Thursday, October 19, 2017

THE GHOSTLY PRANK



Olivia menggelengkan kepalanya. Ia heran dengan tingkah tiga teman wanitanya itu, yang setiap kali selalu melakukan kejahilan di sekolah tempatnya bersekolah. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Ia sudah meminta ketiga temannya itu untuk berhenti dari ulah usil mereka, namun usahanya sepertinya sia-sia saja.
Beth, Mary, dan Emily adalah tiga teman Olivia itu. Sudah banyak yang mengatakan bahwa ketiga gadis itu adalah gadis paling jahil di sekolah. Mereka sering melakukan hal-hal gila yang diluar nalar terhadap teman satu sekolah mereka. Dan Olivia, yang masih berteman dengan tiga temannya itu, selalu menerima upah dari kejahilan ketiga temannya itu.
“Sudahlah! Kenapa kalian tidak bisa diam untuk sesaat?” ucap Olivia saat makan siang bersama Beth, Mary, dan Emily. Ia tidak menyangka ketiga temannya itu berencana untuk melakukan hal usil lainnya.
“Ingat seminggu yang lalu?” ucap Olivia. “Ny. Marble hampir menelanku hidup-hidup saat kalian melakukan kejahilan pada Tanya. Kalian menaruh permen karet di kursinya, ‘kan?”
“Oh, itu lucu sekali.” Sahut Beth. “Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Tanya marah, tentu saja. Tapi dia tidak tahu bahwa kita yang menaruh permen karet di bangkunya.”
“Bukan ‘kita’ tapi ‘kalian’.” Ucap Olivia cepat. “Aku tidak pernah memberikan anggukan kepala untuk setiap kejahilan yang kalian lakukan. Dan aku tidak mau ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi, kalian tahu?”
“Ayolah, Olivia!” ucap Mary. “Ini menyenangkan. Bayangkan wajah-wajah tidak beruntung itu! Segala kemarahan mereka, dan segala yang terjadi setelah kita melakukan keusilan itu. Sungguh luar biasa!”
“Ya, Olivia.” Sahut Emily. “Kenapa kau tidak ikut rencana kami sekali-kali? Kurasa akan menyenangkan, dan bisa menjadi bahan pembicaraan setiap hari.”
“Tidak, dan tidak.” Jawab Olivia dengan ketegasan dalam ucapannya. “Apa yang kalian lakukan telah kelewatan. Mungkin, bisa saja kalian akan dikeluarkan dari sekolah ini jika kalian sampai ketahuan melakukan kejahilan-kejahilan itu.”
“Tenang saja!” ucap Beth. “Kami tidak akan ketahuan.”
Olivia hanya dapat mendesah pasrah. Ia tidak tahu kenapa dulu ia bisa berkenalan dengan ketiga temannya itu. Jika dipikir-pikir, ia dulu adalah salah stau korban dari tiga teman usilnya itu. Dan entah kenapa ia tidak melaporkan kejadian itu pada kepala sekolah. Kini ia menyesali kesalahannya itu.
“Hei, lihat siapa yang datang!” ucap Beth. Kepala Olivia dan ketiga temannya langsung terarah pada seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam kantin.
Gadis itu adalah Chloe. Seorang murid baru yang memiliki kepribadian tertutup. Hingga detik ini, Chloe belum juga memiliki satupun teman yang bisa diajak untuk makan siang bersama. Kasihan gadis itu. Olivia sebenarnya ingin memperkenalkan dirinya namun ketiga temannya itu selalu menghadangnya.
“Jangan berpikir macam-macam soal gadis itu!” ucap Olivia cepat. Namun ketiga temannya itu hanya mencibir.
“Kenapa? Sepertinya akan menyenangkan bisa sedikit usil pada gadis yang pemalu itu. Kita sama sekali tidka mengenalnya.”
“Karena itulah…”
“Diam, Olivia!” ucap Mary. “Kalau kau tidak mau melakukannya, biar kami saja. Kau tidak usah ikut campur.”
“Tapi kasihan Chloe.” Ucap Olivia. “Ia anak baru di sekolah ini dan membutuhkan teman. Tidak selayaknya kalian melakukan kejahilan padanya.”
“Tentu saja layak.” Sahut Emily. “Anggap saja kejahilan kami adalah salah satu kata sambutan untuk menyambutnya sebagai murid di sekolah ini. Dan…, oh! Pasti akan sangat memuaskan bisa melihatnya menangis.”
“Kalian benar-benar…”
“Aku sebenarnya sudah punya satu ide untuk ‘bermain-main’ dengan gadis itu.” Ucap Beth. “Sesuatu yang akan sangat memuaskan.”
“Apa yang kau rencanakan?” tanya Emily cepat.
“Aku tahu bahwa kini Chloe sepertinya jatuh cinta pada kapten kesebelasan kita, Troy.”
“Oh, ya?”
“Aku punya satu ide yang cemerlang.”
“Ceritakan pada kami!” pinta Mary. Namun Beth melirik ke arah Olivia dengan satu senyum nakal.
“Mungkin jika Olivia tidak ada di sekitar kita.”
Olivia merasa penasaran dengan apa yang ketiga temannya itu rencanakan. Namun bagaimana juga, ia tidak bisa mengetahui apa yang ketiga temannya itu rencanakan. Dan ia merasa khawatir dengan Chloe. Bagaimana jika sampai hal buruk terjadi pada gadis itu?

