Thursday, February 4, 2016

PERJALANAN KE MASA LAMPAU



Tidak ada hal lain yang ada di dalam pikiran Jason saat ia memutar roda kemudinya dan mengambil jalur kiri. Ia hanya dapat berkata pada dirinya sendiri,
“Besok aku sudah harus tiba di Northville.”
Begitulah. Jason memang sedang melakukan perjalanan menggunakan mobil tuanya sejak kemarin sore, dan kini ia hampir memasuki malam pertama perjalanannya. Jarak yang harus ia tempuh memang begitu jauh. Yang menyebalkan adalah, kenyataan bahwa ia harus menyetir sendiri tanpa seorang teman. Dan kadang ia khawatir jika ia sampai mengantuk dan keluar jalur.
Ia tidak begitu memaksakan dirinya untuk terus menyetir. Ia sempat berhenti di beberapa pemberhentian di kota-kota sebelumnya. Namun kini ia mungkin tidak akan bisa berhenti lagi mengingat besok siang ia sudah harus ada di Northville, untuk menghadiri undangan pernikahan kakaknya.
“Aku tahu satu tempat dimana kau bisa memotong jalur.” Ucap salah seorang teman Jason melalui telepon beberapa jam yang lalu. Jason tentu akan melakukan apa saja untuk dapat tiba di Northville tepat waktu.
“Oke. Katakan!” ucap Jason sambil terus berpegangan pada roda kemudinya. Saat itu ia sudah memasuki kawasan hutan Bokoye, yang begitu lebat dan gelap di malam hari.
“Aku harus memotong melewati Blackwood?” tanya Jason kurang yakin. “Tapi sama saja. Aku tidak akan sampai tepat waktu jika aku lewat Blackwood. Sama saja aku memutar seperti jalur normal.”
“Hanya itu yang kutahu.” Ucap temannya itu, lalu mengakhiri pembicaraan.
Jason menguap, mengantuk, namun ia masih memaksakan dirinya untuk menyetir sampai ia menemukan tempat untuk paling tidak beristirahat sejenak. Ia hidupkan radio mobilnya, dan suara musik mengalin pelan. Menjadi satu-satunya teman di tengah kepekatan malam di dalam hutan Bokoye.
Jason berkendara kurang lebih tiga puluh menit, ketika ia sampai di sebuah persimpangan jalan. Ia dengan cepat menghentikan mobilnya. Ada satu hal yang membuatnya penasaran.
Ia keluar dari mobilnya, menantang hawa dingin yang berhembus dan bergerak ke arah papan informasi yang ada di tempat itu. Papan info itu mengatakan bahwa jalur kanan akan membawa Jason kembali ke jalan raya 48, yang tentu saja akan memutar jauh untuk mencapai Northville. Namun papan itu juga mengatakan bahwa jalur sebelah kiri akan mengantarnya menuju sebuah kota kecil, dimana ada jalur yang melalui pegunungan, dimana ia bisa memotong jalan. Waktu adalah uang. Dan Jason yang sudah tidak tahan lagi untuk berkendara akhirnya memutuskan untuk melewati jalur kiri tersebut.
Kepekatan dari hutan Bokoye masih ia rasakan beberapa menit setelah ia memutar roda kemudinya ke jalur kiri. Ia tidak tahu seperti apa kota kecil yang dimaksudkan itu. Ia hanya berharap agar tidak sama dengan Blackwood. Karena ia tahu, Blackwood terkenal dengan keangkerannya.
Ternyata, tidak. Bukan sebuah tempat terlupakan dan kosong yang ia temui ketika ia keluar dari kawasan hutan. Ia disambut oleh cahaya ratusan lampu yang berkilauan di kejauhan. Kota kecil itu sudah nampak di depan kedua matanya.
Jason memelankan laju mobilnya ketika ia melewati papan nama kota itu. Terdapat tulisan, ‘SELAMAT DATANG DI ARKWOOD’. Ya. Iatu yang tertulis di papan nama yang menyautnya. Nama yang memang sedikit aneh bila dibandingkan dengan kota-kota lain. Namun kota itu snediri tidak terlalu aneh.
Jason sampai di kota kecil itu ketika jam menunjukkan pukul delapan malam. Keadaan masih cukup ramai di tengah kota, dimana ia dapat melihat gemerlap lampu-lampu dari berbagai amcam gedung, toko, dan boiskop yang memenuhi bagian kota itu. Yang sedikit membuat Jason mengernyit adalah kenyataan bahwa segala seuatunya yang ada di kota itu terlihat begitu kuno. Retro, mungkin itu kata yang tepat. Ia amsih dapat melihat beberapa papan nama dengan nuansa neon warna-warni di berbagai tempat, dan yang lebih aneh lagi, mobil-mobil yang berpapasan dengannya adalah mobil-mobil klasik yang berasal dari tahun 70 atau 80-an.
