Jenn meninggalkan masakannya yang baru setengah jadi. Ia
bergerak cepat ke ruang tengah untuk menemukan suaminya yang sedang bersantai
sambil menonton tv. Jenn berkacak pinggang sambil memberikan tatapan serius
pada pria itu.
“Bisa kau cari lagi?” tanya Jenn,
dengan nada permintaan yang terdengar begitu jelas di telinga James. James
meletakkan remot yang ia pegang seraya bangkit berdiri. Ia membalas tatapan
istrinya itu dengan pandangan peduli.
“Kau tidak perlu
memikirkannya terlalu serius, Jenn.” ucap James. “Mungkin dia masih sibuk
bermain dengan Tim.”
“Tapi ini sudah jam lima.
Sudah satnya untuk pulang.” Ucap Jenn bersikukuh dengan pendapatnya.
Permintaannya itu harus dituruti oleh James. Dan James tidak pernah benar-benar
bisa menolak permintaan istrinya itu.
Jenn mendesah berat seraya
bergerak kembali ke arah dapur, dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat
tertunda. Apa yang ia khawatirkan?
Jawabannya hanya ada satu.
Yaitu mengenai Josh yang sering bermain di tetangga dan selalu sulit untuk
diajak pulang. Memang sebenarnya bukan masalah yang serius. Jenn dan James baru
saja pindah, dan menempati rumah baru itu. Rumahnya berada di sebelah rumah
keluarga Jameson, dimana Josh biasanya bermain dengan anak dari keluarga itu,
Tim.
Josh baru berusia 4 tahun lebih.
Masih terlalu kecil untuk disekolhkan di tk manapun. Dan untuk memberikan Josh
kebebasan dan kegiatan, Jenn membiarkan putranya itu untuk bermain dengan Tim.
Josh sering bercerita
mengenai Tim saat ia pulang. Termasuk sore itu, saat ia kembali ke rumah dengan
pakaian kotor penuh lumpur. Anak kecil itu hanya dapat tertawa lebar tanpa tahu
rasa bersalah. Jenn kadang ingin marah, namun apa yang dapat ia lakukan? Josh
masih terlalu kecil dan belum banyak mengerti.
“Ohh…, dengan Tim lagi?”
ucap Jenn ketika ia dan suaminya duduk di meja makan malam itu. Josh sudah
tidur, karena terlalu lelah bermain dengan Tim.
“Yep.” Jawab James. “Seperti
biasa.”
“Aku mulai tidak suka.”
“Kenapa?” tanya James cepat.
“Dia masih kecil, sayang. Biarkan dia bermain dan…”
“Bukan itu masalahnya.”
Potong Jenn cepat. Pandangannya mengarah pada wajah suaminya, yang juga tengah
memandangnya.
“Kurasa Tim bukanlah anak
yang baik untuk diajak bermain.”
“Kenapa kau berkata seperti
itu?” tanya James.
“Itu yang diceritakan
orang-orang mengenai keluarga Jameson dan anak-anak mereka.”
“Apa yang mereka ceritakan?”
Jenn menarik nafas panjang,
dan mulai merangkai kembali cerita-cerita yang ia dengar dari para tetangga di
kawasan itu. Jenn berbicara dengan nada begitu serius, dan James tidak dapat berkata
bahwa istrinya hanya mengada-ada.
“Keluarga Jameson adalah
keluarga yang aneh, dan berantakan.” Ucap Jenn. “Mereka pindah dari Blackwood,
kau tahu tempat itu?”
“Blackwood? Kurasa, ya.”
“Kota itu penuh dengan
hal-hal misterius. Dan keluarga Jameson berasal dari sana.”
“Tidak ada hubungannya,
‘kan? Balas James setelah menyeruput kopinya. “Meski mereka berasal dari
Blackwood…”
“Bukan itu intinya.” Potong
Jenn cepat. “Aku mendengar dari para tetangga, bahwa keluarga Jameson jarang
keluar dari rumah mereka. Mereka seolah mengurung diri, menjauh dari
masyarakat, dan ada yang pernah melihat apa yang tengah Jameson lakukan di
dalam rumah.”
“Apa yang mereka lakukan?”
“Semacam ritual, atau
semacamnya. Mereka berbicara dengan nada yang aneh dan…”
“Ayolah, Jenn! yang benar
saja!” potong James yang sepertinya tidak begitu mempercayai perkataan istrinya
itu. Pandangannya bergerak cepat, dan tidak mau memnadang pada tatapan tajam
mata Jenn.
