel sebenarnya mau menulis tentang budaya yang ada di kota kecil itu. Ia mendengar bahwa ada banyak tempat-tempat menarik untuk diliput. Namun ketika ia datang ke Blackwood, yang ia lihat hanyalah sederet bangunan tua, dengan jalan aspal yang mulai retak, rumput liar tumbuh di segala tempat. Michel akhirnya sadar bahwa mitos mengenai Blackwood itu benar.
Namun anehnya, selama seminggu terakhir, ia sama sekali tidak melihat adanya hal yang mungkin berkaitan dengan hal-hal gain itu. Michel sendiri tahu bahwa apartemen yang ia tempati saat itu merupakan salah satu bangunan yang dapat dikatakan angker. Namun ia sama sekali tidak melihat adanya suatu keanehan.
Kini saatnya untuk kembali ke peradapan modern yang ada di Sherland timur. Ia sudah merasa tidak betah dengan kota berkabut itu, yang memberikan nuansa buruk baginya. Ia memutuskan untuk naik kereta menuju Caden, dan dari sana ia akan naik taksi menuju bandara.
Sepertinya rencana yang mudah. Michel sudah mengepak barang-barangnya, dan dalam waktu kurang dari tiga puluh menit ia sudah sampai di peron stasiun, menunggu keretanya datang. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul enam sore, dimana cahaya jingga menyiram setiap permukaan.
Michel duduk di sebuah bangku tunggu yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk peron. Untuk membuang kebosanan, Michel memainkan game di ponselnya.
Michel melirik jam tangannya lagi. Kereta yang akan membawanya ke Caden datang tidak lama kemudian. Sebuah kereta tua dengan mesin uap, yang menyeret sederet gerbong penumpang yang rasanya terlihat sedikit mengerikan, karena cat-catnya sudah terkelupas. Namun kereta itu adalah satu-satunya kereta yang bisa membawanya ke Caden. Dan ia tidak bisa memilih.
Lima belas menit berlalu, dan seorang petugas mulai meniupkan peluit sebagai tanda bahwa Michel harus segera naik. Ia naik di deretan gerbong nomor 7, yang terletak di tengah-tengah. Ketika ia masuk ke dalam kereta, terdapat dua kursi panjang yang ada di bagian kiri dan kanan, menciptakan sebuah gang kecil di tengah-tengahnya. Tidak ada begitu banyak orang yang duduk di gerbong itu. Michel, ketika ia sudah duduk, mulai memperhatikan orang-orang yang ada di gerbong itu.
Seorang pria dalam jaket hitam dan memakai topi hitam terlihat duduk tak jauh darinya. Pria itu merunduk, dan duduk dalam diam. Seolah ia sedang berdoa untuk sesuatu.
Satu orang lagi duduk tepat di depan Michel. Wanita biasa, berambut pirang dikucir, yang terlihat tengah meratapi sesuatu. Michel dapat mendengar isak tangis lirik dari wanita itu.
Orang-orang lain yang ada di gerbong itu pun terlihat aneh. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi, meski mereka duduk saling berdekatan. Semua orang terlihat sibuk dengan dirinya sendiri-sendiri. Dan ada pria besar di kursi depan, yang dengan santainya menghisap cerutu besar, yang mencuat dari mulutnya.
Mungkin memang aneh. Namun Michel tidak perlu memikirkan hal itu. Waktu memang sudah malam. Dan mungkin orang-orang itu hanya kelelahan. Terlalu lelah untuk melakukan suatu pembicaraan.
Michel mencoba untuk mengabaikan hal itu. Ia ambil notes kecil yang ada di tas selempangnya, dan mulai membaca kembali hal-hal menarik yang ia dapatkan di Blackwood. Kereta tua itu berangkat beberapa menit kemudian, meninggalkan stasiun Blackwood dan mengarah ke tengah pekatnya hutan. Dalam keadaan hening, yang dapat Michel dengar hanyalah suara dari roda kereta.
Keadaan sudah benar-benar gelap di luar. Melalui jendela, Michel tahu bahwa sebentar lagi kereta itu akan memasuki terowonga. Keadaan begitu gelap, bahkan Michel tidak dapat melihat apapun. Lampu di dalam gerbong itu menyala pada akhirnya. Sedikit memberikan kehangatan suasana. Meski Michel tahu bahwa keadaan sesungguhnya di gerbong itu sangat membingungkan.
Michel sudah tidak berapa lama ia memandangi notes kecilnya. Ketika ia lirik jam tangannya lagi, jarum jam telah menunjukkan pukul delapan.
Michel mendesah pelan. Mungkin saja jika ia punya teman bicara, ia dapat melepaskan perasaan anehnya itu. Tapi ia mau berbicara dengan siapa? Tidak ada satupun dari penumpang di gerbang itu yang terlihat cukup ‘Friendly’.
Michel meletakkan notes kecilnya ke dalam tas, saat rasa berat mulai menaungi kedua kelepok matanya. Michle bersandar pada kursi yang ia duduki, dan tidak sampai lima menit, is sudah berselancar di alam mimpinya.
Michle terbangun seketika saat ia mendangar ada sebuah suara keras yang sepertinya berasal dari gerbong depan. Suaranya serperti ada objek keras yang  menghantam sisi kereta. Anehnya lagi, lampu di dalam gerbong mulai berkedip. Malfungsi? Mungkin. Mengingat kereta itu adalah kereta uap tertua yang ada di Sherland.
Satu hal aneh terjadi beberapa detik kemudian. Ia melihat gadis yang duduk di hadapannya itu mulai terisak, menangis dengan suara yang keras sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Michel tidak bisa hanya duduk diam. Ia mencoba duduk di seblah wanita itu, dan mencoba untuk membantunya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Michel. “Sejak berangkat tadi kau terus…”
“Ya.” Jawab gadis itu. “Sesuatu yang hebat akan segera terjadi. Ini tidak masuk akal. Kedua kali?”
“Apa yang kau bicarakan?” tanya Michel bingung. Gadis itu akhirnya mengangkat wajah, dan kedua mata merahnya memandang serius ke arah Michel.
“Akan ada sesuatu yang besar dengan kereta ini.” Ucapnya. “Semua orang akan mati!”
“Apa?!”
“Kau harus menyelamatkan dirimu sekarang.” Ucap gadis itu. “Tidak ada jalan untuk kembali setelah tikungan Baker.”
Michel terdiam, tanpa tahu apa yang harus ia katakan. Ucapan dari gadis itu benar-benar tidak masuk akal, dan sulit untuk dimengerti. Ia masih mau mencoba membantu. Rencananya itu gagal ketika ia mendengar satu erangan kesakitan dari salah satu penumpang. Pria berjaket dan bertopi hitam itu mengerang, menggeliat sambil meremas dadanya. Apakah serangan jantung?
“Bertahanlah!” ucap Michel. “Aku akan memanggil bantuan.”
Michel dengan cepat berdiri dari posisinya dan berlari ke gerbong depan dimana mungkin ia dapat menemukan petugas medis. Michel mengarah ke gerbang-gerbong depan melalui pintu penghubung. Namun keadaan yang cukup aneh Michel lihat saat ia berada di gerbong lain. Terdapat begitu banyak orang, yang terlihat duduk dalam diam, sepertinya tidak ada yang terganggu dengan suara benturan keras tadi.
Michel bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia berlari di gang, lalu menuju gerbong lain, dan berharap akan menemukan petugas. Anehnya, ia sama sekali tidak melihat adanya satupun kru dari kereta itu. Dan ia ingat bahwa memang tidak ada inspeksi tiket sejak keberangkatannya tadi. Michel berdiri diam di tengah-tengah gang. Ia memandang ke wajah-wajah pucat yang duduk di gerbang itu. Mereka terlihat tanpa ekspresi, dan atmosfir berat mulai Michle rasakan. Ada yang tidak beres. Para penumpang itu terlihat seperti mayat hidup.
“Ada petugas medis disini?” teriak Michel. Namun suaranya yang lemah itu tertelan oleh kerasnya bunyi roda kereta.
“Petugas medis! Aku butuh petugas medis!”
Sia-sia saja usaha Michel untuk mencari bantuan medis dari antara para penumpang tak berekspresi itu. Mereka duduk diam, terlihat seperti hantu.
