Kemerosotan dalam bidang ekonomi Sherland di tahun 1860 membuat
setiap orang rela melakukan segala sesuatu hanya untuk sedikit uang. Jika ada
pertanyaan, mana yang lebih penting? Uang atau cinta? Setiap orang yang ada di
Sherland akan menjawab bahwa uanglah yang terpenting bagi mereka saat ini.
Kemerosotan dalam bidang
ekonomi itu benar-benar membuat Sherland terpuruk. Ini adalah kasus kemerosotan
yang sangat parah dalam sejarah berdirinya Sherland. Banyak pabrik yang memecat
tenaga kerja karena mereka tidak bisa lagi menggaji para pekerja. Dan hal-hal
kecil lainnya pun ikut mendapatkan dampak buruk dari kemerosotan ekonomi ini.
John Walker pun menjadi
salah satu korban dari krisis yang terjadi di Sherland. Ia yang awalnya menjadi
seorang pekerja di pabrik, kini harus rela menggeluti bidang pekerjaannya yang
baru. Sebuah pekerjaan yang tidak begitu banyak diinginkan orang, dan juga
sebuah pekerjaan yang membutuhkan saraf yang kuat. John Walker bekerja sebagai
penjaga makam.
Tugasnya tentu saja bukan
hanya menjaga makam, tetapi ia juga harus melakukan persiapan pada jenasah yang
dikirimkan ke kantornya yang terletak tak begitu jauh dari pemakaman. Setiap
hari ia bisa mendapatkan kiriman sepuluh peti mati berisi mayat. Mayat-mayat
itu kebanyakan adalah mayat para gelandangan yang tidak bisa mencari pekerjaan,
dan mati kelaparan. Pada awalnya John begitu enggan untuk berdekatan dengan
mayat-mayat seperti itu. Namun setelah tiga bulan bekerja di tempat itu, ia
mulai terbiasa.
John dengan temannya Jeff
tengah mencoba memindahkan sebuah peti mati sore hari itu. Keduanya bekerja di
ruang bawah tanah kantor pemakaman dimana di dalamnya terdapat tumpukan peti
mati lain yang belum terisi. John dan Jeff mengangkat peti mati yang telah
berisi mayat itu, dan meletakkan di sudut ruangan.
“Kapan orang ini akan
dikubur?” tanya Jeff setelah berhasil meletakkan peti mati di sudut ruangan.
“Tn. Lowry, gelandangan,
dulunya bekerja sebagai kondektur kereta api, dan harus mati kelaparan. Dia
mati dua hari yang lalu.”
“Bukan itu yang kutanyakan.”
“Aku tahu.” Jawab John
seraya menyeka keringat di dahinya. “Kukira kau akan tertarik dengan cerita
latar belakang setiap mayat yang kita urus.”
“Aku sudah cukup bosan
mendengarnya, kau tahu?” balas Jeff.
“Dia akan dikuburkan besok.”
Ucap John. “Untuk sekarang, kurasa pekerjaan kita selesai. Ayo kembali naik!”
Sudah menjadi kebiasaan John
dan temannya untuk tidur di kantor pemakaman hingga pekerjaan mengubur mereka
selesai. Malam hari itu pun John dan Jeff memutuskan untuk tidur di lantai
atas, tepat diatas ruang bawah tanah dimana mereka meletakkan tumpukan peti
mati.
Keadaan langit di luar sudah
cukup gelap saat John duduk di sebuah kursi sambil membaca koran hari itu.
Sedikit hujan juga mulai turun dari langit. Cahaya temaram dari sebuah lentera
menjadi satu-satunya sumber cahaya di dalam ruangan kecil itu. Jeff terlihat
sudah tertidur di salah satu kursi.
Perhatian John terebut dari
korannya saat ia mendengar ada suara ketukan di pintu depan kantor. John
begerak cepat ke arah pintu dan membukanya. Dimana disana ia melihat ada
seorang pria dalammantel hutan dan topi tinggi berdiri di tengah hujan. Di
belakang pria itu terdapat sebuah kereta kuda.
“Ada yang bisa aku bantu,
Tuan?” ucap John seraya membuka pintu depan terbuka lebar.
“Ada jenasah yang harus
dikuburkan.” Jawab pria yang memakai mantel itu dengan sedikit suara seraknya.
“Kau bisa membantu?”
“Tentu.” Jawab John. Ia
kemudian meneriakkan nama Jeff. Jeff, dengan mata masih memerah, bergerak ke
arah pintu depan.
“Siapa yang meninggal?”
tanya John penasaran. Ia melihat peti mati itu berada di kereta kuda di
belakang pria bermantel itu.
“Tuan Baker.” Jawab pria
bermantel itu. “Ia terkena serangan jantung siang tadi. Dan kami berencana
menguburkannya lusa. Untuk sementara, bisakah kalian mendandaninya terlebih
dahulu?”
