Friday, February 26, 2016

KUTUKAN BONEKA VENTRILOQUIS



“Ada yang tidak beres dengan boneka itu.” Ucap Terry meyakinkan suaminya. Ia tidak tahu dengan apa yang ia rasakan mengenai kehadiran boneka itu. Akan tetapi, selalu ada perasaan mengganjal ketika ia memandang kehadiran sosok manusia kecil dari kayu yang kini terpajang di rak dinding ruang tamu.
Boneka itu merupakan sebuah boneka ventriloquis tua yang dibeli oleh Frank, suami Terry, dari sebuah kota di selatan yang namanya saja membuat Terry bergidik. Blackwood. Frank membeli boneka itu dengan harga murah di Blackwood dari seseorang yang sama sekali tidak dikenal dan terlihat sedikit mencurigakan.
“Tidak ada yang salah dengan boneka itu.” Ucap Frank. “Memang terlihat sedikit menyeramkan. Namun boneka hanyalah boneka. Dia tidak akan hidup dan memakanmu.”
Frank tertawa, mencoba membuat istrinya tersenyum. Namun tetap saja, Terry merasakan hawa yang tidak menyenangkan yang datangnya dari boneka berwujud seorang anak kecil dengan mata besar itu. Boneka itu seolah menatapnya, menyeringai ke arahnya. Boneka itu seolah hidup.
Terry sendiri tidak tahu kenapa Frank membeli boneka tua itu. Frank bukanlah penggemar Ventriloquis. Dan kini ketika boneka itu sudah ada di rumahnya, pertanyaan pun bertambah. Kenapa Frank membeli boneka itu? Terry sudah mencoba mempertanyakan hal itu tetapi Frank menjawabnya dengan lelucon yang sama sekali tidak terdengar lucu. Terry mencoba untuk membicarakannya secara serius. Tetapi Frank selalu mengatakan padanya bahwa boneka itu hanyalah sebuah pajangan yang antik.
Terry tidak pernah merasakan kecemasan seperti ini sebelumnya. Ia, sebagai seorang ibu rumah tangga, selalu bekerja di rumah. Pekerjaannya yang biasanya terasa menyenangkan kini terasa sedikit berat dengan adanya boneka tua itu. Setiap kali ia membersihkan ruang tamu, ia selalu bergidik jika matanya bertemu dengan mata boneka itu. Boneka itu terlihat seperti terus mengawasi gerak-geriknya. Dan bahkan, Terry seperti mendengar sebuah bisikan yang datang dari boneka itu.
“Kenapa aku harus membuangnya?” tanya Frank ketika Terry terus menceritakan rasa tidak nyamanya mengenai boneka itu.
“Kau berpikir terlalu berlebihan, sayang.” Lanjutnya. “Seperti di film, maksudmu? Boneka ventriloquis yang bisa hidup? Semua hanya khayalan. Tidka mungkin boneka itu hidup.”
“Tapi aku merasa seperti itu, Frank.” Ucap Terry bersikukuh dengan pendapatnya.
“Blackwood.” Lanjutnya. “Tidak tahukah kau bahwa kota itu dijuluki sebagai kota angker oleh orang-orang? Aku bahkan terus mengkhawatirkanmu ketika kau harus mendapatkan tugas di kota itu, meski hanya sehari. Dan kini, kau malah membeli boneka menyeramkan ini. Aku tidak mengerti dengan apa yang kau pikirkan. Kau pikir boneka ini lucu, dan aku akan menyukainya?”
“Kau tidak menyukainya?”
“Bukankah sudah jelas?” balas Terry sambil berteriak. Suasana tenang malam hari itu bisa saja berubah menjadi pertengkaran seandainya saja Frank bukanlah tipe pria yang tenang berkepala dingin. Dengan santai, ia mencoba menanangkan istrinya kembali.
“Percaya padaku!” ucapnya. “Jika boneka itu mulai macam-macam, aku akan segera menyingkirkannya. Oke?”
Terry tidak mengerti dengan ucapan suaminya itu. Frank pikir hal ini lucu? Pria itu terus tertawa melihat dirinya ketakutan. Dan bukannya membantu, Frank sepertinya malah terus menggodanya. Bagaimana jika apa yang ia rasakan benar-benar terjadi?
Malam berlalu. Detik berganti menit, dan jam terus berganti. Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari ketika Terry terpaksa harus bangun dari mimpinya. Ia dikejutkan dengan sebuah suara berdebum dari lantai bawah, seperti ada benda yang jatuh. Terry terduduk diatas tempat tidurnya, di tengah kegelapan dan kesunyian, dan tengah mencoba untuk mendengarkan situasi yang terjadi. Apakah hanya halusinasi akibat dari ketakutannya?
“DUK!!”
