Delsin adalah seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun yang
dalam kenyataannya sedikit berbeda dengan anak-anak seusianya. Ia masih merasa
takut untuk tidur sendiri. Sebuah masalah yang sedikit memalukan sebenarnya,
mengingat ia sudah mulai beranjak dewasa. Ia selalu merasakan sebuah
kekhawatiran yang berlebih setiap kali ia ingin pergi tidur. Dan salah satu hal
unik lainnya adalah, ia selalu dibantu oleh ibunya untuk pergi tidur. Seperti
malam itu, Delsin naik ke atas tempat tidurnya yang hangat. Ibunya membantu
Delsin masuk ke dalam selimut, sambil menepuk pelan sisi tubuh bocah kecil itu.
“Ibu!” ucap Delsin ketika
ibunya akan bergerak keluar dari ruangan. Ibunya berputar, dengan wajah yang
sedikit jengkel, ibunya itu sudah hafal dengan apa yang Delsin khawatirkan
setiap malam.
“Tidak ada apa-apa, sayang.”
Ucap ibunya. “apa yang kau khawatirkan? Tidak ada yang terjadi setia malamnya
‘kan? Kau berpikiran terlalu jauh, sayang.”
“Tapi,” sahut Delsin. “Di
bawah tempat tidur, dan di kloset. Aku sering mendengar suara-suara aneh. Aku
takut, ibu. Aku taku jika ada…”
“Jika apa?” sahut ibunya.
“Kau takut dengan monster di bawah tempat tidurmu atau di kloset? Sudah berapa
kali ibu katakan padamu, Delsin? Kau sudah besar. kau seharusnya sudah bisa
menghilangkan segala ketakutanmu soal bawah tempat tidur dan kloset itu.”
“Ya, tapi…”
“Mungkin karena kau selalu
membaca buku itu.” Ucap ibunya cepat. “Berhenti membaca buku itu jika kau tidak
ingin merasa takut setiap malamnya!”
Delsin tidak mengucapkan
apa-apa lagi. Percuma saja ia meminta ibunya untuk menemaninya tidur. Ibunya
tidak akan pernah melakukannya lagi. Ibunya itu kini lebih fokus pada Lydia,
adik Delsin yang baru berusia tiga tahun. Delsin merasa bahwa kini hubungannya
dengan ibu dan anggota keluarganya yang lain semakin renggang.
Delsin masih tidak mengerti
soal rasa takut yang ia rasakan setiap malamnya. Ia selalu takut dengan apa
yang akan terjadi saat ia tertidur lelap. Bagaimana jika ada yang mengawasinya
ketika ia tidur? Suara-suara aneh di kloset dan bawah tempat tidurnya itu
semakin membuat keadaan kacau. Mungkin karena buku itu?
Delsin memang memiliki hobi
membaca buku. Anehnya, meski ia adalah anak yang mudah takut, ia lebih sering
membaca buku-buku horor. Aneh, namun emamng itu kenyataannya. Mungkin perasaan
takut yang ia rasakan selama ini memang hanya ada di pikirannya, seperti kata
ibunya.
“Tenang, Delsin!” ucap
Delsin pada dirinya sendiri seraya menarik selimut hingga menutupi janggutnya.
“Tidak akan ada apa-apa malam ini. Semua itu hanya khayalan saja.”
Itulah yang Delsin pikirkan.
Paling tidak, hingga ia bisa tertidur lelap. Namun beberapa jam kemudian,
Delsin berjingkat dari tempat tidurnya saat ia mendengar suara aneh, lagi-lagi
terdengar dari arah kloset yang berada di seberang ruangan. Sebuah kloset tua
yang berisi pakaian dan mantel tua. Saat siang hari, Delsin sudah mencoba
membuka kloset itu. Namun tidak ada aapun di dalam sana yang dapat menimbulkan
bunyi aneh itu. Seperti bunyi derak kayu patah atau seamcam itu.
Jarum jam menunjukkan pukul
dua malam ketika Deslin terbangun dari tidurnya. Ia berkeringat, dan dengan
erat menggenggam ujung selimutnya, yang ia pikir dapat melindunginya dari
apapun yang akan keluar dari kloset. Tapi…, setelah lima menit menunggu, suara
itu tidak kembali. Delsin akhirnya memutuskan untuk tidur lagi.
