Conrad Clark merasa terlalu bahagia hari itu. Ia tidak berhentu
bersenandung di dalam kabin mobilnya yang melaju kencang di sebuah jalan sepi.
Ia baru saja pulang dari sebuah festival di kota terdekat. Sebuah festival yang
hanya diadakan setiap setahun sekali, dan selalu ia nanti-nantikan. Bukan
permainan atau pertunjukan yang ia nantikan dari adanya sebuah festival. Namun
adanya sebuah kios barang bekas dengan harga yang murah. Conrad adalah tipe
orang yang lebih suka membeli barang bekas daripada barang baru, dengan
setengah harga. Dan perjalanannya keluar kota kala itu pun ternyata tidak
sia-sia. Di bak belakang truknya, ia telah membawa beberapa barang bekas yang
berhasil ia dapatkan di festival itu.
Conrad melepaskan
pandangannya dari jalan saat ponselnya berdering. Ada sebuah telepon dari
istrinya yang menunggu di rumah. Sepertinya wajar jika istrinya menelepon,
mengingat ia sudah pergi sejak pagi hari, dan kini hari sudah mulai malam.
“Kau tidak akan percaya
dengan apa yang aku dapatkan.” Ucap Conrad sambil menahan telepon di salah satu
telinganya. Satu tangannya yang lain masih berada di roda kemudi, mengendalikan
laju truk yang ia bawa.
“Kau sudah pergi hampir
seharian.” Ucap istrinya. “Kukira kau hilang di tengah festival itu.”
“Tenang saja!” balas Conrad
dengan tawa bahagia. “Aku juga membelikanmu barang-barang bagus. Lihat saja
nanti saat aku tiba di rumah!”
Conrad bersenandung lagi
mengikuti irama lagu yang keluar dari radio mobilnya itu. Ia lihat langit sudah
menjadi jingga, dan kawasan hutan yang ia lewati saat itu sudah menjadi sedikit
kelam, sedikit menyeramkan. Conrad menginjak lebih dalam pedal gasnya, dan
truknya itu melaju semakin kencang.
Conrad mendecak kesal saat
lagu di radionya berubah menjadi lagu yang sama sekali tidak ia senangi. Ia
tahu judul lagu itu adalah ‘The Death of You’. Sebuah lagu rock dari sebuah
band tak bernama yang entah kenapa mendapatkan popularitas yang berlebihan.
Conrad memutuskan untuk mematikan saja radio mobilnya itu.
Keadaan langit sudah menjadi
gelap saat ia tiba di rumahnya. Istrinya, Maria, telah menunggunya di teras
rumah. Conrad turun dari truknya dengan senyum lebar di wajahnya. Ia mengarah
pada istrinya, dan memberikan satu pelukan hangat pada istrinya itu.
“Apa yang kau beli?” tanya
Maria dengan rasa keingintahuan yang berlebih. “Kau banyak membeli barang
bekas?”
“Oh, ya. Tentu saja.” Balas
Conrad. Ia kemudian mengarah ke bak truknya dan membuka terpal yang menutupi
bak truk itu. Dan disanalah terdapat barang-barang bekas yang ia dapatkan.
Benda yang menjadi kejutan
bagi Maria terdapat di tumpukan atas dari barang-barang yang lain. Benda itu
adalah sebuah mesin jahit tua. Maria adalah penggemar kerajinan tangan, dan ia
juga gemar menjahit. Sudah lama Maria menginginkan sebuah mesin jahit. Dan baru
kali ini Conrad berhasil membelikannya.
“Oh, Conrad!” Maria
tersenyum senang ke arah suaminya itu. Tak menunggu lama, ia segera memeluk
kembali dambaan hatinya itu.
“Oh, kau tahu apa yang
kubuthkan.”
“Tentu saja.” Balas Conrad.
“Dan selain itu, aku menemukan barang-barang bagus lainnya.”
Conrad segera saja menarik
satu persatu benda-benda yang ia beli dari truk. Pertama ia turunkan mesin
jahit tua itu. Kemudian ia mengangkat sebuah radio tua keluaran tahun 50-an
yang terlihat masih dalam kondisi bagus. Lalu setelah itu ada sebuah koleksi
piringan hitam dari band-band lama yang sudah sulit untuk di dapat. Dan barang
terakhir yang Conrad tarik keluar dari bak truknya adalah sebuah cermin besar
dengan pinggiran berukir.