Tidak ada yang aneh, jika Jason berpikir bahwa mungkin sebagian besar penduduk Arkwood adalah penggemar mobil klasik. Tapi tentu saja. Dengan nuansa neon retro dan adalanya mobil itu, ia seperti baru saja masuk ke dalam lorong waktu yang mengantarkannya kembali ke tahun 1980.
Jason memutar pelan roda kemudinya saat ia menyadari bahwa bensin di tangkinya hampir habis. Ia mengarah ke sebuah pompa bensin terdekat, yang juga menebarkan kesan retro. Terdapat beberapa mobil terparkir di dekat toko kecilnya. Dan bisa ditebak.mobil-mobil klasik yang terlihat masih begitu terawat.
“Selama malam, pak!” ucap seorang pemuda yang berdiri di samping mesin pemompa bensin. Lelaki itu masih muda. Dan terus tersenyum ke arah Jason dengan gerak-gerik yang aneh.
“Tolong isi penuh.” Ucap Jason seraya keluar dari mobilnya, dan mengarah ke supermarket kecil yang ada di pom bensin tersebut. \
Ia membeli beberapa makanan ringan dan minuman, yang mungkin akan dapat menemani perjalanan malamnya. Jika saja ia membeli seorang’ teman’, mungkin ia akan membelinya.
Bagian kasir ditunggu oleh seorang wanita berambut coklat pasir yang juga terus tersneyum ke arahnya. Wanita itu terlalu ramah. Begitu pikir Jason. Namun ia tidak memikirkannya lebih lanjut.
“Disini terima kartu kredit?” tanya Jason.
“Maaf, Tuan. Hanya uang tunai.”
Untungnya Jason masih memiliki beberapa lembar recehan di sakunya. Ia membayar makanannya dan juga bensin yang ia beli, lalu keluar dari supermarket itu. Saat ia keluar, pemuda yang bertugas mengisikan bensin telah selesai dengan tugasnya. Sama seperti wanita di dalam, pemuda itu juga tak henti-hentinya tersenyum ke arahnya.
“Perjalanan jauh?” tanyanya ketika Jason menghampiri mobilnya.
“Ya.” Jawab Jason.
“Mobil yang bagus.” Ucap pemuda itu lagi.
Ucapan itu tentu saja terdengar sedikit aneh. Mobil Jason adalah mobil keluaran tahun 90-an yang kini sudah terlihat sedikit berkarat di beberapa tempat, dan tidak dapat dikatakan bagus. Kenapa pemuda itu berkata seperti itu?
“Lebih bagus itu.” Ucap Jason seraya menunjuk ke arah sederet mobil klasik yang terparkir.
“Apa semua orang di kota ini memiliki hobi mengoleksi barang natik? Mobil-mobil itu antik.”
“Antik?” pemuda itu mengernyit. “Aku tidak tahu apa yang kau maksudkan dengan hal itu.”
Jason mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Ia tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih pada pemuda itu sebelum ia beranjak pergi dari pom bensin tersebut.
Jason melanjutkan perjalanannya. Kota Arkwood itu, yang awalnya ia pikir kecil, ternyata lebih luas daripada apa yang ia pikirkan. Sepuluh menit telah berlalu sejak ia meninggalkan pom bensin. Namun ia belum juga sampai di tepian kota.
Ia malah mengarah pada kawasan bisnis di tengah kota yang dipenuhi dengan toko-toko dan gedung-gedung megah lain. Megah, namun terlihat cukup tua. Beberapa bangunan sempat mengundang rasa penasaran Jason. Namun tidak cukup untuk dapat membuatnya berhenti.
Jason mengarahkan mobilnya masuk ke dalam area parkir sebuah restoran cepat saji yang ada di sekitar tempat itu. Dan lagi-lagi, ia harus dibuat bertanya-tanya saat semua mobil yang terparkir di tempat itu adalah mobil klasik. Tidak mungkin, jika dipikir secara nalar, sebuah kota memiliki begitu banyak mobil antik. Namun itulah kenyataannya.
Mobil Jason yang keluaran tahun 90-an terlihat begitu jelek jika berbicara tentang warna dan kondisi. Namun teknologi yang ada di mobilnya tentu melebihi apa yang dimiliki oleh mobil-mobil 80-an itu. Jason sempat memandang ke arah deretan mobil klasik itu, sebelum ia menginjakkan kakinya ke dalam restoran.
