Sudah hampir satu minggu ini Michel tinggal di Blackwood.
Sebuah kota yang terkenal dengan keangkeran dan hal-hal yang berbau spiritual,
dan juga gaib. Apakah Michel akan dengan begitu mudahnya mempercayai
cerita-cerita itu? Michel adalah seorang wanita yang selalu menggunakan otaknya
untuk menjelaskan segala sesuatu yang terlihat aneh. Ia percaya, bahwa dengan
sains dan pengetahuan, misteri-misteri akan terbongkar.
Michle adalah seorang
jurnlalis dari sebuah surat kabar di New Himpton, yang jaraknya ratusan kilo
dari tempatnya sekarang. Di Blackwood, ia tinggal di sebuah apartmen kecil yang
tentu saja tidak lebih bagus dari tempat tinggalnya di New Himpton. Tapi Michel
tahu bahwa ia harus melakukan tugasnya sebagai seorang jurnalis. Pergi ke
segala tempat, dan membuat cerita yang mungkin bisa dimuat dalam salah satu
edisi surat kabarnya.
Ketik Michel pertama kali
masuk ke Blackwood, ia merasakan aura yang aneh. Blackwood sebenarnya ada
sebuah kota kecil yang menarik. Terdapat puluhan bangunan tua dari beberapa ratus
yang lalu, masih berdiri tegak hingga saat ini. Hal yang membuat Michel tidak
begitu tenang adalah atmosfir dari kota yang dikelilingi hutan itu. Setiap
pagi, kabut tebal selala memnuhi kota itu. Dan ketika siang hari tiba, Michel
merasa heran bahwasanya jarang sekali ada mobil yang lewat di jalanan. Kota
Blackwood menjadi semacam kota hantu, karena cerita mistis yang berkembang.
Sejak kedatangannya seminggu
yang lalu, Michle sudah mendapatkan banyak sekali info dari masyarakat setempat
mengenai keadaan kota itu, dan apa yang sering terjadi. Michel merasa sedikit
ragu untuk menulis di notesnya saat yang ia dengar hanya hal-hal yang berkaitan
dengan spriritua. Michel sebenarnya mau menulis tentang budaya yang ada di kota
kecil itu. Ia mendengar bahwa ada banyak tempat-tempat menarik untuk diliput.
Namun ketika ia datang ke Blackwood, yang ia lihat hanyalah sederet bangunan
tua, dengan jalan aspal yang mulai retak, rumput liar tumbuh di segala tempat.
Michel akhirnya sadar bahwa mitos mengenai Blackwood itu benar.
Namun anehnya, selama
seminggu terakhir, ia sama sekali tidak melihat adanya hal yang mungkin
berkaitan dengan hal-hal gain itu. Michel sendiri tahu bahwa apartemen yang ia
tempati saat itu merupakan salah satu bangunan yang dapat dikatakan angker.
Namun ia sama sekali tidak melihat adanya suatu keanehan.
Kini saatnya untuk kembali
ke peradapan modern yang ada di Sherland timur. Ia sudah merasa tidak betah
dengan kota berkabut itu, yang memberikan nuansa buruk baginya. Ia memutuskan
untuk naik kereta menuju Caden, dan dari sana ia akan naik taksi menuju
bandara.
Sepertinya rencana yang
mudah. Michel sudah mengepak barang-barangnya, dan dalam waktu kurang dari tiga
puluh menit ia sudah sampai di peron stasiun, menunggu keretanya datang. Saat
itu jarum jam sudah menunjukkan pukul enam sore, dimana cahaya jingga menyiram
setiap permukaan.
Michel duduk di sebuah
bangku tunggu yang letaknya tak jauh dari gerbang masuk peron. Untuk membuang
kebosanan, Michel memainkan game di ponselnya.
Michel melirik jam tangannya
lagi. Kereta yang akan membawanya ke Caden datang tidak lama kemudian. Sebuah
kereta tua dengan mesin uap, yang menyeret sederet gerbong penumpang yang
rasanya terlihat sedikit mengerikan, karena cat-catnya sudah terkelupas. Namun
kereta itu adalah satu-satunya kereta yang bisa membawanya ke Caden. Dan ia
tidak bisa memilih.