**

Chloe Bennet sudah tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi keseharian di sekolahnya yang baru itu. Ia selalu malu untuk berkenalan dengan teman baru. Dan hingga detik ini, dua bulan setelah kepindahannya, ia belum juga mendapatkan satu teman.
Mungkin ada satu orang yang sudah bersikap baik padanya. Nama gadis itu adalah Olivia. Namun Chloe merasa ragu untuk berteman dengan Olivia sebab Olivia juga adalah anggota geng dari kelompok gadis nakal di sekolah itu.
Namun sejauh dari apa yang sudah ia alami, Olivia sepertinya tidak seperti ketiga temannya itu. Beberapa hari yang lalu saat buku yang ia bawa jatuh, Olivia rela membantunya. Ia ingin sekali sebenarnya untuk berteman dengan Olivia. Namun Olivia sepertinya lebih memilih ketiga temannya itu daripadanya. Memangnya siapa dia ingin berteman dengan salah satu gadis populer di sekolah itu?
Chloe menjalani hari-harinya seperti biasa. Mengikuti kelas, makan di kantin sendirian, dan mengikuti kelas lagi.Ia harus memfokuskan dirinya pada pelajaran sekolah yang ia terima, dan tidak usah peduli lagi pada adanya teman. Tidak masalah baginya memiliki teman atau tidak. Yang penting ia bisa bertahan dengan nilai-nilai bagusnya, hal itu rasanya sudah cukup.
Mungkin memang ada satu hal lagi yang membuatnya betah berada di sekolah itu disaat ia tidak memiliki teman. Saat pertama kali ia masuk di sekolah itu, ia bertemu dengan lelaki tampan yang membuat hatinya berdesir. Ia ketahui beberapa hari kemudian bahwa lelaki itu ternyata adalah kapten dari tim kesebelasan sekolah itu, yang bernama Troy. Chloe tidak bisa berbat apapun selain menjadi penggemar rahasia dari lelaki itu. Lelaki yang menurutnya cukup sempurna di matanya.
Mungkin memang akan menjadi sebuah harapan yang terlalu tinggi bagi dirinya yang kutu buku, untuk bisa berkenalan dengan lelaki populer seperti Troy. Namun suatu kejadian tak terduga terjadi kemarin. Ia secara tak sengaja bertabrakan dengan Troy saat ada di perpustakaan. Dan Troy tersenyum manis padanya. Bukankah hal itu menjadi sebuah impian yang jadi kenyataan?
Troy sedikit bertanya-tanya tentang dirinya beberapa saat kemudian. Yang ia akui memang menjadi sebuah situasi yang terlalu menekan baginya. Ia bahkan tidak sadar apakah saat itu ia bernafas atau tidak. Bisa berkenalan dengan Troy adalah sebuah anugerah yang sulit untuk terjadi. Namun sudah terjadi.
Nama Troy menjadi semacam racun di dalam kepalanya. Ia tidak bisa berkonsentrasi dengan apa yang diajarkan oleh guru di depan kelas karena terlalu sibuk memikirkan wajah Troy. Oh…, Troy. Chloe benar-benar jatuh cinta pada pemain sepak bola itu.
Hal yang sama sekali tak terduga olehnya terjadi di kemudian hari. Seseorang tiba-tiba saja mendekat ke arahnya dan menyerahkan sepucuk surat untuknya.
“Untukku?” tanya Chloe dengan sikap tidak percaya. Gadis di depannya itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Dari siapa?” tanya Chloe. Karena ia tidak memiliki satupun teman di sekolah itu, rasanya aneh menerima sepucuk surat secara tiba-tiba.
“Kau akan tahu.” Ucap gadis itu kepadanya. “Mungkin kau bisa pingsan ketika membacanya.”
Chloe cepat-cepat segera menyobek amplop putih dari surat itu begitu sang pengantar surat sudah pergi. Dan ketika ia membaca sebuah nama di akhir surat singkat itu, ia benar-benar nyaris mau pingsan.
Troy!
Surat itu adalah surat dari Troy, yang menginginkan berkenalan dengan dirnya lebih dalam. Surat itu berbunyi begitu manis, semanis senyuman Troy saat itu.
“Aku selalu memikirkanmu sejak pertemuan kita saat itu. Aku ingin mengenalmu lebih dalam, Chloe. Jika kau tak keberatan, temui aku di kantin sekolah saat pelajaran jam keempat.”
Chloe bisa saja melonjak-lonjak kegirangan saat itu. Namun ia bukanlah tipe gadis yang bisa dengan bebas berekspresi. Sebagai gantinya, ia rasanya mau menangis.
Selama sisa pelajaran ia tak bisa menahan pikirannya yang terus terarah pada Troy. Surat itu benar-benar membuat dirinya berubah secara seketika. Ia bahkan masih tidak mempercayainya. Apakah surat itu benar-benar Troy yang menulis? Dia tidak mau tahu. Yang penting, ia akan segera bertemu dengan pujaan hatinya itu.