“Ya. Tentu saja, Tuan.”
Jawab John. “Ayo Jeff!”
John dan Jeff segera saja
mengarah ke kereta kuda yang terparkir tepat di depan kantor pemakaman itu.
John kini dapat melihat
dengan jelas peti mati dari pria bernama Baker itu. Dari apa yang dapat ia
nilai dari peti mati itu, pria bernama Baker itu mungkin adalah orang yang
kaya. Peti mati itu terbuat dari kayu berukir dengan warna hitam mengkilat dan
terlihat begitu kokoh. Sebuah peti mati yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang
kaya. Baker sepertinya adalah sosok yang penting. Namun John belum pernah
mendengar soal pria bernama Baker itu.
“Kurasa hanya itu saja yang
perlu aku lakukan.” Ucap pria bermante itu. “Tolong jaga mayatnya baik-baik!”
Pria bermantel itu segera
saja mengarah kembali ke kereta kudanya, dan seketika melesat pergi. John dan
Jeff masih berada di bawah siraman air hujan, dengan tangan mereka menggotong
peti mati yang ternyata cukup berat dari biasanya.
“Kita taruh di bawah.” Ucap
John. Ia dan Jeff bergerak menggotong peti itu melewati pintu samping yang
mengarah langsung ke bawah tanah. Mereka kemudian meletakkan peti mati hitam
itu di dekat peti mati Tn. Lowry.
“Ah! Kenapa berat sekali?”
tanya Jeff. Ia dengan sedikit kesusahan berusaha untuk menggeser peti mati hitam
itu lebih mendekat ke arah tumpukan peti mati lain.
“Kau pernah mendengar soal
pria kaya ini? Tn. Baker?” tanya John. Jeff ternyata memberikan gelengan
kepalanya.
“Untuk apa kita urusi?”
balas Jeff. “Ayo naik lagi! Aku sudah mengantuk.”
John kembali menyibukkan
dirinya dengan koran saat ia sampai di lantai atas lagi. Ia duduk di dekat
jendela, sambil sesekali melirik ke arah luar jendela, melihat air hujan yang
mengguyur semakin deras. Kota itu terlihat begitu kelam di malam hari.
John kehabisan kopi setelah
setelah sekian lama duduk di kursi sambil membaca koran. Ia lihat Jeff, yang
ternyata sudah tertidur dengan lelap di salah satu kursi.
John mengarah ke dapur.
Berencana untuk membuat lagi secangkir kopi yang akan menemani malamnya. Saat
itu jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebih, dan keadaan begitu sepi. Namun
satu hal yang aneh terjadi saat John tiba di dapur.
BRAK! BRAK!
John mendengar dengan jelas
suara hantaman pada kayu itu, yang anehnya berasal dari lantai bawah. John pada
awalnya mengira bahwa suara yang ia dengar mungkin dari gedung sebelah. Namun
ketika suara itu terdengar lagi, John yakin suara itu berasal dari ruang bawah
tanah.
BRAK! BRAK! BRAK!
John masih berdiri dengan
kaku di dapur kantor pemakaman itu. Keuda telinganya berusaha menangkap lagi
suara yang aneh itu. Suara apa sebenarnya? Apakah ada tikus di ruang bawah
tanah, yang secara tidak sengaja menjatuhkan beberapa tumpukan peti mati?
Rasanya mustahil.
BRAK! BRAK!
John seketika meletakkan
cangkirnya dan bergerak keluar dari dapur. Ia dengan segera membangunkan Jeff,
dan menceritakan apa yang baru saja ia dengar.
“Kau bercanda?” ucap Jeff
dengan sebelas mata masih tertutup. “Tidak ada yang aneh dengan hal itu, ‘kan?”
“Sangat aneh.” Ucap John.
“Mungkin ada sesuatu di bawah. Kita harus melihatnya.”
“Tidak!” ucap Jeff. Pria itu
malah kembali menutup kedua matanya.
“Jeff, aku serius!” ucap
John. Tapi Jeff sudah terlelap lagi ke dalam alam tidurnya.
Tidak ada pilihan lain. John
kini harus memeriksa ruang bawah tanah itu sendirian. Entah kenapa perasaannya
saat itu tidak seperti biasanya. Ia sudah tidak takut lagi dengan mayat atau
semacamnya. Namun saat itu, jantungnya berdegub dengan begitu kencang.
John meraih lentera yang ada
di meja kemudian bergerak mengarah ke tangga yang akan membawanya ke ruang
bawah tanah. Keadaan yang gelap di tengah hujan membuat ruang bawah tanah itu
terlihat begitu mencekam. Cahaya temaram dari lentera yang ia bawa menciptakan
bayang-bayang yang seolah bergerak di tengah kegelapan.
John menyapukan pandangannya
ke seisi ruang bawah tanah. Yang ia lihat hanyalah tumpukan-tumpukan peti mati
yang kosong. Peti mati yang terisi hanyalah peti mati milik Tn. Lowry dan Tn.