“Itu benar.” Ucap Jenn
dengan penuh nada paksaan. “Aku tidak tahu apa pendapatmu, tapi kurasa keluarga
itu bukan keluarga yang baik untuk diajak bersosialisasi. Dan kini Josh bermain
dengan mereka? Aku takut jika…”
“Jenn, sayang!” potong
James. “Aku mengerti dengan apa yang kau rasakan terhadap Josh. Dan aku
berjanji, jika memang ada yang aneh, aku akan mengurusnya.”
“Bagaimana caramu mengatasi
hal-hal gaib?”
“Jangan berpikir
macam-macam!” balas James. “Mereka belum menunjukkan hal yang terlalu
mencurigakan. Jika memang ada, aku akan melarang Josh pergi kesana.”
Jenn terdiam. Ia merasa
sedikit kesal karena James tidak pernah mau benar-benar mendengarkannya. Apa
pria itu tidak peduli pada anaknya sendiri? Tidak. Jenn tidak bisa
mengatakannya seperti itu. Ia tahu bahwa James adalah sosok ayah yang cukup
baik bagi Josh. Mungkin dirinya-lah yang berpikir terlalu jauh. Ia paranoid
dengan apa yang mungkin terjadi. Memang selama ini ia belum pernah melihat
perubahan pada sikap Josh, setelah lama bermain dengan Tim.
Jarum jam bergerak begitu
cepat, dan tanpa sadari, jarum jam sudah menunjuk angka sebelas malam. James
sudah bersiap diatas tempat tidur sambil membaca sebuah buku yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Jenn, setelah ebrganti pakaian, bergerak di koridor
mengarah pada kamar Josh. Ia lihat Josh tertidur dengan begitu pulas. Memang sepertinya
anak itu lelah setelah seharian bermain.
Jenn masuk ke dalam kamarnya
sendiri, lalu merangkak ke atas tempat tidur, duduk di sebelah suaminya. Jenn
berpikir mengenai apa yang mungkin terjadi seandainya apa yang dikatakan
orang-orang mengenai keluarga Jameson memang benar. Sedetik kemudian, ada satu
hal yang Jenn pikirkan, yang sebelumnya belum pernah terpikirkan.
“Sayang…” ucapnya, menarik
perhatian James. James memandang istrinya dengan tatapan serius.
“Kau pernah berpikir?”
“Soal apa?”
“Soal Tim. Anak itu.” Ucap
Jenn. “Bukankah aneh? Kita tidak pernah melihat sosok Tim, meski Josh bercerita
mengenai anak itu berkali-kali.”
James terlihat berpikir
selama satu menit, kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Ya.”
“Saat kau menjemput Josh
sore tadi…” lanjut Jenn. “Apa kau melihat Tim? Maksudku…, apakah Josh
benar-benar bermain dengan anak itu?”
“Tidak.” Jawab James, yang
sedikit mengejutkan bagi Jenn. “Ny. Jameson yang mengantarkannya ke depan
rumah. Dan…, ya. Aku memang tidak pernah melihat sosok Tim.”
“Aneh bukan?”
“Kau tidak mengaitkannya
dengan hal-hal mengenai Blackwood lagi, ‘kan?”
“Oh, James….”
“Sayang! Aku bertemu dengan
Ny. Jameson. Dan dia terlihat begitu baik. Dia terdengar begitu sopan, dan
bahkan ia meminta maaf karena Tim mengajak Josh bermain terlalu lama.”
“Benar begitu?”
“Ya.” Jawab James.
“Sudahlah! Jangan terlalu berat memikirkannya, dan tidurlah.”
Malam semakin larut. Namun
Jenn tidak bisa tidur tenang karena ia terus memikirkan mengenai keluarga
Jameson. Sudah seminggu ia tinggal di rumah baru ini, namun ia tidak pernah
sekalipun berjabat tangan dengan salah satu dari Jameson. Bukankah aneh? Apa
memang ada kaitannya dengan hal-hal berbau Blackwood?
Jenn menggelengkan kepalanya
dengan cepat. Tidak. Ia tidak boleh berpikiran buruk mengenai apa yang belum
benar-benar ia ketahui. Malam semakin lama semakin dingin, dan Jenn yang
awalnya tidak bisa tidur, kini mulai menutup kedua matanya. Dalam beberapa
menit, ia terjatuh ke dalam alam warna-warni mimpi yang terbilang cukup aneh.