Bel tanda pelajaran keempat berbunyi. Jantung Chloe berdetak tidak karuan karena saat inilah Troy tengah menunggunya di kantin. Ia hanya mengikuti pelajaran itu selama beberapa menit, sebelum akhirnya ia ijin untuk ke toilet. Namun begitu keluar dari kelas, ia segera saja berlari ke arah kantin.
Chloe sedikit kaget bahwasanya tidak ada siapapun di kantin itu. Kantin terlihat kosong, dan hanya ada Ny. Tames yang menjaga kantin. Chloe mulai berpikir, mungkin ada yang jahil dengan dirinya dengan cara mengirim surat itu. Akan tetapi, sebelum ia bergerak pergi meninggalkan kantin, Ny. Tames tiba-tiba saja memanggilnya.
“Ada sepucuk surat darimu.” Ucap wanita gemuk itu. Jantung Chloe melonjak lagi. akankah dari Troy lagi? Chloe dengan cepat membuka surat itu. Yang berbunyi,
“Maaf aku tidak bisa menemuimu saat ini. Ada kelas yang tidak bisa kutinggalkan. Kita bertemu saja saat sekolah bubar. Temui aku di depan ruang perawatan lantai tiga.”
Chloe dapat bernafas lega. Kenyataan bahwa Troy tidak melupakan janjinya membuat Chloe merasa lebih nyaman daripada memikirkan bahwa surat itu hanyalah surat keusilan. Ia pun kembali ke kelasnya sedetik kemudian.
Selama sisa pelajaran hari itu Chloe tidak sabar untuk segera keluar dari kelasnya. Dan ketika bel pelajaran terakhir berbunyi, Chloe rasanya ingin melonjak lagi. Dengan cepat ia masukkan semua buku kembali ke dalam tasnya, lalu berlari keluar. Ia tidak peduli lagi dengan tatapan-tatapan aneh yang terarah padanya. Ia akan bertemu dengan Troy.
Ruang perawatan lantai tiga. Chloe segera saja mengarahkan kakinya kesana. Dan begitu ia sampai di tempat itu, ia lagi-lagi tidak menemukan Troy.
“Mungkin Troy belum datang.” Ucap Chloe pada dirinya sendiri. Dengan sabar ia menunggu di depan ruang perawatan itu, cukup lama, hingga koridor benar-beanr kosong telah ditinggalkan oleh semua orang. Jantung Chloe berdetak cepat lagi.
“Apakah Tory lupa akan janjinya?” tanya Chloe dalam hati. Namun sedetik kemudian pintu ruang perawatan terbuka, dan seorang gadis berambut pirang bergerak keluar dari ruangan itu. Chloe tahu gadis itu bernama Beth, yang juga pernah sekelas dengannya.
“Oh, hai Chloe!” sapa Beth. “Kau pasti sedang menunggu Troy, ‘kan?”
“Bagaimana kau tahu?” tanya Chloe cepat.
“Tenang saja! Rahasia kalian aman bersamaku.” Ucap Beth. “Sebenarnya aku tadi bertemu dengan Troy, dan ia memintamu untuk menunggu di dalam ruangan ini.”
“Benarkah?” Chloe tidak begitu percaya. Namun Beth terlihat benar-benar serius dengan apa yang ia ucapkan.
“Masuklah! Troy akan datang sebentar lagi.”
Chloe pun pada akhirnya bergerak dengan keraguan memasuki ruangan yang gelap dan pengap itu. Di dalam hatinya ia bertanya-tanya, apakah mungkin Troy mau menemuinya di tempat mengerikan semacam itu. Namun sebelum ia dapat menemukan jawaban di kepalanya, seketika ia mendengar satu tawa di belakangnya. Dan…
BRAK!
Pintu ruangan itu tertutup seketika. Beth mengarah ke pintu, mencoba untuk membukanya kembali namun sia-sia saja. Ia kemudian mendengar suara kunci diputar dari luar.
“Beth! Beth apa yang kau lakukan? Keluarkanaku!” teriak Chloe. Namun tawa Beth belum juga menghilang.
“Kau terlalu naif, Chloe.” Ucap Beth. “Pria setampan Troy tidak mungkin akan jatuh hati padamu, dasar pecundang!”
“BETH! KUMOHON!!”
Tawa Beth terdengar menjauh beberapa detik kemudian. Dan Chloe kini menyadari kebodohannya. Kenapa ia percaya begitu saja pada semua hal yang terjadi padanya hari itu? Ya. tidak mungkin Troy akan…
Tapi bukan itu masalah yang ia hadapi sekarang. Pertanyaannya, bagaimana ia akan keluar dari ruangan yang gelap dan penuh sarang laba-lana itu. Chloe seketika merasakan kepanikan saat ia merasa dinding-dinding ruangan itu mulai menyempit.
Chloe memutar tubuhnya, dan memandang ke arah sesisi ruang perawatan yang dipenuhi dengan berbagai maca barang perawatan. Kegelapan yang ada di dalam tempat itu seolah menusuk jantungnya. Ia seketika merasakan sulit untuk bernafas. Dan ketika ia akan melangkah di dalam kegelapan, tiba-tiba saja…
BRUK!! BRAKK!!
Ia tersandung sebuah pel, dan jatuh terjerembab ke tanah. Barang-barang yang ada di tempat itu seketika jatuh, dan ada sebuah benda keras yang menghantam kepalanya.
Chloe mengerang, dan merasakan kepalanya begitu sakit dan terasa begitu berat. Pandangannya kabur seketika, dan ia pusing berkunang-kunang. Ia tidak dapat menegakkan dirinya lagi. Dan kemudian, ia masuk ke dalam alam bawah sadarnya.

