Thursday, March 9, 2017

VALENTINE BERDARAH



Rhonda membuka-buka kembali halaman majalah fashion yang ada di tangannya. Kedua matanya bergerak cepat meneliti katalog baju yang dijual di awal bulan Februari, yang akan cocok digunakan untuk kencan atau sekedar makan malam di hari Valentine.
Rhonda memang sudah terobsesi dengan yang namanya hari Valentine sejak ia masuk ke sma. Setiap tahun, ia selalu menyiapkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya di hari yang spesial itu. Dan bukan untuknya saja. Tentu saja untuk teman kencannya juga. Namun ada satu hobi jelek dari Rhonda yang sudah terkenal di smanya, bahkan di kalangan teman-teman terdekatnya. Ia selalu bergonta-ganti pasangan setiap tahunnya, dan tidak mau menambatkan hatinya pada seorang pria lebih dari dua bulan.
Hal itulah yang kadang menjadi pokok pembicaraan di kalangan teman-temannya. Teman-temannya selalu menasehatinya agar ia mau sedikitnya menghargai sebuah hubungan cinta. Namun bagi Rhonda, perjalanan cintanya adalah seperti sebuah petualangan, yang harus berganti setiap waktunya agar ia tidak bosan.
“Serius.” Ucap Dana teman sekelasnya. “Suatu saat kau akan menyesal bergonta-ganti pasangan seperti ini, Rhonda. Apa kau tidak punya perasaan terhadap lelaki-lelaki yang kau tinggalkan itu?”
“Oh, Dana! Kumohon!” balas Rhonda sambil memutar matanya. “Jangan menguliahiku saat ini. Aku sedang sibuk, kau tidak lihat?”
Rhonda sibuk membalasa pesan-pesan yang masuk dari salahs eorang pria yang baru saja ia kenal. Dan sejak beberapa minggu terakhir, ia memang sedang terobsesi dengan segala sesuatunya mengenai pria itu.
“Siapa lagi yang akan kau kencani saat ini?” tanya Dana. “Kurasa kau sudah mengencani setiap cowok keren di sekolah ini.”
“Ada kenalan baru.” Jawab Rhonda sambil tersenyum, namun dengan kedua mata terus teraku pada ponselnya. “Seorang pria dewasa yang sepertinya akan menjadi pria terbaik untuk hari Valentine.”
“Pria? Dimana kau mengenalnya?”
“Apa itu penting?” balas Rhonda, sekali lagi memutar matanya. “Yang terpenting adalah, dia peduli padaku dan sepertinya akan menjadi teman kencan yang baik.”
“Dan kau juga akan memutusnya setelah dua bulan berlalu?”
Rhonda sedikit ragu dengan hal itu. Ya. Biasanya ia hanya akan mencampakkan begitu saja lelaki yang sudah ia kencani. Namun dengan pria yang baru ia kenal itu, ia merasa benar-benar menyambung. Ada satu sisi dari cara bicara pria itu yang membuatnya merasa begitu nyaman dan aman. Berbeda dengan lelaki seumurannya yang lebih suka bermain-main. Pria itu terlihat lebih serius.
“Ingat, kau harus bertahti-hati!” ucap Dana memperingatkan. “Mungkin dia bukan pria baik-baik.”
Rhonda kembali memutar matanya. Ia kesal saat Dana terus menceramahinya seolah ia seperti seorang gadis kecil. Rhonda tahu apa yang ia lakukan, dan Dana sepertinya ahrus tutup mulut. Hubungan percintaannya dengan seseorang adalah urusan pribadinya. Dan ia tidak mau diganggu.
