Tidak ada hal lain yang ada di dalam pikiran Jason saat ia
memutar roda kemudinya dan mengambil jalur kiri. Ia hanya dapat berkata pada
dirinya sendiri,
“Besok aku sudah harus tiba
di Northville.”
Begitulah. Jason memang
sedang melakukan perjalanan menggunakan mobil tuanya sejak kemarin sore, dan
kini ia hampir memasuki malam pertama perjalanannya. Jarak yang harus ia tempuh
memang begitu jauh. Yang menyebalkan adalah, kenyataan bahwa ia harus menyetir
sendiri tanpa seorang teman. Dan kadang ia khawatir jika ia sampai mengantuk
dan keluar jalur.
Ia tidak begitu memaksakan
dirinya untuk terus menyetir. Ia sempat berhenti di beberapa pemberhentian di
kota-kota sebelumnya. Namun kini ia mungkin tidak akan bisa berhenti lagi
mengingat besok siang ia sudah harus ada di Northville, untuk menghadiri
undangan pernikahan kakaknya.
“Aku tahu satu tempat dimana
kau bisa memotong jalur.” Ucap salah seorang teman Jason melalui telepon
beberapa jam yang lalu. Jason tentu akan melakukan apa saja untuk dapat tiba di
Northville tepat waktu.
“Oke. Katakan!” ucap Jason
sambil terus berpegangan pada roda kemudinya. Saat itu ia sudah memasuki
kawasan hutan Bokoye, yang begitu lebat dan gelap di malam hari.
“Aku harus memotong melewati
Blackwood?” tanya Jason kurang yakin. “Tapi sama saja. Aku tidak akan sampai
tepat waktu jika aku lewat Blackwood. Sama saja aku memutar seperti jalur
normal.”
“Hanya itu yang kutahu.”
Ucap temannya itu, lalu mengakhiri pembicaraan.
Jason menguap, mengantuk,
namun ia masih memaksakan dirinya untuk menyetir sampai ia menemukan tempat
untuk paling tidak beristirahat sejenak. Ia hidupkan radio mobilnya, dan suara
musik mengalin pelan. Menjadi satu-satunya teman di tengah kepekatan malam di
dalam hutan Bokoye.
Jason berkendara kurang
lebih tiga puluh menit, ketika ia sampai di sebuah persimpangan jalan. Ia
dengan cepat menghentikan mobilnya. Ada satu hal yang membuatnya penasaran.
Ia keluar dari mobilnya,
menantang hawa dingin yang berhembus dan bergerak ke arah papan informasi yang
ada di tempat itu. Papan info itu mengatakan bahwa jalur kanan akan membawa
Jason kembali ke jalan raya 48, yang tentu saja akan memutar jauh untuk
mencapai Northville. Namun papan itu juga mengatakan bahwa jalur sebelah kiri
akan mengantarnya menuju sebuah kota kecil, dimana ada jalur yang melalui
pegunungan, dimana ia bisa memotong jalan. Waktu adalah uang. Dan Jason yang
sudah tidak tahan lagi untuk berkendara akhirnya memutuskan untuk melewati
jalur kiri tersebut.
Kepekatan dari hutan Bokoye
masih ia rasakan beberapa menit setelah ia memutar roda kemudinya ke jalur
kiri. Ia tidak tahu seperti apa kota kecil yang dimaksudkan itu. Ia hanya
berharap agar tidak sama dengan Blackwood. Karena ia tahu, Blackwood terkenal
dengan keangkerannya.
Ternyata, tidak. Bukan
sebuah tempat terlupakan dan kosong yang ia temui ketika ia keluar dari kawasan
hutan. Ia disambut oleh cahaya ratusan lampu yang berkilauan di kejauhan. Kota
kecil itu sudah nampak di depan kedua matanya.
Jason memelankan laju
mobilnya ketika ia melewati papan nama kota itu. Terdapat tulisan, ‘SELAMAT
DATANG DI ARKWOOD’. Ya. Iatu yang tertulis di papan nama yang menyautnya. Nama
yang memang sedikit aneh bila dibandingkan dengan kota-kota lain. Namun kota
itu snediri tidak terlalu aneh.