Lima belas menit berlalu,
dan seorang petugas mulai meniupkan peluit sebagai tanda bahwa Michel harus
segera naik. Ia naik di deretan gerbong nomor 7, yang terletak di tengah-tengah.
Ketika ia masuk ke dalam kereta, terdapat dua kursi panjang yang ada di bagian
kiri dan kanan, menciptakan sebuah gang kecil di tengah-tengahnya. Tidak ada
begitu banyak orang yang duduk di gerbong itu. Michel, ketika ia sudah duduk,
mulai memperhatikan orang-orang yang ada di gerbong itu.
Seorang pria dalam jaket
hitam dan memakai topi hitam terlihat duduk tak jauh darinya. Pria itu
merunduk, dan duduk dalam diam. Seolah ia sedang berdoa untuk sesuatu.
Satu orang lagi duduk tepat
di depan Michel. Wanita biasa, berambut pirang dikucir, yang terlihat tengah
meratapi sesuatu. Michel dapat mendengar isak tangis lirik dari wanita itu.
Orang-orang lain yang ada di
gerbong itu pun terlihat aneh. Tidak ada satupun pembicaraan yang terjadi,
meski mereka duduk saling berdekatan. Semua orang terlihat sibuk dengan dirinya
sendiri-sendiri. Dan ada pria besar di kursi depan, yang dengan santainya
menghisap cerutu besar, yang mencuat dari mulutnya.
Mungkin memang aneh. Namun
Michel tidak perlu memikirkan hal itu. Waktu memang sudah malam. Dan mungkin
orang-orang itu hanya kelelahan. Terlalu lelah untuk melakukan suatu
pembicaraan.
Michel mencoba untuk
mengabaikan hal itu. Ia ambil notes kecil yang ada di tas selempangnya, dan
mulai membaca kembali hal-hal menarik yang ia dapatkan di Blackwood. Kereta tua
itu berangkat beberapa menit kemudian, meninggalkan stasiun Blackwood dan
mengarah ke tengah pekatnya hutan. Dalam keadaan hening, yang dapat Michel
dengar hanyalah suara dari roda kereta.
Keadaan sudah benar-benar gelap
di luar. Melalui jendela, Michel tahu bahwa sebentar lagi kereta itu akan
memasuki terowonga. Keadaan begitu gelap, bahkan Michel tidak dapat melihat
apapun. Lampu di dalam gerbong itu menyala pada akhirnya. Sedikit memberikan
kehangatan suasana. Meski Michel tahu bahwa keadaan sesungguhnya di gerbong itu
sangat membingungkan.
Michel sudah tidak berapa
lama ia memandangi notes kecilnya. Ketika ia lirik jam tangannya lagi, jarum
jam telah menunjukkan pukul delapan.
Michel mendesah pelan.
Mungkin saja jika ia punya teman bicara, ia dapat melepaskan perasaan anehnya
itu. Tapi ia mau berbicara dengan siapa? Tidak ada satupun dari penumpang di
gerbang itu yang terlihat cukup ‘Friendly’.
Michel meletakkan notes
kecilnya ke dalam tas, saat rasa berat mulai menaungi kedua kelepok matanya.
Michle bersandar pada kursi yang ia duduki, dan tidak sampai lima menit, is
sudah berselancar di alam mimpinya.
Michle terbangun seketika
saat ia mendangar ada sebuah suara keras yang sepertinya berasal dari gerbong
depan. Suaranya serperti ada objek keras yang
menghantam sisi kereta. Anehnya lagi, lampu di dalam gerbong mulai
berkedip. Malfungsi? Mungkin. Mengingat kereta itu adalah kereta uap tertua
yang ada di Sherland.
Satu hal aneh terjadi
beberapa detik kemudian. Ia melihat gadis yang duduk di hadapannya itu mulai
terisak, menangis dengan suara yang keras sambil menutup wajahnya dengan
telapak tangan. Michel tidak bisa hanya duduk diam. Ia mencoba duduk di seblah
wanita itu, dan mencoba untuk membantunya.