Maria mengernyitkan dahinya
saat melihat cermin besar yang Conrad pegang.
“Kenapa kau membeli benda
itu?” tanya Maria. “Maksudku…, bukankah di rumah kita sudah ada cukup banyak
cermin, aku tidak…”
“Ini berbeda.” Ucap Conrad
cepat. “Sang penjual mengatakan padaku bahwa cermin ini dibuat di akhir abad ke
19. Dan masih utuh hingga detik ini, bukankah luar biasa? Benda yang sudah
seratus tahun, dan masih dalam kondisi terbagusnya.”
Maria semakin mengernyitkan
keningnya tidak mengerti. Ia memang tahu bahwa Conrad memiliki hobi
mengumpulkan barang-barang bekas, terutama yang sudah tua. Namun rasanya
membeli cermin itu adalah sebuah kesalahan yang besar.
“Oke.” Ucap Maria.
“Sebaiknya segera masukkan barang-barang ini.
**
Jarum jam sudah menunjukkan
pukul delapan malam. Conrad seharusnya sudah turun ke lantai bawah dan makan
malam dengan istrinya. Namun yang ia lakukan malah sebaliknya. Ia kini malah
terlau sibuk memikirkan dimana seharusnya ia meletakkan cermin kuno itu.
Ia berdiri di depan sebuah
dinding sambil membawa cermin itu. Ia masih bingung dimana ia akan meletakkan
cermin itu. Radio tua yang ia dapatkan sudah tertata di samping tempat tidur.
Kini tinggal cermin itu.
“Bisakah kau lakukan nanti saja?”
tanya Maria yang sudah tidak sabar menunggu Conrad.
“Tunggu sebentar!” ucap
Conrad. Ia kemudian mengangkat cermin yang ia pegang, dan menggantungkannya di
dekat lemari pakaian. Setelah sekian detik memastikan, ia akhirnya
mengangguk-angguk puas dengan lokasi cermin itu.
“Yep!” serunya. “Cermin ini
memang pantas dipajang di kamar ini.”
“Oke, kau sudah selesai
sekarang?” tanya Maria. “Kita turun dan makan sekarang.”
Selama makan malam pun
Conrad tidak dapat melepaskan pikirannya dari benda-benda yang kini berada di
kamarnya itu. Radio tua, koleksi piringan hitam, dan juga cermin itu. Ia merasa
begitu bahagia bisa mendapatkan barang-barang itu. Tidak biasanya ia bisa
membawa pulang barang sebanyak itu.
“Serius,” ucap Conrad
kemudian di tengah upayanya menelan makanan. “Kurasa aku cukup beruntung hari
ini. Barang-barang itu benar-benar…”
“Ya.” sahut istrinya. “Radio
dan koleksi piringan hitam itu memang uckup beruntung kau dapatkan. Tapi cermin
itu?”
“Kenapa dengan cermin itu?”
tanya Conrad seketika.
“Conrad, sayang…, aku…”
“Kenapa, Maria?” tanya
Conrad. Sendok yang ia pegang berhenti di udara. Ia menunggu kata-kata apa yang
akan istrinya ucapkan.
“Aku memiliki firasat buruk
soal cermin itu.” Ucap Maria pada akhirnya. Conrad seketika mendenguskan nafasnya.
“Ayolah, Maria! Kau tidak…”
“Aku serius, Conrad.” Ucap
Maria dengan wajah serius, memandang pada suaminya itu.
“Hanya barang bekas.” Ucap
Conrad. “Tidak ada yang perlu kau takutkan.”
“Mungkin karena kenyataan
bahwa barang itu bekas orang lain yang membuatku sedikit takut.” Ucap Maria.
“Cermin setua itu, dan masih dalam keadaan utuh? Kau tidak tahu apa yang
terjadi pada pemilik sebelumnya, maksudku…”
“Maria!” potong Conrad. Ia
memandang lekat-lekat ke arah istrinya itu. Maria terlihat seperti memohon, dan
Conrad tidak betah melihat istrinya mengeluarkan air muka seperti itu.
