Tuesday, January 3, 2017

MONSTER OF THE MINE



Matahari bersinar dengan cerah di Berkshire, sebuah desa kecil di tengah perbukitan yang luas. Area pegunungan di sekeliling desa itu membuat Berkshire cocok untuk ditempati, terutama bagi warga kota yang merindukan ketenangan sebuah alam pedesaan. Selama ini, kehidupan di desa kecil itu tentram-tentram saja. Hingga beberapa kejadian aneh menggemparkan warga desa kecil tersebut.
Belum ada satu minggu sejak kejadian aneh terakhir. Sebuah toko kecil yang berada di desa itu dijarah habis-habisan oleh orang yang tidak dikenal. Sang pemilik toko, Ny. Adam, tidak habis pikir kenapa ada yang tega menguras habis isi dari dalam tokonya. Tidak ada terlalu banyak barang yang berharga di dalam toko kelontong kecil itu, dimana yang ada sebagian besar hanyalah makanan. Namun hampir setengah dari isi toko itu menghilang dalam waktu semalam.
“Seseorang masuk dari pintu belakang. Kuncinya dijebol.” Ucap Ny. Adam pada salah satu petugas keamanan yang bermarkas tak jauh dari Berkshire. Ny. Adam sudah menjelaskan segala hal. Ia, yang tinggal di lantai dua toko itu, sama sekali tidak mendengar adanya kegaduhan di toko bawah saat malam kejadian. Kenyataan ini menciptakan suatu kesan bahwa pencurinya adalah pencuri yang profesional. Anehnya, uang yang ada di dalam kasir tidak diambil sama sekali.
“Hanya makanan. Bukankah aneh?” ucap Ny. Adam di akhir pembicaraannya dengan polisi lokal.
Perampokan yang terjadi atas toko kelontong Ny. Adam bukanlah satu-satunya kejadian aneh yang terjadi di desa itu. Beberapa hari sebelumnya, keluarga Moran mendapati bahwa ada seseorang yang telah mengobrak-abrik peternakannya. Ia mendapati beberapa ayam yang ada di kandang hilang, begitu juga seekor kambing yang ada di kandang tak jauh dari kandang ayam.
“Tidak. Tidak ada yang aneh dengan malam itu.” Ucap Moran saat ditanyai mengenai kejadian aneh yang menimpanya. “Aku bahkan sudah berpatroli beberapa jam sebelumnya, sekitar pukul sebelas malam. Aku sama sekali tidak menemukan sedikitpun keanehan di sekitar corral atau kandang ayam.”
“Kau tidak mendengar sesuatu?” tanya pria lain. “Ayam-ayam itu, jika diambil, mungkin akan menciptakan suara sedikit gaduh, ‘kan?”
“Aku sama sekali tidak mendengar apapun.” Jawab Moran, dengan banyak pertanyaan bermunculan di dalam kepalanya.
Kasus yang lain pun terjadi beberapa bulan sebelum kedua kejadian itu. Peternakan Trudy mendapatkan masalah yang sama dengan apa yang dialami Moran. Tapi bukan ayam atau kambing yang menghilang. Namun seekor kuda.
“Bagaimana mungkin aku tidak mendengarnya? Kudaku akan menghentak jika bukan aku yang mendekat.”
Tidak ada yang pernah tahu akan penjelasan rasional mengenai menghilangnya barang-barang dan hewan ternak itu. Berkshire, yang awalnya adalah desa yang cantik dan tenang, kini berubah seperti sebuah kota kecil dalam film horor. Yang penuh dengan teka-teki dan misteri.
John Copper adalah salah satu petani yang ada di desa itu. Ia memiliki lahan pertanian yang cukup luas, ditambah dengans ebuah peternakan. Ia beruntung, sebab hingga saat ini, belum ada kejadian aneh yang menimpa peternakannya. Ia selalu melakukan patroli bersama anak tertuanya setiap malam. Keduanya bergerak mengelilingi area peternakan, memeriksa setiap hewan untuk memastikan mereka aman.
“Aku tidak mengerti.” Ucap James, anak tertua Moran yang ikut dalam patroli malam itu. “Siapa yang melakukan hal itu? Maksudku, mencuri makanan mungkin sedikit mudah. Tapi mencuri hewan tanpa menciptakan suara?”