**
Mungkin karena mimpi yang
terlalu aneh itu, Jenn terbangun dengan jantung berdegup kencang. Ia merasa ada
yang tidak beres di dalam mimpinya. Dan ketika ia sudah membuka matanya, dan
mendapati dirinya masih di dalam kamarnya yang hangat, Jenn dapat bernafas
lega. Namun ketika ia akan kembali tidur, ia mendengar suara samar yang datang
dari arah koridor. Sebuah suara yang ia kenal betul dan tidak mungkin ia salah
mendengar.
Suara Josh terdengar begitu
nyaring di tengah kelamnya malam. Apa Josh terbangun? Jenn benar-benar yakin
bahwa suara yang ia dengar adalah suara Josh. Dan ada satu atau dua tawa kecil
yang keluar dari arah kamar putranya itu.
Jenn seketika bangkit dari
tempat tidur dan mengarah ke pintu. Semakin ia mendekat, suara itu semakin
jelas terdengar. Tim terdengar sedang berbicara dengan seseorang. Satu hal yang
tentu saja aneh, mengingat Jenn tidak punya anak lain.
Jenn sudah benar-benar
penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada putranya itu. Ia tidak pernah
ingat bahwa anaknya itu sering mengigau dalam tidur. Tidak. Josh belum pernah
melakukannya.
Jenn dalam sekejap sudah
berdiri di koridor yang remang. Dan diujung koridor ia dapat melihat cahaya
jingga yang berasal dari kamar Josh. Josh terbangun dan menyalakan lampu. Tapi
untuk apa?
Jenn bergerak cepat mengarah
pada kamar putranya itu. Suara yang ia dengar semakin jelas, dan cukup
meyakinkan bahwa itu adalah suara Josh.
“Aku lelah. Seharusnya kau
pulang.” Ucap Josh terdengar sampai ke koridor. Jenn bergerak mendekati pintu
yang sedikit terbuka, dan mendapati putranya itu tengah duduk diatas lantai
sambil memainkan boneka beruanganya. Jenn mengernyit. Pemandangan yang tidak
biasa ini tentu saja terasa begitu aneh baginya.
“Josh? Sayang?” panggil Jenn
seraya bergerak masuk ke dalam kamar anak itu. Josh, yang masih terbalut dengan
piyama memutar kepalanya ke arah suara Jenn. Josh terlihat bingung, dan terus
menatap kedatangan ibunya.
“Kenapa kau terbangun?”
tanya Jenn. “Kau mimpi buruk?”
“Tidak.” Jawab Josh sambil
menggelengkan kepalanya. “Aku hanya ingin bermain. Dia ingin bermain denganku.”
Jenn merasakan bulu kuduknya
berdiri seketika, dan ia seperti merasakan ada udara dingin yang menyapu
telinganya. Jenn bergidik, merasa sedikit ngeri tanpa alasan yang jelas. Ia
mengernyitkan keningnya, dan memandangan Josh dengan serius.
“Siapa dia?” tanya Jenn.
Josh terdiam. Jenn tahu
bahwa ada satu hal yang Josh sembunyikan darinya. Tapi apa? Apa yang mungkin
disembunyikan oleh anak usia 4 tahun? Tidak masuk akal, namun memang
benar-benar terjadi.
“Josh? Katakan, sayang!”
ucap Jenn lagi. Pandangan mata Josh tidak betul-betul fokus. Dan Jenn yakin
bahwa ada yang tidak beres dengan Josh malam itu. Tepat ketika ia ingin
memanggil suaminya, Josh tersenyum ke arahnya sambil mengangkat boneka beruang
yang ia pegang.
“Tn. Plush ingin bermain
denganku.” Ucap Josh dengan nada lucunya. Jenn masih bingung dengan apa yang ia
dengar. Tapi ia dengan jelas mendengar bahwa Josh hanya ingin bermain dengan
bonekanya.
“Tn. Plush ingin bermain?”
tanya Jenn. “Kenapa sekarang, sayang?”
“Dia tidak bisa bermain saat
siang hari.”