Namun satu hal yang tak
terduga terjadi beberapa saat kemudian. Delsin merasa ada yang menarik turun
selimut dari tubuhnya. Dengan gerak spontan tanpa berpikir, Delsin menarik
kembali selimutnya. Namun lagi-lagi selimutnya ditarik turun. Dan Delsin mulai
merasa ada yang aneh. Ketika ia membuka matanya, ia melihat sesosok wanita tua
duduk di kaki tempat tidurnya dengan mata menyala merah, dengan seringai jahat,
menunjukkan sederet gigi kuning yang kotor. Deslin seketika menjerit.
“IBU!!!!”
Delsin meraskan ada yang
menyentuh sisi tubuhnya. Seketika, ia berjingkat, membuka matanya, dan melihat
ibunya sudah berdiri di sisi tempat tidurnya dengan wajah penuh kekhawatiran.
“Delsin, kenapa kau
berteriak seperti itu?”
“Disana!” ucap Delsin gugup.
“Di kaki tempat tidurku, ada nenek tua, dengan mata merah…”
“Delsin, kau mengada-ada.”
“Tidak, ibu!” bantah Delsin.
“Aku yakin…”
“Kau berteriak dalam tidur,
sayang.” Ucap ibunya. “Kau hanya bermimpi.”
Benarkah begitu? Delsin merasa
apa yang ia lihat terlihat begitu nyata. Ia tidak dapat membedakan antara mimpi
dan kenyataan. Saat itu jarum jam sudah menunjukkan pukul lime pagi. Dan Delsin
tidak bisa kembali tidur.
Karena gangguan yang ia
rasakan setiap malam itu, Delsin jadi sedikit mengantuk di sekolah. Nilainya
lama kelamaan menjadi sedikit buruk, dan mulai menarik perhatian dari ayah dan
ibunya.
“Delsin, kau harus berhenti
membaca buku itu!” ucap ayahnya saat makan malam. “Kau tidak bisa tidur tenang
setiap malam. Dan lihat hasilnya! Kau mengantuk di sekolah, dan apa yang kau
pelajari? Kau lupa segalanya?”
“Aku sudah tidak membaca
buku itu lagi, ayah.” Balas Delsin. “Tapi suara-suara di kloset itu nyata. Dan
nenek tua itu, yang mungkin tidur di bawah tempat tidur…”
“Oh, tidak itu lagi!” keluh
ibunya. “Delsin, kau sudah sepuluh tahun. Sudah satnya kau menunjukkan bahwa
kau seorang lelaki yang tangguh.”
Memang mudah mengatakannya,
karena mereka tidak mengalami apa yang ia rasakan setiap malamnya. Malam itu,
Delsin memutuskan untuk mengulang kembali pelajaran sekolah di dalam kamar. Ia
duduk di lantai, sambil membaca buku biologi ketika sebua suara tiba-tiba
terdengar lagi. Kali ini bukan dari kloset, namun dari bawah tempat tidurnya.
Jantung Delsin berdetak
cepat. Apa? Apa yang mungkin ada di bawah tempat tidurnya? Insting Delsin
adalah berlari keluar dari kamar itu. Tapi ia ingat kata-kata ibunya, bahwa ia
harus menjadi lelaki yang jantan. Ya. Delsin mencoba menerapkan hal itu.
Perlahan itu bergerak ke sisi tempat tidurnya, lalu dengan cepat menyingkap
seprai yang menutupi bagian bawah tempat tidur. Tapi…
Kosong.
Ya. Kosong. Hanya ada
setumpuk barang-barang tua berdebu yang ada di bawah tempat tidur itu. Delsin
tertawa seketika. Menertawakan dirinya sendiri yang sudah berpikiran terlalu
bodoh.
“Tidak ada apa-apa.”
Delsin tertawa, lalu duduk
bersandar pada tempat tidurnya. Ya. Mungkin ia hanya ketakutan karena ia
terlalu banyak membaca buku horor itu. Khayalannya menjadi kenyataan. Tidak ada
yang perlu ditakuti. Tapi, salah satu tangan Delsin tiba-tiba saja menyentuh
sesuatu yang dingin di lantai. Ketika ia melirik ke arah tangannya, ia memegang
sebuah tangan keriput berwarna kelabu dengan kuku hitam panjang.
“IBU!!! AYAH!!”
Delsin seketika berlari
keluar dari kamarnya, bergerak menuruni tangga lalu menghampiri keuda orang
tuanya yang sedang asyik menonton tv. Ekspresi yang ditunjukkan oleh kedua
orang tuanya sudah dapat ditebak. Mereka kesal dengan Delsin.
“Ada!” ucap Delsin tergesa.
“Monster di bawah tempat tidurku. Nenek tua itu…”
“DELSIN!” bentak ibunya.
“Hentikan omong kosongmu! Kau…”
“Kenapa kalian tidak percaya
padaku?” ucap Delsin kesal. “Ini nyata ibu, ayah. Kenapa kalian…, aku tidak mau
tidur di sana lagi!”
Ayah Delsin tiba-tiba saja
bangkit dari sofa lalu bergerak ke arah tangga.
“Ayo kita lihat!” ajak
ayahnya. Namun Delsin menggelengkan kepalanya.
“Tidak! Aku takut masuk
kesana lagi.”
“Kau bersamaku. Tidak
apa-apa. Ayo!”
Dengan perasaan berat,
Delsin bergerak mengikuti langkah ayahnya naik tangga menuju lantai dua.
Jantung Delsin berdetak semakin brutal saat ia hampir mencapai kamarnya, dimana
tadi ia menemukan tangan dari nenek tua itu.
“Delsin, kemari!” ucap
ayahnya dari dalam kamar. Saat itu Delsin belum berani untuk melangkah masuk ke
dalam kamarnya sendiri.
Delsin mengintip dari pintu.
Ayahnya terlihat berdiri di samping tempat tidurnya sambil mengamati sekitar.
Ayahnya itu kemudian juga memeriksa kloset yang bermasalah itu.
“Delsin, masuk!”
Dengan langkah berat, Delsin
mencoba memberanikan dirinya untuk masuk kembali ke dalam kamarnya. Ia sapukan
pandangannya ke setiap sudut, berharap, tidak ada lagi tangan keriput ataupun
sosok nenek tua dengan mata merah itu.
“Lihat, ‘kan?” ucap ayahnya
sambil menunjuk pada kloset yang terbuka. “Tidak ada monster di dalamnya,
Delsin. Kau hanya berkhayal, berhasulinasi karena ketakutanmu itu.”
“Tapi di bawah tempat
tidur…”
Ayah Delsin bergerak lagi ke
arah tempat tidur yang ada di tengah ruangan itu. Lalu dengan gerak gesit,
tangan ayahnya menyingkap seprai yang menutupi bagian samping tempat tidur.
Kini yang terlihat hanyalah ruang kosong yang berdebu. Tidak ada apapun di
dalam sana.
“Lihat, ‘kan?” ucap Ayahnya
lagi. “Tidak ada apa-apa.”
Delsin merasa bingung dengan
keadaan itu. Apakah tadi ia memang hanya berhalusinasi soal tangan keriput itu?
Tapi rasanya begitu nyata. Dan Delsin masih belum sepenuhnya yakin bahwa
kamarnya itu aman untuk ditempati lagi.
“Aku tidak mau tidur disini
malam ini.” Ucap Delsin. “Boleh aku tidak denganmu, ayah?”
“Oh, Delsin.” Desah ayahnya.
“Kau sudah besar, nak. Sudah seharusnya kau memperkuat hatimu itu. Jadilah
lelaki pemberani!”
“Tapi…”
“Aku yakin kau akan
baik-baik saja.” Lanjut ayahnya cepat. “Jika perlu, kau boleh tidur dengan
lampu menyala.”
Tidak ada lagi alasan yang
dapat Delsin keluarkan untuk bisa tidak tidur di kamarnya malam itu. Terpaksa,
memang ia ahrus tidur di kamarnya. Seperti biasa pula, ibunya mengantarkannya
tidur sambil membantu Delsin masuk ke dalam selimut.
“Selamat malam, sayang!”
ucap ibunya seraya memberikan kecupan hangat di dahi Delsin. Apakah hal itu
membuat Delsin merasa lebih tenang? Jawabannya, tidak sama sekali. Delsin masih
merasakan jantungnya berdegup dengan kencang.
“Jangan matikan lampunya!”
ucap Delsin. Ibunya itu memberikan satu senyuman, sesaat sebelum keluar dari
kamar.
Delsin tidak bisa tidur,
tentu saja, setelah apa yang ia alami malam itu. Bagaimana jika monster atau
nenek itu keluar lagi dari tempat persembunyiannya? Delsin sesekali melirik ke
arah kloset yang tertutup. Ya. Tidak ada apa-apa. Dan yang ada di bawah tempat
tidurnya hanya kardus-kardus bekas. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi,
‘kan?
