Sunday, October 1, 2017

THE MIRROR



Conrad Clark merasa terlalu bahagia hari itu. Ia tidak berhentu bersenandung di dalam kabin mobilnya yang melaju kencang di sebuah jalan sepi. Ia baru saja pulang dari sebuah festival di kota terdekat. Sebuah festival yang hanya diadakan setiap setahun sekali, dan selalu ia nanti-nantikan. Bukan permainan atau pertunjukan yang ia nantikan dari adanya sebuah festival. Namun adanya sebuah kios barang bekas dengan harga yang murah. Conrad adalah tipe orang yang lebih suka membeli barang bekas daripada barang baru, dengan setengah harga. Dan perjalanannya keluar kota kala itu pun ternyata tidak sia-sia. Di bak belakang truknya, ia telah membawa beberapa barang bekas yang berhasil ia dapatkan di festival itu.
Conrad melepaskan pandangannya dari jalan saat ponselnya berdering. Ada sebuah telepon dari istrinya yang menunggu di rumah. Sepertinya wajar jika istrinya menelepon, mengingat ia sudah pergi sejak pagi hari, dan kini hari sudah mulai malam.
“Kau tidak akan percaya dengan apa yang aku dapatkan.” Ucap Conrad sambil menahan telepon di salah satu telinganya. Satu tangannya yang lain masih berada di roda kemudi, mengendalikan laju truk yang ia bawa.
“Kau sudah pergi hampir seharian.” Ucap istrinya. “Kukira kau hilang di tengah festival itu.”
“Tenang saja!” balas Conrad dengan tawa bahagia. “Aku juga membelikanmu barang-barang bagus. Lihat saja nanti saat aku tiba di rumah!”
Conrad bersenandung lagi mengikuti irama lagu yang keluar dari radio mobilnya itu. Ia lihat langit sudah menjadi jingga, dan kawasan hutan yang ia lewati saat itu sudah menjadi sedikit kelam, sedikit menyeramkan. Conrad menginjak lebih dalam pedal gasnya, dan truknya itu melaju semakin kencang.
Conrad mendecak kesal saat lagu di radionya berubah menjadi lagu yang sama sekali tidak ia senangi. Ia tahu judul lagu itu adalah ‘The Death of You’. Sebuah lagu rock dari sebuah band tak bernama yang entah kenapa mendapatkan popularitas yang berlebihan. Conrad memutuskan untuk mematikan saja radio mobilnya itu.
Keadaan langit sudah menjadi gelap saat ia tiba di rumahnya. Istrinya, Maria, telah menunggunya di teras rumah. Conrad turun dari truknya dengan senyum lebar di wajahnya. Ia mengarah pada istrinya, dan memberikan satu pelukan hangat pada istrinya itu.
“Apa yang kau beli?” tanya Maria dengan rasa keingintahuan yang berlebih. “Kau banyak membeli barang bekas?”
“Oh, ya. Tentu saja.” Balas Conrad. Ia kemudian mengarah ke bak truknya dan membuka terpal yang menutupi bak truk itu. Dan disanalah terdapat barang-barang bekas yang ia dapatkan.
Benda yang menjadi kejutan bagi Maria terdapat di tumpukan atas dari barang-barang yang lain. Benda itu adalah sebuah mesin jahit tua. Maria adalah penggemar kerajinan tangan, dan ia juga gemar menjahit. Sudah lama Maria menginginkan sebuah mesin jahit. Dan baru kali ini Conrad berhasil membelikannya.
“Oh, Conrad!” Maria tersenyum senang ke arah suaminya itu. Tak menunggu lama, ia segera memeluk kembali dambaan hatinya itu.
“Oh, kau tahu apa yang kubuthkan.”
“Tentu saja.” Balas Conrad. “Dan selain itu, aku menemukan barang-barang bagus lainnya.”