Baker. Selain itu, tidak ada yang aneh. Lalu apa yang menciptakan suara ribut
itu tadi?
“Tidak ada apa-apa disini.”
Gumam John pada dirinya sendiri. Ia baru saja memutar tubuhnya, berniat untuk
kembali ke ruang atas saat tiba-tiba saja terdengar lagi suara ribut itu dari
belakangnya.
BRAK! BRAK!
John seketika memutar
tubuhnya dan sekali lagi mengangkat lenteranya tinggi-tinggi. Ia picingkan
matanya, mencoba melihat dengan teliti setiap benda yang ada di dalam ruang
bawah tanah. Apa yang menciptakan suara tadi?
BRAK! BRAK!
Perhatian John seketika
terarah pada peti mati hitam berukir milik Tn. Baker itu tadi. Ia yakin betul
kini bahwa suara ribut itu berasal dari peti mati milik Tn. Baker. Peti mati
mahal itu terlihat bergoyang saat suara ribut itu muncul. Kenapa? Apakah Tn.
Baker…
John merasakan bulu kuduknya
berdiri seketika. Matanya terarah pada peti mati hitam itu, yang kini terlihat
bergoyang, seolah apa yang ada di dalamnya mencoba untuk keluar. Apa yang ia
lihat benar?
John tidak tahu lagi apa
yang ia lakukan. Kakinya bergerak sendiri tanpa perintah dari otaknya. Ia
bergerak mendekati peti mati itu, yang secara terus-terusan masih mengeluarkan
suara ribut dari dalamnya. John kini berada di dekat peti mati itu. Ia
mengangkat tangannya untuk menyentuh peti itu, dan…
Diam. Suara ribut itu
tiba-tiba saja menghilang dengan sendirinya. John tidak tahu apa yang terjadi.
Kenapa suara itu tiba-tiba saja menghilang? Ia sudah terlanjur berada di dekat
peti mati itu. Dan ia memiliki keinginan yang berlebih untuk mengetahui isi
dari peti mati itu. Apakah ia akan benar-benar melakukannya?
Tangannya pun seolah bergerak
sendiri tanpa ia perintah. Dalam sekejap, ia sudah membuka tutup dari peti mati
hitam berukir itu. Dan kini ia dapat melihat dengan jelas mayat Tn. Baker yang
terlihat terbaring tak bergerak sedikitpun. Lalu apa yang menyebabkan suara
aneh itu tadi?
John masih merasakan
merinding di sekujur tubuhnya ketika ia mengamati sosok Tn. Baker, yang
terlihat begitu pucat di bawah siraman cahaya lentera. Mayat itu sama sekali
tidak bergeming sedikitpun. Dan rasanya tidak ada yang aneh.
“Aneh…” gumam John. Ia tahu
bahwa tidak ada lagi yang dapat ia lakukan. Sedetik kemudian, ia tutup kembali
peti mati itu, dan melangkah naik ke lantai satu.
Hujan masih mengguyur dengan
deras di luar sana. John duduk di kursinya, dengan pikiran masih terarah pada
suara-suara aneh yang tadi didengarnya. Apa yang mungkin terjadi? Selama ia
bekerja sebagai pengurus makam, ia tidak pernah menjumpai hal aneh seperti ini.
Mungkin ia akan isa menemukan jawabannya besok pagi bersama dengan Jeff.
**
“Apa maksudmu dengan suara
ribut itu?” tanya Jeff keesokan harinya saat John menceritakan apa yang ia
alami semalam. Saat itu keduanya berada di ruang bawah tanah, menata kembali
tumpukan-tumpukan peti mati dan mempersiapkan peti mati Tn. Lowry yang akan
dikubur hari itu.
“Suaranya seperti ini.” Ucap
John. Ia kemudian menedang-nendang sebuah peti kosong yang ada di dekatnya.
Yang menciptakan suara yang sama seperti apa yang ia dengar semalam.
“Kau yakin?” tanya Jeff
masih kurang percaya. “John?”
“Aku serius.” Ucap John.
“Jika saja semalam kau mau ikut aku, kau akan bisa mendengarnya dengan sendiri
suara itu.”
“Dan suara itu berasal dari
peti mati Tn. Baker?”
“Ya.” jawab John.
John dan Jeff bergerak
mendekati peti mati berukir hitam itu, yang masih tergeletak tak jauh dari peti
mati Tn. Lowry. John dan Jeff yang sama-sama merasa penasaran segera saja
membuka tutup peti mati itu, dan melihat jenasah Tn. Baker yang tergeletak dengan
tenang dengan tangan terlipat di depan dada.
“Apa yang aneh?” tanya Jeff.
“Pria ini benar-benar mati. Tidak mungkin ia hidup kembali, ‘kan?”
