James Sunderlan dan temannya Robert memandangi cincin bermata zamrud
itu dengan tatapan nanar. Mereka masih tidak percaya bahwasanya pencarian harta
karun mereka berhasil. Memang bukan sebuah petualangan yang penuh bahaya untuk
mendapatkan harta itu. Namun tetap saja, mereka menganggap petualangan mereka
mendebarkan dan asyik.
Mereka pada awalnya hanya
mendapatkan sebuah surat lama yang ditemukan di salah satu loteng tempat
tinggal mereka. Di dalam surat itu dikatakan mengenai adanya harta terpendam
dari seorang konglomerat di abad 19 bernama Morrison, yang meninggalkan surat
itu untuk keturunannya. Sayangnya, alur keluarga Morrison tidak begitu
berhasil, dan tidak ada satuorang pun yang mengklaim surat berharga itu. Hingga
pada akhirnya rumah tua itu jatuh ke tangan Sunderlan, dan Sunderlan kemudian
menemukan surat itu.
Surat itu mengantarkan
mereka pada sebuah tempat jauh di pedalaman Norlandia, dimana mereka ahrus
berkendara selama belasan jam dan harus berjalan kaki memasuki hutan. Disana
kemudian mereka menemukan adanya sebuah rumah tua yang sudah ada sejak abad ke
17, yang dulu adalah milik alur keluarga Morrison. Surat itu kemudian
menunjukkan bahwa ada sebuah benda berharga di dalam rumah itu. Yang kemudian
James dan Robert temukan di dalam sebuah kotak kayu tua yang tersimpan di papan
bawah lantai. Di dalam box itu, terdapatlah cincin bermata zamrud itu. Hanya
itulah satu-satunya benda berharga yang dapat mereka temukan dalam penjelajahan
mereka.
“Cincin ini begitu
berharga.” Ucap Robert sambil sekali lagi memutar-mutar cincin bermata hijau
itu di tangannya.
“Aku sudah membaca segala
hal mengenai Morrison, kau tahu? Keluarga itu adalah keluarga yang cukup makmur
dan kaya di zamannya. Aku hanya tidak mengira mereka hanya meninggalkan cincin
ini.”
“Mungkin mereka telah menjual
yang lain ketika kemerosotan ekonomi menyerang Sherland dan Norlandia di abad
19. Itu sebabnya tidak ada benda lainnya.”
“Mungkin kau benar.” Ucap
Robert.
James tersenyum senang.
Meski hanya mendapatkan satu cincin, ia merasa begitu bahagia bisa memegang
benda yang sudah berusia ratusan tahun itu. Ia masih tidak tahu apa yang akan
ia lakukan pada cincin tua itu.
James dan Robert saat itu
berada di sebuah bar kecil yang terletak tidak jauh dari Arcadia dimana James
tinggal. Keduanya tengah merayakan keberhasilan mereka dalam menemukan cincin
itu.
“Apa yang akan kau lakukan
dengan cincin ini?” tanya Robert. “Menjualnya? Kurasa kau akan bisa mendapatkan
beberapa juta untuk zamrud ini.”
“Entahlah, Rob.” Balas
James. “Aku masih terpikat oleh daya tarik cincin ini. Mungkin untuk sementara
aku akan menyimpannya. Mungkin memakainya, dan memamerkannya pada kekasihku.”
“Kau bukan tipe orang
seperti itu, ‘kan, Jim?”
“Mungkin.” Balas James
sambil tertawa. Ia masih terus mengamati cincin yang berkilau di bawah cahaya
lampu temaram di bar itu.
“MEMATIKAN!!”
James nyaris saja melempar
cincin yang ada di tangannya saat teriakan itu muncul di sisi kepalanya. Ia
kemudian melihat ada seorang wanita tua berkeriput yang tengah mengamatinya
melalui kaca mata kotak yang wanita tua itu kenakan. Wanita tua itu memandang
lurus ke arah cincin yang berada di tangan James.
“Mematikan!” ucap wanita itu
lagi dengan satu desisan nafas melalui bibirnya yang berkerut.
“Maaf?” ucap James. “Aku
tidak tahu maksud Anda dengan…”
“Sebaiknya kau buang benda
itu sekarang, nak!” ucap wanita tua itu dengan nada dalam. “Aku merasakan
sebuah aura negatif dari benda itu. Benda itu terkutuk! Mematikan!”