Conrad segera saja menarik satu persatu benda-benda yang ia beli dari truk. Pertama ia turunkan mesin jahit tua itu. Kemudian ia mengangkat sebuah radio tua keluaran tahun 50-an yang terlihat masih dalam kondisi bagus. Lalu setelah itu ada sebuah koleksi piringan hitam dari band-band lama yang sudah sulit untuk di dapat. Dan barang terakhir yang Conrad tarik keluar dari bak truknya adalah sebuah cermin besar dengan pinggiran berukir.
Maria mengernyitkan dahinya saat melihat cermin besar yang Conrad pegang.
“Kenapa kau membeli benda itu?” tanya Maria. “Maksudku…, bukankah di rumah kita sudah ada cukup banyak cermin, aku tidak…”
“Ini berbeda.” Ucap Conrad cepat. “Sang penjual mengatakan padaku bahwa cermin ini dibuat di akhir abad ke 19. Dan masih utuh hingga detik ini, bukankah luar biasa? Benda yang sudah seratus tahun, dan masih dalam kondisi terbagusnya.”
Maria semakin mengernyitkan keningnya tidak mengerti. Ia memang tahu bahwa Conrad memiliki hobi mengumpulkan barang-barang bekas, terutama yang sudah tua. Namun rasanya membeli cermin itu adalah sebuah kesalahan yang besar.
“Oke.” Ucap Maria. “Sebaiknya segera masukkan barang-barang ini.

**

Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Conrad seharusnya sudah turun ke lantai bawah dan makan malam dengan istrinya. Namun yang ia lakukan malah sebaliknya. Ia kini malah terlau sibuk memikirkan dimana seharusnya ia meletakkan cermin kuno itu.
Ia berdiri di depan sebuah dinding sambil membawa cermin itu. Ia masih bingung dimana ia akan meletakkan cermin itu. Radio tua yang ia dapatkan sudah tertata di samping tempat tidur. Kini tinggal cermin itu.
“Bisakah kau lakukan nanti saja?” tanya Maria yang sudah tidak sabar menunggu Conrad.
“Tunggu sebentar!” ucap Conrad. Ia kemudian mengangkat cermin yang ia pegang, dan menggantungkannya di dekat lemari pakaian. Setelah sekian detik memastikan, ia akhirnya mengangguk-angguk puas dengan lokasi cermin itu.
“Yep!” serunya. “Cermin ini memang pantas dipajang di kamar ini.”
“Oke, kau sudah selesai sekarang?” tanya Maria. “Kita turun dan makan sekarang.”
Selama makan malam pun Conrad tidak dapat melepaskan pikirannya dari benda-benda yang kini berada di kamarnya itu. Radio tua, koleksi piringan hitam, dan juga cermin itu. Ia merasa begitu bahagia bisa mendapatkan barang-barang itu. Tidak biasanya ia bisa membawa pulang barang sebanyak itu.
“Serius,” ucap Conrad kemudian di tengah upayanya menelan makanan. “Kurasa aku cukup beruntung hari ini. Barang-barang itu benar-benar…”
“Ya.” sahut istrinya. “Radio dan koleksi piringan hitam itu memang uckup beruntung kau dapatkan. Tapi cermin itu?”
“Kenapa dengan cermin itu?” tanya Conrad seketika.
“Conrad, sayang…, aku…”
“Kenapa, Maria?” tanya Conrad. Sendok yang ia pegang berhenti di udara. Ia menunggu kata-kata apa yang akan istrinya ucapkan.
“Aku memiliki firasat buruk soal cermin itu.” Ucap Maria pada akhirnya. Conrad seketika mendenguskan nafasnya.
“Ayolah, Maria! Kau tidak…”
“Aku serius, Conrad.” Ucap Maria dengan wajah serius, memandang pada suaminya itu.
“Hanya barang bekas.” Ucap Conrad. “Tidak ada yang perlu kau takutkan.”
“Mungkin karena kenyataan bahwa barang itu bekas orang lain yang membuatku sedikit takut.” Ucap Maria. “Cermin setua itu, dan masih dalam keadaan utuh? Kau tidak tahu apa yang terjadi pada pemilik sebelumnya, maksudku…”
“Maria!” potong Conrad. Ia memandang lekat-lekat ke arah istrinya itu. Maria terlihat seperti memohon, dan Conrad tidak betah melihat istrinya mengeluarkan air muka seperti itu.