“Ya.” sahut John. “Tapi
memang suaranya semalam berasal dari peti ini. Seperti ada yang mencoba untuk
keluar, dan kupikir…, ah! Tidak.”
“Tapi harus aku akui…” ucap
Jeff. “Pria ini terlihat sedikit menakutkan. Lihat wajahnya yang pucat? Aku
belum pernah melihat mayat sepucat ini.”
“Itu juga yang kuanggap
aneh.”
“Sudahlah!” ucap Jeff
sedetik kemudian seraya menutup kembali peti mati hitam itu.
“Kita harus bersiap untuk
pemakaman Tn. Lowry. Sebaiknya kita segera persiapkan petinya.”
Selama sisa hari itu John
sedikitnya dapat melupakan masalah suara aneh yang terjadi semalam. Ia mengikuti
upacara pemakaman Tn. Lowry, yang dikuburkan tak jauh dari kantor pengurusan
makam itu. John dan Jeff membantu memasukkan peti Tn. Lowry ke dalam lubang.
Pekerjaan itu akhirnya
selesai sekitar pukul sebelas siang. John dan Jeff kembali ke kantor pengurusan
makam, dan bersantai di sana selama satu jam. Sebelum John pada akhirnya
memutuskan untuk kembali ke rumah untuk menemui istrinya. Sudah dua hari ia
tidak pulang dari kantor itu.
“Kau masih mau disini?”
tanya John. “Tidak ada yang harus kita lakukan untuk sementara waktu.”
“Aku sedang malas untuk
pulang.” Jawab Jeff. “Aku akan terus disini hingga penguburan Tn. Baker
selesai. Besok, ‘kan?”
“Ya.” jawab John. “Jika ada
apa-apa, kau bisa mencariku di rumah.”
John pun pergi meninggalkan
kantor itu. Meninggalkan Jeff, yang berdiam sendirian dengan belasan peti mati
kosong di kantor pengurusan makam itu. Satu-satunya peti mati yang terisi
adalah peti mati Tn. Baker. Yang hingga detik ini masih menjadi pertanyaan di
dalam kepala John.
**
John masih tidak dapat
melepaskan pikirannya dari suara –suara yang ia dengar semalam. Suara-suara,
yang jelas-jelas ia dengar dari dalam peti mati Tn. Baker. Ia masih tidak dapat
menemukan penjelasan yang masuk akal soal hal itu.
“John, kau tidak apa-apa?”
tanya istri John saat John banyak termenung setelah pulang dari pemakaman hari
itu. John menggeleng pelan. Namun istrinya itu sudah hafal dengan sikap John.
Jika John tidak banyak bicara, pasti ada yang tidak beres.
“Kau yakin?” tanya istrinya
lagi.
“Aku baik-baik saja.” Jawab
John. “Bagaimana denganmu? Pekerjaanmu di rumah Tn. Lambert merepotkan seperti
biasa?”
“Seperti biasanya.” jawab
istri John. Istri John bekerja sebagai pengasuh anak di kediaman Tn. Lambert.
Memang gajinya tidak seberapa. Namun dalam perekonomian yang buruk seperti itu,
setiap orang mau melakukan apapun.
“Jika kau tidak tahan dengan
anak-anak itu, kau bisa meminta keluar.” Ucap John. Ia tahu bahwa anak-anak Tn.
Lambert susah diatur dan kadang membuat istrinya pusing.
“Tidak bisa begitu.” Bantah
istrinya. “Kau bekerja, aku juga bekerja. Meskipun anak-anak itu memang terlalu
nakal bagi anak-anak seusia mereka, tapi hanya itu yang bisa aku lakukan saat
ini.”
“Paling tidak kau tidak
berhubungan dengan mayat.” Ucap John sambil tertawa kecil.
Istri John memandang
lekat-lekat wajah John. Ia tahu bahwa suaminya itu kelelahan setelah sekian
lama harus bekerja keras sebagai pengurus makam. Bukan pekerjaan yang
menyenangkan. Dan ia juga sudah hafal dengan raut wajah John. Ia tahu jika John
sedang memikirkan suatu masalah.
“Kau masih tidak mau mengatakannya
padaku?” tanya istri John. John mengangkat wajahnya seketika.
“John, aku sudah kenal
denganmu cukup lama.” Lanjut istrinya. “Ada yang kau pikirkan saat ini, ‘kan?
Katakan padaku!”
John merasa ragu untuk
sesaat. Tidak biasanya ia membicarakan masalah pemakaman dengan istrinya itu.
Tapi suara-suara misterius yang ia dengar semalam telah membuat pikirannya
kacau. Dan ia ingin teman bicara.
“Kami menerima kiriman
jenasah kemarin.” Ucap John memulai ceritanya. “Awalnya biasa-biasa saja, tapi
semalam ada kejadian aneh yang berhubungan dengan peti mati itu.”