**

Chloe masih merasakan kepalanya begitu sakit saat ia tersadar beberapa jam kemudian. Ia sudah tidak tahu lagi waktu. Dan ketika ia akan membuka kedua matanya, pandangannya berputar tak karuan. Ia harus bangkit ke posisi duduk terlebih dahulu sambil mengusap-usap kepalanya yang kejatuhan benda berat itu tadi. Lambat laun, ia mulai mendapatkan kekuatan untuk melihat lagi. Akan tetapi, masalah yang ia hadapi tetap sama. Ia terkunci di dalam ruang perawatan itu. Bagaimana ia akan keluar?
Chloe melirik ke arah jendela kecil yang ada di ujung ruangan. Dari sana ia dapat melihat bahwa hari sudah gelap. Mungkin sudah malam diluar, dan Chloe semakin sadar bahwa ia ada dalam masalah yang cukup besar. Ia benar-benar tidak mengira Beth akan tega menguncinya di dalam ruangan yang kotor itu.
Dalam keadaan yangbegitu gelap, Chloe tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia mencoba untuk meraba-raba di dalam kegelapan, mungkin dengan begitu ia bisa menemukan jalan keluar. Tapi tangannya hanya menemukan beberapa pel tua dan sapu, juga beberapa ember. Ia kemudian berdiri, dan mulai bergerak ke satu sisi. Hingga akhirnya ia mentok menabrak dinding.
Ia kemudian menyusuri dinding tersebut. Beberapa kali ia nyaris tersandung oleh beberapa peralatan kebersihan tua yang ada di ruangan itu. Namun pada akhirnya, ia menemukan kenop pintu. Ia coba putar kenob pintu itu, dan…
Berhasil! Pintu itu terbuka dan tidak terkunci. Namun keadaannya tetap saja menyebalkan. Chloe sadar bahwa ia kini berada di sekolahan saat malam hari, dan sendirian. Suara berkeriak dari pintu ruangan itu yang terbuka membuat merinding seketika.
Chloe baru saja akan keluar dari ruangan itu saat tiba-tiba saja ia mendengar suara berkelotak di belakangnya. Jauh di dalam ruang perawatan itu. Chloe menoleh ke arah kegelapan yang ada di dalam, dan suara berkelotek itu masih terdengar.
Chloe yang merasa penasaran segera saja bergerak masuk kembali ke arah ruang perawatan itu dan mengarah pada sumber suara. Datangnya dari sebuah peti kecil yang terletak diantara benda-benda lain. Ia lihat dalam keremangan cahaya, kotak itu bergetar. Apa yang mungkin ada di dalam? Tikus? Meski Chloe merasa enggan untuk membuka kotak itu, namun ia tidak dapat menghentikan langkahnya. Dan setelah ia sadari kemudian, ia sudah berjongkok di dekat peti kecil itu.
Peti itu masih bergetar saat Chloe berada dekat dengannya. Dan ada yang aneh lagi. Ia seperti melihat cahaya berpendar dari dalam peti itu. Chloe yang merasa penasaran seketika mengarahkan tangannya pada peti kecil itu, lalu dengan cepat membukanya. Dan…
“AAAHHHHH!!!”
Chloe menjerit dan membanting tubuhnya ke lantai saat benda di dalam peti itu melompat ke udara. Sebuah tengkorak yang berlumuran darah melayang di udara, dengan cahaya menyorot dari dalam dua rongga mata tengkoran itu. Chloe yang tidak menduga hal itu akan terjadi langsung saja bangkit berdiri dan berlari keluar dari ruangan itu. Ia berlari tanpa tahu arah di koridor yang gelap dan kosong. Ia baru berhenti ketika ia sampai di puncak tangga.
Nafasnya tersengal. Ia masih tidak dapat mempercayai apa yang baru saja ia lihat. Tengkoran berdarah? Apakah ia tidak salah lihat? Ia begitu yakin bahwa yang baru saja ia lihat adalah tengkoran manusia. Namun pertanyaannya, kenapa ada tengkorak manusia di dalam ruang penyimpanan?