Suara itu terdengar lagi. Terry seketika mencengkeram lengan suaminya, dan mengguncangkannya untuk membangunkan pria itu. Frank membuka kedua matanya, namun seperti tidak begitu peduli dengan ketakutan yang ada di wajah istrinya.
“Ada apa?” tanyanya.
“Kau tidak dengar?” balas Terry. “Bagaimana mungkin kau tidak dengar? Suaranya begitu keras.”
“Suara apa?”
“Dari lantai bawah.” Jawab Terry. Kecemasan masih terlihat jelas di wajahnya. “Ada suara benda jatuh. Keras.”
“Yang benar saja!”
“Kau pikir aku berbohong?”
Frank menggeliat di posisinya, namun tidak mau bangun. Ia memang membuka kedua matanya dan merespon ucapan istrinya dengan baik. Namun tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan bangun dari tempat tidur dan memeriksa ruang bawah.
“Sudahlah! Kembali tidur!”
Terry tidak begitu yakin dengan apa yang ia rasakan. Ia takut, namun juga penasaran. Namun ia juga tidak mau bangkit dari tempat tidur, dan kembali bergelung di bawah selimut. Untuk sesaat ia coba tajamkan kembali pendengarannya, seandainya suara itu kembali. Namun…, tidak. Semuanya terlihat normal dan hening. Tidak ada suara lain selain suara berdetik dari jam di atas meja. Terry berpikir, mungkin suara itu hanya suara yang berasal dari dalam kepalanya sendiri.
Terry sudah hampir tertidur ketika suara berdebum keras itu kembali terdengar. Terry seketika menegakkan tubuhnya, dan dengan cepat membangunkan kembali suaminya itu.
“Suara itu lagi.” Ucapnya. “Ada yang tidak beres, Frank. Kau harus mempercayaiku.”
Frank dengan terpaksa bangkit dari posisinya. Ia coba dengarkan dengan kedua telinganya, namun keadaan tetap hening.
“Ini aneh.” Ucap Terry. “Suara itu.”
“Kau yakin suara itu berasal dari lantai bawah?” tanya Frank. “Tapi tidak ada benda…, jangan katakan sesuatu mengenai boneka itu!”
“Mungkin…” ucap Terry sedikit ragu. “Bagaimana jika hal lain? Mungkin ada pencuri yang mencoba masuk…”
Frank lebih bisa menerima penjelasan itu daripada cerita takhayul mengenai boneka tua itu. Ya. Bisa saj pencuri berusaha masuk ke dalam rumah dan menciptakan suara-suara aneh itu.
“Oke. Aku akan periksa.”
Frank bangkit dari tempat tidur diikuti oleh Terry. Keduanya bergerak bersamaan keluar kamar, menuruni tangga lalu menuju ke ruang tengah. Frank menyalakan lampu, dan ruangan itu terang seketika. Untuk sesaat keduanya terdiam, dan mencoba memeriksa apakah ada yang aneh dengan barang-barang di ruangan itu.
“Lihat?” ucap Frank. “Tidak ada yang berubah, ‘kan?”
“Bagaimana dengan ruang tamu?”
Keduanya bergerak bersama ke arah ruangan dimana boneka itu berada. Mereka memeriksa ruangan itu, namun juga tidak ada berubah. Semua benda masih berada di tempatnya. Termasuk boneka ventriloquis tua yang ada diatas rak.
Terry seketika merasakan perasaan takut yang luar biasanya ketika kedua matanya bertemu dengan kedua mata boneka itu. Seolah ada sebuah kekuatan yang tak terlihat, yang memancar dari dalam boneka itu, yang membuat bulu kuduknya berdiri. Boneka yang terlihat selalu tersenyum itu benar-benar membuat Terry tidak nyaman.
“Semua jendela masih tertutup dan terkunci. Begitu juga dengan pintu-pintu. Tidak ada apa-apa disini.”
“Kau yakin?” tanya Terry. “Bagaimana dengan boneka itu?”
Frank mendesah, lalu memandang istrinya dengan tatapan kesal dan tak menyenangkan.
“Dengar! Aku lelah saat ini, Terry. Jika ingin membicarakan mengenai boneka itu, sebaiknya besok pagi saja. Oke?”
Terry tidak mengucapkan apa-apa lagi. Beberapa menit kemudian, ia sudah melingkar kembali diatas tempat tidurnya. Ia mencoba untuk tidur, namun kedua matanya tidak bisa terpejam. Ia merasa sedikit cemas, takut, dan perasaan lain yang tak dapat ia jelaskan.
Keadaan benar-benar sunyi. Suara berdebum itu sudah tidak terdengar lagi, entah kenapa. Dan apa yang menyebabkan suara itupun tidak diketahui. Kenyataan yang terjadi, Terry akhirnya dapat tertidur. Dan tidak ada gangguan lain untuk malam itu.