“Saatnya tidur.” Ucap Jenn
seraya mengangkat Josh dari lantai. Josh masih memegang erat boneka beruang
berwarna coklat itu. Jenn kemudian meletakkan Josh diatas tempat tidur,
menyelimutinya, dan menunggu hingga Josh benar-benar tertidur. Dan selama ia
berada di sisi Josh, Jenn tidak pernah bisa menjabarkan keanehan akan apa yang
baru saja terjadi.
“Apa?!” balas James keesokan
harinya ketika Jenn menceritakan hal mengerikan itu. James sendiri tidak merasa
bahwa ada yang aneh mengenai sikap Josh semalam.
“Sayang, kau berpikir
terlalu jauh.” Ucap James. “Seperti kata Tim, dia hanya ingin bermain dengan
bonekanya. Tidak ada yang aneh, ‘kan?”
“Tapi…” balas Jenn dengan
nada keputusasaan. “Tidakkah aneh? Tengah malam, pukul dua, dan Josh berbicara
sendiri. Dengan boneka itu? Kurasa ada yang tidak beres.”
“Mungkin kau yang tidak
beres.”
“Apa?!”
Jenn menatap bingung pada
apa yang baru saja Jemas ucapkan. Apa James menganggapnya gila?
“James, kau…”
“Kau, Jennifer.” Potong
suaminya dengan nada sedikit keras, karena ia sudah terlalu pusing mendengar
segala sesuatu yang aneh, yang keluar dari mulut istrinya.
“Aku sudah menahannya sejak
beberapa hari yang lalu. Kau selalu curiga. Kau selalu berpikir macam-macam.
Kenapa denganmu?”
“Kenapa denganku?” balas
Jenn, yang juga menaikkan nada bicaranya. “James, aku tidak mengada-ada. Aku
memang merasakan bahwa ada yang aneh dengan…”
“Cukup!” bentak James seraya
melempar koran yang ia pegang. “Jennifer, kau merusak situasi pagi ini.”
James bergerak cepat keluar
dari rumah sambil membanting pintu depan. Jenn hanya dapat mendesah, menyesali
apa yang baru saja terjadi. Ia memang pernah bertengkar dengan James
sebelumnya. Namun ia akui bahwa James sebenarnya bukan tipe orang yang mudah
marah. Dan kini saat ia marah, mungkin memang ada yang benar-benar membuatnya
seperti itu. Apakah karena ucapannya? Jenn merasa bahwa apa yang ia rasakan
bukanlah mengada-ada. Insting seorang ibu selalu benar. Itu yang dikatakan
orang-orang.
Jenn benar-benar tidak dapat
melepaskan pikirannya dari keluarga Jameson. Dari dapur tempatnya memasak, ia
dapat melihat rumah yang ada di samping rumahnya itu. Sebuah rumah yang
terlihat tua, sama seperti kebanyakan rumah di kawasan itu. Namun segalanya terlihat
begitu normal. Apakah aneh jika ia berpikir terlalu radikal mengenai keluarga
Jameson?
“Josh! Josh!” panggil Jenn
saat ia sudah menyiapkan makan siang untuk putranya itu. Jenn bergerak naik ke
lantai dua, melihat ke dalam kamar, namun Josh tidak ia temukan. Ia bergerak
lagi turun, dan mencari ke segala tempat, namun Josh juga tidak ia temukan.
Jenn baru menyadari sesaat
kemudian bahwa pintu belakang rumahnya terbuka. Pikiran Jenn mengatakan bahwa
mungkin Josh keluar tanpa ia ketahui. Kemana? Rumah Jameson lagi?
Jenn keluar dari pintu
belakang, dan bergerak menyeberangi halaman belakang hingga ia sampai di pintu
pagar yang menghubungkan halaman belakang rumahnya dengan halaman belakang
keluarga Jameson. Tidak Jenn sangka bahwa ia akan disambut oleh seorang wanita
berambut hitam tergelung dengan satu senyum di wajah.
“Maaf, Ny. Jameson?”
“Kau pasti Jennifer.” Ucap
wanita itu dengan sikap ramah. Sama sekali tidak ada keanehan dari sikap dan
cara bicaranya.
“Kami abru pindah, seminggu
yang lalu.” Ucap Jenn. “Salam kenal.”
“Aku senang dengan kehadiran
kalian disini. Tempat ini begitu nyaman, damai.”
Jenn mencoba untuk memotong
basa-basi itu. Ia segera menanyakan apakah Josh sedang bermain dengan Tim.