“Kenapa kau sampai berpikiran seperti itu?” tanya Conrad.
Maria pada awalnya tidak mau mengatakan alasannya kenapa ia tidak suka dengan cermin itu. Namun setelah sekian lama dalam diam, pada akhirnya Maria membuka mulutnya.
“Aku pernah membaca sebuah berita di koran, soal sebuah cermin terkutuk.” Ucap Maria. “Tentang sebuah cermin yang mendatangkan malapetaka bagi siapapun yang memilikinya. Aku…”
“Oh, Maria, yang benar saja!”
“Aku serius, Conrad.” Potong Maria. “Berita itu tertulis dengan jelas di surat kabar, dan memang sudah ada korban.”
“Dimana kau membacanya?”
“Blackwood Tribune.”
“Kau mempercayainya?” tanya Conrad. Maria terlihat ragu untuk sesaat. Namun pada akhirnya ia menganggukkan kepalanya.
“Ceritakan padaku soal berita itu!” ucap Conrad kemudian.
Maria kemudian menjelaskan soal sebuah cermin yang didapat oleh seorang kolektor di Blackwood. Yang awalnya terlihat bisa-biasa saja, namun keesokan harinya sang kolektor itu ditemukan tewas dengan luka menganga di lehernya. Kolektor itu tewas dengan satu tangan menyentuh permukaan cermin ang terjatuh di lantai.
“Hanya kebetulan.” Ucap Conrad. “Mungkin ada pencuri yang masuk ke dalam rumah kolektor itu, dan…”
“Tidak.” Bantah Maria. “Polisi mengatakan tidak ada yang hilang dari rumah sang kolektor itu. Dan tetangga sang kolektor mengatakan bahwa malam harinya mereka mendengar suara sebuah kaca pecah, dan teriakan kolektor itu. Cermin itu terkutuk!”
Conrad mendengus. Ia adalah tipe orang yang tidak begitu saja mudah percaya dengan hal-hal supranatural. Namun Maria, di lain sisi, adalah tipe orang yang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh cerita-cerita mistis seperti itu. Sepertinya wajar jika kini Maria mulai menggabung-gabungkan cerita soal kolektor itu dan cermin yang baru saja ia dapatkan.
“Dengar, Maria!” ucap Conrad pada akhirnya sambil mengelus permukaan tangan istrinya.
“Ini cermin yang berbeda dari cermin milik kolektor itu.” Lanjutnya. “Tidak mungkin cermin dari kolektor itu bisa ada di festival jika ia tidak menjualnya, ‘kan? Dan kolektor itu mati saat masih memiliki cermin itu. Itu berarti cermin terkutuk itu masih berada di Blackwood. Kau tidak perlu khawatir.”
Maria hanya menunduk dengan eskpresi seperti orang yang kelelahan. Makanan yang ada di depannya pun tak tersentuh lagi. detik berikutnya, Maria bangkit dari meja makan itu.
“Aku mau tidur saja.”
Conrad hanya dapat menghela nafasnya. Ia tidak habis pikir kenapa istrinya bisa setakut itu.
“Aku akan cuci piringnya.” Ucap Conrad.
Conrad masih memikirkan soal istrinya hingga setengah jam kemudian. Ia tak habis pikir kenapa istrinya mempunyai ketakutan yang berlebihan seperti itu. Ia akui bahwa berita mengenai tewasnya sang kolektor itu sedikit menakutkan dan membuat bingung. Namun ia yakin seratus persen bahwa cermin yang ia dapatkan tidak mungkin cermin yang sama dengan cermin milik kolektor itu.
Conrad naik ke lantai dua, dan masuk ke dalam kamarnya saat jarum jam telah menunjukkan pukul setengah dua belas. Maria sudah tertidur. Dan Conrad pun ikut membaringkan tubuhnya di sisi istrinya. Tubuhnya terasa begitu lelah saat itu.