“Sudahlah!” ucap Robert
sambil mendengus. “Kau tidak tahu apa-apa soal cincin ini, wanita tua.”
“Kau sudah kuperingatkan!”
ucap wanita itu. “Mematikan! Sungguh mematikan! Kau harus membuangnya!”
Wanita itu pada akhirnya
pergi meninggalkan meja James dan Robert. Robert seketika tertawa setelah
wanita itu pergi. Mungkin Robert menganggap ucapan wanita tua itu lucu atau
semacamnya. Tapi James, entah kenapa, merasa bahwa apa yang wanita tadi ucapkan
bukanlah main-main.
“Tidak lucu.” Ucap James.
Robert seketika menutup mulutnya, dan memandang aneh ke arah temannya itu.
“Kenapa denganmu, Jim?”
tanyanya. “Kau tidak mempercayai ucapan wanita tua itu begitu saja, ‘kan? Soal
kutukan dan segalanya, hanyalah…”
“Entahlah, Rob.” Balas James
cepat. “Benda ini sudah ratusan tahun. Mungkin memang ada kutukan atau
semacamnya.”
“Kutukan yang bisa membuatmu
kaya, kurasa.” Ucap Robert. James hanya mengangguk sambil menertawakan dirinya
sendiri yang sudah terlalu serius menanggapi ucapan wanita tua itu tadi. Cincin
itu, jika ia lihat-lihat, terlihat begitu biasa. Hanya cincin antik. Tidak ada
kutukan atau semacamnya. Bukan begitu?
“Oh, lihat!” ucap James
setelah ia mengenakan cincin itu di jarinya. Batu zamrudnya terlihat begitu
mengkilap di bawah cahaya temaram ruangan itu.
“Cocok sekali.” Ucap Robert.
“Bahkan kekasihmu tidak pernah memiliki cincin semahal itu.”
“Lihat waktunya!” ucap James
tiba-tiba saat ia secara tidak sengaja melirik ke arah jam tangannya. Jarum jam
telah menunjukkan pukul sebelas malam.
“Aku harus pulang.” Ucap
James seraya bankit dari kursinya. “Besok aku ahrus bekerja, dan aku tidak mau
terlambat bangun.”
“Jaga cincinnya baik-baik,
Jim!” ucap Robert. James merasa ia tidak perlu diberitahu soal hal itu. Ya. Ia
akan menjaga cincin itu baik-baik.
Hujan ternyata turun dengan
deras saat ia keluar dari bar itu. James langusng saja masuk ke dalam mobilnya
dan segera melesatkan mobilnya itu menembus jalanan sepi yang akan
mengantarkannya kembali ke apartemennya di Arcadia.
Suara radio mengalun di
sepanjang perjalanan. James berusaha sekuat tenaga untuk tidak membiarkan
matanya tertutup, karena entah bagaimana ia merasa begitu mengantuk. Ia
berkali-kali nyaris menurutpkan matanya dan mobilnya itu nyaris terperosok
masuk ke dalam parit di sisi jalan. Namun ia masih dapat mengendalikannya.
Sebuah lago rock 80-an
mengalun dari radio. Yang secara aneh mengantarkan James masuk ke dalam alam
bawah sadarnya. Namun seketika ia mendapatkan sebuah kilasan tepat di depan
matanya, dan ia membating setirnya ke kiri.
“SIALAN!!” umpatnya saat ia
nyaris saja menabrak sebuah truk yang melaju kencang ke arah berlawanan.
Jantung James berdegup kencang saat ia berhenti tepat di tepi jalan, nyaris
mati.
“Fokus, James!” ucapnya pada
dirinya sendiri sambil menepuk dahinya. Ia nyaris saja mengalami sebuah
kecelakaan yang fatal.
James mematikan radio
mobilnya seketika. Mungkin terlalu banyak lagu membuatnya mengantuk. Sedetik
kemudian, ia melanjutkan perjalanannya lagi.
Ucapan dari wanita tua di
bar itu tadi tiba-tiba saja memenuhi kepalanya. Mengenai peringatan yang
diberikan oleh wanita tua itu, mengenai bahaya yang mematikan. Dan ia baru saja
hampir mati tertabrak truk. Apakah ada kaitannya dengan cincin yang ia kenakan?