“Kenapa kau sampai
berpikiran seperti itu?” tanya Conrad.
Maria pada awalnya tidak mau
mengatakan alasannya kenapa ia tidak suka dengan cermin itu. Namun setelah
sekian lama dalam diam, pada akhirnya Maria membuka mulutnya.
“Aku pernah membaca sebuah
berita di koran, soal sebuah cermin terkutuk.” Ucap Maria. “Tentang sebuah
cermin yang mendatangkan malapetaka bagi siapapun yang memilikinya. Aku…”
“Oh, Maria, yang benar
saja!”
“Aku serius, Conrad.” Potong
Maria. “Berita itu tertulis dengan jelas di surat kabar, dan memang sudah ada
korban.”
“Dimana kau membacanya?”
“Blackwood Tribune.”
“Kau mempercayainya?” tanya
Conrad. Maria terlihat ragu untuk sesaat. Namun pada akhirnya ia menganggukkan
kepalanya.
“Ceritakan padaku soal
berita itu!” ucap Conrad kemudian.
Maria kemudian menjelaskan
soal sebuah cermin yang didapat oleh seorang kolektor di Blackwood. Yang
awalnya terlihat bisa-biasa saja, namun keesokan harinya sang kolektor itu
ditemukan tewas dengan luka menganga di lehernya. Kolektor itu tewas dengan
satu tangan menyentuh permukaan cermin ang terjatuh di lantai.
“Hanya kebetulan.” Ucap
Conrad. “Mungkin ada pencuri yang masuk ke dalam rumah kolektor itu, dan…”
“Tidak.” Bantah Maria. “Polisi
mengatakan tidak ada yang hilang dari rumah sang kolektor itu. Dan tetangga
sang kolektor mengatakan bahwa malam harinya mereka mendengar suara sebuah kaca
pecah, dan teriakan kolektor itu. Cermin itu terkutuk!”
Conrad mendengus. Ia adalah
tipe orang yang tidak begitu saja mudah percaya dengan hal-hal supranatural.
Namun Maria, di lain sisi, adalah tipe orang yang dapat dengan mudah
dipengaruhi oleh cerita-cerita mistis seperti itu. Sepertinya wajar jika kini
Maria mulai menggabung-gabungkan cerita soal kolektor itu dan cermin yang baru
saja ia dapatkan.
“Dengar, Maria!” ucap Conrad
pada akhirnya sambil mengelus permukaan tangan istrinya.
“Ini cermin yang berbeda
dari cermin milik kolektor itu.” Lanjutnya. “Tidak mungkin cermin dari kolektor
itu bisa ada di festival jika ia tidak menjualnya, ‘kan? Dan kolektor itu mati
saat masih memiliki cermin itu. Itu berarti cermin terkutuk itu masih berada di
Blackwood. Kau tidak perlu khawatir.”
Maria hanya menunduk dengan
eskpresi seperti orang yang kelelahan. Makanan yang ada di depannya pun tak
tersentuh lagi. detik berikutnya, Maria bangkit dari meja makan itu.
“Aku mau tidur saja.”
Conrad hanya dapat menghela
nafasnya. Ia tidak habis pikir kenapa istrinya bisa setakut itu.
“Aku akan cuci piringnya.”
Ucap Conrad.
Conrad masih memikirkan soal
istrinya hingga setengah jam kemudian. Ia tak habis pikir kenapa istrinya
mempunyai ketakutan yang berlebihan seperti itu. Ia akui bahwa berita mengenai
tewasnya sang kolektor itu sedikit menakutkan dan membuat bingung. Namun ia
yakin seratus persen bahwa cermin yang ia dapatkan tidak mungkin cermin yang
sama dengan cermin milik kolektor itu.
Conrad naik ke lantai dua,
dan masuk ke dalam kamarnya saat jarum jam telah menunjukkan pukul setengah dua
belas. Maria sudah tertidur. Dan Conrad pun ikut membaringkan tubuhnya di sisi
istrinya. Tubuhnya terasa begitu lelah saat itu.
Namun baru beberapa menit ia
memejamkan mata, ia dikagetkan oleh sebuah suara yang datang dari samping
tempat tidurnya. Radio tua yang baru saja ia beli itu entah kenapa tiba-tiba
menyala dengan sendirinya. Membuat sebuah suara statis yang tidak begitu
menyenangkan. Dengan menggeruti tidak jelas Conrad mematikan kembali radio itu.
