Thursday, April 6, 2017

THE BALLAD OF ALAN STORMFIELD



Ini hanyalah sekelumit cerita tentang Alan Stormfield. Seorang penulis yang sudah bertarung melawan depresi sepanjang hidupnya. Selama bertahun-tahun, Alan berpegang teguh pada sebuah pengharapan, yang mengatakan bahwa akan ada terobosan dalam hidupnya suatu saat nanti. Namun ternyata, Alan berpegang pada sebuah kehampaan yang pada akhirnya meremukkan tulang kehidupannya.
Alan adalah anak pertama dari keluarga Stormfield. Dia adalah kakak dari dua orang adik perempuannya yang dalam kenyataan memiliki nasib yang lebih baik bila dibandingkan dengan Alan. Alan merupakan seorang anak dari seorang dokter terkenal di Cherwood. Ada banyak orang, anggota keluarga Alan, yang berharap Alan akan menempuh jalur kehidupan yang sama dengan ayahnya, yaitu bekerja di sebuah institusi kesehatan. Namun, Alan memiliki impian lain. Ia hanya ingin menjadi penulis novel. Dan sejak ia lulus dari sma, ia mulai menekuni hobinya itu sebagai karir kehidupannya.
Alan adalah seorang penulis yang mahir dalam bidang fiksi misteri. Kegemarannya akan misteri membuatnya cukup terkenal di kalangan teman-temannya saat ia masih bersekolah. Meski ia memiliki beberapa teman, Alan selalu merasa kesepian dan merasa dirinya begitu kecil dan tidak siknifikan di mata orang lain. Selama masa sekolahnya, Alan berkali-kali jatuh ke dalam masalah karena ia sering membolos. Alasannya bukan karena ia malas, namun karena ia memiliki suatu kelainan dengan jiwanya, dimana ia selalu merasa panik jika berada diantara banyak orang.
Tidak ada yang pernah betul-betul mengenal sosok Alan Stormfield. Di sekolah, ia tidak pernah dipandang dua kali oleh orang-orang di sekitarnya. Dan ketika ia lulus dari sma, keadaannya semakin buruk. Menulis adalah satu-satunya cara bagi Alan untuk dapat meredam amarah dan juga kegelisahan yang ada di pikiran dan hatinya. Ia berharap suatu hari nanti dapat menjadi seorang penulis yang cukup memiliki nama. Namun apakah impiannya itu tercapai?
Depresi yang ia rasakan semakin menjadi parah saat ia menginjak usia 25 tahun. Masih terlalu muda, namun Alan sudah mulai bosan dengan kehidupannya yang monoton, yang seolah tidak ada jalan keluar permasalahan yang ia hadapi. Alan berusaha untuk terus bertahan, dan mendengarkan nasihat-nasihat yang mungkin dapat membangkitkan kembali menuju kepercayaan diri. Namun ternyata keadaan sebenarnya berbanding terbalik dengan hal itu.
Pertolongan yang Alan butuhkan selanjutnya hanyalah dari psikiatris. Ia didiagnosa memiliki agoraphobia dan juga masalah kecemasan. Psikiatris mencoba membantunya dengan beberapa obat anti depressan dan juga mood stabilizer. Benzo, yang pada akhirnya membuat Alan memiliki ketergantungan terhadap obat itu.
Alan masih terus menjalani karirnya sebagai penulis. Ia memiliki sebuah blog dimana ia mengirimkan beberapa karyanya sebagai bentuk penyaluran hobinya. Namun blognya tidak berjalan sesuai dengan rencana. Dan manuskrip dari novel yang ia kirimkan ke beberapa penerbut pun selalu mendapatkan penolakan. Alasannya terdengar konyol dan tidak masuk akal. Segala kegagalan Alan ini membuatnya semakin terjatuh dalam lubang kesengsaraan tanpa ada jalan keluar.
Alan yang sudah cukup tertekan dengan keadaannya mulai mencari cara lain untuk dapat membantunya bertahan dalam kehidupannya. Ia kembali ke rumah Stormfield, menemui ayahnya, meminta saran apa yang harus ia lakukan. Tapi…
“Kau sudah memutuskannya sejak awal, Alan.” Ucapnya ayahnya dengan ketus. “Kau memilih menjadi penulis, daripada meneruskan jejakku sebagai seorang praktisi medis. Kau membangkang. Kau tidak berhak menerima belas kasihan dariku!”
Alan mencoba beberapa kali meminta bantuan dari ayahnya itu. Namun seperti sebelumnya, Alan hanya mendapatkan makian.
“Lihat apa yang terjadi dengan dirimu!” ucap ayahnya ketus. “Kau gagal, Alan. Kau menjadi aib bagi keluarga Stormfield. Kau membuatku malu. Kau membuat ibumu malu. Kau berbeda dengan dua adik perempuanmu itu. Lihat mereka jadi apa sekarang! Mereka menjadi perawat dan dokter. Lalu apa yang bisa kau lakukan? Tulisan tidak berguna itu!”
Alan pergi dari rumah keluarga Stormfield untuk yang kesekian kali, dengan perasaan hancur yang selalu ia rasakan. Bahkan kini keluarganya tidak peduli lagi padanya. Apa yang harus ia lakukan? Menunggu? Tapi sampai kapan?
Alan merasa bahwa seolah ada monster yang hidup di dalam kepalanya, yang selalu mengingatkannya bahwa ia adalah sebuah kegagalan. Ia tidak berhak untuk hidup, dan harus mengakhiri hidupnya. Tapi Alan masih dapat melawan bisikan-bisikan setan itu. Meski dengan satu cara yang tidka benar.
Dinding di dalam kamar apartemen Alan sudah penuh dengan luabng berkat amarah Alan. Ketika bisikan-bisikan itu datang, Alan dengan keras menghantamkan kepalanya ke arah dinding atau lemari. Ia lukai tangannya sendiri dengan meninju kaca jendela hingga berkeping-keping. Untuk sesaat, iblis di dalam kepalanya diam. Alan tertawa terkekeh-kekeh, merasa menang, meski dengan kepala dan tangan berdarah. Tapi sesaat sebelum ia tidur di malam hari…
