Rhonda membuka-buka kembali halaman majalah fashion yang ada
di tangannya. Kedua matanya bergerak cepat meneliti katalog baju yang dijual di
awal bulan Februari, yang akan cocok digunakan untuk kencan atau sekedar makan
malam di hari Valentine.
Rhonda memang sudah
terobsesi dengan yang namanya hari Valentine sejak ia masuk ke sma. Setiap
tahun, ia selalu menyiapkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya di hari
yang spesial itu. Dan bukan untuknya saja. Tentu saja untuk teman kencannya juga.
Namun ada satu hobi jelek dari Rhonda yang sudah terkenal di smanya, bahkan di
kalangan teman-teman terdekatnya. Ia selalu bergonta-ganti pasangan setiap
tahunnya, dan tidak mau menambatkan hatinya pada seorang pria lebih dari dua
bulan.
Hal itulah yang kadang
menjadi pokok pembicaraan di kalangan teman-temannya. Teman-temannya selalu
menasehatinya agar ia mau sedikitnya menghargai sebuah hubungan cinta. Namun
bagi Rhonda, perjalanan cintanya adalah seperti sebuah petualangan, yang harus
berganti setiap waktunya agar ia tidak bosan.
“Serius.” Ucap Dana teman
sekelasnya. “Suatu saat kau akan menyesal bergonta-ganti pasangan seperti ini,
Rhonda. Apa kau tidak punya perasaan terhadap lelaki-lelaki yang kau tinggalkan
itu?”
“Oh, Dana! Kumohon!” balas
Rhonda sambil memutar matanya. “Jangan menguliahiku saat ini. Aku sedang sibuk,
kau tidak lihat?”
Rhonda sibuk membalasa
pesan-pesan yang masuk dari salahs eorang pria yang baru saja ia kenal. Dan
sejak beberapa minggu terakhir, ia memang sedang terobsesi dengan segala
sesuatunya mengenai pria itu.
“Siapa lagi yang akan kau
kencani saat ini?” tanya Dana. “Kurasa kau sudah mengencani setiap cowok keren
di sekolah ini.”
“Ada kenalan baru.” Jawab
Rhonda sambil tersenyum, namun dengan kedua mata terus teraku pada ponselnya.
“Seorang pria dewasa yang sepertinya akan menjadi pria terbaik untuk hari
Valentine.”
“Pria? Dimana kau
mengenalnya?”
“Apa itu penting?” balas
Rhonda, sekali lagi memutar matanya. “Yang terpenting adalah, dia peduli padaku
dan sepertinya akan menjadi teman kencan yang baik.”
“Dan kau juga akan
memutusnya setelah dua bulan berlalu?”
Rhonda sedikit ragu dengan
hal itu. Ya. Biasanya ia hanya akan mencampakkan begitu saja lelaki yang sudah
ia kencani. Namun dengan pria yang baru ia kenal itu, ia merasa benar-benar
menyambung. Ada satu sisi dari cara bicara pria itu yang membuatnya merasa
begitu nyaman dan aman. Berbeda dengan lelaki seumurannya yang lebih suka
bermain-main. Pria itu terlihat lebih serius.
“Ingat, kau harus
bertahti-hati!” ucap Dana memperingatkan. “Mungkin dia bukan pria baik-baik.”
Rhonda kembali memutar
matanya. Ia kesal saat Dana terus menceramahinya seolah ia seperti seorang
gadis kecil. Rhonda tahu apa yang ia lakukan, dan Dana sepertinya ahrus tutup
mulut. Hubungan percintaannya dengan seseorang adalah urusan pribadinya. Dan ia
tidak mau diganggu.
Sepulang sekolah, yang
Rhonda lakukan hanyalah terus mengirim pesan kepada pria yang baru saja ia
kenal itu. Sesekali ia melakukan pembicaraan di telepon, namun yang lebih
sering adalah melakukan chatting via IM. Jika sudah melakukan chat dengan pria
itu, Rhonda lupa dengan segalanya. Ia sudah berada di tahun terakhir Sma, dan
seharusnya mulai belajar mempersiapkan ujian finalnya. Namun apa yang ia
lakukan justru sebaliknya. Ia seolah tidak peduli lagi pada sekolahnya.