*

Keesokan harinya, keadaan masih terlihat normal seperti biasa. Terry bangun dan menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum suaminya itu pergi bekerja. Perbicangan pagi itu sedikit tidak menyenangkan karena Terry terus mengungkapkan keluh kesahnya mengenai boneka ventriloquis itu, namun Frank malah menanggapinya dengan sedikit emosi.
“Aku tidak ingin membicarakannya!” bentak Frank sesaat sebelum ia pergi. Ia tatap kedua mata istrinya, yang sebenarnya sedikit menyusahkan hatinya. Ia menyesal dengan teriakannya barusan.
“Aku harus pergi.” Lanjutnya dengan nada bicara sudah kembali normal. Sesaat, ia berikan senyuman pada istrinya itu, dan pergi.
Terry tetap tidak bisa melepaskan pikirannya dari hal-hal aneh yang sudah terjadi. Tentu saja mengenai boneka itu. Ia mencoba meyakinkan dirinya, seperti kata-kata Frank, bahwa boneka itu hanya boneka biasa dan tidak bermasalah. Namun, hatinya berkata lain.
Terry melakukan pekerjaannya seperti biasa hari itu. Menyapu, mengepel lantai, membereskan tempat tidur dan menjemur pakaian. Hingga tengah hari, tidak ada satupun hal ganjil yang terjadi. Namun beberapa jam setelah Terry selesai dengan pekerjaannya, ia dikagetkan oleh sebuah suara yang datangnya dari arah ruang tamu.
Suara benda jatuh itu datang lagi. Terry mungkin tidak akan berani memeriksa ruang tamu seandainya bukan pada saat siang hari. Perlahan ia arahkan langkah kakinya ke ruang tamu kecilnya, dan ia menemukan boneka kayu tua itu telah terjatuh dari raknya. Tertelungkup diatas lantai, dengan bagian wajah menempel pada lantai.
Terry ragu untuk mengambil boneka itu. Perasaannya mengatakan bahwa ia seharusnya tidak berada dekat-dekat dengan boneka itu. Tapi ia juga merasa bahwa ia tidak bisa membiarkan boneka itu tergeletak begitu saja. Setelah cukup lama meyakinkan hatinya, ia pun bergerak ke arah boneka itu. Ia ulurkan tangannya, dan dengan perlahan memegang lengan boneka itu.
Terry merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia putar tubuh boneka itu, hingga wajah menyeramkan itu bertatapan dengan kedua matanya. Mata bundar, besar, terlihat polos namun ada kesan licik dalam seringainya. Boneka kayu tua itu memang menyeramkan.
Terry bangkit dari posisi jongkok sambil mengangkat boneka itu. Saat tiba-tiba saja kedua mata boneka itu bergerak. Terry seketika melempar boneka itu sambil menjerit. Kenapa hal itu terjadi?
Boneka itu tergeletak kembali di lantai dengan tatapan kedua matanya ke arah Terry. Apa boneka itu hidup? Terry amati dengan seksama, namun kedua mata boneka itu masih diam di tempat. Lalu apa yang terjadi beberapa detik yang lalu? Apakah halusinasinya saja?
Terry mengangkat boneka itu lagi dan dengan cepat meletakkannya diatas rak. Ia tidak mau berdekatan dengan boneka itu lagi. Terry memutar tubuhnya cepat dan bergerak pergi. Namun baru beberapa langkah, ia terhenti saat dengan jelas ia mendengar sebuah suara anak kecil di belakangnya, yang mengucapkan,
“Mati!”

*

“Boneka itu hidup!” ucap Terry menjelaskan pada Frank sore harinya. Ia mengatakannya dengan sungguh-sungguh, namun seperti sikap Frank sebelumnya, pria itu seolah tidak peduli.
“Sudah berapa kali kita membicarakan hal ini?” balas Frank. “Kau berlebihan, Terry. Dan aku tidak suka dengan sikapmu.”
“Kau pikir aku berbohong?” teriak Terry dengan air mata mulai membasahi kedua matanya. “Apa aku pernah berbohong padamu selama ini? Aku hanya…”
“Oke. Mari kita periksa!”
Terry mengikuti langkah suaminya ke arah ruang tamu. Terry melihat dengan jelas sosok boneka itu. Masih menyeramkan seperti sebelumnya. Cahaya lampu yang menyiram wajah boneka itu menciptakan sebuah bayang-bayang yang membuatnya semakin terlihat sadis.
“Boneka ini.” Frank meraih boneka itu lalu dengan cepat mengguncangkannya. Ia sentuh kedua mata boneka itu, yang tidka bisa bergerak. Frank membuka tutup mulut boneka itu, dan tidak ada yang terjadi.
“Lihat?” ucap Frank. “Jika boneka ini bisa hidup, kenapa ia hanya berani menunjukkan aksinya padamu? Kenapa ia tidak…ARGGGH!!!”
Frank berteriak seketika, dan melempar boneka yang ia pegang. Ia lihat satu jarinya berdarah karena terjepit oleh mulut boneka tua itu.
“Lihat?” ucap Terry.
Frank menatap nanar pada boneka yang kini tergeletak di lantai itu. Diantara percaya dan tidak, Frank mengarahkan pandangan matanya pada Terry yang berdiri di sebelahnya.
“Boneka itu…, boneka itu menggigit…”
“LIHAT!”
Mengikuti teriakan istrinya, Frank memutar kepalanya dengan cepat. Dan kini ia lihat dengan sendirinya saat kepala boneka kayu itu berputar perlahan, dengan mulut terbuka dan tertutup secara sendirinya. Dan mereka berdua dapat mendengar dengan jelas saat boneka itu mengucapkan,
“Kalian harus mati.”
Terry berteriak seketika. Frank, tanpa sadar bergerak cepat ke arah boneka itu dan dengan keras menendangnya. Boneka itu terlempar ke udara dan membentur dinding. Sebagian dari wajah kayunya hancur, dan meninggalkan satu lubang menganga. Namun, mulut boneka itu masih dapat bergerak. Dan ia berucap lagi,
“Kalian anak nakal. Kalian pantas mati!”
Frank dan Terry sama-sama melonjak kaget saat terdengar sebuah suara berdenting dari dapur, dan mereka dapat mendengar sebuah suara semburan yang begitu keras. Dan dalam beberapa detik, mereka dapat mencium sebuah aroma yang khas di udara.
“Oh, tidak!”
Gas dari selang kompor yang terlepas telah memenuhi ruangan. Dan sebelum Frank dapat bertindak, semua lampu yang ada di rumah itu menjadi semakin terang, dan terang, dan terang, hingga akhirnya salah satu bohlam lampu pecah.
Frank dan Terry tidak dapat melakukan apapun. Hal terakhir yang mereka ingat adalah suara bola lampu pecah, dan seketika cahaya merah mulai menenggelamkan mereka. Satu ledakan terjadi, dan rumah itu pun hancur berkeping-keping. Frank dan Terry, tewas seketika.

*

“Tidak ada yang tersisa dari rumah itu.” Ucap salah seorang petugas pemadam kebakaran yang datang beberapa menit setelah ledakan terjadi. Kediaman Frank dan Terry telah hancur terbakar, dan tubuh keduanya ditemukan telah gosong di ruang tamu rumah itu.
“Ada satu bendat tersisa.” Ucap salah seorang yang datang beberapa saat kemudian. Di tangan pemadam kebakaran itu, terdapat satu benda yang sama sekali tidak terbakar sedikitpun oleh api. Sebuah boneka kayu, dengan kedua mata besar dan seringai lebar. Seolah dapat mengatakan bahwa ia merasa puas karena telah merenggut dua nyawa malam itu.

***


No comments:

Post a Comment