“Oh, ya. Ya.” Ucap wanita
itu. “Dia ada di dalam, bemain dengan Tim. Tidak ada yang perlu kau
khawatirkan, Jennifer. Anakmu aman berada denganku.”
“Boleh aku menemuinya?”
“Kurasa mereka sedang tidak
ingin diganggu.” Ucap Ny. Jameson. “Seperti kataku, mereka akan baik-baik
saja.”
Jenn berdiri dalam keraguan.
Apakah ia dapat mempercayai ucapan dari wanita yang belum ia kenal itu? Dari
apa yang ia lihat, memang tidak ada yang aneh dari wanita itu. Tidak seperti
apa yang ia bayangkan. Ny. Jameson benar-benar ramah, seperti apa yang
dikatakan oleh James kemarin.
“Oke.” Ucap Jenn.
Jenn terpaksa harus kembali
ke dalam rumah tanpa dapat menemui putranya. Jika apa yang Ny. Jameson ucapkan
benar, mungkin ia tidak perlu terlalu khawatir.
Sulit bagi Jenn untuk tidak
memikirkan soal Josh. Ia berkali-kali melongokkan kepalanya melalui jendela,
memandang ke arah rumah Jameson yang entah kenapa selalu terlihat gelap dan
sunyi. Jenn sadar bahwa tirai jendela selalu tertutup, dan ia tidak dapat
menyaksikan apa yang ada di dalam rumah itu.
Jenn mencoba menenangkan
dirinya kembali. Apakah kini ia harus merasa terlalu kahwatir? Ya. Tentu saja.
Tapi ia tidak dapat melihat keberadaan Josh siang itu. Hingga pukul tiga, Jenn
berdiri di samping dapur, mengawasi dari jendela pada rumah Jameson.
Perhatian Jenn teralih saat
ia dengar suara pintu depan terbuka. Masuklah James yang terlihat kotor dan
kelelahan setelah bekerja seharian. Kemarahannya pagi tadi sepertinya sudah
sirna. Ia memberikan satu senyuman pada istrinya itu.
“Kau sudah tidak apa-apa?
Maafkan aku soal pagi tadi!” ucap James sambil mengecup dahi istrinya.
“Aku masih khawatir.” Ucap
Jenn. “Mengenai Josh. Dia pergi lagi ke rumah Jameson. Dan ketika ia akan
kuajak pulang, aku dihadang oleh Ny. Jameson. Ia mengatakan bahwa Josh
baik-baik saja.”
“Dia bermain dengan Tim?”
“Itu yang ia katakan.” Balas
Jenn.
Jenn melakukan pekerjaan
rumah hingga tidak terasa jarum jam menyentuh pukul lima. Seperti biasanya, ia
harus memandikan Josh di jam-jam seperti itu. Tapi Josh belum juga pulang.
“Aku akan mencarinya.” Ucap
James seraya bangkit dari kursi yang ia duduki. Korannya ia letakkan begitu
saja.
“Kau tidak perlu khawatir.”
Jenn akhirnya dapat melihat
putranya beberapa menit kemudian. Seperti kemarin, tubuh Josh penuh dengan
lumpur. Bagaimana mungkin? Ny. Jameson mengatakan bahwa mereka bermain di dalam
rumah.
Jenn melihat satu perubahan
dalam raut wajah suaminya itu. Ada sedikit hal yang sepertinya mengganggu, dan
James tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Ada apa?” tanya Jenn. Namun
James hanya melepas satu senyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa.”
Jenn merasa bahwa
kehidupannya selama seminggu terakhir benar-benar berat. Pikirannya dipenuhi
dengan kecurigaan terhadap keluarga Jameson. Terutama tentang Tim, yang tidak
pernah terlihat batang hidungnya. Jenn terus memikirkan perkataan orang-orang
mengenai keluarga Jameson.
“Jangan dekat-dekat dengan
mereka!” ucap salah seorang tetangga beberapa hari yang lalu.
Jenn berbaring diatas tempat
tidur saat malam menjelang. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, dan
keadaan begitu hening. Sesaat sebelum ia naik ke atas tempat tidur, ia sempat
mengintip dari jendela, melihat ke arah rumah Jameson. Keadaan rumah itu
terlihat gelap, dan hanya ada satu jendela yang memancarkan cahaya jingga.
“Jenn…” ucap James yang
masih belum bisa tidur. Jenn naik ke atas tempat tidur dan memandang ke arah
pria itu.
“Kurasa kau benar.”