“Rhonda, kau baik-baik
saja?” tanya ayahnya saat makan malam. Ayah Rhonda pun khawatir dengan putrinya
yang jarang berbicara dan terus memegang ponsel di tangannya.
“Letakkan ponsel itu dan
makan!” ucap ibunya dengan tegas. Namun Rhonda adalah satu-satunya anak dari
keluarga itu. Ia sudah sering dimanja dan ucapan ibunya sama sekali tidak
berarti.
“Ini urusan penting, ibu!”
ucap Rhonda. “Tidak bisa aku tinggalkan sedikitpun.”
“Kau, dan pacar barumu itu?”
ucap ibunya. “Temanmu Dana mengatakan kau mulai mengencani pria tak dikenal.
Apa itu betul?”
“Apa?!” Rhonda tidak
menyangka bahwa teman sekelasnya itu akan mengadukannya pada ibunya. Seketika,
Rhonda merasa sedikit kesal dengan temannya itu.
“Tidak.” Ucap Rhonda sedetik
kemudian. Namun ayahnya sepertinya sudah sadar bahwa ia mulai mengencani pria
yang tidak jelas.
“Sudah berapa kali kukatakan
padamu, Rhonda, sayang?” ucap ayahnya. “Hati-hati dalam memilih lelaki yang
akan kau kencani. Dan apa yang selalu kudengar berbanding terbalik dengan apa
yang selalu kukatakan padamu. Kau sering mengencani pria dan mencampakkan
mereka begitu saja.”
“Aku tidak perlu nasehat
soal kencan, ayah!” ucap Rhonda sedikit kesal. Ia seketika bangkit dari kursi
dan bergerak kembali ke arah kamarnya. Sama sekali tidak menghiraukan teriakan
ayah dan ibunya.
Kenapa setiap orang selalu
mencoba mengganggunya? Itu yang Rhonda pertanyakan di dalam kepalanya.
Satu-satunya cara untuk meleakan perasaan kesalnya, hanyalah dengan cara terus
berhubungan dengan pria itu.
Nama pria itu Peter. Seorang
pria dewasa yang katanya bekerja sebagai seorang detektif swasta. Rhonda begitu
girang ketika pria itu mau menerima tawaran pertemanannya dari media sosial.
Siapa kira ia bisa berkenalan dan kini berhubungan dengan pria sekeren itu?
Teman-temannya pasti akan iri dengannya.
“Aku tidak sabar untuk
segera bertemu.” Ucap pria itu di IM yang baru saja ia kirimkan pada Rhonda.
Dan Rhonda membalasnya cepat.
“Bagaimana jika Sabtu
besok?” dan jawaban dari pria itu membuat Rhonda melonjak-lonjak di dalam
kamarnya.
“Yes!” seru Rhonda saat
Peter menyetujui ajaknnya. Kencan Sabtu besok mungkin akan menjadi kencan
latihan untuk hari Valentina yang tinggal satu minggu lagi. Rhonda benar-benar
tidak sabar.
**
Hari Sabtu yang ia
tunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Rhonda bahkan tidak berkonsentrasi dengan
pelajaran yang ia terima hari itu, sebab ia selalu sibuk dengan ponsel dan
IM-nya. Peter, terus berbicara dengannya mengenai rencana malam nanti.
“Ayolah, Rhonda!” ucap Dana
saat istirahat siang. “Pria itu sepertinya mencurigakan. Kau tidak bisa…”
“Kau hanya iri denganku,
‘kan, Dana?” potong Rhonda cepat. Ia sedikit kesal dengan temannya itu.
“Aku mengatakan sejujurnya.”
Ucap Dana. “Aku peduli padamu, dan tidak ingin kau jatuh dalam masalah.”