“Bukankah pertanyaan itu yang kini sedang berputar di desa ini?” balas John. “Aku juga tidak mengerti.”
Keduanya bergerak dalam siraman cahaya bulan malam itu. Ladang pertanian tersiram oleh cahaya keperakan, menciptakan satu pemandangan yang menyenangkan untuk dilihat, seandainya saja mereka tidak terus cemas dengan bahaya yang mengintai di desa itu.
“Kau sudah memastikan jumlah kambingnya? Dan juga ayam dan kuda?”
“Ya.” Jawab James sambil mengangguk.
Keduanya sama-sama merasakan satu atmosfir ketegangan yang semakin lama semakin menekan dada. Seolah mereka dapat merasakan suatu bahaya besar yang mendekat, dan mungkin akan meluluh lantakkan dataran Berkshire yang tenang itu.
“Kau sudah mendengar mengenai mitos yang berkembang?” tanya James sedetik kemudian. Pistol yang ia bawa tergeletak di sisinya.
“Mitos itu lagi?”
“Ya.” Jawab James. “Aku tidak…”
“Tidak  mungkin.” Balas John cepat. “Kau tidak terlalu bodoh untuk mempercayai hal semacam itu, ‘kan, James?”
James hanya dapat menggelengkan kepalanya. Namun tidak dapat ia sangkal pula bahwa mitos yang berkembang di desa itu membuatnya sedikit merasa ngeri.
Mitos tenang apa?
Kehidupan tenang di Berkshire sudah cukup terganggu dengan adanya kasus menghilangnya ternak-ternak itu. Kini, ada satu mitos yang muncul hasil dari spekulasi dan dugaan-dugaan orang-orang desa. Ditambah dengan adanya beberapa saksi mata yang mengatakan bahwa mitos itu benar.
Cerita yang berkembang, mengatakan bahwa ada monster di desa itu. Terdengar konyol? Ya, mungkin. Namun ceritanya menjadi seidkit diluar kendali saat beberapa orang melaporkan bahwa mereka melihat langsung monster itu.
“Di bukit!” ucap seorang pria histeris, di suatu malam, di dalam sebuah bar kecil yang terletak di ujung jalan. Dengan tubuh bergetar, pria itu mengatakan bahwa ia melihat makhluk asing itu di puncak bukit.
“Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.” Ucap pria itu. “Makhluk itu tinggi, dan mengeluarkan suara yang nyaring di tenga kegelapan malam. Di bukit! Seperti kataku, ini nyata!”
Pada awalnya cerita itu hanya dianggap sebagai hoax biasanya. Namun dalam beberapa minggu, beberapa orang pada akhirnya juga melihat apa yang dilihat oleh pria itu. Anehnya, deskripsi setiap orang berbeda-beda mengenai makhluk yang ada di bukit itu.
“Makhluk itu memiliki sayap!” ucap seorang wanita paruh baya dengan histeris. Ia bahkan nyaris pingsan saat menderitakannya. “Kedua matanya menyorot dengan tajam, merah darah.”
Cerita orang lain, berbeda lagi.
“Tinggi, kurus, dengan lengan yang panjang. Makhluk itu yang menghabisi ternak kita akhir-akhir ini. Makhluk itu menghisap darah dan memakan ternak-ternak kita!”
Rumor yang berkembang ini semakin lama menjadi semakin menakutkan. Mengenai makhluk yang ada di bukit itu, yang dihubungkan dengan menghilangnya beberapa ternak warga.
“Jadi apa yang terjadi dengan toko Ny. Adam tidak ada hubungannya dengan menghilangnya hewan-hewan itu, ‘kan?” ucap James di suatu pagi yang tenang, saat ia sarapan bersama dengan ayahnya.
“Sudah kukatakan, James,” ucap John. “Mungkin orang-orang hanya salah lihat dengan apa yang ada di bukit. Tidak mungkin ada monster atau apapun di sana. Kau percaya dongeng aneh seperti itu?”
“Tapi orang-orang benar-benar melihatnya.” Ucap James cepat. “Mereka tidak mengada-ada. Tidak mungkin. Memang ada yang aneh dengan apa yang ada di bukit itu. Bukankah disana ada tambang?”