Hal yang sama terjadi
kembali ketika Conrad nyaris tertidur. Radio tua itu mengeluarkan sebuah suara
keras yang membisingkan telinga dan membuat Conrad bangkit dari tempat tidurnya
seketika. Sebelum ia sempat menyentuh kenob radio, tiba-tiba saja radio itu
terarah pada salah satu stasiun musik dan memainkan satu lagu yang tidak ia
sukai. ‘The Death of You’.
Conrad bertanya-tanya dalam
hati. Kenapa radionya bisa menyala dengan sendirinya? Apakah rusak? Conrad
mematikan kembali radio tua itu, dan hanya bisa berharap agar radio itu tidak
menyala kembali.
Jarum jam menunjukkan pukul
satu lebih, dan keadaan sudah beanr-benar sepi saat itu. Conrad duduk diatas
tempat tidur di tengah keremangan suasana. Ia memikirkan kembali cerita
istrinya soal cermin terkutuk itu. Dan entah kenapa, ia merasakan bulu kuduknya
berdiri.
“Tidak mungkin.” Gumam
Conrad seraya mengarahkan pandangan matanya pada cermin yang tergantung di sisi
lemari pakaianya. Ia perkisa dengan teliti, namun memang tidak ada yang aneh
dari cermin itu.
Conrad bangkit dari tempat
tidurnya dan mengarah pada cermin berukir itu. Ia amati bayangan dirinya
sendiri pada cermin itu. Apakah ada yang aneh? Tidak. Ia hanya melihat
bayangannya sendiri di tengah kegelapan. Apakah hal itu bisa disebut dengan
aneh? Tapi…
“AHHH!!”
Conrad berjingkat, nyaris
terjatuh ke lantai saat di dalam cermin tiba-tiba saja ia melihat sbeuah
bayangan berdiri di belakangnya. Conrad tidak begitu jelas melihatnya, namun ia
yakin dengan betul bahwa bayangan itu tepat berada di belakangnya. Ia kemudian
memutar-mutar tubuhnya, memandang ke seisi kamar, namun tidak apa-apa disana.
apa yang terjadi?
Conrad mengusap wajahnya
sendiri dengan kesal. Ia menggeram ke dalam kedua belah telapak tangannya. Ia
mencoba meyakinkan dirinya sendir bahwa tidak mungkin ada bayangan aneh di
dalam cermin itu. Mungkin ia hanya salah lihat. Tidak. Tidak mungkin ada.
Conrad kembali ke arah
tempat tidurnya sendiri. Maria terlihat masih tertidur lelap di tempat tidur
itu. Rupanya jeritannya tadi tidak mampu membangunkan Maria. Dengan pikiran
masih memikirkan soal bayangan aneh itu tadi, Conrad kembali memejamkan
matanya. akan tetapi…
Ia tidak tahu sudah berapa
lama ia tertidur. Ia mendapatkan mimpi-mimpi yang cukup aneh, yang berkaitan
dengan cermin yang baru saja ia beli itu. Ia merasa ada suara yang berbisik di
telinganya, dan ia merasakan ujung kakinya dingin, seperti dicelupkan ke dalam
es. Hingga sedetik kemudian Conrad berjingkat bangun saat terdengar suara keras
dari sisi tempat tidurnya.
Radio tua itu kembali
menyala dan memutar lagu ‘The Death of You’ yang benar-benar Conrad benci. Kenapa
dengan radio itu? Kenapa radio itu terus menyala dengan sendirinya?
Conrad sadari sedetik
kemudian bahwa sisi tempat tidurnya telah kosong. Maria sudah tidak ada disana
lagi.
“Maria!” panggil Conrad
seraya bangkit dari tempat tidurnya. Ia lirik jam yang ada diatas meja, yang
saat itu menunjukkan pukul dua dini hari. Masih terlalu pagi bagi Maria untuk
bangun. Apakah mungkin Maria ke toilet?
Conrad memeriksa kamar
mandi, namun ia tidak menemukan keberadaan istrinya. Di tengah kegelapan ia
bergerak menyusuri koridor lantai dua sambil terus meneriakkan nama istrinya.
Hingga sedetik kemudian…
“AAAHHHHH!!!!”
“MARIA!”
Suara jeritan itu berasal
dari lantai bawah. Conrad dengan seketika berlari menuruni anak tangga, dan
betapa terkejutnya ia ketika ia melihat Maria terpuruk di lantai di anak tangga
terbawah.
“Maria! Maria!”
Conrad mencoba membangunkan
istrinya yang sepertinya pingsan itu. Apa yang terjadi? Dan kenapa Maria
menjerit? Conrad mengguncang tubuh istrinya. Dan sedetik kemudian, mata
istrinya terbuka perlahan. Mulutnya kemudian bergerak, mengucapkan sebuah kata…
“Cermin itu…”
BRAK! BRAK! BRAK!
Conrad seketika memutar
kepalanya ketika ia mendengar suara ribut dari lantai dua. Dari kamarnya. Apa
yang mungkin terjadi disana? Conrad membopong tubuh istrinya ke arah sofa ruang
tengah, lalu bergerak kembali ke lantai dua, ke arah kamarnya.
Jantung Conrad hampir saja
melonjak lagi saat ia merasa seperti melihat sebuah bayangan berdiri di sudut
kamarnya, namun hilang seketika. Dan anehnya lagi, lagu ‘The Detah of You’
kembali berputar di radio tua itu itu.
“DIAM!” teriak Conrad seraya
menjatuhkan radio tua itu dari atas meja, dan hancur ke atas lantai. Namun
bukan hal itu saja keanehan yang terjadi. Conrad seperti mendengar suara ketuka
dari arah belakangnya. Suara ketukan-ketukan, yang berasal dari arah cermin
yang tergantung di dekat lemari.
Conrad bergerak perlahan ke
arah cermin itu. Betapa terkejutnya ia saat ia mendekat, ia melihat ada bekas
tangan berdarah di permukaan cermin berukir itu.
“Tidak mungkin!” ucap Conrad
dengan nada bergetar. Otaknya berputar cepat, teringat kembali dengan cerita
istrinya soal cermin yang ada di Blackwood itu. Tidak mungkin cermin yang sama,
‘kan? Tapi buktinya terpampang jelas di hadapan kedua matanya.
Conrad menatap bayangannya
sendiri di cermin itu. Jantungnya melompat lagi saat bayangan hitam itu muncul
tepat di belakang tubuhnya. Sosok seorang pria dengan sepasang mata merah,
menatapnya melalui pantulan cermin.
“TIDAK!!” teriak Conrad
seraya memutar tubuhnya. Bayangan itu tentu saja sudah menghilang lagi. tapi
sedetik kemudian…
PRANG! PRANG! PRANG!
Cermin-cermin dan kaca
jendela tiba-tiba saja pecah dengan sendirinya di kaamr itu. Conrad kini mau
tidak mau harus dapat menerima kenyataan bahwa cermin tua yang ia daaptkan itu
mungkin adalah cermin yang sama dengan cermin yang ada di Blackwood. Cermin
terkutuk itu.
Conrad memutar tubuhnya,
menghadap pada cermin berukir itu lagi. dengan segenap tenaga ia angkat cermin
itu dari tempatnya, yang entah kenapa kini terasa begitu berat di tangannya.
Conrad mengangkat cermin itu, lalu melemparkannya ke dinding.
Cermin itu hanya memantul ke
dinding tanpa sedikitpun membuat suara pecahan. Kaca dari cermin itu masih utuh
meski Conrad telah membantingnya. Conrad, dengan kemarahan yang sudah meluap,
menggunakan kakinya untuk menginjak permukaan kaca dari cermin itu. Namun
cermin itu tetap tidak pecah.
PRANG! PRANG!
Botol-botol parfum di atas
meja beterbangan dan pecah dengan sendirinya. Apakah semua hal aneh itu
dikarenakan cermin terkutuk itu? Conrad tidak punya pilihan lain selain harus
membuang cermin itu, yang sudah mengganggu malamnya.
Ia angkat cermin itu, lalu
ia bergerak cepat menuruni tangga. Maria sudah berdiri di anak tangga terbawah,
sambil dengan nanar memandangi cermin yang ada di tangan suaminya.