“Tidak akan ada masalah.”
Ucap Rhonda. “Peter sepertinya pria baik-baik.”
Rhonda begitu yakin dengan
perasaannya. Sepulang sekolah hari itu, ia langsung mengarah ke kloset
pakaiannya dan mulai memilih baju yang cocok yang akan ia gunakan untuk kencan
malam nanti. Seolah ia akan bertemu denga presiden, ia menyibukkan dirinya. Ia
bahkan tidak makan siang.
“Mau kemana kau, Rhonda?”
tanya ibunya malam itu saat Rhonda keluar dari kamar, sudah berdandan dengan
rapi.
“Ada kencan dengan
seseorang.” Jawab Rhonda. “Dengan pria yang kuceritakan waktu itu.”
“Kau serius?” balas ibunya.
“Kau harus berhati-hati dengan…”
“Ibu! Aku tahu!” Rhonda
mendesah. “Tidak akan ada apa-apa denganku. Jangan khawatir!”
“Dia akan menjemputmu
disini?”
“Tidak.” Jawab Rhonda. “Aku
akan menemuinya di kedai terdekat. Mungkin kami akan makan disana.”
“Tapi, Rhonda…”
Rhonda tidak mau mendengar
apapun dari mulut ibunya. Seketika, ia melangakahkan kakinya dan pergi dari
rumah. Membuat ibu dan ayahnya heran dengan sikap tak acuhnya itu.
Restoran tempat Rhonda
bertemu dengan Peter sebenarnya terletak tak jauh dari kawasan perumahan. Dan
Rhonda, yang sudah bersiap diri sejak beberapa jam yang lalu, mulai merasa
gugup ketika ia akan bertemu dengan kencannya itu untuk yang pertama kali. Ya.
Rhonda belum pernah bertemu langsung dengan lelaki itu kecuali lewat video
call.
Rhonda menunggu dengan sabar
di sebuah meja. Hingga akhirnya, pria yang ia tunggu-tunggu itu datang. Seorang
pria yang terlihat begitu menawan dalam balutan blazer hitam yang menutupi
t-shirt putihnya. Senyum dari pria itulah yang membuat Rhonda lupa akan
segalanya.
Keduanya melakukan banyak
hal malam itu. Rhonda mendapatkan pengalaman yang luar biasa dengan Peter.
Tidak sama dengan para lelaki yang sudah ia kencani selama ini, Peter tentu
saja lebih dewasa dan juga pengertian. Untuk sesaat, Rhonda berpikiran mungkin
ia akan menetapkan Peter sebagai kekasihnya.
Kegiatannya dengan Peter
tidak hanya malam itu saja. Semenjak malam itu, Peter selalu menjemputnya sepulang
sekolah dan mengajaknya ke berbagai tempat di kota. Makan, menonton film dan
sebagainya. Bahkan keduanya sempat berbelanja. Rhonda bahkan tidak sadar ia
sudah menghabiskan uang tabungannya dalam sehari.
“Bagaimana jika bertemu
dengan teman-temanku?” tanya Rhonda di akhir kencan suatu hari. Mobil yang ia
tumpangi berhenti beberapa rumah dari rumahnya. Entah kenapa Peter tidak mau
memarkir mobilnya tepat di depan rumah Rhonda.
“Maaf, Rhonda!” ucap Peter.
“Mungkin lain kali.”
Kenyataan bahwa Peter tidak
mau bertemu dengan satupun teman Rhonda membuat teman Rhonda, Dana, sedikit
curiga.
“Aku kini benar-benar
khawatir padamu, Rhonda.” Ucap Dana. “Pria itu sepertinya buka pria baik-baik.
Kenapa ia tidak mau bertemu dengan kami, teman-temanmu? Dan katamu dia selalu
memakai slayer yang terus menutupi wajahnya?”
“Peter orang yang baik.”