Lanjutnya.
“Soal apa?” tanya Jenn. Ia
tidak ingat bahwa ia pernah mengatakan sesuatu pagi tadi, atau seharian itu.
“Ucapanmu kemarin.” Ucap
James. “Mengenai keberadaan Tim yang tidak diketahui, aku mulai merasa curiga.
Sama sepertimu.”
“Sayang, apa yang terjadi?”
tanya Jenn. Ia tahu bahwa mungkin James menemukan satu keanehan pada keluarga
Jameson. Dan tebakannya ternyata benar.
“Saat aku menjemput Josh
sore tadi, aku menemukan Josh bermain di halaman belakang. Aku sempat mendengar
ucapan-ucapan Josh, seolah ia sedang berbicara dengan anak lain. Kupikir Tim,
mungkin aku bisa melihat sosok bocah itu. Tapi ketika aku sampai di halaman
belakang, hanya ada Josh disana. Tidak ada orang lain.”
“Seperti semalam…”
“Ya.” Sahut James. “Kau
mengatakan Josh bermain sendiri semalam, ‘kan? Mungkin ada kaitannya dengan
Tim. Bocah itu. Anak keluarga Jameson.”
“Aku mulai takut.” Ucap
Jenn. “Kau tidak memiliki pemikiran sama seperti apa yang kupikirkan, ‘kan?”
James mendesah pelan. Kedua
matanya itu terlihat tidak dapat tenang sedetikpun, dan terus bergerak ke
setiap sudut. Pada akhirnya, mata itu kembali ke arah wajah Jenn.
“Kurasa memang sama.”
**
Jenn benar-benar tidak
mengerti dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi di rumah samping itu. Rumah
keluarga Jameson, bagaimanapun cara melihatnya, tetap terlihat sepi dan
mencurigakan. Jenn hanya berharap bahwa pemikiran buruknya mengenai keluarga
itu salah. Namun di saat yang bersamaa, dugaannya, ditambah dengan ucapan
tetangga lain, membuat Jenn begitu yakin bahwa memang ada yang tidak beres.
Jenn melakukan pekerjaan
rumahnya seperti biasa. Memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, dan
menjemurnya di halaman belakang. Ia smepat melirik ke arah rumah Jameson, yang
seperti biasanya terlihat sepi seolah tak berpenghuni.
Jenn mencoba untuk melupakan
mengenai keluarga itu. Namun pikirannya selalu kembali pada sosok Jameson. Dan
ia juga bertanya-tanya tentang Tim, si bocah misterius yang tidak pernah
terlihat itu.
Jenn sudah mencoba
membicarakan mengenai tingkah aneh Josh pada temannya lewat telepon. Bahkan
Jenn juga sudah menceritakannya pada tetangga lain di kawasan itu.
“Putranya, Tim, ‘kan?” ucap
Jenn. “Dari usia kedua Jameson, kurasa Tim bukan anak yang pertama.”
“Tidak ada yang tahu
mengenai berapa banyak anak yang Jameson miliki.” Balas teman Jenn. “Dan
mengenai Tim, ya. Aku sempat mendengar desas-desus yang tidak wajar. Mengenai
Tim yang tidak pernah terlihat, namun Jameson selalu membicarakannya.”
“Josh selalu bermain dengan
anak itu.” Ucap Jenn. “Entahlah. Aku masih merasa tidak begitu yakin dengan
Tim, dan segala sesuatunya mengenai Jameson.”
Jenn mencoba untuk bersantai
sejenak siang itu, untuk membuang segala kepenatan yang ada di dalam kepalanya.
Tentu ia masih memikirkan soal Josh. Saat itu Josh sudah menghilang lagi.
Mungkin ada di rumah Tim lagi.
Jenn tersentak kaget saat
mendengar sebuah teriakan dari arah depan rumahnya. Jenn bangkit dari sofa dan
berlari cepat ke bagian depan rumah, dimana ia menemukan suaminya, James, yang
terlihat tengah merangkul Tim.
“Ada apa?” tanya Jenn seraya
menuruni tangga teras. Sebelum James dapat menjelaskan, ia melihat Josh
berlumuran dengan sesuatu yang berwarna merah, yang mengotori seluruh tangan
dan pakaiannya.
“Josh! Astaga!” Jenn mencoba
mendekati, dan seketika mencium bau aneh dari tubuh Josh. Cairan merah kental
itu mengeluarkan bau busuk yang menusuk hidung. Dan tidak perlu lagi menebak
apa sebenarnya cairan merah itu.