Ia disambut dengan ramah oleh seorang pria berbadan sedikit gemuk dari balik konter. Pria itu, seperti orang-orang yang sudah ia lihat di kota itu, terlihat aneh saat tersenyum. Entah kenapa, namun semua senyuman yang ia dapatkan malam itu seolah membawa hal buruk.
Jason tidak dapat menjelaskan perasaannya itu. Ia hanya merasa terlalu aneh, dan merasa begitu asing. Ia seperti alien yang baru hadir di bumi dan terkejut dengan segala sesuatunya.
Jason memakan hamburger dan meminum cola yang baru saja ia dapatkan. Ia lihat sekelilingnya, dan yang ada hanyalah kemilau dari tempat itu. Tempat itu terlihat terlalu bersih, untuk sebuah restoran cepat saji. Jason bahkan tidak melihat adanya satupun bungkus yang tertinggal di bangku, dan semua mejanya mengkilap bersih.
Jason tengah menikamti cola-nya saat tiba-tiba saja seorang gadis kecil jatuh di sisinya, membuat sebungkus keripik kentang yang ia pegang jatuh berhamburan ke lantai. Jason denganc epat membantu gadis kecil itu, dan memberikannya kentang goreng miliknya sendiri.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Jason. Gadis itu hanya tersenyum seraya menerima bungkus kentang goreng Jason.
Sedetik kemudian munculah seorang wanita berambut pirang yang datang dari arah belakang restoran. Mungkin dari toilet. Wanita itu, dengan wajah cemas, langsung menghampiri gadis kecil yang baru saja Jason bantu.
“Oh, Rachel! Kau tidak apa-apa?”
“Ya. Orang ini membantuku.” Gadis yang dipanggil Rachel itu menunjuk ke arah Jason.
“Maaf!” ucap wanita itu. Dan Jason tidak tahu kenapa wanita itu harus meminta maaf.
“Putri Anda, Nyonya?” tanya Jason. “Dia baru saja terjatuh, dan kentangnya berhemburan.”
“Dia memberikan miliknya, Ibu.”
Wajah wanita itu menunjukkan satu ekspresi kelegaan. Entah itu karena Jason telah membantu putrinya, atau hal lain.
“Terima kasih!” ucapnya. “Sekali lagi, terima kasih.”
Wanita dan gadis kecil itu pun pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Jason memandangi wanita itu, yang bergerak keluar dari restoran dan mengarah ke salah satu mobil yang terparkir. Awalnya Jason tidak menyadarinya, namun ia terkejut beberapa detik kemudian.
Ia tidak pernah terlalu memperhatikan orang sebelumnya. Namun malam itu berbeda. Ia ingat dengan pakaian yang dipakai oleh wanita dan gadis kecil itu. Sweater longgar, dengan celana jeans biru yang memiliki pinggang tinggi, dan kaosnya dirangkus.
Jason mengernyit. Apa masih ada orang yang berdandan seperti itu di jaman smartpohone ini? Rasanya aneh. Bukan itu saja. Setiap orang yang ia lihat di kota itu terlihat memakai pakaian khas dari tahun 80-an. Kenapa dengan kota itu? Semuanya terasa tidak wajar.
Jason keluar dari restoran itu beberapa menit kemudian. Ia yang merasa aneh dengan segala sesuatunya di kota itu mulai mengabadikan keaneahn-keanehan itu dengan kamera ponselnya. Entah untuk apa. Mungkin ia dapat bercerita pada salah satu temannya.
Jason akhirnya memutuskan untuk pergi dari kota itu. Kota yang sedikit aneh, namun terlihat begitu normal. Ia serasa kembali ke masa lampau, bahkan ke tahun sebelum tahun kelahirannya.
“Kau tidak akan percaya dengan apa yang kulihat.” Ucap Jason saat menelepon temannya yang ada di Northville.
“Tunggu saja aku! Aku akan menceritakannya.”
Jason akhirnya keluar dari kota itu, dan kini tengah menyusuri sebuah jalan gelap yang diapit oleh hutan lebat. Cahaya kuning dari kendaraannya memancar, menjadi satu-satunya cahaya. Ketika Jason tengah asyik menyetir sambil mendengarkan musik di radio, tiba-tiba saja ia berteriak saat di jalan di depannya muncul sosok seorang gadis yang berdiri di tengah jalan. Jason secara reflek membanting setirnya, dan ia masuk ke dalam semak-semak yang lebat, sebelum akhirnya berhenti saat menabrak tiang listrik. Kepala Jason terantuk pada setir, dan mengelaurkan darah. Dan entah kenapa, tubuhnya terasa begitu lemah. Pandangan kedua matanya kabur, dan tanpa ia sadari, ia tak sadarkan diri.