“Bagaimana kau tahu?” tanya
Dana cepat. “Rhonda, dia…”
“Bisakah kau diam, Dana?”
sentak Rhonda kesal. “Aku tidak peduli apa katamu soal Peter. Peter begitu
sempurna di mataku, dan tidak akan ada apapun yang terjadi. Kami akan baik-baik
saja.”
Mulai saat itu, Dana mencoba
untuk tidak mengungkit lagi mengenai Peter ataupun kencan dan Rhonda lakukan.
Dan tanpa sadar, hari Valentine sudah tiba. Di sekolah Rhonda tindak
henti-hentinya melakukan chat dengan Peter, berbicara mengenai acara untuk
malam nanti.
“Aku sudah tidak sabar.”
Tulis Rhonda. “Tunggu aku!”
Seperti biasa, Rhonda harus
berjalan sedikit jauh dari rumahnya untuk bertemu dengan Peter. Ia masih tidak
tahu kenapa Peter tidak mau menjemputnya di depan rumah.
“Malam Valentine.” Gumam
Rhonda sambil terkikik saat masuk ke dalam kabin mobil Peter. Peter, seperti
biasa, terlihat aneh dengan syal yang terus menutupi lehernya itu.
“Aku akan membawamu ke
tempat spesial, Rhonda. Malam ini.”
Rhonda begitu bersemangat
dengan kencan malam itu, dan ia lupa segalanya. Sambil duduk di bangku
penumpang, ia dengan santai meminum sekaleng kopi yang diberikan oleh Peter.
Namun hal yang tidak iaduga terjadi beberapa saat kemudian.
Ia mulai merasa begitu
pening dan merasakan kepalanya berat. Karena apa? Apakah ia mabuk perjalanan?
Bukan. Rhonda tidak pernah memiliki masalah soal itu. Tapi…, jantungnya
tiba-tiba saja berdebar tanpa sebab yang jelas, dan rasanya begitu nyeri.
Rhonda seolah nyaris kehabisan nafas.
“Peter, aku…” Rhonda tidak
dapat berkata-kata. Ia rasakan seluruh otot di tubuhnya melemas, dan ia tidak
memiliki kekuatan untuk berbicara lagi. Dan tanpa ia sadari, kepalanya
terkulai, dan ia jatuh pingsan. Hanya satu kaliman terakhir dari Peter yang ia
dengar.
“Kau akan baik-baik saja.”
**
Rhonda tersadar. Namun kedua
matanya masih terpejam. Satu hal yang ia sadari, ia sudah tidak ada di dalam
mobil. Ketika ia mencoba membuka keuda matanya, cahaya terang dari sebuah lampu
gantung menusuk matanya. Rhonda mengerang, masih merasakan tubuhnya begitu
lemas. Dan ia menjadi sedikit panik saat ia sadari bahwa…
Ia terikat pada sebuah
kursi!
Rhonda meronta, mencoba
melepaskan diri namun usahanya itu sia-sia. Kenapa? Kenapa ia terikat di kursi?
Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Dan dimana Peter?
Rhonda melihat ke seisi
ruangan dimana ia berada. Dan baru sekilas lihat saja, ia rasanya mau muntah.
Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai maca perkakas tajam yang terlihat ternodai
oleh cairan merah kehitaman. Apa itu? Darah?
Jantung Rhonda berdebar
seketika. Apakah ia baru saja diculik dan kini disekap? Oleh siapa?
Jawabannya hanya ada satu.
Peter bergerak perlahan
masuk ke dalam ruangan itu dengan satu seringai di wajahnya. Kesan tampan dan
berwibawa dari pria itu sama sekali hilang. Dan Rhonda, mulai merasakan
ketakutan yang tidak biasa.
“Peter!”
“Senang kau sudah sadar,
Rhonda.” Ucap Peter. “Mungkin kini kau berpikir, kau seharusnya mendengarkan
nasehat temanmu?”
“Peter, apa yang kau
lakukan! Lepaskan aku!”
“Hmm…., belum saatnya.”