Jason sampai di kota kecil
itu ketika jam menunjukkan pukul delapan malam. Keadaan masih cukup ramai di
tengah kota, dimana ia dapat melihat gemerlap lampu-lampu dari berbagai amcam
gedung, toko, dan boiskop yang memenuhi bagian kota itu. Yang sedikit membuat
Jason mengernyit adalah kenyataan bahwa segala seuatunya yang ada di kota itu
terlihat begitu kuno. Retro, mungkin itu kata yang tepat. Ia amsih dapat
melihat beberapa papan nama dengan nuansa neon warna-warni di berbagai tempat,
dan yang lebih aneh lagi, mobil-mobil yang berpapasan dengannya adalah
mobil-mobil klasik yang berasal dari tahun 70 atau 80-an.
Tidak ada yang aneh, jika
Jason berpikir bahwa mungkin sebagian besar penduduk Arkwood adalah penggemar
mobil klasik. Tapi tentu saja. Dengan nuansa neon retro dan adalanya mobil itu,
ia seperti baru saja masuk ke dalam lorong waktu yang mengantarkannya kembali
ke tahun 1980.
Jason memutar pelan roda
kemudinya saat ia menyadari bahwa bensin di tangkinya hampir habis. Ia mengarah
ke sebuah pompa bensin terdekat, yang juga menebarkan kesan retro. Terdapat
beberapa mobil terparkir di dekat toko kecilnya. Dan bisa ditebak.mobil-mobil
klasik yang terlihat masih begitu terawat.
“Selama malam, pak!” ucap
seorang pemuda yang berdiri di samping mesin pemompa bensin. Lelaki itu masih
muda. Dan terus tersenyum ke arah Jason dengan gerak-gerik yang aneh.
“Tolong isi penuh.” Ucap
Jason seraya keluar dari mobilnya, dan mengarah ke supermarket kecil yang ada
di pom bensin tersebut. \
Ia membeli beberapa makanan
ringan dan minuman, yang mungkin akan dapat menemani perjalanan malamnya. Jika
saja ia membeli seorang’ teman’, mungkin ia akan membelinya.
Bagian kasir ditunggu oleh
seorang wanita berambut coklat pasir yang juga terus tersneyum ke arahnya.
Wanita itu terlalu ramah. Begitu pikir Jason. Namun ia tidak memikirkannya
lebih lanjut.
“Disini terima kartu
kredit?” tanya Jason.
“Maaf, Tuan. Hanya uang
tunai.”
Untungnya Jason masih
memiliki beberapa lembar recehan di sakunya. Ia membayar makanannya dan juga
bensin yang ia beli, lalu keluar dari supermarket itu. Saat ia keluar, pemuda
yang bertugas mengisikan bensin telah selesai dengan tugasnya. Sama seperti
wanita di dalam, pemuda itu juga tak henti-hentinya tersenyum ke arahnya.
“Perjalanan jauh?” tanyanya
ketika Jason menghampiri mobilnya.
“Ya.” Jawab Jason.
“Mobil yang bagus.” Ucap
pemuda itu lagi.
Ucapan itu tentu saja
terdengar sedikit aneh. Mobil Jason adalah mobil keluaran tahun 90-an yang kini
sudah terlihat sedikit berkarat di beberapa tempat, dan tidak dapat dikatakan
bagus. Kenapa pemuda itu berkata seperti itu?
“Lebih bagus itu.” Ucap
Jason seraya menunjuk ke arah sederet mobil klasik yang terparkir.
“Apa semua orang di kota ini
memiliki hobi mengoleksi barang natik? Mobil-mobil itu antik.”
“Antik?” pemuda itu
mengernyit. “Aku tidak tahu apa yang kau maksudkan dengan hal itu.”
Jason mengibaskan tangannya
di depan wajahnya. Ia tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih pada pemuda itu
sebelum ia beranjak pergi dari pom bensin tersebut.
Jason melanjutkan
perjalanannya. Kota Arkwood itu, yang awalnya ia pikir kecil, ternyata lebih
luas daripada apa yang ia pikirkan. Sepuluh menit telah berlalu sejak ia
meninggalkan pom bensin. Namun ia belum juga sampai di tepian kota.
Ia malah mengarah pada
kawasan bisnis di tengah kota yang dipenuhi dengan toko-toko dan gedung-gedung
megah lain. Megah, namun terlihat cukup tua. Beberapa bangunan sempat
mengundang rasa penasaran Jason. Namun tidak cukup untuk dapat membuatnya
berhenti.
Jason mengarahkan mobilnya
masuk ke dalam area parkir sebuah restoran cepat saji yang ada di sekitar
tempat itu. Dan lagi-lagi, ia harus dibuat bertanya-tanya saat semua mobil yang
terparkir di tempat itu adalah mobil klasik. Tidak mungkin, jika dipikir secara
nalar, sebuah kota memiliki begitu banyak mobil antik. Namun itulah kenyataannya.
Mobil Jason yang keluaran
tahun 90-an terlihat begitu jelek jika berbicara tentang warna dan kondisi.
Namun teknologi yang ada di mobilnya tentu melebihi apa yang dimiliki oleh
mobil-mobil 80-an itu. Jason sempat memandang ke arah deretan mobil klasik itu,
sebelum ia menginjakkan kakinya ke dalam restoran.
Ia disambut dengan ramah
oleh seorang pria berbadan sedikit gemuk dari balik konter. Pria itu, seperti
orang-orang yang sudah ia lihat di kota itu, terlihat aneh saat tersenyum.
Entah kenapa, namun semua senyuman yang ia dapatkan malam itu seolah membawa
hal buruk.
Jason tidak dapat
menjelaskan perasaannya itu. Ia hanya merasa terlalu aneh, dan merasa begitu
asing. Ia seperti alien yang baru hadir di bumi dan terkejut dengan segala
sesuatunya.
Jason memakan hamburger dan
meminum cola yang baru saja ia dapatkan. Ia lihat sekelilingnya, dan yang ada
hanyalah kemilau dari tempat itu. Tempat itu terlihat terlalu bersih, untuk
sebuah restoran cepat saji. Jason bahkan tidak melihat adanya satupun bungkus
yang tertinggal di bangku, dan semua mejanya mengkilap bersih.
Jason tengah menikamti
cola-nya saat tiba-tiba saja seorang gadis kecil jatuh di sisinya, membuat
sebungkus keripik kentang yang ia pegang jatuh berhamburan ke lantai. Jason
denganc epat membantu gadis kecil itu, dan memberikannya kentang goreng
miliknya sendiri.
“Kau tidak apa-apa?” tanya
Jason. Gadis itu hanya tersenyum seraya menerima bungkus kentang goreng Jason.
Sedetik kemudian munculah
seorang wanita berambut pirang yang datang dari arah belakang restoran. Mungkin
dari toilet. Wanita itu, dengan wajah cemas, langsung menghampiri gadis kecil
yang baru saja Jason bantu.
“Oh, Rachel! Kau tidak
apa-apa?”
“Ya. Orang ini membantuku.”
Gadis yang dipanggil Rachel itu menunjuk ke arah Jason.
“Maaf!” ucap wanita itu. Dan
Jason tidak tahu kenapa wanita itu harus meminta maaf.
“Putri Anda, Nyonya?” tanya
Jason. “Dia baru saja terjatuh, dan kentangnya berhemburan.”
“Dia memberikan miliknya,
Ibu.”
Wajah wanita itu menunjukkan
satu ekspresi kelegaan. Entah itu karena Jason telah membantu putrinya, atau
hal lain.
“Terima kasih!” ucapnya.
“Sekali lagi, terima kasih.”
Wanita dan gadis kecil itu
pun pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Jason memandangi wanita itu, yang
bergerak keluar dari restoran dan mengarah ke salah satu mobil yang terparkir.
Awalnya Jason tidak menyadarinya, namun ia terkejut beberapa detik kemudian.
Ia tidak pernah terlalu
memperhatikan orang sebelumnya. Namun malam itu berbeda. Ia ingat dengan
pakaian yang dipakai oleh wanita dan gadis kecil itu. Sweater longgar, dengan
celana jeans biru yang memiliki pinggang tinggi, dan kaosnya dirangkus.
Jason mengernyit. Apa masih
ada orang yang berdandan seperti itu di jaman smartpohone ini? Rasanya aneh.
Bukan itu saja. Setiap orang yang ia lihat di kota itu terlihat memakai pakaian
khas dari tahun 80-an. Kenapa dengan kota itu? Semuanya terasa tidak wajar.
Jason keluar dari restoran
itu beberapa menit kemudian. Ia yang merasa aneh dengan segala sesuatunya di
kota itu mulai mengabadikan keaneahn-keanehan itu dengan kamera ponselnya.
Entah untuk apa. Mungkin ia dapat bercerita pada salah satu temannya.
Jason akhirnya memutuskan
untuk pergi dari kota itu. Kota yang sedikit aneh, namun terlihat begitu
normal. Ia serasa kembali ke masa lampau, bahkan ke tahun sebelum tahun
kelahirannya.
“Kau tidak akan percaya
dengan apa yang kulihat.” Ucap Jason saat menelepon temannya yang ada di
Northville.
“Tunggu saja aku! Aku akan
menceritakannya.”
Jason akhirnya keluar dari
kota itu, dan kini tengah menyusuri sebuah jalan gelap yang diapit oleh hutan
lebat. Cahaya kuning dari kendaraannya memancar, menjadi satu-satunya cahaya.
Ketika Jason tengah asyik menyetir sambil mendengarkan musik di radio,
tiba-tiba saja ia berteriak saat di jalan di depannya muncul sosok seorang
gadis yang berdiri di tengah jalan. Jason secara reflek membanting setirnya,
dan ia masuk ke dalam semak-semak yang lebat, sebelum akhirnya berhenti saat
menabrak tiang listrik. Kepala Jason terantuk pada setir, dan mengelaurkan
darah. Dan entah kenapa, tubuhnya terasa begitu lemah. Pandangan kedua matanya
kabur, dan tanpa ia sadari, ia tak sadarkan diri.
**
“Kau tidak apa-apa, nak?”
tanya seorang polisi yang sudah berdiri di depan Jason. Hari sudah pagi, dan
seorang polisi menemukannya dalam keadaan terluka parah. Kepalanya yang
berdarah sudah diperban. Mungkin polisi itu yang melakukannya?
“Kau mabuk?”
“Tidak.” Jawab Jason. “Aku
hampir menabrak sesuatu di tengah jalan, dan aku membanting setir…, itu yang
terjadi.”
“Kau beruntung aku lewat
sini pagi ini. Jika tidak, mungkin kau tidak akan selamat.”
“Mungkin seseorang dari
Arkwood akan menemukanku.”
“Arkwood?”
Polisi itu mengernyit,
membuat sebuah ekspresi yang aneh dan tidak dapat dijelaskan. Ia seolah tidak
percaya, atau merasa heran dengan apa yang Jason ucapkan.
“Ya. Kota kecil beberapa
kilo dari sini.” Ucap Jason. “Aku keluar dari kota itu semalam setelah mengisi
bensin, dan kecelakaan ini terjadi.”
“Kau mabuk, nak.”
“Tidak!” bantah Jason.
“Kenapa Anda berpikir seperti itu?”
Polisi itu berkacak
pinggang, lalu mendesah. Ia tatap kedua mata Jason, kemudian mulutnya terbuka.
“Sebaiknya kutunjukkan
padamu.”
Jason naik mobil patroli
dari polisi yang menyelamatkannya itu. Mereka mengarah kembali, ke arah
Arkwood. Dan begitu melewati gerbang utamanya, Jason tidak mempercayai apa yang
ia lihat.
Tanaman jalar dan rerumputan
telah tumbuh liar di berbagai tempat. Jalan aspal kota itu terbelah, dan rusak
di beberapa tempat. Gedung-gedung yang semalam menyala dengan neon itu kini
terlihat seperti bangunan tua reot yang siap untuk dihancurkan. Dan pom bensin
tempat Jason mengsi bensin semalam, telah hancur dan banyak tanaman jalar di
segala tempat. Kota itu benar-benar mati.
“Tidak mungkin!” ucap Jason.
“Aku dari sini semalam. Aku mengisi bensin, aku makan, dan aku bertemu dengan
orang-orang…”
“Bagaimana orang-orangnya?”
tanya polisi itu. “Apa mereka berpakaian seperti tahun 80-an, dan ada banyak
mobil klasik?”
Jason mengenyit.
“Bagaimana Anda tahu?”
Polisi itu mengarahkan
tatapan kedua matanya pada Jason. Lalu dengan ucapan yang tervilang singkat, ia
mengucapkan,
“Nak. Kau baru saja masuk ke
masa lalu kota ini.”
***
No comments:
Post a Comment