Chloe tidak habis pikir. Ketika ia sadari kemudian, ia telah berada di koridor gelap yang begitu sunyi. Ruangan-ruangan kelas kosong berderet di sepanjang koridor lantai tiga itu. Dan keadaannya benar-benar sunyi. Saking sunyinya, Chloe bahkan dapat mendengar suara jantungnya sendiri.
Chloe bergidik ngeri ketika ia membayangkan kembali rupa tengkorak yang melayang tadi. Apakah hal itu normal untuk dilihat? Apakah sekolahan itu berhantu? Sebelum pertanyaannya itu terjawab, ada satu hal aneh lagi yang terjadi di koridor itu yang membuat bulu kuduk Chloe kembali meremang. Ia mendengar sebuah bisikan suara.
“Kemari…., kemari kelinci kecil….”
Chloe menolehkan kepalanya ke kanan dan kekiri, mencoba mencari sumber dari suara itu. Namun ia saat ini tengah berada di koridor yang kosong, tanpa satupun orang kecuali dirinya. Siapa yang memiliki kemungkinan untuk berbisik?
Tidak ada. Itulah yang membuat Chloe semakin merasa merinding dengan suasana yang ia hadapi. Ia melirik ke arah ujung koridor yang gelap, dan ia seperti melihat sebuah bayangan raksasa yang dengan perlahan mendekat. Chloe bergidik, mencoba menghilangkan suara-suara yang ia dengar itu. Namun suara itu masih terdengar dengan begitu jelas.
“Kemari, sayang….., kelinci kecil…, kemari….”
Bayangan yang Chloe lihat di ujung koridor itu menjadi semakin besar dan dekat. Chloe yang meraskan jantungnya berdetak kencang langsung saja bergerak meninggalkan tempatnya berdiri. Ia bergerak cepat menuruni tangga menuju lantai dua. Namun ketika ia tiba di depan pintu yang menghubungkan tangga dengan lantai dua, ia terpeleset dan jatuh ke lantai dengan keras.
Chloe mungkin akan merasakan sakit yang luar biasa saat ia jatuh ke arah pinggangnya. Namun ternyata bukan hal itu yang menjadi fokusnya saat ini. Ia lebih fokus pada apa yang membuatnya terpelet. Ia terpeleset cairan kental yang menggenang di lantai. Chloe telah berlumuran cairan itu, yang baunya sedikit aneh. Seperti bau…
Darah?
Chloe mengangkat tangannya ke arah cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Dan saat itulah ia melihat dengan jelas cairan apa yang ada di tangannya itu. Cairan lengket, berwarna gelap. Darah.
“Tidak! Tidak! Tidak!”
Chloe seketika bangkit berdiri dari genangan darah itu. Namun seketika kakinya menyandung sesuatu di lantai. Sebuah benda kecil, yang juga berlumuran dengan darah. Chloe mengambilnya, dan…
“TIDAK!!!!”
Chloe seketika melemparkan potongan tangan seseorang itu ke arah lantai dan berlari lagi. Suara bisikan itu juga terdengar lagi saat ia bergerak menyusuri koridor lantai dua. Dan bayangan hitam yang ada di ujung koridor itu juga nampak lagi.
“TIDAK!!” Jerit Chloe. Ia terus berlari, hingga akhirnya ia sampai di ujng koridor yang buntu. Ia membalik tubuhnya, dan hanya dapat bersandar pada kaca jendela. Nafasnya memburu, dan jantungnya berdetak cukup kencang. Ia masih sulit untuk mempercayai apa saja yang ia lihat malam itu. Suara aneh, bayangan di ujung koridor, suara berbisik, lalu juga potongan tangan manusia? Apakah ia sudah gila? Atau memang sekolahan itu berhantu?
“Jangan lari, kelinci kecil….” Suara bisikan itu terdengar lagi. “Kemari…, jangan lari…”
Chloe tidak dapat menahan tubuhnya untuk tidak bergetar. Ia lihat bayangan di ujung koridor itu bergerak semakin dekat dengannya. Chloe sudah merasa putus asa dan mungkin lebih memilih untuk mati daripada harus menjadi korban dari keanehan di sekolah itu. Ia bahkan ingin menangis.