“Ini sudah kelewatan.” Ucap
James. “Josh mengatakan padaku ada hewan mati di dalam sana, Jenn. Di rumah
itu!”
“Jameson…, bagaimana…”
“Ini mulai mencurigakan.”
Sahut James. “Aku akan memanggil polisi.”
Jenn dan James hanya dapat
melihat dari teras rumah saat dua mobil patroli polisi terparkir di depan rumah
keluarga Jameson. Orang-orang dari rumah lain terlihat memadati jalan, mencoba
untuk melihat apa yang terjadi.
Satu jam telah berlalu
semenjak kedatangan polisi itu, dan hari sudah mulai gelap. Jenn menunggu James
di dapur bersama dengan Josh, yang terlihat sudah lebih bersih dari beberapa
jam yang lalu.
Pintu depan terbuka beberapa
menit kemudian. James, dengan wajah sayu seolah kelelahan, bergerak memasuki
dapur untuk menemui istrinya. Jenn mencoba bertanya dengan caranya memandang.
“Sudah terbongkar.
Semuanya.” Ucap James. “Mengenai keluarga Jameson, dan segala keanehan yang
terjadi di rumah itu.”
“Apa yang terjadi?”
“Segala sesuatunya yang
orang-orang bicarakan mengenai Jameson benar. Mereka melakukan praktik ilmu
hitam di dalam rumah itu. Polisi menemukan semacam ruangan yang diubah menjadi
semacam altar, dimana bangkai-bangkai hewan terlihat berserakan. Dari darahnya
yang ada, kurasa Josh tidak sengaja masuk ke sana pagi tadi.”
“Bagaimana dengan Tim?”
“Tidak ada.” Jawab James. “Polisi
sudah mencoba bertanya mengenai keberadaan anak itu. Namun jawaban yang Jameson
berikan selalu beralih, mencoba untuk mengelak. Polisi akhirnya melakukan
pencarian di seluruh isi rumah itu, dan mereka menemukannya.”
“Tim?”
“Terkubur di ruang bawah tanah,
di dekat mesin cuci. Mayatnya hanya ditutup dengan semacam papan kayu di
lantai. Dari keterangan polisi, Timothy sudah meninggal sejak beberapa minggu
yang lalu. Mayatnya sudah membusuk. Jameson kurasa akan dikenai pasal
pembunuhan.”
Jenn merasakan satu perasaan
yang aneh saat mendengar keterangan itu. Tim sudah mati sejak beberapa minggu
yang lalu, sebelum kedatangan mereka. Seketika, Jenn teringat dengan apa yang
ia dengar mengenai segala sesuatunya mengenai Tim dari cerita yang Josh
berikan. Ia memandang secara bersamaan dengan James, ke arah Josh yang
sepertinya tidak tahu apa-apa. Dan keduanya menyimpulkan bahwa selama ini, Josh
bermain dengan arwah Tim.
Jenn dan James tidak
habis-habisnya membicarakan apa yang terjadi, hingga tak mereka sadari bahwa
malam semakin larut. Dari jendela kamar mereka dapat melihat kediaman Jameson,
yang gelap, tertelan oleh kepekatan malam.
Jenn memutuskan untuk
mengajak Josh tidur bersama malam itu. Anak itu tidur di tengah, terapit oleh
kedua orang tuanya. Jenn mengelus rambut Josh, dan bersyukur bahwasanya tidak
ada hal buruk menimpa putranya itu.
“Tidur, sayang! Sudah
malam.” Ucap Jenn. wajah polos anak itu mengarah pada kedua wajah di
sampingnya.
“Aku tidak bisa tidur.” Ucap
Josh lirih.
“Kenapa, sayang?” tanya Jenn.
Josh terlihat bingung untuk
sesaat, membuat Jenn dan James saling melempar pandangan.
“Josh?”
“Boleh dia tidur disini?”
tanya Josh sedetik kemudian. Jenn berpikir sejenak. Siapa yang Josh maksudkan.
Mungkin boneka beruang itu? Tapi boneka itu sudah ada dalam pelukan Josh.
“Siapa, sayang?” tanya Jenn.
Josh seketika menunjuk ke arah pintu kamar, sambil berkata,
“Tim sudah ada di depan
pintu.”
****
No comments:
Post a Comment