“Apa?! Apa yang akan kau
lakukan padaku?”
Peter terkekeh melihat wajah
ketakutan Rhonda. Ia berkuasa sepenuhnya atas Rhonda. Dan Rhonda benar-benar
putus asa.
“Peter, kumohon!” teriak
Rhonda dengan air mata mulai mengalir dari matanya.
“Kau tahu apa kesalahan
besarmu, Rhonda?” tanya Peter. “Kau mungkin tidak menyadarinya. Atau mungkin,
kau tahu, namun kau mengabaikan perasaanmu?”
“Apa yang kau bicarakan?
Lepaskan aku!”
“Lelaki yang selalu kau
campakkan.” Ucap Peter. “Kau tahu bagaimana rasanya dicampakkan begitu saja,
setelah segala hal yang mereka lakukan untukmu?”
“Peter, kumohon! Aku benar
menyesal dengan hal itu! Aku…”
“Sepertinya sudah terlambat
untuk meminta maaf, ‘kan?” balas Peter sambil menyeringai. Rhonda menjerit saat
pria itu mulai meraih sebuah belati dari tumpukan perkakas, dan bergerak
mendekati Rhonda.
“Selamat, Rhonda!” ucap
Peter. “Ini menjadi malam Valentine terakhirmu.”
**
Kota kecil itu digegerkan
oleh sebuah berita yang menjadi headlina surat kabar hari itu. Seorang wanita
muda ditemukan tewas di sebuah gudang bekas di batas luar kota. Seorang wanita,
yang tewas dengan luka irisan di lehernya. Dan tidak memerlukan waktu yang lama
untuk mengidentifikasi mayat. Wanita itu, adalah Rhonda Nelson, 17 tahun, warga
dari kota kecil itu.
Polisi menyimpulkan bahwa
apa yang terjadi pada Rhonda bukan merupakan hal baru. Semenjak setahun
terakhir, ada pembunuh berantai yang berkeliaran di sekitar kota-kota kecil.
Modus operandinya adalah menculi gadis-gadis muda dan membunuh mereka dengan
cara yang sama pembunuh itu membunuh Rhonda. Rhonda mungkin bukan korban
terakhir. Mungkin masih akan ada lagi pembunuhan serupa berikutnya. Dan sudah
menjadi tugas kepolisian, untuk segera mengungkap pelaku dibalik serentetan pembunuhan
sadis itu.
Kabar duka itu tentu saja
menyebar ke setiap tempat, tak terkecuali sma dimana Rhonda dulunya bersekolah.
Dana tidak dapat menahan tangisnya ketika mendengar berita ini. Dan ia
benar-benar merasa bersalah, karena ia tidak bisa menghentikan temannya itu
dari kencan misterius itu.
“Jika saja dia mau
mendengarku…” ucap Dana.
Pria yang kini menjadi
buronan itu tersenyum senang saat melihat mobil-mobil patroli polisi
berkeliaran di jalanan kota. Aksinya telah membuat keonaran yang cukup besar. Namun
ia masih belum mau berhenti.
Ia menunduk, memaku
pandangannya pada ponselnya. Ada seorang gadis yang berusaha untuk
mendekatinya.
“Alice.” Gumam pria itu.
“Kurasa akan lebih menyenangkan dari Rhonda.”
Pria itu terkekeh. Aksi
brutalnya ini ia lakukan karena dendam pada seorang wanita yang dulu juga
pernah mencampakkannya. Kini, targetnya adalah gadis-gadis nakal yang suka
bergonta-ganti pasangan, dan gadis yang terlalu terbuka seperti Rhonda. Alice,
mungkin memiliki sifat yang sama dengan Rhonda. Dan pria itu merasa begitu
senang, akhirnya ia bisa mendapatkan mangsa baru. Ia kemudian dengan cepat
membalas IM dari Alice, yang bunyinya,
“Tunggu aku, Alice! Aku akan
datang menjemputmu.”
****
No comments:
Post a Comment