Namun baru beberapa menit ia memejamkan mata, ia dikagetkan oleh sebuah suara yang datang dari samping tempat tidurnya. Radio tua yang baru saja ia beli itu entah kenapa tiba-tiba menyala dengan sendirinya. Membuat sebuah suara statis yang tidak begitu menyenangkan. Dengan menggeruti tidak jelas Conrad mematikan kembali radio itu.
Hal yang sama terjadi kembali ketika Conrad nyaris tertidur. Radio tua itu mengeluarkan sebuah suara keras yang membisingkan telinga dan membuat Conrad bangkit dari tempat tidurnya seketika. Sebelum ia sempat menyentuh kenob radio, tiba-tiba saja radio itu terarah pada salah satu stasiun musik dan memainkan satu lagu yang tidak ia sukai. ‘The Death of You’.
Conrad bertanya-tanya dalam hati. Kenapa radionya bisa menyala dengan sendirinya? Apakah rusak? Conrad mematikan kembali radio tua itu, dan hanya bisa berharap agar radio itu tidak menyala kembali.
Jarum jam menunjukkan pukul satu lebih, dan keadaan sudah beanr-benar sepi saat itu. Conrad duduk diatas tempat tidur di tengah keremangan suasana. Ia memikirkan kembali cerita istrinya soal cermin terkutuk itu. Dan entah kenapa, ia merasakan bulu kuduknya berdiri.
“Tidak mungkin.” Gumam Conrad seraya mengarahkan pandangan matanya pada cermin yang tergantung di sisi lemari pakaianya. Ia perkisa dengan teliti, namun memang tidak ada yang aneh dari cermin itu.
Conrad bangkit dari tempat tidurnya dan mengarah pada cermin berukir itu. Ia amati bayangan dirinya sendiri pada cermin itu. Apakah ada yang aneh? Tidak. Ia hanya melihat bayangannya sendiri di tengah kegelapan. Apakah hal itu bisa disebut dengan aneh? Tapi…
“AHHH!!”
Conrad berjingkat, nyaris terjatuh ke lantai saat di dalam cermin tiba-tiba saja ia melihat sbeuah bayangan berdiri di belakangnya. Conrad tidak begitu jelas melihatnya, namun ia yakin dengan betul bahwa bayangan itu tepat berada di belakangnya. Ia kemudian memutar-mutar tubuhnya, memandang ke seisi kamar, namun tidak apa-apa disana. apa yang terjadi?
Conrad mengusap wajahnya sendiri dengan kesal. Ia menggeram ke dalam kedua belah telapak tangannya. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendir bahwa tidak mungkin ada bayangan aneh di dalam cermin itu. Mungkin ia hanya salah lihat. Tidak. Tidak mungkin ada.
Conrad kembali ke arah tempat tidurnya sendiri. Maria terlihat masih tertidur lelap di tempat tidur itu. Rupanya jeritannya tadi tidak mampu membangunkan Maria. Dengan pikiran masih memikirkan soal bayangan aneh itu tadi, Conrad kembali memejamkan matanya. akan tetapi…
Ia tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur. Ia mendapatkan mimpi-mimpi yang cukup aneh, yang berkaitan dengan cermin yang baru saja ia beli itu. Ia merasa ada suara yang berbisik di telinganya, dan ia merasakan ujung kakinya dingin, seperti dicelupkan ke dalam es. Hingga sedetik kemudian Conrad berjingkat bangun saat terdengar suara keras dari sisi tempat tidurnya.
Radio tua itu kembali menyala dan memutar lagu ‘The Death of You’ yang benar-benar Conrad benci. Kenapa dengan radio itu? Kenapa radio itu terus menyala dengan sendirinya?
Conrad sadari sedetik kemudian bahwa sisi tempat tidurnya telah kosong. Maria sudah tidak ada disana lagi.
“Maria!” panggil Conrad seraya bangkit dari tempat tidurnya. Ia lirik jam yang ada diatas meja, yang saat itu menunjukkan pukul dua dini hari. Masih terlalu pagi bagi Maria untuk bangun. Apakah mungkin Maria ke toilet?