Ya. Satu-satunya hal yang dapat dikatakan ‘benar-benar’menakutkan mungkin hanyalah kenyataan bahwa ada tambang terbengkalai di atas bukit. Sebuah tambang yang sudah tidak digunakan sejak akhir 50-an. Tapi selama ini, tidak ada satupun kejadian aneh mengenai tambang itu.
“Kita lakukan apa yang semestinya kita lakukan.” Ucap John. “Kita harus berpatroli setiap malam.”
John dan James melakukan patroli hampir setiap malam. Dan mereka belum dapat menemukan satu masalahpun pada ladang atau peternakannya. Namun semakin hari berganti, cerita aneh terus berkembang. Salah satu kawan John mengatakan bahwa salah satu kambingnya menghilang lagi.
“Makhluk keparat itu!” teriak Willie, teman John itu, saat menceritakan mengenai ternaknya yang hilang. Wajahnya memerah sambil menunjuk ke arah bukit di kejauhan dimana tambang kosong itu berada.
“Aku akan kesana!” ucapnya geram. “Aku akan membunuh siapapun yang berani mengoyak peternakanku.”
Warga yang lain sudah mencoba untuk menghentikan aksi Willie yang terbilang cukup nekat itu. Kata-kata mengenai monster dan sebagainya tidak Willie gubris. Suatu sore, ia terlihat bergerak menjauhi rumahnya, bergerak ke arah bukit bermasalah itu dengan satu senapan berada di punggung. John dan James hanya dapat melihat kepergian Willie sambil berdoa agar tidak terjadi apa yang tidak mereka inginkan.
Malam tiba lagi. Kegiatan berpatroli setiap malam itu mulai teasa melelahkan. Awalnya mereka bisa bertahan hingga pukul dua pagi. Namun malam itu, John memutuskan untuk kembali ke rumah pukul dua belas malam. Istri dan putri kecilnya sudah tidur. Dengan satu ucapan, John menyuuruh anak tertuanya, yang ikut dengannya, untuk tidur. John pun bergabung dengan istrinya beberapa saat kemudian.
Tidur John rasanya dipenuhi dengan mimpi. Ia seperti mendengar jeritan di kejauhan, namun terasa begitu nyata. Sebuah suara keras membangunkannya seketika. Kuda di istal terdengar meringkik-ringkik tidak tenang. John tahu seketika bahwa ternaknya berada dalam bahaya.
“JAMES!” teriaknya ketika tiba di lorong. Dengan tergesa John memakai sepatunya lalu meraih senapan yang ia gantungkan di dinding. James datang sambil berlari beberapa detik kemudian, dengan senapan di tangannya.
“Kudanya!” ucapnya histeris.
John dan James dengan cepat keluar dari rumah dan mengarah pada kandang kuda, yang tidak jauh dari lumbung. John dan James membidikkan senapan mereka ke arah istal kuda, dimana kuda-kuda terdengar meringkik meminta pertolongan. John tiba di depan istal, dan merasakan jantungnya melompat saat melihat sesosok bayangan tengah menarik salah satu kudanya. Di tengah keterkejutannya, John masih dapat berpikir. Ia menarik pemicu senapannya,
DOR!
Kuda itu meringkik dan terlepas dari sosok bayangan itu. Sosok itu bergerak cepat, berlari, meninggalkan kawasan peternakan John Cooper dengan kecepatan tinggi. Dengan cahaya bulan yang bersinar malam itu, John dan James dapat melihat dengan jelas sosok itu. Sesosok manusia, mungkin terlihat mirip dengan manusia, memiliki tubuh tinggi kurus, dan jika tidak salah lihat, John melihat seringai mengerikan di wajah sosok itu.
“Monster itu!” John dan James melepaskan beberapa tembakan. Namun sosok itu seolah dapat menebak kemana arah peluru beterbangan. Dalam beberapa detik, ia menghilang di balik semak.
John dan James masih belum dapat mengatasi keterkejutan mereka. Wajah mereka pucat, meski tidak terlihat di tengah gelapnya malam.
“Jadi benar?” ucap James. “Ada makhluk aneh yang tinggal di tambang?”
Keributan di rumah keluarga Cooper terjadi. Istri dan putrinya berlari keluar rumah setelah mendengar tembakan. Wajah istrinya terlihat sama pucatnya dengan wajahnya.
“John, apa yang…”
“Makhluk itu, Abby.” Ucap John. “Makhluk itu nyaris mencuri kuda kita.”