“Kau tidak apa-apa?” tanya
Michel. “Sejak berangkat tadi kau terus…”
“Ya.” Jawab gadis itu.
“Sesuatu yang hebat akan segera terjadi. Ini tidak masuk akal. Kedua kali?”
“Apa yang kau bicarakan?”
tanya Michel bingung. Gadis itu akhirnya mengangkat wajah, dan kedua mata merahnya
memandang serius ke arah Michel.
“Akan ada sesuatu yang besar
dengan kereta ini.” Ucapnya. “Semua orang akan mati!”
“Apa?!”
“Kau harus menyelamatkan
dirimu sekarang.” Ucap gadis itu. “Tidak ada jalan untuk kembali setelah
tikungan Baker.”
Michel terdiam, tanpa tahu
apa yang harus ia katakan. Ucapan dari gadis itu benar-benar tidak masuk akal,
dan sulit untuk dimengerti. Ia masih mau mencoba membantu. Rencananya itu gagal
ketika ia mendengar satu erangan kesakitan dari salah satu penumpang. Pria berjaket
dan bertopi hitam itu mengerang, menggeliat sambil meremas dadanya. Apakah
serangan jantung?
“Bertahanlah!” ucap Michel.
“Aku akan memanggil bantuan.”
Michel dengan cepat berdiri
dari posisinya dan berlari ke gerbong depan dimana mungkin ia dapat menemukan
petugas medis. Michel mengarah ke gerbang-gerbong depan melalui pintu
penghubung. Namun keadaan yang cukup aneh Michel lihat saat ia berada di
gerbong lain. Terdapat begitu banyak orang, yang terlihat duduk dalam diam,
sepertinya tidak ada yang terganggu dengan suara benturan keras tadi.
Michel bingung dengan apa
yang harus ia lakukan. Ia berlari di gang, lalu menuju gerbong lain, dan
berharap akan menemukan petugas. Anehnya, ia sama sekali tidak melihat adanya
satupun kru dari kereta itu. Dan ia ingat bahwa memang tidak ada inspeksi tiket
sejak keberangkatannya tadi. Michel berdiri diam di tengah-tengah gang. Ia
memandang ke wajah-wajah pucat yang duduk di gerbang itu. Mereka terlihat tanpa
ekspresi, dan atmosfir berat mulai Michle rasakan. Ada yang tidak beres. Para
penumpang itu terlihat seperti mayat hidup.
“Ada petugas medis disini?”
teriak Michel. Namun suaranya yang lemah itu tertelan oleh kerasnya bunyi roda
kereta.
“Petugas medis! Aku butuh
petugas medis!”
Sia-sia saja usaha Michel
untuk mencari bantuan medis dari antara para penumpang tak berekspresi itu.
Mereka duduk diam, terlihat seperti hantu.
Michel memutuskan untuk
bergerak ke gerbong terdepan, dimana mungkin ia akan menemukan petugas lain.
Sebuah gerbong yang lebih kecil di bagian depan dibatasi dengan sebuah pintu
sederhana. Ketika Michel membukanya, ia berada di sebuah ruangan yang terlihat
lebih mewah dari gerbong-gerbong belakang. Dan yang lebih membuat Michel lega
adalah adanya seorang pria dalam seragam warna merah yang tengah merunduk di
ujung ruangan.
“Maaf!” teriak Michel dengan
nafas memburu. Keringat bercucuran memenuhi dahinya. Petugas dalam seragam
merah itu mendongakkan wajahnya, dan memandang serius ke arah Michel yang baru
datang.
“Ada apa, Nona?” tanya
petugas itu. “Sudah malam. Sebaiknya kau…”
“Aku butuh bantuan.” Ucap
Michel cepat. “Seseorang di gerbong delapan butuh bantuan medis secepatnya.
Kurasa dia terkena serangan jantung.”