Sepulang sekolah, yang Rhonda lakukan hanyalah terus mengirim pesan kepada pria yang baru saja ia kenal itu. Sesekali ia melakukan pembicaraan di telepon, namun yang lebih sering adalah melakukan chatting via IM. Jika sudah melakukan chat dengan pria itu, Rhonda lupa dengan segalanya. Ia sudah berada di tahun terakhir Sma, dan seharusnya mulai belajar mempersiapkan ujian finalnya. Namun apa yang ia lakukan justru sebaliknya. Ia seolah tidak peduli lagi pada sekolahnya.
“Rhonda, kau baik-baik saja?” tanya ayahnya saat makan malam. Ayah Rhonda pun khawatir dengan putrinya yang jarang berbicara dan terus memegang ponsel di tangannya.
“Letakkan ponsel itu dan makan!” ucap ibunya dengan tegas. Namun Rhonda adalah satu-satunya anak dari keluarga itu. Ia sudah sering dimanja dan ucapan ibunya sama sekali tidak berarti.
“Ini urusan penting, ibu!” ucap Rhonda. “Tidak bisa aku tinggalkan sedikitpun.”
“Kau, dan pacar barumu itu?” ucap ibunya. “Temanmu Dana mengatakan kau mulai mengencani pria tak dikenal. Apa itu betul?”
“Apa?!” Rhonda tidak menyangka bahwa teman sekelasnya itu akan mengadukannya pada ibunya. Seketika, Rhonda merasa sedikit kesal dengan temannya itu.
“Tidak.” Ucap Rhonda sedetik kemudian. Namun ayahnya sepertinya sudah sadar bahwa ia mulai mengencani pria yang tidak jelas.
“Sudah berapa kali kukatakan padamu, Rhonda, sayang?” ucap ayahnya. “Hati-hati dalam memilih lelaki yang akan kau kencani. Dan apa yang selalu kudengar berbanding terbalik dengan apa yang selalu kukatakan padamu. Kau sering mengencani pria dan mencampakkan mereka begitu saja.”
“Aku tidak perlu nasehat soal kencan, ayah!” ucap Rhonda sedikit kesal. Ia seketika bangkit dari kursi dan bergerak kembali ke arah kamarnya. Sama sekali tidak menghiraukan teriakan ayah dan ibunya.
Kenapa setiap orang selalu mencoba mengganggunya? Itu yang Rhonda pertanyakan di dalam kepalanya. Satu-satunya cara untuk meleakan perasaan kesalnya, hanyalah dengan cara terus berhubungan dengan pria itu.
Nama pria itu Peter. Seorang pria dewasa yang katanya bekerja sebagai seorang detektif swasta. Rhonda begitu girang ketika pria itu mau menerima tawaran pertemanannya dari media sosial. Siapa kira ia bisa berkenalan dan kini berhubungan dengan pria sekeren itu? Teman-temannya pasti akan iri dengannya.
“Aku tidak sabar untuk segera bertemu.” Ucap pria itu di IM yang baru saja ia kirimkan pada Rhonda. Dan Rhonda membalasnya cepat.
“Bagaimana jika Sabtu besok?” dan jawaban dari pria itu membuat Rhonda melonjak-lonjak di dalam kamarnya.
“Yes!” seru Rhonda saat Peter menyetujui ajaknnya. Kencan Sabtu besok mungkin akan menjadi kencan latihan untuk hari Valentina yang tinggal satu minggu lagi. Rhonda benar-benar tidak sabar.