“Apa yang terjadi?”
“Aku seperti mendengar…”
John merasa ragu untuk
sesaat. Ia biasanya orang pertama yang menolak untuk membicarakan hal gaib.
Namun untuk saat itu, ia sudah kehabisan akal.
“Aku mendengar suara-suara
aneh dari peti mati.” Lanjut John. “Seperti suara ketukan-ketukan dari dalam,
seolah mayatnya…”
“Astaga, John!” pekik
istrinya.
“Bukan apa-apa, sebenarnya.”
Ucap John.
“Kau sudah memeriksanya?”
tanya istrinya itu dengan cepat. “Aku pernah mendnegar ada kasus orang yang
dikubur hidup-hidup. Pencuri atau penjahat, seperti itu…”
“Mayat itu nyata. Aku sudah
membuka petinya.” Ucap John. “Ya. Pria itu benar-benar mati. Tapi aku masih
tidak dapat mempercayai apa yang kudengar semalam. Dan aku melihatnya sendiri,
peti itu bergetar saat suara-suara itu keluar, tapi…”
“Bagaimana dengan Jeff?”
tanya istrinya. “Kau sudah membicarakan hal ini dengan Jeff? Ini mungkin hal
yang serius.”
“Kau sudah kenal dengan
Jeff, ‘kan?” balas John. “Dia tidak suka mengurusi hal-hal kecil seperti itu.”
“Dimana Jeff sekarang?”
“Dia masih ada di sana. Di
kantor pengurusan makam.”
“Kau meninggalkannya
sendirian?”
“Dia akan baik-baik saja.”
Ucap John cepat. “Suara-suara itu…, mungkin aku hanya kelelahan atau
berhalusinasi. Aku tidak…”
“John, dengar aku!” ucap
istrinya itu seketika.
John sama sekali tidak
mengira istrinya itu akan begitu peduli dengan permasalahan peti mati itu.
Istrinya terliha begitu serius memandanganya, seolah permasalahn peti itu
adalah permasalah yang dapat mengancam nyawa.
“Kau tidak pernah mendengar
kabar akhir-akhir ini?”
“Kabar soal apa?” tanya
John.
“Kabar tentang anak-anak
kecil yang menghilang secara misterius. Ada yang mengatakan, menghilangnya
anak-anak itu dikaitkan dengan sebuah sekte yang dipimpin oleh seorang pria.”
“Sekte?”
“Ya. Sekte gelap.” Jawab
istrinya. “Sekte itu mungkin menggunakan anak-anak itu sebagai tumbal. Aku tahu
kau tidak begitu percaya dengan sihir, tapi kasus menghilangnya anak-anak itu
benar-beanr nyata. Banyak hal aneh yang terjadi di kota ini semenjak kedatangan
pria itu.”
Mata John langsung terarah
pada wajah istrinya.
“Pria itu?” tanya John.
“Siapa?”
“Archibald Baker.”
**
“Apa?!” Jantung John serasa
melompat seketika saat mendnegar nama itu disebutkan. Ia bahkan hampir tidak
memeprcayai apa yang ia dengar.
“Archibald Baker, katamu?”
“Ya.” jawab istrinya. “Dia
adalah pendatang baru, yang baru saja pulang dari sebuah negara di Eropa. Dia
tinggal di Harrington Estate, rumah yang sudah lama kosong itu. Pria itu tidak
pernah pergi dari rumahnya, dan ia hanya tinggal bersama seorang pelayannya.”
Jantung John melompat lagi.
Apakah pelayan yang disebutkan oleh istrinya itu adalah pria yang mengantar
mayat Tn. Baker kemarin? Dan apakah Srchibald Baker adalah orang yang sama
dengan mayat yang ada di dalam peti itu?
“Kau pernah melihat
bagaimana rupa Archibald Baker?” tanya John seketika.
“Aku belum pernah
melihatnya.” Jawab istrinya itu. “Tapi roang-orang yang pernah bertemu
dengannya mengatakan bahwa pria itu memiliki kulit yang pucat.”
John seketika teringat
kembali dengan sosok mayat yang ada di dalam peti mati hitam itu. Sosok yang
juga memiliki kulit yang menurutnya terlalu pucat. Kini John yakin bahwa yang ada
di dalam peti mati itu adalah Archibald Baker. Sosok pria yang diduga telah
melakukan praktek sihir.
“Dia sudah mati.” Ucap John
sedetik kemudian. Wjaah istrinya itu masih terarah padanya.
“Peti mati yang kami terima
kemarin adalah peti mati Tn. Baker.”
“Kau yakin?”
“Ya.” jawab John. “Jika ia
sudah mati, berarti…”
“John, aku sedikit khawatir
dengan hal ini.” Ucap istrinya cepat. “Pria bernama Baker itu sudah sering
melakukan hal-hal gaib. Dan dengan kematiannya ini, kurasa akan ada sebuah
bencana.”