“Kau sebuah kegagalan! Kau aib bagi keluarga Stormfield!”
Suara itu terdengar lagi. Semakin jelas dari sebelumnya, dan semakin membuat Alan menjadi cukup beringas. Ia bangkit dari tempat tidurnya di suatu malam, lalu dengan keras membanting sebuah gelas ke dinding hingga hancur berkeping-keping.
“DIAM!!!!” teriakknya di tengah malam buta. Ia tidak peduli lagi jika teriakannya akan membangunkan tetanggannya. Alan sudah benar-benar merasa frustasi dengan keadaan yang ia jalani.
Dalam beberapa bulan, Alan tidak terlihat seperti Alan yang dulu pernah menjadi putra keluarga Stormfield. Depresi dan juga stres yang ia rasakan membuat tubuhnya menjadi kering dan kurus, dan membuat rongga matanya melebar, dengan mata coklat berapi-api. Alan berubah menjadi reinkarnasi dari segala hal buruk yang terus terucap di dalam kepalanya. Alan seolah telah mencapai puncak dari kehidupannya.
Setiap malam tiba, Alan seolah berubah menjadi monster. tatapanya tajam menusuk mata siapapun yang melihatnya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan rasa sakit yang ia rasakan di tangan ataupun di kepalanya. Lubang di dinding semakin banyak dan semakin besar. Ketika ia mulai lelah, ia mulai bisa tertidur dengan tenang. Namun ketika matahari bersinar lagi keesokan harinya, Alan kembali berada di neraka dari depresi yang ia rasakan.
Meski dengan segala rintangan itu, Alan masih cukup aktif dalam menulis novel dan juga cerpen-cerpennya. Blognya, meski tidak selalu terupdate, masih mendapatkan cerita-cerita baru darinya. Alan berpikir, mungkin hanya ini yang dapat ia lakukan seumur hidupnya. Sendirian, dalam depresi berat, dan tidak mungkin ia akan bisa menemukan kebahagiaan lagi. tapi…
Ia salah.
Terdengar seperti sebuah keajaiban bagi Alan yang sedang dilanda dengan segala macam stres yang ia rasakan. Seorang pembaca blognya mulai mengukai cerita-cerita yang Alan buat. Dan lebih menariknya lagi, orang itu meminta bertemu dengan Alan, untuk berbicara empat mata.
Alan tidak pernah berpikir bahwa hal bagus akan datang padanya. Namun pikirannya itu salah, ketika orang yang mengajaknya bertemu itu adalah seorang gadis cantik yang mengagumi karya-karyanya. Alan, untuk sesaat, bersyukur ia tidak menolak ajakan untuk bertemu itu.
Beberapa bulan berlalu sejak pertemuan kala itu. Hubungan Alan dengan wanita itu semakin erat, dan Alan pun mulai dapat mengendalikan sifat buruknya. Segala depresi yang ia rasakan seolah menghilang dengan datangnya wanita itu. Bagi Alan, wanita itu seperti seorang malaikat yang dikirimkan langsung dari surga untuk mengubah kehidupannya. Dan ternyata memang benar begitu.
Alan mulai aktif dalam berbagai macam kegiatan yang ia lakukan. Ia terus menuliskan novelnya, mengirim manuskripnya ke beberapa penerbit, meski belum mendapatkan satupun jawaban. Namun Alan sudah merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Semua berkat wanita itu. Tapi…, satu hal yang tidak Alan inginkan terjadi beberapa bulan kemudian.
“Maaf, Alan.” Ucap wanita itu ketika Alan mencoba untuk meminangnya menjadi istrinya. Alan dibuat kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi? Selama ini ia selalu memiliki hubungan yang baik dengan wanita itu. Wanita itu menjadi kekuatannya. Tapi kenapa sekarang…
“Aku sudah bertunangan dengan orang lain.” Ucap wanita itu. Yang bagi Alan, terdengar seperti sebuah hukuman mati baginya.
“Maaf, Alan. Sekali lagi aku minta maaf!”
Iblis yang berada di dalam kepala Alan bangkit kembali. Lebih kuat dan lebih besar dari sebelumnya. Alan menggila. Ia membenturkan kepalanya ke arah sebuah cermin di lemari hingga dahinya bercucuran dengan darah. Ia menedang kursi, yang membuat jari jempol kakinya patah. Dan lagi-lagi, ia melampiaskan kekesalannya pada dinding.
Alan terkulai lemah di apartemennya yang sepi, di tengah keadaan gelap yang semakin membuatnya terjatuh dalam kesengsaraan. Dan dalam jam-jam terberat itu, suara setan itu berbisik lagi.
“Tidak ada yang mau denganmu, Alan.” Ucap suara itu disertai dengans sebuah tawa. “Tidak, Alan. Kau tidak berhak hidup di dunia ini. Apakah ada keadilan di dunia ini? Kenapa adik-adikmu bisa sukses, dan mendapatkan perhatian lebih dari ayahmu, sedangkan kau tidak?”
“DIAM!!” teriak Alan sambil memukul kepalanya. Namun iblis itu kebal dengan pukulan tangan Alan.
“Oh, Alan.” Ucap iblis itu lagi. “Sebaiknya segera akhiri saja. Akan lebih mudah bagimu. Akhiri penderitaan ini, Alan. Akhiri saja!”
Tangan Alan bergetar saat ia mengulur sebuah tali di tangannya, yang kemudian ia ikatkan pada sebuah palang di lamgit-langit kamar apartemennya. Untuk yang terakhir kali Alan melirik ke arah laptopnya yang terbuka.
“Selamat tinggal, kawan.” Ucapnya lirih. “Aku sudah cukup banyak menderita. Kegelapan sebentar lagi akan menyelimutiku.”