Michel memutuskan untuk bergerak ke gerbong terdepan, dimana mungkin ia akan menemukan petugas lain. Sebuah gerbong yang lebih kecil di bagian depan dibatasi dengan sebuah pintu sederhana. Ketika Michel membukanya, ia berada di sebuah ruangan yang terlihat lebih mewah dari gerbong-gerbong belakang. Dan yang lebih membuat Michel lega adalah adanya seorang pria dalam seragam warna merah yang tengah merunduk di ujung ruangan.
“Maaf!” teriak Michel dengan nafas memburu. Keringat bercucuran memenuhi dahinya. Petugas dalam seragam merah itu mendongakkan wajahnya, dan memandang serius ke arah Michel yang baru datang.
“Ada apa, Nona?” tanya petugas itu. “Sudah malam. Sebaiknya kau…”
“Aku butuh bantuan.” Ucap Michel cepat. “Seseorang di gerbong delapan butuh bantuan medis secepatnya. Kurasa dia terkena serangan jantung.”
“Baik. Aku mengerti.” Ucap petugas itu.
“Cepat! Tidak ada waktu lama lagi!”
“Aku akan segera memanggil dokter. Kembali saja ke gerbongmu, Nona. Tidak akan lama lagi.”
Michel mengangguk pelan. Rasanya ia sudah merasa cukup lega dengan kenyataan bahwa memang ada petugas medis di dalam kereta tua itu. Michel memutar tubuhnya untuk kembali ke gerbongnya, saat tiba-tiba saja suara keras itu terdengar lagi. Terdengar keras, dan kereta itu bergetar dengan hebat, seolah kereta itu sedang menyermpet sesuatu.
“Apa yang…” Michel memutar tubuhnya lagi untuk bertanya pada petugas itu, namun petugas itu menghilang seperti uap air. Dalam kebingungan, Michel tidak memikirkan hal lain lagi. Ia harus kembali ke gerbongnya sendiri.
Michel berlari menyusuri gang yang berada dinatara kursi. Ia lihat, penumpang-penumpang aneh itu masih duduk dalam diam, dan sepertinya tidak terganggu dengan getaran keras kereta itu.
Michel mendobrak pintu penghubung gerbong delapan, dan mendapati pria berjaket hitam itu masih terbaring diatas lantai. Anehnya, tidak ada satupun orang di gerbong itu yang berusaha untuk membantu si pria berjaket hitam.
Michel mendekati pria itu, dan melihat bahwa pria itu masih hidup, namun tengah berjuang keras untuk tetap sadar.
“Bertahanlah, Tuan! Bantuan sebentar lagi datang.”
Michel berusaha untuk memberikan satu harapan pada pria itu, meski ia tidak yakin dengan akhirnya. Pria itu mungkin saja akan mati di dalam kereta tua aneh itu.
“Mana petugas medisnya!” Michel menggeram kesal.
“Tidak ada gunanya.” Ucap gadis yang tadi selalu menangis itu. Wajahnya terlihat pucat, rambutnya kumal, dan memandang serius ke arah Michel.
“Apa?”
“Semua orang akan mati.” Ucapnya lagi. “Ini adalah waktunya. Sudah saatnya kami pergi dari tempat ini.”
Michel sama sekali tidak mengerti dengan ucapan aneh itu. Namun sedetik kemudian ia sadari bahwa laju kereta itu mulai cepat. Bahkan terlalu cepat bagi kereta tua seperti itu. Ada yang tidka beres.
Kereta itu bergetar kembali dengan hebat beberapa detik kemudian. Michel yang berdiri tak berpegangan terpental dan menghantam dinding. Apa yang terjadi? Kereta itu seperti tengah menembus gunung.
“Ini saatnya!” teriak pria besar yang menghisap cerutu itu. Ia membuang cerutunya ke lantai, dan wajahnya menjadi dipenuhi dengan ketakutan.
“Ini saatny!”
“INI SAATNYA! KAMI HARUS PULANG!”
Tubuh Michel secara tak terduga bergetar. Ia merasakan aura mistis secara tiba-tiba. Lampu di kereta itu mulai berkedip, sementara kereta terus bergetar dengan hebat. Laju kereta itu terlihat begitu cepat, mungkin melebihi kecepatan kereta modern. Tidak mungkin terjadi, ‘kan?
Michel bangkit dari posisinya, dan mengambil satu tindakan yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan. Ia berlarian lagi menyusuri setiap gerbong, dan ia melihat para penumpang berdiri dari tempat duduk mereka, mengangkat tangan mereka dengan pose yang aneh, dan secara bersamaan mereka mengucapkan kata yang sama.