“Aku tidak mengerti dengan
apa maksudmu?”
“Suara-suara yang kau dengar
dari petinya itu…” ucap istri John. “Mungkin ia akan kembali dari kematian.”
John mendengus seketika.
Namun ia melihat ada keseriusan di wajah istrinya itu. John menganggap apa yang
istrinya itu ucapkan tidaklah masuk akal? Siapa yang bisa lari dari kematian?
“Kurasa akan baik-baik
saja.” Ucap John. “Dia tidak mungkin kembali dari kematian. Dia kulihat dengan
mata kepalaku sendiri, bahwa ia sudah benar-benar mati.”
“Tapi John, bagaimana dengan
Jeff? Ia disana dengan mayat itu…”
“Dia akan baik-baik saja.”
Ucap John cepat. “Setelah makan siang aku akan kembali ke sana. Dan akan
kupastikan lagi mayat itu. Aku yakin dia sudah benar-benar mati.”
**
John masih menganggap apa
yang diucapkan istrinya itu tidak mungkin terjadi. Siapa yang mungkin bisa
bangkit dari kematian? John sama sekali tidak percaya dengan sihir, dan
menganggap bahwa ritual-ritual gaib yang pernah dilakukan oleh Archibald Baker
hanyalah bualan semata. Apa yang mungkin dapat diraih oleh Baker dengan
ritual-ritual itu?
Lari dari kematian, mungkin?
Ada dua kubu di dalam
pikirannya yang saling bertabrakan. Di satu sisi ia tidak ingin mempercyai
teori istrinya. Namun di satu sisi ia juga khawatir jika apa yang diucapkan
oleh istrinya itu benar. Bagaimana jika Archibald Baker memang bisa bangkit
dari kematian?
John baru saja tiba di area
pemakaman saat ia melihat seseorang berlari keluar dari kantor pengurusan
makam. Orang itu adalah Jeff, yang seketika mengarah kepada John dengan wajah
penuh teror. Jantung John pun melompat seketika. Apa yang mungkin telah
terjadi?
“Oh, oh, John! Kau tidak
akan percaya dengan apa yang terjadi!” ucap Jeff dengan nafas memburu. John
mengernyitkan dahinya.
“Apa yang terjadi?” tanya
John dengan penuh rasa penasaran. Jeff terlihat masih begitu ketakutan, dan
berkali-kali menoleh ke arah ruang bawah tanah dimana mereka berdua menyimpan
peti jenasah.
“Peti mati Tn. Baker. Ada
yang salah. Aku mendengar suara-suara dari dalamnya!”
“Sudah kukatakan kemarin, ‘kan?”
ucap John.
“Ya, tapi sekarang…, John,
apa yang harus kita lakukan?”
“Tenang, Jeff! Mari kembali
ke kantor.”
Jeff masih terlihat begitu
ketakutan saat ia dan John bergerak kembali ke kantor itu. Kantor masih dalam
keadaan seperti biasa. Cukup bernatakan dengan gelas-gelas kopi berada di meja.
“Apa yang terjadi, Jeff?”
tanya John. “Peti mati itu membuat suara ribut lagi?”
“Bukan suara ribut!” ucap
Jeff. “Tapi seperti sebuah ucapan mantra.”
“Apa?!” John nyaris tidak
mempercayai apa yang ia dengar.
“Itu benar.” Ucap Jeff. “Aku
tadi sedang merapikan peti-peti kosong yang ada di sekitar peti mati Baker. Dan
seketika aku seperti mendengar ucapan-ucapan mantra terdengar dari dalam peti
mati Baker. Aku langsung berlari keluar, dan bertemu denganmu tadi.”
John seketika teringat
dengan cerita istrinya bahwa Archibald Baker sering melakukan ritual. Apakah
berubah menjadi mayat juga salah satu ritual yang sering Baker lakukan?
Sepertinya aneh.
“Kita periksa lagi!” ucap
John.
Jeff bergerak begitu lambat
dibelakang John, berusaha untuk tetap tinggal di lantai satu dan menolak untuk
turun ke ruang bawah tanah. Namun John memaksa temannya itu.
Mereka segera saja mendakti
peti mati berwarna hitam yang penuh ukiran itu. Dengan satu gerakan, John
membuka peti mati itu. Dan Archibald Baker masih tergeletak tak bergerak di
dalam peti mati itu. Dengan wajah yang pucat dan terlihat tanpa nyawa. Hanya
dengan melihat sosok dalam balutan jas itu saja John sudah dapat merasakan bulu
kuduknya berdiri. Mayat itu terlihat begitu aneh dan janggal.
“Dia benar-benar sudah
mati.” Ucap John setelah memastikan tidak ada udara yang keluar dari hidung
mayat itu. Jeff masih terlihat penuh dengan teror di belakangnya.