“Baik. Aku mengerti.” Ucap
petugas itu.
“Cepat! Tidak ada waktu lama
lagi!”
“Aku akan segera memanggil
dokter. Kembali saja ke gerbongmu, Nona. Tidak akan lama lagi.”
Michel mengangguk pelan.
Rasanya ia sudah merasa cukup lega dengan kenyataan bahwa memang ada petugas
medis di dalam kereta tua itu. Michel memutar tubuhnya untuk kembali ke gerbongnya,
saat tiba-tiba saja suara keras itu terdengar lagi. Terdengar keras, dan kereta
itu bergetar dengan hebat, seolah kereta itu sedang menyermpet sesuatu.
“Apa yang…” Michel memutar
tubuhnya lagi untuk bertanya pada petugas itu, namun petugas itu menghilang
seperti uap air. Dalam kebingungan, Michel tidak memikirkan hal lain lagi. Ia
harus kembali ke gerbongnya sendiri.
Michel berlari menyusuri
gang yang berada dinatara kursi. Ia lihat, penumpang-penumpang aneh itu masih
duduk dalam diam, dan sepertinya tidak terganggu dengan getaran keras kereta
itu.
Michel mendobrak pintu
penghubung gerbong delapan, dan mendapati pria berjaket hitam itu masih
terbaring diatas lantai. Anehnya, tidak ada satupun orang di gerbong itu yang
berusaha untuk membantu si pria berjaket hitam.
Michel mendekati pria itu,
dan melihat bahwa pria itu masih hidup, namun tengah berjuang keras untuk tetap
sadar.
“Bertahanlah, Tuan! Bantuan
sebentar lagi datang.”
Michel berusaha untuk
memberikan satu harapan pada pria itu, meski ia tidak yakin dengan akhirnya.
Pria itu mungkin saja akan mati di dalam kereta tua aneh itu.
“Mana petugas medisnya!”
Michel menggeram kesal.
“Tidak ada gunanya.” Ucap
gadis yang tadi selalu menangis itu. Wajahnya terlihat pucat, rambutnya kumal,
dan memandang serius ke arah Michel.
“Apa?”
“Semua orang akan mati.”
Ucapnya lagi. “Ini adalah waktunya. Sudah saatnya kami pergi dari tempat ini.”
Michel sama sekali tidak
mengerti dengan ucapan aneh itu. Namun sedetik kemudian ia sadari bahwa laju
kereta itu mulai cepat. Bahkan terlalu cepat bagi kereta tua seperti itu. Ada
yang tidka beres.
Kereta itu bergetar kembali
dengan hebat beberapa detik kemudian. Michel yang berdiri tak berpegangan
terpental dan menghantam dinding. Apa yang terjadi? Kereta itu seperti tengah
menembus gunung.
“Ini saatnya!” teriak pria
besar yang menghisap cerutu itu. Ia membuang cerutunya ke lantai, dan wajahnya
menjadi dipenuhi dengan ketakutan.
“Ini saatny!”
“INI SAATNYA! KAMI HARUS
PULANG!”
Tubuh Michel secara tak
terduga bergetar. Ia merasakan aura mistis secara tiba-tiba. Lampu di kereta
itu mulai berkedip, sementara kereta terus bergetar dengan hebat. Laju kereta
itu terlihat begitu cepat, mungkin melebihi kecepatan kereta modern. Tidak mungkin
terjadi, ‘kan?
Michel bangkit dari
posisinya, dan mengambil satu tindakan yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan.
Ia berlarian lagi menyusuri setiap gerbong, dan ia melihat para penumpang
berdiri dari tempat duduk mereka, mengangkat tangan mereka dengan pose yang
aneh, dan secara bersamaan mereka mengucapkan kata yang sama.
“INI SAATNYA!! KAMI HARUS
PULANG!!”
Michel tidak tahu lagi
apakah ini mimpi atau kenyataan. Ia terus berlari, hingga ia sampai di gerbong
mewah itu tadi. Petugas dalam seragam merah itu sudah tidak terlihat lagi.