James mencoba melepaskan
cincin zamrud itu begitu sampai di kamar apartemennya. Sayangnya, cincin itu
melekat dengan begitu kuat di jarinya. Seolah jarinya membengkak dan tidak
dapat melepaskan cincin itu. James mengerang sambil mencoba memutar cincin itu,
namun cincin itu tidak bergeming.
“Persetan!” ucap James. Ia
tidak peduli lagi jika cincin itu memang tidak bisa dilepas. Atau mungkin besok
pagi, ia akan menggunakan sabun untuk melepaskan cincin itu. Untuk saat ini,
yang ia perlukan hanyalah tidur karena matanya sudah begitu mengantuk.
James tidak tahu sudah
berapa lama ia tertidur. Namun tiba-tiba saja ia terbangun dengan kepala yang
rasanya begitu sakit. James mengerang sambil menjambaki rambutnya sendiri.
Pandangannya kabur di tengah kegelapan kamarnya, dan kepalanya serasa ada yang
memukuli dari dalam.
James bangkit ke posisi
duduk, dengan masih merasakan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya. Dan tiba-tiba
saja dari ujung matanya ia dapat melihat sebuah bayangan bergerak dari ujung
kamar ke arahnya. James berjingkat, mengira bahwa ada pencuri. Akan tetapi
bayangan itu seketika hilang dari pandangannya. Ia menolah-nolehkan kepalanya,
namun bayangan hitam itu telah menghilang.
James mengerang kembali saat
salah satu jarinya terasa begitu panas. Cincin zamrud yang ia pakai itu seolah
terbuat dari silet, yang dengan eprlahan mengiris jemarinya. Ia pandangai
cincin yang masih melingkar di jarinya itu, namun tidak ada satupun luka yang
terlihat. James, sekali lagi, mencoba untuk melepaskan cincin itu. Namun
usahanya tidak berhasil. Ia juga sudah mencoba ke kamar mandi dan mencoba untuk
melepaskan cincin itu dengan sabun. Namun usahanya sia-sia saja. Cincin itu
tidak bisa terlepas dari jarinya.
Ia kembali tidur, dan
mencoba untuk menahan rasa sakit yang ada di kepala dan jarinya itu. Namun baru
beberapa menit berlalu, ia mengalami sebuah mimpi yang cukup aneh dan
membuatnya bertanya-tanya. Bayangan mengenai wanita tua itu muncul lagi di
dalam tidurnya. Wajah yang berkerut itu terlihat menyeringai ke arahnya, dengan
tatapan tajam mengarah pada matanya.
“MEMATIKAN!!” ucap wajah
berkerut itu lagi. “Cincin itu terkutuk! Kau harus membuangnya!”
James mencoba bergerak,
namun tiba-tiba saja ia terbangun dengan jantung berdegup dengan kencang. Untuk
sesaat ia seperti melihat kembali bayangan hitam yang muncul dari ujung
kamarnya itu. Yang pada akhirnya hanya menghilang begitu saja. Jarum jam sudah
menunjukkan pukul empat pagi, dan James tidak bisa menutup matanya kembali.
Selama seharian setelah itu
ia selalu mencoba untuk melepaskan cincin yang ada di tangannya. Namun usahanya
selalu sia-sia. Dan dari apa yang sudah ia alami, sepertinya ucapan wanita tua
di bar itu benar. Cincin itu mungkin terkutuk.
Ada beberapa kejadian aneh
yang terjadi semenjak ia bangun pagi tadi. Saat ia mandi, ia hampir saja
terpeleset sabun dan jatuh mmebentur wastafel. Saat ia bekerja, ia secara tidak
sengaja menjatuhkan benda berat yang ia angkat, yang kemudian menjatuhi
kakinya. Belum lagi saat makan siang, ia hampir tersedak tanpa alasan yang
jelas. Semua hal itu sudah cukup bagi James untuk menyimpulkan bahwa apa yang
diucapkan oleh wanita tua itu benar.
“Terkutuk.” Ucap James pada
Robert yang ia temui sore harinya. Robert terdengar mendengus, masih tidak
percaya dengan apa yang James ucapkan.
“Kau hanya mengada-ada,
Jim.” Ucapnya. “Tidak mungkin cincin itu terkutuk, ‘kan? Kau terlalu memikirkan
ucapan wanita tua itu.”