“Bersabar saja, Jeff!” ucap
John seraya menutup kembali peti mati itu. “Besok kita akan menguburkannya.
Sepertinya memang ada yang aneh dengan mayat pria ini.”
Kedua pria itu memutuskan
untuk menghabiskan malam mereka di kantor lagi, mengingat penguburan mayat Tn.
Baker akan dilakukan besok pagi. Mereka telah melakukan persiapan sejak sore.
Sialnya, malam hari itu hujan kembali turun, membasahi area disekitar
pemakaman.
“Istrimu tidak bercanda,
‘kan?” ucap Jeff saat mendengar kisah mengerikan soal Archibald Baker itu, yang
keluar dari mulut John.
“Itu benar.” Ucap John.
“Pria yang mengantarkan peti mati Baker kemarin, kurasa dia adalah pelayan dari
pria itu.”
“Ritual-ritual aneh…, apa
yang mungkin Baker lakukan? Apakah ia melakukan sihir?”
“Aku juga tidak tahu.” Balas
John. “Berharap saja pria itu sudah benar-benar mati. Jika tidak, mungkin kita
yang akan kerepotan.”
“Jangan bercanda soal itu!”
ucap Jeff. “Mayat tidak bisa kembali hidup.”
Jarum jam dengan cepat
berputar. Langit semakin malam terlihat semakin gelap saat mendung menaungi
kota itu. John dan Jeff sudah tertidur di sofa kantor perngurusan makam itu.
Namun satu hal aneh mulai terjadi di dalam peti mati Tn. Baker.
Peti itu kembali
mengeluarkan suara-suara aneh. Seperti apa yang didengar oleh Jeff, terdengar
seperti ada yang mengucap mantra dari dalam peti mati itu. Dan sedetik
kemudian…
BRAK! BRAK!
Suara ribut itu muncul lagi
dari dalam peti, seolah pria bernama Bakr itu kembali hidup dan mencoba untuk
keluar dari dalam peti. Saking kerasnya suara itu, Jeff yang tidur di lantai
atas pun terbangun seketika.
Jeff berada di bawah siraman
cahaya temaram lentera yang diletakkan diatas meja. Ia bangkit ke posisi duduk
dan mencoba untuk mendengarkan apa yang baru saja terjadi. Dan sedetik
kemudian…
BRAK! BRAK! BRAK!
Jeff seketika langsung
menarik lengan John. John yang tidur di dekatnya langsung bangun ketika Jeff
mengatakan bahwa ia mendengar suara ribut itu lagi.
“Dari peti mati itu lagi?”
ucap John. “Kita periksa sekarang. Sebaiknya kau membawa senjata.”
John bergerak mendahului
dengan lentera berada di tangannya. Jeff bergerak di belakangnya sambil membawa
sebuah sekop, yang akan ia gunakan untuk memukul apapun yang mungkin akan
keluar dari peti mati itu.
Peti mati Baker terlihat
masih tergeletak di sudut ruangan. Sekilas pandang, tidak ada yang aneh dengan
peti mati tersebut. Namun sedetik kemudian…
BRAK! BRAK! BRAK!
Peti mati itu bergetar,
dengan kekuatan dorongan dari dalam peti mati. John mencoba menguatkan hatinya.
Jeff, di satu sisi, mulai mengangkat sekop yang ada di tangannya.
“Sialan!” umpat John pelan.
“Sepertinya Baker ingin bermain-main dengan kita.”
“Apa yang akan kita
lakukan?” tanya Jeff.
“Kita akan pastikan ia
mati.”
John bergerak mendekati peti
mati itu. Ia meminta Jeff untuk berdiri tepat di sisi peti mati itu sambil
mengangkat sekopnya. John meminta agar Jeff memukulkan sekop itu pada apapun
yang ada di dalam peti mati itu. Dan John, bersiap untuk membuka tutup petinya.
“Sekarang!” teriak John. Ia
membuka peti mati itu dengan seketika, tapi…
Archibald Baker terlihat
masih terbaring tak bergerak di dalam peti mati itu. Dan suara ribut itu entah
kenapa berhenti seketika. Seolah kekuatan yang tadi diciptakan oleh peti itu
menghilang.
“John, apa yang kita
lakukan? Kita bunuh saja mayat ini agar tidak mengganggu kita lagi, oke?”
“Jangan!” ucap John. Ia
kemudian menutup kembali peti mati itu. “Kita lupakan saja. Kita kembali ke
atas sekarang, Jeff.”
“Tapi…”
“Sudahlah.”
John dan Jeff baru saja akan
menaiki tangga saat tiba-tiba satu suara terdengar lagi dari belakang mereka.
BRAK!
John dan Jeff memutar tubuh
mereka seketika, dan kedua mata mereka menatap nanar pada tutup peti mati yang
terlempar dengan keras dari peti hitam itu. John dan Jeff seketika berlari ke
arah peti mati itu, dan jantung mereka meloncat secara bersamaan.