Michel berlari ke pintu yang ada di ujung, yang menghubungkan kabin itu dengan
lokomotiv. Ia ingin memperingatkan masinis mengenai hal aneh yang terjadi
dengan kereta itu. Tapi…
Kedua mata Michel membesar
seketika saat ia sadari bahwa kereta itu bergerak tanpa masinis. Dan yang lebih
aneh lagi, tungku pembakaran di lokomotiv sama sekali tidak terpakai. Hanya ada
lubang besar hitam menganga tanpa apapun di dalamnya. Kereta itu bergerak
sendiri?
Belum sempat terlepas dari
keterkejutannya, ia dihadapkan pada hal mengerikan lain. Ia melihat bahwa
kereta itu akan menikung di sebuah tikungan tajam. Namun dengan kecepatan
secepat itu, kereta itu hanya akan keluar jalur dan masuk ke dalam jurang.
Michel tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Kereta itu bergetar dengan
hebat, membuat Michel kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Ia sudah tidak
tahu apa lagi yang terjadi. Ia bergerak perlahan memasuki lokomotiv, dan
menemukan tuas rem, yang sama sekali tidak dapat digunkan.
Michel melihat dengan jelas
saat kereta itu mulai mendekati tikungan tajam yang berjarak hanya sekitar dua
ratus meter di depan. Kereta itu melaju terlalu cepat, dan remnya tidak
berfungsi. Apa yang akan terjadi?
Michel hanya dapat tersenyum
karena kesal. Kenapa ia harus menaiki kereta uap aneh itu? Namun belum sempat
ia memikirkan jawabannya, kereta itu melompat keluar jalur dan jatuh terhempas
ke dalam jurang yang dalam dan gelap. Michel hanya ingat bahwa ia terpelanting,
dan menghantam sesuatu, dan ia tidak ingat lagi.
**
Kedua mata Michel tiba-tiba
saja terbuka, dengan nafas memburu. Jantungnya berdetak dengan begitu cepat,
dan ia berpikir mengenai apa yang baru saja terjadi. Ia terpelanting dan
pingsan, saat kereta itu keluar dari jalur dan terjatuh ke jurang. Tapi…
Michel tidak dapat
mempercayai apa yang ada di hadapannya. Ia masih duduk di bangku peron stasiun
Blackwood, dengan barang-barangnya masih ada di sisi kakinya. Apa yang terjadi?
Apakah ia hanya bermimpi?
Michel menutup kedua
matanya, dan menghembuskan nafas lega dari mulutnya. Ia bersyukur bahwasanya
apa yang baru saja ia alami hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang menurutnya
terlalu aneh, dan tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Mungkin pikirannya sudah
mulai terkotori dengan segala hal-hal paranormal di kota kecil itu.
Michel bangkit dari tempat
duduknya saat sebuah peluit terdengar. Kereta uap tua itu terlihat sedikit
mengerikan setelah apa yang terjadi di dalam mimpinya. Tapi apakah hal itu akan
terjadi, dan benar-benar terjadi? Michel hanya dapat tersenyum memikirkan ide
konyolnya itu.
Ia bergerak menaiki gerbong
delapan, dan tiba-tiba saja tubuhnya berhenti bergerak saat ia, dengan jelas,
melihat gadis yang menangis, pria berjaket hitam, dan pria besar dengan cerutu
di mulutnya, berada di dalam gerbong yang akan ia tempati.
“Tidak. Tidak mungkin!”
teriak Michel. Ia segera berputar, keluar dari gerbong itu. Kenapa bisa begitu?
Penumpang yang sama dari mimpinya. Kenapa hal itu bisa terjadi?
Michel membatalkan
kepulangannya hari itu, dan memilih menggunakan transportasi lain untuk keluar
dari Blackwood. Keesokan harinya mendengar sebuah kabar yang cukup mengerikan.
Ia mendengar bahwa kereta semalam keluar dari jalur dan masuk ke dalam jurang.
Tidak ada satupun jiwa yang selamat dalam tragedi itu.
****
No comments:
Post a Comment