Conrad memeriksa kamar mandi, namun ia tidak menemukan keberadaan istrinya. Di tengah kegelapan ia bergerak menyusuri koridor lantai dua sambil terus meneriakkan nama istrinya. Hingga sedetik kemudian…
“AAAHHHHH!!!!”
“MARIA!”
Suara jeritan itu berasal dari lantai bawah. Conrad dengan seketika berlari menuruni anak tangga, dan betapa terkejutnya ia ketika ia melihat Maria terpuruk di lantai di anak tangga terbawah.
“Maria! Maria!”
Conrad mencoba membangunkan istrinya yang sepertinya pingsan itu. Apa yang terjadi? Dan kenapa Maria menjerit? Conrad mengguncang tubuh istrinya. Dan sedetik kemudian, mata istrinya terbuka perlahan. Mulutnya kemudian bergerak, mengucapkan sebuah kata…
“Cermin itu…”
BRAK! BRAK! BRAK!
Conrad seketika memutar kepalanya ketika ia mendengar suara ribut dari lantai dua. Dari kamarnya. Apa yang mungkin terjadi disana? Conrad membopong tubuh istrinya ke arah sofa ruang tengah, lalu bergerak kembali ke lantai dua, ke arah kamarnya.
Jantung Conrad hampir saja melonjak lagi saat ia merasa seperti melihat sebuah bayangan berdiri di sudut kamarnya, namun hilang seketika. Dan anehnya lagi, lagu ‘The Detah of You’ kembali berputar di radio tua itu itu.
“DIAM!” teriak Conrad seraya menjatuhkan radio tua itu dari atas meja, dan hancur ke atas lantai. Namun bukan hal itu saja keanehan yang terjadi. Conrad seperti mendengar suara ketuka dari arah belakangnya. Suara ketukan-ketukan, yang berasal dari arah cermin yang tergantung di dekat lemari.
Conrad bergerak perlahan ke arah cermin itu. Betapa terkejutnya ia saat ia mendekat, ia melihat ada bekas tangan berdarah di permukaan cermin berukir itu.
“Tidak mungkin!” ucap Conrad dengan nada bergetar. Otaknya berputar cepat, teringat kembali dengan cerita istrinya soal cermin yang ada di Blackwood itu. Tidak mungkin cermin yang sama, ‘kan? Tapi buktinya terpampang jelas di hadapan kedua matanya.
Conrad menatap bayangannya sendiri di cermin itu. Jantungnya melompat lagi saat bayangan hitam itu muncul tepat di belakang tubuhnya. Sosok seorang pria dengan sepasang mata merah, menatapnya melalui pantulan cermin.
“TIDAK!!” teriak Conrad seraya memutar tubuhnya. Bayangan itu tentu saja sudah menghilang lagi. tapi sedetik kemudian…
PRANG! PRANG! PRANG!
Cermin-cermin dan kaca jendela tiba-tiba saja pecah dengan sendirinya di kaamr itu. Conrad kini mau tidak mau harus dapat menerima kenyataan bahwa cermin tua yang ia daaptkan itu mungkin adalah cermin yang sama dengan cermin yang ada di Blackwood. Cermin terkutuk itu.
Conrad memutar tubuhnya, menghadap pada cermin berukir itu lagi. dengan segenap tenaga ia angkat cermin itu dari tempatnya, yang entah kenapa kini terasa begitu berat di tangannya. Conrad mengangkat cermin itu, lalu melemparkannya ke dinding.
Cermin itu hanya memantul ke dinding tanpa sedikitpun membuat suara pecahan. Kaca dari cermin itu masih utuh meski Conrad telah membantingnya. Conrad, dengan kemarahan yang sudah meluap, menggunakan kakinya untuk menginjak permukaan kaca dari cermin itu. Namun cermin itu tetap tidak pecah.
PRANG! PRANG!
Botol-botol parfum di atas meja beterbangan dan pecah dengan sendirinya. Apakah semua hal aneh itu dikarenakan cermin terkutuk itu? Conrad tidak punya pilihan lain selain harus membuang cermin itu, yang sudah mengganggu malamnya.