“Tidak, kumohon!” ucapnya lirih.
“Halo…” suara itu berasal dari arah belakangnya. Tapi bagian belakangnya hanya ada jendela. Apa yang mungkin bisa menciptakan suara itu? Chloe memutar tubuhnya, kemudian…
“AAAAHHHHHH!!! TIDAK!!!”
Sesosok wanita dalam pakaian putih dengan wajah membusuk terlihat berada di luar jendela, menatapnya dengan tatapan menyala seperti api. Wajah itu menyeringai ke arahnya, menunjukkan sederet gigi kuning yang kotor. Chloe menjerit sekuat yang ia mampu.
Ia berlari lagi, mencoba mengarah ke tangga. Namun tiba-tiba saja sebuah pintu yang tak jauh darinya terbuka, dan munculah sesosok pria kurus tinggi dengan wajah aneh memanang ke arahnya.
“TIDAK! KUMOHON!” Jerit Chloe. Pria kurus itu bergerak ke arahnya. Perlahan, seperti mayat hidup.
“Tidak, kumohon!!” rintih Chloe. Chloe nyaris saja kehilangan kekuatan kakinya untuk berdiri. Namun ia masih memaksa dirinya untuk berlari meninggalkan hal-hal aneh yang mengejarnya itu. Kini ia yakin betul bahwa sekolahan itu memang benar-benar berhantu.
Chloe dengan cepat menuruni tangga yang menuju ke lantai satu. Ia sempat berhenti di anak tangga terbawah, dan mendongak ke atas. Ia lihat pria tua kurus itu mulai bergerak menuruni tangga.
Chloe berlari lagi. Ia kini sudah berada di lantai satu. Dan tujuan utamanya adalah pintu keluar yang berada di depan. Ia berlari hingga akhirnya mencapai pintu ganda besar itu. Akan tetapi…
Terkunci! Tentu saja. Penjaga sekolah pasti sudah mengunci pintu itu sejak beberapa jam yang lalu. Lalu apa yang akan ia lakukan? Chloe bergidik lagi saat suara bisikan itu terdengar lagi membahana di sepanjang koridor.
“Chloe…, jangan lari…”
“Tidak!” rintih Chloe. Air mata kini sudah benar-benar keluar dari rongga matanya. Chloe sudah kehabisan tenaga untuk terus berlari.
Pandangan matanya itu terarah pada pintu yang menghubungkan dengan tangga. Dan ia lihat sosok pria kurus itu muncul kembali. Hal itu membuat Chloe memutuskan untuk berlari lagi. Namun ia sudah tidak tahu harus berlari kemana. Satu-satunya ruangan yang tidak terkunci adalah ruang biologi.
Ia memasuki ruangan itu, dengan suara-suara bisikan itu masih terdengar di sepanjang koridor. Chloe sudah kehabisan akal. Yang dapat ia lakukan kini hanyalah bersembunyi. Jika saja hal itu bisa membantunya menghadapi makhluk-makhluk aneh yang mendatanginya.
“Chloe…” Ia dapat mendengar suaranya dipanggil dari luar. Oleh makhluk itu. Oleh apapun yang saat ini sedang mengejarnya.
“Chloe…, Chloe…, Chloe…”
Chloe merunduk di ujung ruangan sambil menutup telinganya dengan kedua tangan. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semua ketakutan yang ia rasakan. Tubuhnya bergetar hebat, dan air matanya mengalir dengan deras. Ia tidak mau lagi hidup. Dan sedetik kemudian ia mendengar pintu ruangan biologi itu terbuka, dan ada langkah-langkah kaki memasuki ruangan. Pria kurus itu…
“Tidak! Tidak! Jangan mendekat! Kumohon!”
Chloe memejamkan matanya, dan berharap agar apapun yang mendatanginya itu pergi. Akan tetapi langkah kaki iu semakin mendekatinya. Lebih dekat…, dan dekat lagi…
“Kumohoh, pergi!” rintih Chloe. Tubuhnya bergetar, dengan kedua tangan menutup telinganya. Dan sedetik kemudian, ia merasakan ada tangan dingin yang menyentuhnya. Chloe menjerit seketika.
“TIDAK!!!!”