**

Hari Sabtu yang ia tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Rhonda bahkan tidak berkonsentrasi dengan pelajaran yang ia terima hari itu, sebab ia selalu sibuk dengan ponsel dan IM-nya. Peter, terus berbicara dengannya mengenai rencana malam nanti.
“Ayolah, Rhonda!” ucap Dana saat istirahat siang. “Pria itu sepertinya mencurigakan. Kau tidak bisa…”
“Kau hanya iri denganku, ‘kan, Dana?” potong Rhonda cepat. Ia sedikit kesal dengan temannya itu.
“Aku mengatakan sejujurnya.” Ucap Dana. “Aku peduli padamu, dan tidak ingin kau jatuh dalam masalah.”
“Tidak akan ada masalah.” Ucap Rhonda. “Peter sepertinya pria baik-baik.”
Rhonda begitu yakin dengan perasaannya. Sepulang sekolah hari itu, ia langsung mengarah ke kloset pakaiannya dan mulai memilih baju yang cocok yang akan ia gunakan untuk kencan malam nanti. Seolah ia akan bertemu denga presiden, ia menyibukkan dirinya. Ia bahkan tidak makan siang.
“Mau kemana kau, Rhonda?” tanya ibunya malam itu saat Rhonda keluar dari kamar, sudah berdandan dengan rapi.
“Ada kencan dengan seseorang.” Jawab Rhonda. “Dengan pria yang kuceritakan waktu itu.”
“Kau serius?” balas ibunya. “Kau harus berhati-hati dengan…”
“Ibu! Aku tahu!” Rhonda mendesah. “Tidak akan ada apa-apa denganku. Jangan khawatir!”
“Dia akan menjemputmu disini?”
“Tidak.” Jawab Rhonda. “Aku akan menemuinya di kedai terdekat. Mungkin kami akan makan disana.”
“Tapi, Rhonda…”
Rhonda tidak mau mendengar apapun dari mulut ibunya. Seketika, ia melangakahkan kakinya dan pergi dari rumah. Membuat ibu dan ayahnya heran dengan sikap tak acuhnya itu.
Restoran tempat Rhonda bertemu dengan Peter sebenarnya terletak tak jauh dari kawasan perumahan. Dan Rhonda, yang sudah bersiap diri sejak beberapa jam yang lalu, mulai merasa gugup ketika ia akan bertemu dengan kencannya itu untuk yang pertama kali. Ya. Rhonda belum pernah bertemu langsung dengan lelaki itu kecuali lewat video call.
Rhonda menunggu dengan sabar di sebuah meja. Hingga akhirnya, pria yang ia tunggu-tunggu itu datang. Seorang pria yang terlihat begitu menawan dalam balutan blazer hitam yang menutupi t-shirt putihnya. Senyum dari pria itulah yang membuat Rhonda lupa akan segalanya.
Keduanya melakukan banyak hal malam itu. Rhonda mendapatkan pengalaman yang luar biasa dengan Peter. Tidak sama dengan para lelaki yang sudah ia kencani selama ini, Peter tentu saja lebih dewasa dan juga pengertian. Untuk sesaat, Rhonda berpikiran mungkin ia akan menetapkan Peter sebagai kekasihnya.
Kegiatannya dengan Peter tidak hanya malam itu saja. Semenjak malam itu, Peter selalu menjemputnya sepulang sekolah dan mengajaknya ke berbagai tempat di kota. Makan, menonton film dan sebagainya. Bahkan keduanya sempat berbelanja. Rhonda bahkan tidak sadar ia sudah menghabiskan uang tabungannya dalam sehari.
“Bagaimana jika bertemu dengan teman-temanku?” tanya Rhonda di akhir kencan suatu hari. Mobil yang ia tumpangi berhenti beberapa rumah dari rumahnya. Entah kenapa Peter tidak mau memarkir mobilnya tepat di depan rumah Rhonda.
“Maaf, Rhonda!” ucap Peter. “Mungkin lain kali.”
Kenyataan bahwa Peter tidak mau bertemu dengan satupun teman Rhonda membuat teman Rhonda, Dana, sedikit curiga.
“Aku kini benar-benar khawatir padamu, Rhonda.” Ucap Dana. “Pria itu sepertinya buka pria baik-baik. Kenapa ia tidak mau bertemu dengan kami, teman-temanmu? Dan katamu dia selalu memakai slayer yang terus menutupi wajahnya?”
“Peter orang yang baik.”
“Bagaimana kau tahu?” tanya Dana cepat. “Rhonda, dia…”
“Bisakah kau diam, Dana?” sentak Rhonda kesal. “Aku tidak peduli apa katamu soal Peter. Peter begitu sempurna di mataku, dan tidak akan ada apapun yang terjadi. Kami akan baik-baik saja.”
Mulai saat itu, Dana mencoba untuk tidak mengungkit lagi mengenai Peter ataupun kencan dan Rhonda lakukan. Dan tanpa sadar, hari Valentine sudah tiba. Di sekolah Rhonda tindak henti-hentinya melakukan chat dengan Peter, berbicara mengenai acara untuk malam nanti.
“Aku sudah tidak sabar.” Tulis Rhonda. “Tunggu aku!”
Seperti biasa, Rhonda harus berjalan sedikit jauh dari rumahnya untuk bertemu dengan Peter. Ia masih tidak tahu kenapa Peter tidak mau menjemputnya di depan rumah.
“Malam Valentine.” Gumam Rhonda sambil terkikik saat masuk ke dalam kabin mobil Peter. Peter, seperti biasa, terlihat aneh dengan syal yang terus menutupi lehernya itu.
“Aku akan membawamu ke tempat spesial, Rhonda. Malam ini.”
Rhonda begitu bersemangat dengan kencan malam itu, dan ia lupa segalanya. Sambil duduk di bangku penumpang, ia dengan santai meminum sekaleng kopi yang diberikan oleh Peter. Namun hal yang tidak iaduga terjadi beberapa saat kemudian.
Ia mulai merasa begitu pening dan merasakan kepalanya berat. Karena apa? Apakah ia mabuk perjalanan? Bukan. Rhonda tidak pernah memiliki masalah soal itu. Tapi…, jantungnya tiba-tiba saja berdebar tanpa sebab yang jelas, dan rasanya begitu nyeri. Rhonda seolah nyaris kehabisan nafas.
“Peter, aku…” Rhonda tidak dapat berkata-kata. Ia rasakan seluruh otot di tubuhnya melemas, dan ia tidak memiliki kekuatan untuk berbicara lagi. Dan tanpa ia sadari, kepalanya terkulai, dan ia jatuh pingsan. Hanya satu kaliman terakhir dari Peter yang ia dengar.
“Kau akan baik-baik saja.”