“INI SAATNYA!! KAMI HARUS PULANG!!”
Michel tidak tahu lagi apakah ini mimpi atau kenyataan. Ia terus berlari, hingga ia sampai di gerbong mewah itu tadi. Petugas dalam seragam merah itu sudah tidak terlihat lagi. Michel berlari ke pintu yang ada di ujung, yang menghubungkan kabin itu dengan lokomotiv. Ia ingin memperingatkan masinis mengenai hal aneh yang terjadi dengan kereta itu. Tapi…
Kedua mata Michel membesar seketika saat ia sadari bahwa kereta itu bergerak tanpa masinis. Dan yang lebih aneh lagi, tungku pembakaran di lokomotiv sama sekali tidak terpakai. Hanya ada lubang besar hitam menganga tanpa apapun di dalamnya. Kereta itu bergerak sendiri?
Belum sempat terlepas dari keterkejutannya, ia dihadapkan pada hal mengerikan lain. Ia melihat bahwa kereta itu akan menikung di sebuah tikungan tajam. Namun dengan kecepatan secepat itu, kereta itu hanya akan keluar jalur dan masuk ke dalam jurang. Michel tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Kereta itu bergetar dengan hebat, membuat Michel kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Ia sudah tidak tahu apa lagi yang terjadi. Ia bergerak perlahan memasuki lokomotiv, dan menemukan tuas rem, yang sama sekali tidak dapat digunkan.
Michel melihat dengan jelas saat kereta itu mulai mendekati tikungan tajam yang berjarak hanya sekitar dua ratus meter di depan. Kereta itu melaju terlalu cepat, dan remnya tidak berfungsi. Apa yang akan terjadi?
Michel hanya dapat tersenyum karena kesal. Kenapa ia harus menaiki kereta uap aneh itu? Namun belum sempat ia memikirkan jawabannya, kereta itu melompat keluar jalur dan jatuh terhempas ke dalam jurang yang dalam dan gelap. Michel hanya ingat bahwa ia terpelanting, dan menghantam sesuatu, dan ia tidak ingat lagi.

**

Kedua mata Michel tiba-tiba saja terbuka, dengan nafas memburu. Jantungnya berdetak dengan begitu cepat, dan ia berpikir mengenai apa yang baru saja terjadi. Ia terpelanting dan pingsan, saat kereta itu keluar dari jalur dan terjatuh ke jurang. Tapi…
Michel tidak dapat mempercayai apa yang ada di hadapannya. Ia masih duduk di bangku peron stasiun Blackwood, dengan barang-barangnya masih ada di sisi kakinya. Apa yang terjadi? Apakah ia hanya bermimpi?
Michel menutup kedua matanya, dan menghembuskan nafas lega dari mulutnya. Ia bersyukur bahwasanya apa yang baru saja ia alami hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang menurutnya terlalu aneh, dan tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Mungkin pikirannya sudah mulai terkotori dengan segala hal-hal paranormal di kota kecil itu.
Michel bangkit dari tempat duduknya saat sebuah peluit terdengar. Kereta uap tua itu terlihat sedikit mengerikan setelah apa yang terjadi di dalam mimpinya. Tapi apakah hal itu akan terjadi, dan benar-benar terjadi? Michel hanya dapat tersenyum memikirkan ide konyolnya itu.
Ia bergerak menaiki gerbong delapan, dan tiba-tiba saja tubuhnya berhenti bergerak saat ia, dengan jelas, melihat gadis yang menangis, pria berjaket hitam, dan pria besar dengan cerutu di mulutnya, berada di dalam gerbong yang akan ia tempati.
“Tidak. Tidak mungkin!” teriak Michel. Ia segera berputar, keluar dari gerbong itu. Kenapa bisa begitu? Penumpang yang sama dari mimpinya. Kenapa hal itu bisa terjadi?
Michel membatalkan kepulangannya hari itu, dan memilih menggunakan transportasi lain untuk keluar dari Blackwood. Keesokan harinya mendengar sebuah kabar yang cukup mengerikan. Ia mendengar bahwa kereta semalam keluar dari jalur dan masuk ke dalam jurang. Tidak ada satupun jiwa yang selamat dalam tragedi itu.

****


No comments:

Post a Comment