“Kau menembaknya?”
“Dia lari.” Sahut James. “Tapi kita tahu kemana makhluk itu pergi.”
“John, kau tidak berpikir untuk mengarah ke tambang itu, ‘kan?” ucap Abigail dengan wajah penuh dengan kecemasan. John tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
“Willie belum kembali sejak ia pergi sore tadi.” Lanjut Abigail. “Ny. Trump mengatakannya padaku.
“Mungkin Willlie bertemu dengan makhluk itu.” Ucap James. “Mungkin Willie sudah…”
“Aku tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi.” Ucap John. Dengan satu usaha keras ia berhasil mengkang kembali senapannya. Wajah istrinya menunjukkan sebuah kecemasan yang berlebihan. Putrinya menunjukkan raut wajah yang sama.
“Jangan khawatir!” ucap John kemudian. “Aku tidak akan pergi seorang diri.”
Rencana John malam itu adalah mengarah ke tambang yang bermasalah itu, dan mencoba untuk mengakhiri teror yang terus terjadi di Berkshire. Ia mengumpulkan pria-pria lain dari desa, yang sebagian besar memiliki senapan sebagai senjata perlindungan.
“Apa benar yang mereka katakan, bahwa Willie belum kembali?”
“Kita akan mencari tahu!”
John dan rombongan para pria mulai bergerak menaiki bukit. Beberapa dari mereka membawa obor sebagai penerangan, sementara pria-pria lain terus membidikkan senapan mereka. Makhluk itu bisa saja sudah menunggu kedatangan mereka.
Tambang tua yang ada di atas bukit memang menjadi satu-satunya tempat di Berkshire yang tidak pernah terjamah. Tidak ada yang berani mendekati tambang kosong itu. Cerita yang berkembang mengatakan bahwa tempat itu dipenuhi dengan hantu. Dan kini, ada monster itu.
Wajah dari para pria menunjukkan satu ekspresi jijik secara bersamaan ketika mereka sampai di puncak bukit. Mereka melihat bangkai hewan tersebar di segala tempat, dengan darah membasahi rerumputan, dan isi perut hewan tersebar di berbagai tempat. Potongan-potongan tidak rapi telrihat dari beberapa bangkai itu. Apa yang terjadi? Hanya ada satu penjelasan soal hal itu. Makhluk itu memakan hewan yang ia curi dari warga.
“Monster.” Gumam John. “Kita akan segera tahu.”
Semakin bergerak mendekati mulut tambang, mereka semakin ngeri membayangkan apa yang akan terjadi di dalam tambang kosong itu. Ceceran daging dan usus hewan tersebar di sekitar mulut tambang. Dan kegelapan dari tambang sepertinya menciutkan nyali beberapa pria.
“Kita masuk?” tanya salah seorang pria. John menunjuk pada beberapa pria bersenjata, bersama salah satu pria yang memegang obor.
“Yang lain tinggal disini, dan berjaga. Jika kami tidak kembali…”
“Kami tahu apa yang harus kami lakukan, John.” Balas pria lain.
John mengarahkan matanya pada James, putranya, yang sepertinya ingin ikut masuk namun John memaksanya untuk tinggal di luar bersama yang lain.
“Aku tidak akan lama.” Ucap John, sesaat sebelum ia dan beberapa pria melangkah memasuki tambang.
Mereka tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa mereka akan masuk ke dalam sistem lorong tambang kosong itu. Tanpa adanya cerita mengenai monster saja, tambang itu sudah cukup meneyramkan. Kini mereka berada di dalam perut bumi. Bergerak menyusuri koridor yang remang, yang hanya diterangi cahaya dari dua obor. Mereka dapat melihat trek besi untuk lori yang sudah tidak terpakai. Keadaannya cukup memprihatinkan. Barang-barang yang tertinggal di dalam tambang selama puluhan tahun penuh dengan karat. Ada satu hal lagi yang mereka takutkan. Bagaimana jika tmbang itu sampai runtuh? Struktur lorongnya sudah cukup tua dan ringkih.
“Ini menjelaskan hal aneh yang terjadi di desa selama beberapa bulan terakhir.” Ucap salah seorang pria. Suaranya menggema di dalam lorong tambang yang gelap itu.
“Monster, atau apalah yang ada di dalam tempat ini.”
“Mungkin pria gila.” Ucap John.