Peti mati itu telah kosong!
John dan Jeff hanya bisa
saling pandang tanpa tahu apa yang dapat mereka lakukan. Dan sebelum mereka
belum bisa menemukan solusi, api yang ada di dalam lentera yang John pegang
padam seketika. Dan mereka berdua kini berdiri di dalam kegelapan.
“Sial!” umpat John. Ia saat
itu tidak membawa korek.
“John, kau dengar itu?”
John mendengar dengan jelas
apa yang Jeff ucapkan. Terdengar seperti sebuah suara langkah kaki bergerak di
dalam ruang bawah tanah itu. Dan sebelum John dapat melakukan tindakan, sebuah
suara mengelepar terdengar di sisinya, dan kemudian terdengarlan suara erangan
Jeff.
“AARRGGHHHHH!!!”
“JEFF!!”
Erangan dan teriakan Jeff
terdengar begitu jelas. John kemudian mendengar suara bergedubuk di kejauhan,
yang dibarengi dengan desahan nafas cepat.
“L-LARI, JOHN!!”
John kebingungan. Ia berada
di dalam kegelapan dan tidak tahu apa yang terjadi. Sesuatu yang jelas telah
terjadi pada Jeff. Apa yang mungkin telah terjadi? Apakah Archibald Baker
telah…
John bergerak secara cepat
menembus kegelapan tanpa tahu kemana ia mengarah. Ia menggunakan kedua
tangannya untuk meraba-raba, hingga akhirnya ia menemukan selusur anak tangga
yang mengarah ke atas. Dan tepat ketika ia berusaha menaiki tangga, terdengar
satu jeritan keras dari belakangnya. Jeff…
“ARRRGGGGGHHHHH!!!!!”
John dengan cepat bergerak
menaiki tangga, lalu mengarah ke pintu keluar. Ia mencoba untuk memutar kenop
pintu, tapi entah kenapa kenop pintunya tidak bisa diputar.
“AYOLAH!!” teriak John
kesal, sementara ia mendengar ada yang bergerak di belakagnya. Sesuatu yang
sepertinya begitu besar dan kuat.
Pintu itu pada akhirnya
terbuka dengan satu tendangan. John seketika berlari di bawah siraman air
hujan, menembus kegelapan malam melalui area pemakaman. Namun tiba-tiba saja
langkahnya harus terhenti saat ia tersandung sebuah batu nisan, yang membuatnya
terpuruk ke tanah yang basah.
Jantung John melompat saat
ia melihat ke arah belakang. Sebuah bayangan hitam besar terlihat bergerak
mendekatinya. Telrihat seperti sebuah kelelawar raksasa yang tengah
membentangkan sayapnya. John tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia
mencoba untuk berdiri, namun kakinya telah kehilangan kekuatan. Dan tiba-tiba
saja, bayangan itu meluncur cepat ke arahnya.
John mengerang saat sebuah
cengekraman yang kuat menekik lehernya. Ia terangkat ke udara oleh sebuah
cengkeraman yang terasa seperti jari-jari yang kurus. Dan ia dapat mendengar
desahan nafas dari makhluk yang ada di depannya itu.
John mencoba melakukan
pukulan-pukulan ke arah makhluk yang ada di depannya itu, namun usahanya
sia-sia saja. Ia telah kehilangan sebagian besar kekuatannya. Dan tepat ketika
ia hampir pingsan, wajah dari makhluk itu terlihat oleh matanya. sebuah wajah
yang pucat, terdengar menyeringai ke arahnya. John dapat melihat dua mata
membara seperti api itu. Dan juga… sepasang taring runcing yang siap mencabik
lehernya.
**
Kematian dari Jeff dan John
menjadi sensasi di kota itu selama beberapa minggu ke depannya. Yang membuat
setiap orang resah adalah cara kematian kedua penjaga makam itu, yang ditemukan
tewas dengan luka cabikan di leher mereka. Seolah ada sebuah taring yang
merobek leher keduanya.
Tidak ada yang pernah tahu
apa atau siapa yang sebenarnya menyebabkan kematian dari kedua orang itu.
Mereka tidak pernah tahu kisah mengenai Archibald Baker. Mereka juga tidak
pernah tahu bahwa Arrchibald Baker berhasil bangkit dari kematian. Yang mereka
tahu adalah, bahwa ada satu makhluk yang selalu berkeliaran setiap malam,
meminum darah orang-orang yang kurang beruntung. Kisah horor itu pada akhirnya
bertahan hingga ratusan tahun. Dan hingga detik ini, kisah mengenai makhluk
penghisap darah itu menjadi begitu melegenda. Setiap orang mengenalnya dengan
sebutan, vampir.
****
68
ReplyDeleteWattpad:Gusti_Deandra
Kangeeeennyaaaaa sama cerpen ka Gusti 😊
ReplyDelete