**

Rhonda tersadar. Namun kedua matanya masih terpejam. Satu hal yang ia sadari, ia sudah tidak ada di dalam mobil. Ketika ia mencoba membuka keuda matanya, cahaya terang dari sebuah lampu gantung menusuk matanya. Rhonda mengerang, masih merasakan tubuhnya begitu lemas. Dan ia menjadi sedikit panik saat ia sadari bahwa…
Ia terikat pada sebuah kursi!
Rhonda meronta, mencoba melepaskan diri namun usahanya itu sia-sia. Kenapa? Kenapa ia terikat di kursi? Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Dan dimana Peter?
Rhonda melihat ke seisi ruangan dimana ia berada. Dan baru sekilas lihat saja, ia rasanya mau muntah. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai maca perkakas tajam yang terlihat ternodai oleh cairan merah kehitaman. Apa itu? Darah?
Jantung Rhonda berdebar seketika. Apakah ia baru saja diculik dan kini disekap? Oleh siapa?
Jawabannya hanya ada satu.
Peter bergerak perlahan masuk ke dalam ruangan itu dengan satu seringai di wajahnya. Kesan tampan dan berwibawa dari pria itu sama sekali hilang. Dan Rhonda, mulai merasakan ketakutan yang tidak biasa.
“Peter!”
“Senang kau sudah sadar, Rhonda.” Ucap Peter. “Mungkin kini kau berpikir, kau seharusnya mendengarkan nasehat temanmu?”
“Peter, apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!”
“Hmm…., belum saatnya.”
“Apa?! Apa yang akan kau lakukan padaku?”
Peter terkekeh melihat wajah ketakutan Rhonda. Ia berkuasa sepenuhnya atas Rhonda. Dan Rhonda benar-benar putus asa.
“Peter, kumohon!” teriak Rhonda dengan air mata mulai mengalir dari matanya.
“Kau tahu apa kesalahan besarmu, Rhonda?” tanya Peter. “Kau mungkin tidak menyadarinya. Atau mungkin, kau tahu, namun kau mengabaikan perasaanmu?”
“Apa yang kau bicarakan? Lepaskan aku!”
“Lelaki yang selalu kau campakkan.” Ucap Peter. “Kau tahu bagaimana rasanya dicampakkan begitu saja, setelah segala hal yang mereka lakukan untukmu?”
“Peter, kumohon! Aku benar menyesal dengan hal itu! Aku…”
“Sepertinya sudah terlambat untuk meminta maaf, ‘kan?” balas Peter sambil menyeringai. Rhonda menjerit saat pria itu mulai meraih sebuah belati dari tumpukan perkakas, dan bergerak mendekati Rhonda.
“Selamat, Rhonda!” ucap Peter. “Ini menjadi malam Valentine terakhirmu.”

**

Kota kecil itu digegerkan oleh sebuah berita yang menjadi headlina surat kabar hari itu. Seorang wanita muda ditemukan tewas di sebuah gudang bekas di batas luar kota. Seorang wanita, yang tewas dengan luka irisan di lehernya. Dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengidentifikasi mayat. Wanita itu, adalah Rhonda Nelson, 17 tahun, warga dari kota kecil itu.
Polisi menyimpulkan bahwa apa yang terjadi pada Rhonda bukan merupakan hal baru. Semenjak setahun terakhir, ada pembunuh berantai yang berkeliaran di sekitar kota-kota kecil. Modus operandinya adalah menculi gadis-gadis muda dan membunuh mereka dengan cara yang sama pembunuh itu membunuh Rhonda. Rhonda mungkin bukan korban terakhir. Mungkin masih akan ada lagi pembunuhan serupa berikutnya. Dan sudah menjadi tugas kepolisian, untuk segera mengungkap pelaku dibalik serentetan pembunuhan sadis itu.
Kabar duka itu tentu saja menyebar ke setiap tempat, tak terkecuali sma dimana Rhonda dulunya bersekolah. Dana tidak dapat menahan tangisnya ketika mendengar berita ini. Dan ia benar-benar merasa bersalah, karena ia tidak bisa menghentikan temannya itu dari kencan misterius itu.
“Jika saja dia mau mendengarku…” ucap Dana.
Pria yang kini menjadi buronan itu tersenyum senang saat melihat mobil-mobil patroli polisi berkeliaran di jalanan kota. Aksinya telah membuat keonaran yang cukup besar. Namun ia masih belum mau berhenti.
Ia menunduk, memaku pandangannya pada ponselnya. Ada seorang gadis yang berusaha untuk mendekatinya.
“Alice.” Gumam pria itu. “Kurasa akan lebih menyenangkan dari Rhonda.”
Pria itu terkekeh. Aksi brutalnya ini ia lakukan karena dendam pada seorang wanita yang dulu juga pernah mencampakkannya. Kini, targetnya adalah gadis-gadis nakal yang suka bergonta-ganti pasangan, dan gadis yang terlalu terbuka seperti Rhonda. Alice, mungkin memiliki sifat yang sama dengan Rhonda. Dan pria itu merasa begitu senang, akhirnya ia bisa mendapatkan mangsa baru. Ia kemudian dengan cepat membalas IM dari Alice, yang bunyinya,
“Tunggu aku, Alice! Aku akan datang menjemputmu.”

****

No comments:

Post a Comment