Mereka tidak tahu sudah berapa dalam mereka masuk ke dalam tambang. Mereka sering menemukan cabang lorong, dan dengan insting terliar, memasuki salah satu lorong. Semakin masuk ke dalam, mereka mulai mencium bau anyir. Di sepanjang lorong terdapat bekas dari hewan-hewan yang seolah dibantai. Beberapa tulang berserakan. Dan tak jauh dari tempat itu, terdapat beberapa bungkus makanan yang bertumpuk menjadi satu.
“Makhluk itu juga yang mencuri dari toko Adam?”
John dan pria-pria lain seketika menghentikan langkah mereka saat mereka dengan jelas mendengar satu teriakan nyaring yang arahnya dari dalam tambang. Suara yang mirip sebuah erangan itu menggema di sepanjang koridor. Beberapa pria terlihat mulai bergetar ketakutan.
“Siapkan senjata kalian!” bisik John. Dengan langkah pelan, ia bergerak maju. Mereka berhenti beberapa kali saat mereka mendengar ada langkah lain selain dari langkah mereka sendiri. Obor diarahkan ke beberapa sudut tambang, namun yang ada hanyalah kegelapan total, dengan atmosfir yang dapat menegakkan bulu kuduk. Namun mereka tahu, bahwa monster itu sedang menunggu mereka.
Mereka bergerak ke arah bagian tengah tambang, yang ternyata mirip sebuah gua dengan lubang menganga di bagian atas. Cahaya bulan menerangi sedikit bagian tambang, yang mirip sebuah ruangan kecil. Dan disanalah mereka menemukan horor yang sesungguhnya. Cabikan daging, usus, dan tulang-tulang hewan bercampur aduk menjadi satu. Cipratan darah memenuhi dinding batu, dan sampah lain bertebaran, memberikan kesan kotor dan menjijikkan. Disinilah makhluk itu tinggal. Namun tidak ada tanda-tanda kehadiran makhuk tersebut pada saat itu.
“Lihat itu!” teriak salahs eorang pria pembawa obor ke arah sebuah sisi kecil dari tambang. Pria-pria itu dapat melihat sepasang kaki mencuat dari balik tikungan tambang. Mereka mendekat secara bersamaan, dan melonjak seketika saat cahaya api obor menerangi sesosok tubuh pria yang dipenuhi dengan darah. Mereka kenal dengan pria itu.
“Willie!”
John merunduk, memeriksa tubuh Willie yang tergeletak di tanah yang dingin. Dari apa yang dapat ia lihat, darah di tubuh Willie bukanlah darahnya sendiri. Willie sendiri hanya menderita luka terbuka di bagian dahi. John merundukkan kepalanya, menempelkan telinga ke dada Willie, dan tersenyum saat ia masih dapat mendengar detak jantung temannya itu, meski kelihatannya terlalu lemah.
“Dia masih hidup.” Ucap John seraya bangkit berdiri. “Sebaiknya kita…”
Ucapannya terhenti seketika. Perhatiannya, dan juga teman-temannya terarah pada salah satu koridor tambang yang gelap, dimana baru saja terdengar satu teriakan, yang lebih mirip sebuah jeritan. Monster itu, masih mengawasi mereka.
“Senjata!” ucap John cepat.
Cahaya obor secara cepat menerangi sebuah wajah di dalam kegelapan. Wajah yang kurus, cekung, dengan rambut berantakan dan mata yang seolah bersinar merah. Monster itu telah menunjukkan wajahnya dan meringis ke arah beberapa pria. Namun hanya sedetik, sebelum makhluk itu menghilang lagi.
Beberapa pria mulai melakukan tembakan ke arah lorong tambang, tanpa tahu apakah mereka dapat mengenai sasaran atau tidak. Paling tidak, usaha mereka dapat menjauhkan makhuk itu untuk sementara waktu.
“Ambil Willie! Kita keluar!” seru John.
Dua orang pria membantu membawa tubuh Willie yang lemah, dan mulai bergerak keluar dari tambang. Lagi-lagi jeritan dan geraman dari makhluk itu terdengar lagi. John menembakkan senapannya. Diikuti oleh pria-pria lain.
“Cepat! Cepat!” teriak beberapa pria. Dua orang yang membawa tubuh Willie terlihat kesulitan saat mencoba bergerak menaiki lorong tambang yang curam.