“Ini serius, Rob!” ucap
James. “Semalam aku hampir menabrak truk. Malam tadi tidurku terganggu, dan
kejadian-kejadian selama hari ini…, aku tidak bisa menjelaskannya.”
“Kita tunggu saja!” ucap
Robert. “Mungkin kini kau bisa melepaskan cincin itu?”
James mencoba kembali dengan
sekuat tenaganya, namun cincin itu masih melekat dengan begitu erat pada
jarinya. Entah kenapa jarinya seolah membesar tanpa alasan yang jelas.
James kembali ke
apartemennya masih dengan berjuta pertanyaan berputar di dalam kepalanya.
Segala sesuatunya mengarah pada cincin zamrud itu. Yang dalam seharian hampir
saja merenggut nyawanya. Ia tidak tahu apakah ia bisa bertahan lebih lama jika
ia terus memakai cincin itu.
Karena rasa penasarannya,
James melakukan browsing di internet. Ia mencari tahu segala hal mengenai
cincin zamrud milik Morrison itu. Dan ia memang menemukan beberapa info penting
yang mungkin dapat membantunya.
Morrison dikabarkan
mendapatkan cincin itu di abad ke 17, saat keluarga Morrison masih menjadi
keluarga terpandang di Norlandia. Cincin itu adalah semacam peninggalan
keluarga, yang diturunkan turun temurum melalui alur keluarga Morrison. Pemilik
terakhir dari cincin itu adalah Albert Morrison, yang tinggal di Norlandia pada
abad ke 19. Namun setelahnya, cincin itu dikabarkan menghilang. Dan tidak ada
yang tahu lagi hingga James menemukan surat di loteng rumah itu.
James memang mendapatkan
cerita sejarah dari cincin terkutuk itu. Namun tidak ada satupun cara untuk
dapat melepaskan cincin atau kutukan dari cincin itu. Tidak ada jalan keluar.
James merasa ia sudah mendapat jalan buntu bagi masalahnya.
Malam harinya ketika ia
tidur, ia kembali diganggu oleh bayangan-bayangan aneh yang selalu muncul dari
sudut kamarnya itu. Sebuah bayangan tinggi, yang bergerak perlahan ke arahnya
saat ia mencoba untuk memejamkan mata.
Rasa sakit di kepalanya pun
muncul kembali berulang-ulang. Dari jarinya yang memakai cincin seolah-olah
dipotong secara perlahan oleh suatu benda yang tidak terlihat.
“TIDAK!!!!” James mengerang
sambil mencoba mencabut cincin itu. Namun usahanya lagi-lagi tidak berhasil.
“Kembalikan….” Desis sebuah
suara tanpa sumber yang jelas. James mendengarkannya saat kepalanya serasa mau
pecah. Apakah apa yang ia dengar benar? Atau ia hanya berkhayal?
“Lepaskan cincin itu…”
desisi suara itu lagi. Yang semakin lama semakin terdengar dengan jelas.
“Cincin itu… lepaskan…”
“DIAM!!!” James berteriak
pada sebuah cermin yang seolah tertawa padanya. Dan tiba-tiba saja, cermin itu
bergetar. Kemudian…
PRANG!!
Cermin itu hancur
berkeping-keping tanpa alasan yang cukup jelas. James harus menggunakan
lengannya untuk menutupi wajahnya, namun usahanya sedikit terlambat. Beberapa
pecahan kaca berhasil mengenai wajah dan lengannya, yang kini berdarah akibat
dari pecahan kaca itu.
“Kembalikan….” Desis suara
itu lagi. James memutar-mutar tubuhnya, di tengah kegelapan kamarnya. Dan
sekali lagi ia melihat bayangan hitam itu muncul dari sudut kamarnya, bergerak
ke arahnya, dan James seketika merasa seperti dicekik.
James berguling-guling di
lantai saat ia merasa seperti ada sebuah tali yang mencekik lehernya. Ia tidak
bisa bernafas, dan kepalanya serasa mau pecah. Seeprti ada palu yang memaku ke
arah kepalanya.
“TIDAK!!!!” teriak James
sambil memegangi lehernya. Ia mengerang, mencoba untuk berdiri namun ia selalu
kehilangan kekuatannya. Dan seketika ada bayangan wajah wanita tua itu di depan
kedua matanya. wajah itu berkata,
“Hancurkan cincin itu!
HANCURKAN!!!”
James tidak tahu apa yang
harus ia lakukan. Jika ia tidak bisa melepaskan cincin itu, bagaimana mungkin ia
bisa menghancurkannya. Keculai, ada satu hal esktrim yang harus ia lakukan
untuk bisa melepaskan cincin itu dari jarinya.
“Potong! Potong!” ucap
sebuah suara di kepalanya. James tidak suka dengan ide itu. Namun penderitaan
yang ia alami saat memakai cincin itu memang sudah benar-benar tidak bisa ia
tahan. Ia harus melakukannya. Ia harus memotong jarinya sendiri.
James mencoba untuk bergerak
meski kaki tersa begitu berat. Ia mengarah ke dapur, dan mengambil sebuah pisau
daging besar yang biasanya jarang ia gunakan. Ia akan menggunakannya malam itu,
untuk memotong jarinya sendiri. Namun ia masih dipenuhi dengan keraguan. Apakah
keputusannya itu adalah keputusan yang bijaksana? Ia tidak dapat menemukan cara
lain untuk melepaskan cincin itu dari jarinya.
“Aku harus memotongnya.”
Ucap James di telepon. Di tangannya sudah terdapat pisau daging itu, dan di
tangan yang lain memegang ponselnya. Ia menghubungi Robert sebelum memotong
jarinya sendiri. Berharap Robert dapat memberikan alternatif lain, tapi…,
tidak.
“Aku harus memotongnya,
Rob!” ucap James sambil masih terus menahan rasa sakit di jari dan kepalanya.
Pandangannya terasa kabur untuk sesaat, dan ia merasa melihat sosok bayangan
itu lagi.
“Aku harus!” teriak James.
“Cincin ini terkutuk! Aku menyesal menemukannya! Kini aku harus mengakhirinya.”
“Jim, pikirkan baik-baik…”
“Tidak ada cara lain, Rob!”
teriak James. “Aku harus melakukannya.”
“James! James!”
Robert berteriak di telepon,
mencoba menghentikan usaha kawannya untuk memotong jarinya sendiri itu. Namun James
sudah membulatkan tekadnya. Jika ia ingin selamat dari kutukan cincin itu, ia
harus memotong jarinya sendiri.
Ia letakkan tangannya diatas
meja. Ia pandangi sekali lagi cincin bermata hijau itu, yang kini terlihat
seolah berpendar di dalam kegelapan. Rasa menyakitkan begitu terasa di jarinya
yang memakai cincin itu. Kepala James pun rasa mau pecah.
“Aku harus melakukannya!”
ucap James dengan nada bergetar. Ia letakkan bilah pisau dagingnya itu pada
jari manisnya, dan mencoba menekannya perlahan. Akan tetapi…
“TIDAK! TIDAK!” James
berteriak kembali saat ia gagal melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Pisau
daging itu bergetar di tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengepal,
menahan rasa sakit yang masih muncul dari cincin itu.
“Ayolah, James! Kau harus
melakukannya.”
James menempelkan bilah
pisau itu lagi pada jarinya. Dan seketika itu juga, ia mendengar
bisikan-bisikan mistis itu di telinganya.
“Potong, James! Potong!
Hancurkan cincin itu!”
Pandangan mata James kabur
untuk sepersekian detik, dan ia dapat melihat seseorang berdiri tepat di
depannya. Seorang pria, dalam balutan jas lama, berjenggot, memandang ke
arahnya dengan tatapan mata semerah darah. Seketika, James mengenali pria itu.
“Morrison!”
“Kembalikan cincin itu!”
ucap sosok pria itu dengan nada dalam dan seolah menggaung di dalam dapur kecil
itu. James mencoba untuk menahan rasa sakit di kepalanya, namun tidak
tertahankan.
“Potong, James! POTONG!!”
“AAAARRRRGGGGGG!!!!!”
James dengan seketika
menekan bilah pisau daging itu ke jarinya, dan ia merasakan rasa sakit yang
luar biasa saat bilah pisau itu menembus dagingnya, dan memotong jari
tangannya. James berkelojotan diatas lantai dengan darah mengucur dari bekas
dimana jarinya tadi berada. Jarinya telah terpotong, dan saat itu tergeletak
diatas meja.
“TIDAKKK!!!! TIDAK!!!!”
James meraih sebuah kain dari wastafel, yang kemudian ia gunakan untuk membebat
luka terbukanya itu. Darah dengan cepat membasahi kain itu.
“Hancurkan cincin itu!” ucap
sebuah suara di dalam kepalanya. Tapi James sudah nyaris kehilangan
kesadarannya. Pandangan matanya kabur lagi, dan tubuhnya terasa begitu lemah.
Ia lihat sosok di depannya itu membungkuk, lalu meraih potongan jarinya. Cincin
itu masih berpendar di dalam kegelapan suasana. Hingga pada akhirnya, James tak
sadarkan diri.
**
James membuka matanya
perlahan. Ia sadari kemudian bahwa ia tidak berada di kamar apartemennya,
melainkan di sebuah ruangan rumah sakit. Ia lirik jari tangan kirinya, yang
kini sudah terbalut dengan perban. Cincin itu telah menghilang dari tubuhnya.
Wajah Robert muncul beberapa
detik kemudian dari balik pintu ruangan itu. Ia segera saja menghampiri James
yang baru saja tersadar.
“Kau melakukannya.” Ucap
Robert. “Kau melepaskan cincin itu.”
“Aku memotong jariku.” Ucap
James dengan nada serak. Ia rasakan rasa panas di bekas jarinya yang terpotong.
“Sudah berakhir, James.”
Ucap Robert. “Cincin itu tidak akan mengganggumu lagi.”
Jika ada satu hal yang
begitu James sesali di kehidupannya, hal itu adalah menemukan cincin zamrud
itu. Ia tidak mengira bahwa cincin tua itu dapat memberikannya begitu banyak
penderitaan, dan ia bisa saja mati jika ia tidak memotong jarinya. Kini, luka
yang ada di tangannya menjadi pengingat agar ia lebih berhati-hati dalam
mengambil barang apapun.
Robert mengantarkan James
pulang ke apartemennya keesokan harinya. James, yang hanya menderita luka
ringan, tidak memerlukan begitu banyak bantuan medis. Mungkin dalam beberapa
hari, lukanya akan kering dan sembuh.
“Jika ada apa-apa, panggil
aku!” ucap Robert sebelum meninggalkan kamar apartemen James. Namun masih ada
satu hal yang harus Robert ketahui sebelum ia pergi.
“Kau tahu kemana perginya
cincin itu?” tanya Robert. James, jujur, tidak begitu peduli lagi kemana cincin
itu pergi. Ia teringat akan sosok pria yang berdiri di depannya saat itu.
Mungkin arwah dari Morrison.
“Tidak penting.” Ucapnya.
“Aku akan berhati-hati.”
James kini merasa lebih
tenang kehidupannya telah jauh dari cincin terkutuk itu. Meski ia harus
kehilangan salah satu jarinya, namun ia merasa puas dengan apa yang telah ia
lakukan. Ia pun bisa bersantai malam itu di kamarnya sambil membaca sebuah
buku. Akan tetapi, sebuah suara kembali menarik perhatiannya.
Laci meja yang terletak di
samping tempat tidur tiba-tiba saja berkelotakan dari dalam. Laci itu bergetar,
seolah ada sesuatu di dalam laci itu yang ingin melompat keluar.
James bergerak perlahan ke
arah laci meja itu dan membukanya dengan perlahan. Namun ia tidak menemukan
apapun di dalamnya, dan suara berkelotak itu pun hilang. James, yang bingung dengan
hal itu, memutuskan untuk melupakannya dan pergi tidur.
Ia bangun sedikit terkejut
keesokan harinya saat kepalanya terasa begitu berat, seperti saat ia memakai
cincin itu. Dan ia merasakan ada hal yang aneh di tangan kanannya. Seolah ada
tali yang diikatkan ke salah satu jarinya. Dan ketika James melirik ke arah
jarinya, disana sudah ada cincin zamrud itu kembali, melingkar di tangannya.
“Tidak! Tidak!! TIDAK!!”
Teriakan James mungkin hanya
akan didengar oleh tetangganya. Namun jiwa James yang menjerit seolah tidak
dapat menemukan satupun penolong. Ia sadari kemudian bahwa hidupnya telah
terkutuk. Terkutuk, oleh cincin zamrud itu.
****
70
ReplyDeleteWattpad:Gusti_Deandra
keren seperti biasa👍
ReplyDeleteThanks Icha.
DeleteThanks Icha.
DeleteKasihan si James..
ReplyDeleteKeren ceritanya & pesan moralnya dpt bgt