Ia angkat cermin itu, lalu ia bergerak cepat menuruni tangga. Maria sudah berdiri di anak tangga terbawah, sambil dengan nanar memandangi cermin yang ada di tangan suaminya.
“Cermin keparat!” umpat Conrad. Ia menyahut kunci mobil dari gantungan, dan mengarah ke luar rumah.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Maria.
“Aku akan membinasakan cermin terkutuk ini.” Ucap Conrad seraya melempar cermin itu ke bak truknya.
“Conrad…”
“Jangan khawatir, Maria!” ucap Conrad sebelum masuk ke dalam kabin truknya. “Aku akan segera kembali.”
Conrad menyetir truknya dengan ngebut. Keadaan malam di sekitar kota tempatnya tinggal memang begitu sepi. Ia masih tidak tahu harus kemana membawa cermin itu pergi. Mungkin ia bisa membuangnya di sungai?
Ia membawa truknya melewati kawasan sebuah hutan yang pekat. Pikiran Conrad masih terarah pada cermin terkutuk itu. Kenapa? Ia tidak pernah bisa tahu alasannya kenapa ia ahrus menerima cermin itu.
Kedua mata Conrad membelalak seketika saat tiba-tiba saja radio truknya menyala dengan sendirinya, dan lagu ‘The Death of You’ itu mengalun kembali.
“TIDAK!!” teriak Conrad seraya memutar kenob radio. Namun radionya tidak mau mati dan lagu itu terus mengalun.
“DIAM, KEPARAT!!” umpatnya.
Hal yang aneh lain kembali terjadi saat instrumen di dalam mobilnya mulai menggila. Lampu-lampu di instrumen mobilnya berkedip, dan nyala lampu depan truknya juga menyala dan mati dengan sendirinya. Tidak mungkin mobilnya rusak. Ada sesuatu yang mempengaruhi semua hal itu.
“Cermin keparat!” umpat Conrad. Hal yang tak terduga lainnya terjadi sedetik kemudian. Truk yang ia kendarai itu tiba-tiba saja melaju kencang dengan sendirinya tanpa ia kontrol.
“Tidak, tidak!”
Conrad mencoba menginjak rem, namun sama sekali tidak berfungsi. Ia mencoba menggunakan rem darurat, namun juga sama sekali tidak berfungsi. Conrad sudah kehabisan akal. Dan detik berikutnya, ia mendengar satu desahan nafas di telingan. Dengan satu suara bisikan…
“Kau akan mati…”
Conrad seketika memutar kepalanya, dan ia melihat satu sosok berbaju hitam telah duduk di sisi penumpang. Seorang pria dengan satu seringai lebar, dan sepasang mata menyala seperti api.
“Selamat jalan, Conrad!” ucap sosok itu.
Conrad menjerit saat truknya melaju lurus keluar dari jalur dan menabrak batang-batang pohon di sekitar hutan itu. Jeritan Conrad tidak mungkin didengar oleh orang lain. Conrad tewas seketika.

**

Lokasi kecelakaan truk Conrad ditemukan keesokan harinya oleh sebuah mobil yang lewat. Polisi kemudian dipanggil ke tempat kejadian, dan Maria diberi kabar soal kematian suaminya. Maria tentu saja sangat terpukul mendengar hal itu. Hanya ada satu hal yang dapat ia salahkan atas kematian suaminya. Cermin itu.
“Dimana cermin itu?” tanya Maria pada salah satu petugas polisi. “Conrad membawa cermin di truknya.”
Namun jawaban yang diberikan oleh petugas polisi sama sekali tidak memuaskan Maria. Jawaban itu malam membuatnya semakin bingung.
“Nyonya,” ucap polisi itu. “Kami tidak menemukan adanya cermin di tempat kejadian.”
Cermin terkutuk itu menghilang dengan sendirinya. Membawa serta misteri dari korban-korban yang telah ia renggut. Mungkin cermin itu akan muncul lagi di suatu tempat, untuk mencari korban baru. Namun untuk saat ini, hanya jeritan Conrad yang terekam di dalam cermin terkutuk itu.

****







2 comments: