Thursday, December 8, 2016

SILENT NIGHT



Kepala Jane dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan yang selama seminggu terakhir terus berputar di dalam kepalanya? Apa sebenarnya yang terjadi dengan penghuni kamar apartemen itu? Jane memandang ke arah layar laptopnya. Disana terdapat begitu banyak informasi mengenai kota yang sedang ia kunjungi ini, Cherwood. Sebuah kota tua, yang katanya penuh dengan sejarah lama dan misteri. Kematian rutin di sebuah kamar apartemen kecil yang terletak di tepian kota pun menjadi salah satu berita di situs yang tengan ia buka. Apartemen Wagner, apartemen yang sudah terkenal karena kematian aneh setiap tahunnya di salah satu kamar. Orang-orang di kota itu menyebut apartemen Wagner sebagai ‘Apartemen Berdarah.’.
Jane adalah seorang jurnalis dari Aulkbifestto, yang memiliki spesialisasi dalam bidang misteri. Hanya kali ini ia sedikit tertarik dengan hal-hal berbau supranatural. Mengenai kematian rutin di apartemen Wagner, ia sudah menemukan beberapa poin penting dari hasil investigasinya.
Apartemen Wagner memiliki enam lantai. Kamar yang bermasalah terdapat di lantai teratas, kamar nomor 602. Sebuah kamar yang terlihat biasa-biasa saja, namun menyimpan satu misteri yang hingga detik ini belum juga terpecahkan. Uniknya, Jane kini tinggal di dalam kamar apartemen itu. Ia ingin merasakan seperti apa keadaan aneh ayng sering disebutkan orang-orang.
Ia mendengar dari berbagai macam sumber bahwa ada hal-hal aneh yang sering terjadi di kamar 602. Seperti jeritan, tangis, dan suara-suara ribut yang hampir terjadi setiap malam kala kamar itu masih ditempati.
“Suara jeritan?” tanya Jane beberapa hari yang lalu pada salah satu penghuni apartemen yang sama.
“Ya.” Jawab wanita tua itu. “Aku mendengar jeritan, seolah seseorang tengah menderita atau karena alsan lain. Aku masih ingat dengan Ny. Willington. Dia tinggal di kamar itu tahun lalu. Ia sering bercerita padaku bahwa ia sering mengalami mimpi buruk semenjak ia tinggal di kamar itu. Mungkin itu alasannya ia sering berteriak. Lalu masih ada suara-suara lain yang membuat bulu kudukku berdiri. Setiap jumat malam, selalu ada suara-suara aneh yang terjadi.”
“Bisa Anda jelaskan soal hal itu?”
“Seperti seseorang yang sedang marah dan melempar-lempar barang. Ya. Suara itu terdengar jelas. Aku yang tinggal di lantai dua mendengarnya dengan jelas. Aku yakin penghuni kamar lain memiliki kesaksian yang sama dengan apa yang aku ceritakan saat ini.”
Dan memang benar. Jane sudah melakukan cross-check terhadap penghuni kamar apartemen lainnya, dan kesaksian mereka sama persis. Mengenai jeritan, teriakan, dan suara-suara itu. Poltergeist. Kata itu muncul seketika di dalam pikiran Jane. Namun Jane masih mencoba untuk mencari alasan yang masuk akal soal jeritan dan suara barang-barang itu.
Jane tidak hanya mewawancarai penghuni apartemen Wagner. Ia juga pergi ke beberapa tempat di kota itu, menemui beberapa orang, dan menanyakan soal tragedi yang terjadi di apartemen Wagner.
“Sepertinya apa yang akan kukatakan sudah sering dimuat di ninternet.” Ucap salah seorang pria paruh baya di sebuah kedai saat Jane memutuskan untuk mampir.
“Kau tinggal di kamar itu? Kau gila, Nona.” Lanjut pria itu. “Aku tidak ingin ada hal buruk terjadi padamu.”
“Apa yang mungkin terjadi?” tanya Jane.
“Kau bisa gila.” Jawab pria itu dengan suara lirih, berbisik ke arah Jane. Jane dengan cepat mencatat apa yang ia dengar pada notes kecil yang ada di tangannya.
“Tragedi itu…” lanjut Jane. “Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Seperti kataku.” Jawab pria itu. “Setiap orang yang pernah tinggal di kamar 602 tidak pernah bertahan satu tahun tinggal di dalam apartemen itu. Pada akhirnya, mereka menjadi gila dan harus diangkut ke rumah sakit. Namun dalam hal lain, mereka ditemukan tewas begitu saja di kamar itu tanpa ada alasan yang jelas. Polisi sudah mencoba untuk menyegel kamar itu. Hal aneh tidak terjadi lagi selama kamar itu tidak dibuka. Namun dua tahun yang lalu, pemilik apartemen memutuskan untuk membuka kembali kamar itu saat seorang pasangan memutuskan untuk pindah kesana, dan satu-satunya kamar yang tersisa hanyalah kamar 602 itu.”
“Lalu apa yang terjadi?”
“Mereka ditemukan tewas di pagi hari. Semua orang ingat betul dengan kejadian itu. Natal dua tahun yang lalu.”
“Pada hari Natal?”
“Ya.”
Kesaksian dari pria paruh baya itu ternyata bukan hanya dongeng semata. Beberapa orang yang Jane temui berikutnya menjelaskan hal yang sama dengan apa yang sudah dijelaskan oleh pria tua itu.
“Kutukan Natal, kurasa.” Ucap salah seorang pemuda yang kebetulan Jane temui. “Setiap orang yang pernah tinggal di kamar itu selalu ditemukan tewas di tanggal 25, tepat saat hari Natal. Dan berdasarkan apa yang berhasil aku dengar, selalu terjadi keributan dan teriakan-teriakan histeris di malam sebelumnya.”
“Apa tidak pernah ada yang mencoba untuk melihat apa yang terjadi?” tanya Jane. “Mengenai jeritan itu. Tidak adakah yang berani masuk ke kamar itu ketika jeritan itu terjadi?”
“Kurasa tidak.” Jawab pemuda itu. “Tom, si penjaga apartemen, aku kenal dengannya. Ia mengatakan bahwa suara jeritan itu selalu menghilang setiap kali ada orang yang mendekat untuk memeriksa keadaan. Seolah sang pemilik hanya mengalami mimpu buruk atau semacamnya.”
Apa yang dapat Jane ketahui hingga detik ini? Setiap penghuni kamar 602 selalu meninggal di tanggal 25 Desember. Tidak pernah ada yang bertahan lebih dari satu tahun. Apakah ada kutukan di dalam kamar itu? Jane menocba untuk mencari satu penjelasan yang rasioanl akan hal itu. Akan tetapi, setiap kali Jane mencoba untuk mencari jawaban, ia selalu dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan aneh itu, yang semakin memeprkuat dugaan bahwa hal kasat mata adalah hal yang dapat menjelaskan misterinya.
Jane, dengan usaha terakhir, berhasil menemui inspektur dari kepolisian Cherwood. Hari itu langit terlihat gelap dan salju mulai turun. Tanggal 23 Desember. Dua hari sebelum hari Natal. Jika kutukan kamar itu benar, berarti Jane hanya memiliki waktu kurang dari dua hari untuk menemukan jawabannya.
“Bagaimana cara mereka meninggal?” tanya Jane.
“Kau menanyakan hal yang sama dari jurnalis lain selama beberapa tahun terakhir.” Jawab pria tinggi kurus yang menjadi pria berwenang di kepolisian Cherwood.
“Ada luka atau semacamnya?”
“Kau akan terkejut.” Jawab pria itu. “Sudah ada laporan kematian di kamar 602 selama sepuluh tahun terakhir. Dan semua korban meninggal terkena serangan jantung.”
“Semuanya?” tanya Jane.
“Semuanya.” Jawab inspektur itu. “Seolah ada yang benar-benar membuat mereka ketakutan. Wajah mereka pucat, dengan kedua mata membelalak, seolah baru melihat hantu atau semacamnya. Kini kau tahu dengan istilah ‘mati ketakutan’ itu.”
Jane mencoba untuk menelan semua penjelasan aneh dan tidak rasional itu. Kenapa selalu ada kematian setiap tanggal 25 Desember? Apakah memang ada kaitannya dengan sebuah kutukan yang ada di kamar 602? Benarkah kamar itu memang terkutuk?
Jane pada akhirnya harus dihadapkan dengan sebuah keputusan yang sebenarnya cukup gila. Ia memutuskan untuk tinggal di dalam kamar 602 itu, sendirian, tanpa tahu apa yang akan terjadi.
Sekilas pandang, tidak ada yang aneh dengan kamar apartemen itu. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas, dengan satu tempat tidur, sofa di ujung ruangan, sebuah tv kecil, dapur kecil, dan kamar mandi. Terlihat terlalu sederhana dan sepertinya tidak akan senyaman kamar apartemen miliknya yang ada di rumah. Tapi Jane ingin membuktikan apakah hal aneh akan terjadi pada dirinya. Apakah memang benar ada kekuatan spiritual yang menghuni kamar itu? Atau kematian-kematian misterius itu hanyalah sebuah skandal yang ditutupi?
Tanggal 23 Desember, pukul 11 malam, satu hari sebelum malam Natal. Jane duduk di atas tempat tidur sambil menonton sebuah acara tv monoton di kamar 602 itu. Sejauh apa yang dapat ia rasakan, tidak ada yang aneh dengan suasana kamar itu. Cahaya temaram bersinar dari salah satu lampu meja di sisi tempat tidur. Kamar itu memang terlihat remang, namun tidak ebgitu menyeramkan bagi Jane. Kecuali saat ia teringat bahwa di kamar itulah orang-orang meninggal. Mungkin arwah mereka masih bertahan di dalam kamar itu?
Jarum jam bergerak pelan, namun pasti. Pukul satu dinihari. Jane pada akhirnya memutuskan untuk tidur. Keadaan kamar yang gelap membuatnya cepat sekali terjatuh dalam alam mimpi. Tidak ada yang aneh. Hingga akhirnya ia dikejutkan oleh sebuah suara benda jatuh dan pecah di dalam ruangan itu.
Jane seketika meraih saklar lampu meja. Cahaya kembali menerangi kamar 602 itu. Ia melihat ke sekelilingnya. Apakah ada yang berubah? Jane kemudian menyadari bahwa mangkuk yang ia pakai untuk makan tadi sudah hancur di lantai. Terjatuh dari meja. Hal yang normal?
Jane tidak dapat memastikannya. Ia tidak ingat apakah ia sudah menaruh mangkuk tadi dengan bnar diatas meja. Mungkin terjatuh karena sesuatu? Jane menggeleng, lalu kembali membaringkan tubuhnya. Dan sekali lagi, kamarnya berada dalam gelap.
Jane merasa bahwa dirinya secara perlahan tertarik ke dalam alam mimpi. Saat telinganya mendengar sebuah suara aneh bergerak di kaki tempat tidurnya. Seperti suara sandal yang bergesekan dengan permukaan lantai. Jane ingin membuka kedua matanya, namun alam mimpi masih menariknya dengan begitu kuat. Ia setengah sadar setengah mimpi. Namun sepertinya ia dapat mendengar dengan jelas suara di kaki tempat tidurnya itu. Bukan berasal dari mimpinya.
Kedua mata Jane seketika terbuka, dan Jane sadari bahwa nafasnya tersengal. Ia seperti baru saja berlari. Keringan membasahi dahi dan lehernya. Hal yang aneh, mengingat malam itu cuaca begitu dingin. Jane seketika mengarahkan pandangannya pada kaki tempat tidurnya. Tidak ada apapun di tempat itu kecuali tv yang sudah padam sejak beberapa jam yang lalu.
Jane melirik ke arah jam yang terletak di meja sisi tempat tidur. Jarum jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Ia baru tidur selama tiga puluh menit, namun rasanya sudah cukup lama. Entah kenapa keinginannya untuk tidur hilang seketika.
Jane mencoba untuk menutup kedua matanya lagi. Namun lagi-lagi, suara gesekan di permukaan lantai itu terdengar lagi. Jane dengan cpat membuka kedua matanya, berharap menemukan sesuatu di kaki tempat tidurnya. Tapi…, tidak. Masih tidak ada apapun disana.
Jane nyaris tertidur lagi saat tiba-tiba sajaia dikagetkan dengan sebuah suara air yang datangnya dari arah shower kamar mandi. Hal yang tentu saja aneh, mengingat Jane hanya tinggal sendirian di dalam kamar itu. Jane, dengan perasaan ragu, bergerak ke arah kamar mandi kecil yang terletak di sudut kamar itu. Ketika ia menghidupkan lampunya…
“TIDAK!!”
Jane berteriak seketika saat kedua matanya melihat genangan kental berwarna merah memenuhi lantai kamar mandinya. Dan siraman cairan merah itu berasal dari shower. Jane tanpa sadar bergerak mundur, dan tersandung pada kaku tempat tidur. Ia terjatuh, tergeletak di lantai selama beberapa detik, hingga akhirnya ia kembali bangkit berdiri lagi. Ia arahkan kedua matanya pada kamar mandi, tapi…
Hilang.
Kedua mata Jane membelalak seketika. Apa yang baru saja ia lihat? Sedetik yang lalu ada darah yang menggenangi kamar mandinya. Namun detik berikutnya darah itu hilang. Dan yang ada hanyalah semprotan air dari shower, yang entah kenapa bisa menyala dengan sendirinya.
Jane bergidik ketika ia membayangkan kembali apa yang ia lihat. Mungkinkah ia berhalusinasi? Mungkin karena ia terlalu lama tenggelam dalam artikel-artikel yang ia tulis mengenai kematian aneh di kamar itu? Tapi ia tidak dapat mengelak dengan kenyataan yang hadir di depan kedua matanya. Darah dari shower…, lalu suara sandal di kaki tempat tidurnya…
“Apa yang terjadi?” gumam Jane. Jane tidak dapat memejamkan lagi kedua matanya hingga pagi menjelang.
Selama seharian Jane memutsukan untuk tidak keluar dari kamar 206. Ia sibuk meneliti kembali catatatn-catatan yang ia buat mengenai investigasinya atas akamr yang tengah ia tempat itu. Segala sesuatu yang ia dengar dari orang-orang, segala hal yang diceritakan seolah seperti sebuah dongeng. Namun ada bukit jelas yang mengatakan bahwa apa yang terjadi bukanlah dongeng semata. Korban sudah berjatuhan. Dan kutukan dari kamar 206 itu sepertinya memang benar-benar nyata. Jika saja Jane tidak mengalami hal aneh semalam, mungkin ia akan terus berpikir bahwa kematian di kamar 206 hanyalah suatu skandal yang ditutupi.
Salju turun dengan deras hari itu. Tanggal 24 Desember, malam natal. Seharusnya menjadi suatu hari yang amat ia nantikan dalam tahun-tahun biasanya. Tapi ia kini terkurung di kamar 206, dengan segala pertanyaan mengenai keanehan kamar itu berputar di dalam kepalanya.
Jarum jam menunjukkan pukudl dua siang saat Jane melempar buku catatannya ke meja. Ia hembuskan satu nafas kesal sambil mengucap kepalanya sendiri. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang ia hadapi. Pagi tadi ia sudah menemui pemilik apartemen dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan soal kematian di kamar 206. Hal yang nyata. Yang lagi-lagi membuat Jane ragu dengan teori skandal yang ada di otaknya. Jadi, kutukan itu benar ada?
Jane sudah mencoba untuk menyisir kamar yang ia tempati. Mencari, sesuatu yang tidak ia ketahui. Apa yang menyebabkan suara sandal semalam? Apa yang membuat mangkuk diatas meja bisa terjatuh dan pecah berhamburan? Dan apa yang membuat air keran shower bisa menyala dengan sendirinya? Selain itu, darah yang ia lihat semalam benar-benar nyata. Ia tidak dapat menyingkir dari kenyataan itu.
Jane tidak dapat menemukan satu hal pun yang rasional mengenai kamar itu hingga malam akhirnya menjelang. Langit masing begitu gelap ketika Jane menyalakan lampu ruang apartement itu. Bayang-bayang dari furnitur seolah bergerak mengejek pikirannya yang terus memikirkan soal kutukan kamar itu. Jane merasa ada sebuah ganjalan di dalam dirinya, di dalam dadanya, yang rasanya begitu menyesakkan. Malam itu adalah malam Natal. Ia ingatkan dirinya lagi akan hal itu. Tetapi…, entah kenapa ia merasa begitu merana dan kesepian.
Jarum jam baru menunjukkan pukul sepuluh malam saat Jane memutuskan untuk naik ke tempat tidur dan mencoba untuk memejamkan matanya. Kamarnya sudah dalam keadaan gelap, dan dari jendela Jane dapat melihat kemerlap lampu-lampu natal di tepi jalan. Salju sudah tidak turun lagi kala itu. Suasananya begitu tenang. Dan untuk yang pertama kali sejak pagi tadi, Jane merasa begitu damai.
Jane tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur saat ia kembali dikagetkan oleh suara sandal yang bergesekan dengan lantai kamar itu. Seketika Jane membuka kedua matanya. Yang ada di hadapannya adalah langit-langit kamar 602 yang terlihat sudah tua dengan cat mengelupas. Ia arahkan kedua matanya pada kaki tempat tidur, namun ia tidak melihat apapun di sana selain sebuah tv yang tidak menyala.
Jane berjingkat, saat sebuah gelas tiba-tiba jatuh dari rak yang ada di dapur. Jane meremas selimutnya. Keringat dingin tidak ia sadari telah membasahi baju yang ia kenakan. Kedua matanya bergerak jalang ke setiap sudut, mencoba untuk mencari sebuah penjelasan soal sesuatu yang menurutnya aneh dan tidak masuk akal.
Jane merintih pelan saat ia seperti merasakan ada sesuatu yang terlempar ke arah wajahnya. Sesuatu yang dingin, dan tiba-tiba saja rasa perih hadir di wajahnya. Jane raba wajahnya, dan ia menemukan setetes darah keluar dari satu guratan yang hadir di wajahnya dengan misterius. Apa yang terjadi?
Jane menurunkan kakinya dari tempat tidur. Namun ketika ia akan bergerak, seolah ada sebuah tangan dingin yang mencengkeram pergelangan kakinya dari arah bawah tempat tidur. Jane terjerempab ke lantai, hidungnya menghantam lantai dengan keras dan ia rasakan darah yang hangat merembes keluar dari lubang hidungnya. Jane kemudian sadar bahwa mungkin kutukan dari kamar 602 itu mulai menyerangkan. Dengan satu insting yang tiba-tiba muncul, Jane berlari ke arah pintu kamar. Ia genggam knob pintu itu erat-erat sambil memutar, tapi…,
Tidak!
Pintu tidak dapat dibuka. Jane dengan kekuatan penuh mencoba untuk menarik pintu itu, namun pintu itu tak bergeming. Jane mulai merintih, merasa putus asa dengan apa yang ia lakukan. Disaat yang bersamaan, ia dapat merasakan kehadiran sebuah sosok miteris di dalam kamarnya. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri dengan seketika. Ada sesuatu, yang berdiri di belakangnya.
“TIDAK!!!!”
Jane menjerit saat sebuah tangan kurus keriput mendarat di pundaknya. Ia mencoba untuk melepaskan diri dengan kekuatan yang masih tersisa yang ada di dalam dirinya. Namun apa yang terjadi? Ia malah terlempar jauh ke belakang dan mendarat diatas lantai dengan keras. Jane merasakan hidungnya terasa begitu panas saat darah terus mengucur tak berhenti. Wajahnya yang putih pucat, terlihat kontras dengan darah merah segar yang membasahi sebagian wajahnya.
Jane tidak dapat menggerakkan tubuhnya, seolah is dipaku ke lantai. Kedua matanya bergerak tak beraturan, mengikuti gerak segumpalan asal yang tiba-tiba saja muncul dan bergabung menjadi segumpalan asap besar tepat di depan wajahnya.
“Tidak!!!! Jangan!!!!” Rintih Jane. Namun usahanya terlambat. Dari dalam gumpalan asap itu, munculah sebuah wajah membusuk yang menyeringai ke arahnya. Dan hal terakhir yang Jane ingat adalah saat sosok itu membenamkan giginya ke arah wajahnya.

**

Tanggal 25 Desember, hari Natal. Ada yang sedikit berbeda dengan pemandangan di sekitar apartemen Wagner. Beberapa mobil patroli dan ambulan terlihat memenuhi jalan bagian depan dari apartemen tersebut. Beberapa anggota polisi dan koroner terlihat bergerak keluar masuk apartemen. Satu hal yang jelas, kutukan dari kamar 602 itu terjadi lagi.
“Kamar itu harus disegel dengan segera.” Ucap salah seorang perwira polisi yang bertanggung jawab atas laporan mengenai ditemukannya mayat seorang wanita di kamar itu. Jane Porter, 28 tahun, ditemukan tewas pagi tadi oleh penjaga apartemen.
Kemisteriusan yang ada di kamar 602 itu masih belum terjawab hingga detik ini. Pemilik apartemen akhirnya memutuskan untuk menyegel kamar itu sepenuhnya. Tembok didirikan menutup jendela dan pintu kamar itu. Kamar itu, tidak akan tersentuh lagi untuk waktu yang lama. Namun apa yang ada di dalam kamar masih setia tinggal di kamar itu. Sesosok gadis muda, dengan tubuh transparan, dan wajah penuh dengan luka, duduk diatas tempat tidur apartemen 602. Wajahnya terlihat sendu. Ia sepenuhnya berada di kamar yang tersegel, gelap, dan tidak akan ada cahaya matahari lagi untuk tahun-tahun selanjutnya. Kenapa ia tidak pergi? Hanya ada satu penjelasan yang masuk akal. Gadis itu belum bisa pergi meninggalkan kamar 602, sebelum ada yang menemukan jasadnya yang terkubur dalam dinding apartemen 602 itu.

****


No comments:

Post a Comment