Delsin tertidur. Namun
rasanya belum lama, saat ia sekali lagi dikagetkan oleh sebuah suara berderak
yang datang dari salah satu tempat di dalam kamarnya itu. Pandangan matanya
seketika mengarah pada kloset yang ada di seberang ruangan.
Delsin tidak berani untuk
bergerak dari posisinya. Ia genggam erat-erat ujung selimutnya, dengan
pandangan mata masih terarah pada kloset tua itu. Namun tiba-tiba saja…
KRAK!
Pintu kloset tiba-tiba saja
terbuka lebar, tanpa ada penjelasan yang masuk akal soal hal itu. Delsin, yang
duduk kaku diatas tempat tidurnya tidak dapat bergerak atau pun bersuara.
Wajahnya memucat, dengan mata membelalak saat melihat sesosok makhluk bungkuk keluar
dari dalam kloset itu, bergerak ke arahnya. Sesosok nenek tua dengan wajah
keriput, rambut panjang, dan sepasang mata yang menyala merah. Sosok itu
menyeringai lebar, sambil memandang lekat-lekat pada Delsin.
“Oh…, Delsin.” Ucap sosok
itu dengan suara serak. “Anak baik. Bagaimana jika kita bermain bersama?”
Sososk itu tiba-tiba saja
sudah berada di sisi tempat tidur delsin. Tangan keriput itu kemudian
terangkat, mengarah ke wajah Delsin. Delsin membeku, tak dapat melakukan
apapun. Dan kemudian…
“Kita akan bersenang-senang
malam ini, Delsin.”
“TIDAK!!!!”
**
“Delsin! Delsin! DELSIN!!”
Delsin mendengar dengan
jelas panggilan itu. Apakah ia sudah mati? Apakah nenek tua itu berhasil
merenggut nyawanya? Ketika ia membuka kedua matanya, ia tidak berada di kamarnya.
Melainkan, ia duduk di salah satu kursi di perpustakaan sekolahnya.
Apa?
Delsin menoleh ke samping,
dan menemukan Tony, sahabatnya, terlihat begitu cemas.
“Apa yang terjadi?” tanya
Delsin bingung. “Aku…”
“Kau tertidur.” Ucap Tony.
“Aku…, apa?”
Delsin melirik pada sebuah
benda yang ada di tangannya. Sebuah buku misteri, tentang kutukan nenek
bungkuk. Lambat laun, Delsin mulai sadar dengan keadaan sebenarnya.
“Berapa lama aku tertidur?”
tanya Delsin seketika.
“Sepuluh menit, kurang
lebih.”
Delsin menghempaskan
tubuhnya ke sandaran kursi sambil menyeka dahinya yang berkeringat. Jadi semua
itu hanyalah mimpi? Mimpi yang ditimbulkan setelah ia membaca buku horor itu?
Delsin menertawakan dirinya
sendiri. Ya. Mana mungkin akan ada monster yang keluar dari klosetnya? Di jaman
yang sudah maju seperti ini, hantu tidak ada, ‘kan?
Pikiran Delsin sudah lebih
tenang. Malamnya, ia kembali diantarakan oleh ibunya untuk pergi tidur. Delsin
melirik sekali lagi pada kloset di ujung kamarnya. Kloset biasa, dan tidak ada monster.
“Kau sering mengigau,
sayang.”
“Mimpi buruk.” Jawab Delsin.
“Hanya itu.”
“Selamat malam, sayang.
Tidur yang nyenyak!”
Delsin kembali berada di
dalam kamarnya. Mimpi yang ia dapatkan tadi sing benar-benar aneh. Ia merasa
segalanya seperti benar-benar terjadi. Delsin tetap tidak dapat menjelaskan
mimpinya itu.
“Hanya mimpi buruk.” Ucap
Delsin sambil tersenyum senang. “Aku akan baik-baik saja.”
Ternyata harapan Delsin
tidak seperti apa yang ia pikirkan. Sekitar pukul satu dini hari, ia dikagetkan
lagi dengan suara berderak yang muncul dari dalam kloset di ujung ruangan.
Delsin membuka matanya.
“Tidak mungkin.” Ucapnya
dalam hati. “Semua itu hanya mimpi.”
Tapi, sedetik kemudian,
pintu kloset itu secara perlahan terbuka. Dan sebuah lengan kurus keriput terlihat
di bawah bayangan sinar lampu. Detik berikutnya, sosok nenek dengan mata merah
itu muncul sambil menyeringai ke arah Delsin.
“Aku sudah menunggumu,
Delsin.”
****