**

“Kau tidak apa-apa, nak?” tanya seorang polisi yang sudah berdiri di depan Jason. Hari sudah pagi, dan seorang polisi menemukannya dalam keadaan terluka parah. Kepalanya yang berdarah sudah diperban. Mungkin polisi itu yang melakukannya?
“Kau mabuk?”
“Tidak.” Jawab Jason. “Aku hampir menabrak sesuatu di tengah jalan, dan aku membanting setir…, itu yang terjadi.”
“Kau beruntung aku lewat sini pagi ini. Jika tidak, mungkin kau tidak akan selamat.”
“Mungkin seseorang dari Arkwood akan menemukanku.”
“Arkwood?”
Polisi itu mengernyit, membuat sebuah ekspresi yang aneh dan tidak dapat dijelaskan. Ia seolah tidak percaya, atau merasa heran dengan apa yang Jason ucapkan.
“Ya. Kota kecil beberapa kilo dari sini.” Ucap Jason. “Aku keluar dari kota itu semalam setelah mengisi bensin, dan kecelakaan ini terjadi.”
“Kau mabuk, nak.”
“Tidak!” bantah Jason. “Kenapa Anda berpikir seperti itu?”
Polisi itu berkacak pinggang, lalu mendesah. Ia tatap kedua mata Jason, kemudian mulutnya terbuka.
“Sebaiknya kutunjukkan padamu.”
Jason naik mobil patroli dari polisi yang menyelamatkannya itu. Mereka mengarah kembali, ke arah Arkwood. Dan begitu melewati gerbang utamanya, Jason tidak mempercayai apa yang ia lihat.
Tanaman jalar dan rerumputan telah tumbuh liar di berbagai tempat. Jalan aspal kota itu terbelah, dan rusak di beberapa tempat. Gedung-gedung yang semalam menyala dengan neon itu kini terlihat seperti bangunan tua reot yang siap untuk dihancurkan. Dan pom bensin tempat Jason mengsi bensin semalam, telah hancur dan banyak tanaman jalar di segala tempat. Kota itu benar-benar mati.
“Tidak mungkin!” ucap Jason. “Aku dari sini semalam. Aku mengisi bensin, aku makan, dan aku bertemu dengan orang-orang…”
“Bagaimana orang-orangnya?” tanya polisi itu. “Apa mereka berpakaian seperti tahun 80-an, dan ada banyak mobil klasik?”
Jason mengenyit.
“Bagaimana Anda tahu?”
Polisi itu mengarahkan tatapan kedua matanya pada Jason. Lalu dengan ucapan yang tervilang singkat, ia mengucapkan,
“Nak. Kau baru saja masuk ke masa lalu kota ini.”

***

No comments:

Post a Comment