**

Jeritan Chloe membahana. Mungkin akan terdengar hingga luar sekolahan itu. Chloe sudah benar-benar ada di ujung tanduk. Tangan itu masih mencengkeramnya.
“TIDAK!!”
“Chloe! Chloe! Buka matamu!”
Chloe seketika menghentikan jeritannya. Dan ia bertanya-tanya, apakah yang ia dengar nyata? Ia seperti mendengar suara seorang gadis di depannya. Ketika ia membuka matanya secara perlahan, sesosok gadis seusianya telah berdiri di depannya.
Olivia.
Chloe masih bergetar hebat. Dan ia masih tidak memeprcayai Olivia berdiri di depannya, dan bukan sosok pria tua itu. Apa yang terjadi?
“Chloe, tenang, oke?” ucap Olivia. Chloe masih merasa begitu ketakutan, ia tidak dapat berbicara.
Langkah-langkah lain tiba-tiba saja muncul dari arah belakang Olivia. Dan sosok seorang pemuda muncul di hadapan Chloe. Sosok pemuda yang selama ini selalu Chloe idam-idamkan.
“Troy!” ucap Chloe tanpada sadar. Perasaan hangat seketika menjalar ke sekujur tubuhnya, meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Olivia.
“Ap-apa yang terjadi?” ucap Chloe dengan gugup. “Makhluk itu…, suara-suara itu, hantu di jendela, dan darah….”
“Tenang, Chloe! Tidak ada apa-apa.” Ucap Olivia. “Semua ini hanya keusilan Beth dan kawan-kawannya.”
“Apa?!” Chloe mengernyitkan keningnya masih tidak mengerti.
“Semua hantu dan apapun yang kau dengar itu hanyalah  properti yang sudah mereka persiapkan.” Ucap Olivia menjelaskan. “Tidak ada hantu, atau sosok apapun di sekolah ini. Kau aman, Chloe. Dan apa yang ada di tubuhmu, itu bukan darah asli.”
Chloe memandangi kedua lengannya yang berlumuran dengan cairan itu. Kini dengan adanya cahaya dari senter yang Olivia pegang, ia dapat melihat bahwa apa yang ada di tangannya hanyalah cairan berwarna coklat.
“Tapi…” Chloe masih tidak mempercayai apa saja yang baru saja ia lewati. Semua hal itu…
“Kau aman.” Ucap Olivia. Namun Chloe malah menegang seketika saat iamelihat ke arah belakang Olivia dan Troy. Sosok pria bertubuh kurus itu muncul lagi dan menatap ke arahnya.
“ITU!!” teriak Chloe seketika dengan menunjuk ke arah sosok tua itu.
“Tidak apa-apa.” Ucap Olivia. “Dia Tn. Vanders, penjaga sekolah ini. Dia membantuku mencarimu.”
“Kau sudah menjadi korban dari ketiga orang itu, Chloe.” Ucap Troy menambahkan. “Harus kuakui, ulah usil ini sudah keterlaluan.”
Chloe seketika merasakan satu kelegaan di dadanya. Jadi semua yang ia temui malam itu hanya bohongan? Dan ia menangis? Chloe sangat membenci dirinya sendiri.
“Sudahlah!” ucap Troy. “Sebaiknya kita pergi dari sini.”
Tn. Vanders mengantarkan ketiga pemuda itu keluar dari gedung sekolah. Harus mereka akui, bahwa sosok Tn. Vanders sebenarnya memang terlihat menyeramkan. Terutama saat pria tua itu diam dan hanya memandang. Olivia menganggap pria tua itu terlihat seperti zombie.
“Kau sudah tenang, ‘kan, Chloe?” tanya Olivia begitu mereka keluar dari gerbang sekolah. Malam sudah benar-benar larut.
“Terima kasih, Olivia.” Ucap Chloe. “Tapi kenapa kau tahu aku ada di dalam? Aku terkunci di ruang perawatan saat Beth…”
“Ya. Beth. Sialan itu.” Ucap Olivia. “Aku mendengar mereka mempunyai rencana untuk mengusili dirimu. Aku memiliki firasat. Dan aku mencoba mencarimu di rumah, tapi orang tuamu juga kelabakan saat kau belum juga pulang. Aku kemudian memaksa Beth untuk mengatakan apa yang ia lakukan. Dan begitulah. Aku pada akhirnya meminta bantuan Troy, untuk menemukanmu disini.”
“Terima kasih. Sekali lagi.” ucap Chloe. “Tapi makhluk-makhluk yang aku lihat tadi, dan suara-suara itu…”
“Hanya properti Halloween sekolah yang Beth gunakan untuk menakut-nakutimu.” Ucap Olivia. “Mereka memang sudah kelewatan. Mungkin aku akan melaporkan hal ini pada kepala sekolah.”
“Dan kenapa kau masih berteman dengan mereka, Olivia?” ucap Troy. “Tinggalkan mereka. Lebih baik menjadi teman Chloe. Sepertinya dia butuh teman, bukan begitu Chloe?”
Wajah Chloe merona merah saat Troy berbicara kepadanya. Dari hal-hal buruk yang terjadi malam itu, Chloe sepertinya juga menemukan kebahagiaannya. Troy datang menyelamatkannya.
“Terima kasih, Troy.” Ucap Chloe. Dan saat Troy tersenyum ke arahnya, jantung Chloe rasanya melelah. Dan segala ketakutannya malam itu menghilang seketika.
“Oke. Sekarang aku akan mengantarmu pulang.”

**
Rencana Beth untuk menakut-nakuti Chloe sebenarnya berhasil dengan cemerlang. Lalu kenapa gadis itu malah bersungut-sungut? Jawabannya ada di depan mata saat mereka makan siang keesokan harinya.
Karena kejadian semalam, Troy kini lebih dekat dengan Chloe. Kapten tampan dari kesebelasan tim sekolah itu terlihat makan siang berdua dengan Chloe. Hal itulah yang membuat Beth terlihat kusut siang itu. Ia sendiri sudah lama mengincar Troy. Tapi kini Troy malah jatuh ke tangan gadis baru itu.
“Kau tidak senang?” tanya Emily sambil terkikik geli. “Kurasa itulah ganjaran yang kau dapat atas perbuatanmu, Beth.”
Olivia yang duduk di hadapan ketiga temannya itu juga tidak dapat manahan tawanya. Melihat kedekatan dari Troy dan Chloe, ia merasa begitu senang. Mungkin memang benar, Chloe belum memiliki banyak teman di sekolah itu. Namun Olivia percaya bahwa dalam waktu dekat, Chloe akan menjadi primadona di sekolah itu. Gadis yang cantik dan pintar. Bukankah itu yang menjadi sorotan di setiap sekolah?
“Urgh! Menyebalkan!” gerutu Beth. Ia telah kalak telak kali ini. Dan kekalahannya itu hanya menjadi bahan tertawaan Mary dan Emily.
“Lain kali jangan pernah usil.” Ucap Olivia. “Atau kau akan mendapatkan balasannya.”

****

6 comments:

  1. lamaaaaaanya.... kangen banget sama cerpen disini,, tapi nunggunya itu loh... sampe setengah hidup

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah... Maaf bgt belum ada cerita baru lagi. Soalnya baru sakit nih.

      Delete
    2. �� duuuh... maaf ya... kirain udah malas ngepost cerita. semoga sehat selalu, ya

      Delete