“Cermin keparat!” umpat
Conrad. Ia menyahut kunci mobil dari gantungan, dan mengarah ke luar rumah.
“Apa yang akan kau lakukan?”
tanya Maria.
“Aku akan membinasakan
cermin terkutuk ini.” Ucap Conrad seraya melempar cermin itu ke bak truknya.
“Conrad…”
“Jangan khawatir, Maria!”
ucap Conrad sebelum masuk ke dalam kabin truknya. “Aku akan segera kembali.”
Conrad menyetir truknya
dengan ngebut. Keadaan malam di sekitar kota tempatnya tinggal memang begitu
sepi. Ia masih tidak tahu harus kemana membawa cermin itu pergi. Mungkin ia
bisa membuangnya di sungai?
Ia membawa truknya melewati
kawasan sebuah hutan yang pekat. Pikiran Conrad masih terarah pada cermin
terkutuk itu. Kenapa? Ia tidak pernah bisa tahu alasannya kenapa ia ahrus menerima
cermin itu.
Kedua mata Conrad membelalak
seketika saat tiba-tiba saja radio truknya menyala dengan sendirinya, dan lagu
‘The Death of You’ itu mengalun kembali.
“TIDAK!!” teriak Conrad
seraya memutar kenob radio. Namun radionya tidak mau mati dan lagu itu terus
mengalun.
“DIAM, KEPARAT!!” umpatnya.
Hal yang aneh lain kembali
terjadi saat instrumen di dalam mobilnya mulai menggila. Lampu-lampu di
instrumen mobilnya berkedip, dan nyala lampu depan truknya juga menyala dan
mati dengan sendirinya. Tidak mungkin mobilnya rusak. Ada sesuatu yang
mempengaruhi semua hal itu.
“Cermin keparat!” umpat
Conrad. Hal yang tak terduga lainnya terjadi sedetik kemudian. Truk yang ia
kendarai itu tiba-tiba saja melaju kencang dengan sendirinya tanpa ia kontrol.
“Tidak, tidak!”
Conrad mencoba menginjak
rem, namun sama sekali tidak berfungsi. Ia mencoba menggunakan rem darurat,
namun juga sama sekali tidak berfungsi. Conrad sudah kehabisan akal. Dan detik
berikutnya, ia mendengar satu desahan nafas di telingan. Dengan satu suara
bisikan…
“Kau akan mati…”
Conrad seketika memutar
kepalanya, dan ia melihat satu sosok berbaju hitam telah duduk di sisi
penumpang. Seorang pria dengan satu seringai lebar, dan sepasang mata menyala
seperti api.
“Selamat jalan, Conrad!”
ucap sosok itu.
Conrad menjerit saat truknya
melaju lurus keluar dari jalur dan menabrak batang-batang pohon di sekitar
hutan itu. Jeritan Conrad tidak mungkin didengar oleh orang lain. Conrad tewas
seketika.
**
Lokasi kecelakaan truk
Conrad ditemukan keesokan harinya oleh sebuah mobil yang lewat. Polisi kemudian
dipanggil ke tempat kejadian, dan Maria diberi kabar soal kematian suaminya.
Maria tentu saja sangat terpukul mendengar hal itu. Hanya ada satu hal yang
dapat ia salahkan atas kematian suaminya. Cermin itu.
“Dimana cermin itu?” tanya
Maria pada salah satu petugas polisi. “Conrad membawa cermin di truknya.”
Namun jawaban yang diberikan
oleh petugas polisi sama sekali tidak memuaskan Maria. Jawaban itu malam
membuatnya semakin bingung.
“Nyonya,” ucap polisi itu.
“Kami tidak menemukan adanya cermin di tempat kejadian.”
Cermin terkutuk itu
menghilang dengan sendirinya. Membawa serta misteri dari korban-korban yang
telah ia renggut. Mungkin cermin itu akan muncul lagi di suatu tempat, untuk
mencari korban baru. Namun untuk saat ini, hanya jeritan Conrad yang terekam di
dalam cermin terkutuk itu.
****
67
ReplyDeleteWattpad:Gusti_Deandra
Lamaaaanyaaaaaa.... Tapi bgus.
ReplyDelete