**

Kegemparan terjadi sehari setelah penemuan mayat Alan, yang ditemukan tergantung di dalam kaar apartemennya. Polisi kemudian menemukan tulisan terakhir Alan di laptop, yang berbunyi,
“Ini adalah akhir dari kehidupan hampa diriku. Maaf, jika aku tidak bisa lagi menanggung semua penderitaan ini. Akan lebih mudah bagiku untuk bisa melupakan segala hal yang terjadi. Untuk Dana, maafkan aku! Aku lebih baik pergi daripada tidak dapat memilikimu. Dana untuk adik-adikku, maafkan aku!”
“Sungguh pemuda yang malang.” Ucap salah seorang opsir polisi yang bertugas di tkp. Di luar dari kamar itu, berdirilah seorang wanita muda yang tidak dapat menahan air mata. Wanita itu adalah Dana. Wanita yang selama berbulan-bulan telah menjadi kekuatan bagi Alan, hingga akhirnya wanita itu memutuskan untuk pergi. Lalu kini kenapa dia kembali?
“Maafkan aku, Alan!” ucap wanita itu dalam hati. “Jika saja aku datang sehari lebih cepat, aku ingin mengatakan padamu, bahwa aku telah membatalkan pertunanganku.”
Terlambat.
Alan Stormfield kini hanya menjadi sebuah kenangan. Sebuah kenangan pahit yang mungkin juga dialami oleh ribuan orang lain di luar sana. Mereka-mereka yang mengalami depresi berat dan juga stres. Yang mereka perlukan bukanlah uang atau kekayaan. Namun yang mereka butuhkan hanyalah seseorang yang mau peduli.
Dana telah menjadi seseorang yang dapat merubah Alan dalam waktu sekejap. Namun aksi dari wanita itu, yang meninggalkan lan begitu saja, adalah sebuah kesalahan besar. Alan tidak mau hidup lagi. Alan sudah menyerah dengan kehidupannya.
Kisah Alan ini mungkin bukan satu-satunya kisah menyedihkan yang ada di dunia ini. Ada ratusan, bahkan ribuan Alan lain di luar sana, yang membutuhkan pertolongan. Yang mereka butuhkan hanyalah cinta dan kasih. Alan Stormfield, tidak pernah mendapatkannya.

****

2 comments:

  1. sisi lain dari seorang penulis.... bahkan orang yg memiliki segalanya pun akan hampa tanpa kasih sayang :'(

    ReplyDelete