Jeritan terdengar sekali lagi. Namun bukan hanya jeritan dari makhluk itu saja. Salah satu pria dari kelompok John mengerang saat sebuah batu mengenai kepalanya.
“Tembak sekarang!” seru John. Cahay dari senjata mereka dapat sedikit memberikan penerangan pada lorong tambang yang gelap. Namun mereka sama sekali tidak dapat melihat monster itu.
“Lari!” teriak salah seorang pria saat ia sadari bahwa keadaannya sudah cukup genting, dan tidak mungkin bagi mereka untuk dapat melawan sosok misterius itu di tengah kegelapan tambang.
Mereka berlari. Terseok-seok pada permukaan tanah yang lembab, penuh dengan kerikil. Tubuh lemah Willie terlihat terombang-ambing dalam pelarian itu.
“Kemari, keparat!” teriak salah seorang pria sambil membidikkan shotgun miliknya ke arah kegelapan. Namun seketika…
“AAHHHHHKKKK!!!”
“TIM!” John berteriak saat tubuh Tim menghilang dalam kegelapan. Monster itu berhasil menggondol Tim. Hal ini semakin membuat usaha pelarian itu semakin cepat. Dan mereka sadari kemudian, mereka telah berada di luar tambang, saat mereka dapat menghirup udara segar lagi.
“Arahkan senjata kalian ke mulut tambang!” teriak John. Semua roang yang berada di dekat mulut tambang melakukan apa yang ia perintahkan. Mereka tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi. Apakah benar-benar monster? Atau hal lain yang sulit untuk dijelaskan? Yang pasti, makhuk itu telah merenggut Tim dari mereka.
“Jones dan Derek, pergi ke desa, dan hubungi polisi! Minta mereka untuk membawa persenjataan lengkap!”
Hanya itu yang dapat mereka lakukan selama semalaman. Mereka terus membidikkan moncong senapan dan pistol mereka ke arah mulut tambang. Bersiap, seandainya makhluk itu akan muncul lagi. Namun hingga pagi menjelang, tidak ada yang keluar dari mulut tambang. Jeritan monster itu pun seolah menghilang dengan datangnya sinar matahari.
Pasukan dari kepolisian akhirnya datang dengan tim SWAT mereka. Dengan persenjataan dan perlngkapan yang cukup, tim SWAT bergerak masuk ke dalam tambang. Tidak ada yang tahu apa yang mereka lakukan di dalam selama lebih dari tiga puluh menit. Hingga akhirnya tim SWAT keluar lagi dari tambang, dengan sesuatu berada di tangan beberapa anggota SWAT.
Sesosok tubuh pria kurus dengan rambut hitam kumal terlihat diseret keluar dari tambang. Pria itu mati. Namun kini menjelaskan seperti apa makhluk itu sebenarnya.
“Tidak pernah ada yang namanya monster.” ucap kepala tim SWAT sambil menunjukkan sebuah berkas pada John. John dapat membaca dengan jelas berkas tersebut. Disana dikatakan bahwa salah satu tawanan kepolisian berhasil kabur dua bulan yang lalu. Pria itu, yang kini mati di tangan SWAT, adalah tawanan itu.
Tim tidak mendapatkan luka yang serius. Kakinya terluka, namun pria itu masih dapat berjalan.
“Monster itu.” Ucap Tim sambil menunjuk pada jenasah tawanan yang dibawa ke ambulan itu.
“Dia bersembunyi cukup lama di tambang ini. Cukup gila, menurutku.” Ucap John. “Dia menderita keputusasaan dalam pelariannya. Kurasa itu menjelaskan kenapa ia tega mencuri dari warga desa. Membobol toko Adam, kurasa cukup masuk akal. Namun mencuri ternak dan memakannya mentah-mentah…”
“Pria itu gila, John.” Ucap salah seorang pria yang berdiri tak jauh dari John. John hanya dapat mengangguk menyetujui.
“Jadi tidak pernah ada yang namanya monster?” ucap James. “Tidak seperti apa yang kita bayangkan selama ini.”
“Berkshire akan kembali aman seperti sedia kala.” Ucap John. “Tidak. Tidak pernah ada yang namanya monster. Hanya sebuah misteri yang perlu dipecahkan. Dan kita berhasil melakukannya.”

****

4 comments: