Kepala Jane dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan yang
selama seminggu terakhir terus berputar di dalam kepalanya? Apa sebenarnya yang
terjadi dengan penghuni kamar apartemen itu? Jane memandang ke arah layar
laptopnya. Disana terdapat begitu banyak informasi mengenai kota yang sedang ia
kunjungi ini, Cherwood. Sebuah kota tua, yang katanya penuh dengan sejarah lama
dan misteri. Kematian rutin di sebuah kamar apartemen kecil yang terletak di
tepian kota pun menjadi salah satu berita di situs yang tengan ia buka.
Apartemen Wagner, apartemen yang sudah terkenal karena kematian aneh setiap
tahunnya di salah satu kamar. Orang-orang di kota itu menyebut apartemen Wagner
sebagai ‘Apartemen Berdarah.’.
Jane adalah seorang jurnalis
dari Aulkbifestto, yang memiliki spesialisasi dalam bidang misteri. Hanya kali
ini ia sedikit tertarik dengan hal-hal berbau supranatural. Mengenai kematian
rutin di apartemen Wagner, ia sudah menemukan beberapa poin penting dari hasil
investigasinya.
Apartemen Wagner memiliki
enam lantai. Kamar yang bermasalah terdapat di lantai teratas, kamar nomor 602.
Sebuah kamar yang terlihat biasa-biasa saja, namun menyimpan satu misteri yang
hingga detik ini belum juga terpecahkan. Uniknya, Jane kini tinggal di dalam
kamar apartemen itu. Ia ingin merasakan seperti apa keadaan aneh ayng sering
disebutkan orang-orang.
Ia mendengar dari berbagai
macam sumber bahwa ada hal-hal aneh yang sering terjadi di kamar 602. Seperti
jeritan, tangis, dan suara-suara ribut yang hampir terjadi setiap malam kala
kamar itu masih ditempati.
“Suara jeritan?” tanya Jane
beberapa hari yang lalu pada salah satu penghuni apartemen yang sama.
“Ya.” Jawab wanita tua itu.
“Aku mendengar jeritan, seolah seseorang tengah menderita atau karena alsan
lain. Aku masih ingat dengan Ny. Willington. Dia tinggal di kamar itu tahun
lalu. Ia sering bercerita padaku bahwa ia sering mengalami mimpi buruk semenjak
ia tinggal di kamar itu. Mungkin itu alasannya ia sering berteriak. Lalu masih
ada suara-suara lain yang membuat bulu kudukku berdiri. Setiap jumat malam,
selalu ada suara-suara aneh yang terjadi.”
“Bisa Anda jelaskan soal hal
itu?”
“Seperti seseorang yang
sedang marah dan melempar-lempar barang. Ya. Suara itu terdengar jelas. Aku
yang tinggal di lantai dua mendengarnya dengan jelas. Aku yakin penghuni kamar
lain memiliki kesaksian yang sama dengan apa yang aku ceritakan saat ini.”
Dan memang benar. Jane sudah
melakukan cross-check terhadap penghuni kamar apartemen lainnya, dan kesaksian
mereka sama persis. Mengenai jeritan, teriakan, dan suara-suara itu.
Poltergeist. Kata itu muncul seketika di dalam pikiran Jane. Namun Jane masih
mencoba untuk mencari alasan yang masuk akal soal jeritan dan suara
barang-barang itu.
Jane tidak hanya
mewawancarai penghuni apartemen Wagner. Ia juga pergi ke beberapa tempat di
kota itu, menemui beberapa orang, dan menanyakan soal tragedi yang terjadi di
apartemen Wagner.
“Sepertinya apa yang akan
kukatakan sudah sering dimuat di ninternet.” Ucap salah seorang pria paruh baya
di sebuah kedai saat Jane memutuskan untuk mampir.
“Kau tinggal di kamar itu?
Kau gila, Nona.” Lanjut pria itu. “Aku tidak ingin ada hal buruk terjadi
padamu.”
“Apa yang mungkin terjadi?”
tanya Jane.
“Kau bisa gila.” Jawab pria
itu dengan suara lirih, berbisik ke arah Jane. Jane dengan cepat mencatat apa
yang ia dengar pada notes kecil yang ada di tangannya.
“Tragedi itu…” lanjut Jane.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Seperti kataku.” Jawab pria
itu. “Setiap orang yang pernah tinggal di kamar 602 tidak pernah bertahan satu
tahun tinggal di dalam apartemen itu. Pada akhirnya, mereka menjadi gila dan
harus diangkut ke rumah sakit. Namun dalam hal lain, mereka ditemukan tewas
begitu saja di kamar itu tanpa ada alasan yang jelas. Polisi sudah mencoba
untuk menyegel kamar itu. Hal aneh tidak terjadi lagi selama kamar itu tidak
dibuka. Namun dua tahun yang lalu, pemilik apartemen memutuskan untuk membuka
kembali kamar itu saat seorang pasangan memutuskan untuk pindah kesana, dan
satu-satunya kamar yang tersisa hanyalah kamar 602 itu.”
“Lalu apa yang terjadi?”
“Mereka ditemukan tewas di
pagi hari. Semua orang ingat betul dengan kejadian itu. Natal dua tahun yang
lalu.”
“Pada hari Natal?”
“Ya.”
Kesaksian dari pria paruh
baya itu ternyata bukan hanya dongeng semata. Beberapa orang yang Jane temui
berikutnya menjelaskan hal yang sama dengan apa yang sudah dijelaskan oleh pria
tua itu.
“Kutukan Natal, kurasa.”
Ucap salah seorang pemuda yang kebetulan Jane temui. “Setiap orang yang pernah
tinggal di kamar itu selalu ditemukan tewas di tanggal 25, tepat saat hari
Natal. Dan berdasarkan apa yang berhasil aku dengar, selalu terjadi keributan
dan teriakan-teriakan histeris di malam sebelumnya.”
“Apa tidak pernah ada yang
mencoba untuk melihat apa yang terjadi?” tanya Jane. “Mengenai jeritan itu.
Tidak adakah yang berani masuk ke kamar itu ketika jeritan itu terjadi?”
“Kurasa tidak.” Jawab pemuda
itu. “Tom, si penjaga apartemen, aku kenal dengannya. Ia mengatakan bahwa suara
jeritan itu selalu menghilang setiap kali ada orang yang mendekat untuk
memeriksa keadaan. Seolah sang pemilik hanya mengalami mimpu buruk atau
semacamnya.”
Apa yang dapat Jane ketahui
hingga detik ini? Setiap penghuni kamar 602 selalu meninggal di tanggal 25
Desember. Tidak pernah ada yang bertahan lebih dari satu tahun. Apakah ada
kutukan di dalam kamar itu? Jane menocba untuk mencari satu penjelasan yang
rasioanl akan hal itu. Akan tetapi, setiap kali Jane mencoba untuk mencari
jawaban, ia selalu dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan aneh itu, yang semakin
memeprkuat dugaan bahwa hal kasat mata adalah hal yang dapat menjelaskan
misterinya.
Jane, dengan usaha terakhir,
berhasil menemui inspektur dari kepolisian Cherwood. Hari itu langit terlihat
gelap dan salju mulai turun. Tanggal 23 Desember. Dua hari sebelum hari Natal.
Jika kutukan kamar itu benar, berarti Jane hanya memiliki waktu kurang dari dua
hari untuk menemukan jawabannya.
“Bagaimana cara mereka
meninggal?” tanya Jane.
“Kau menanyakan hal yang
sama dari jurnalis lain selama beberapa tahun terakhir.” Jawab pria tinggi
kurus yang menjadi pria berwenang di kepolisian Cherwood.
“Ada luka atau semacamnya?”
“Kau akan terkejut.” Jawab
pria itu. “Sudah ada laporan kematian di kamar 602 selama sepuluh tahun
terakhir. Dan semua korban meninggal terkena serangan jantung.”
“Semuanya?” tanya Jane.
“Semuanya.” Jawab inspektur
itu. “Seolah ada yang benar-benar membuat mereka ketakutan. Wajah mereka pucat,
dengan kedua mata membelalak, seolah baru melihat hantu atau semacamnya. Kini
kau tahu dengan istilah ‘mati ketakutan’ itu.”
Jane mencoba untuk menelan
semua penjelasan aneh dan tidak rasional itu. Kenapa selalu ada kematian setiap
tanggal 25 Desember? Apakah memang ada kaitannya dengan sebuah kutukan yang ada
di kamar 602? Benarkah kamar itu memang terkutuk?
Jane pada akhirnya harus
dihadapkan dengan sebuah keputusan yang sebenarnya cukup gila. Ia memutuskan
untuk tinggal di dalam kamar 602 itu, sendirian, tanpa tahu apa yang akan
terjadi.
Sekilas pandang, tidak ada
yang aneh dengan kamar apartemen itu. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas,
dengan satu tempat tidur, sofa di ujung ruangan, sebuah tv kecil, dapur kecil,
dan kamar mandi. Terlihat terlalu sederhana dan sepertinya tidak akan senyaman
kamar apartemen miliknya yang ada di rumah. Tapi Jane ingin membuktikan apakah
hal aneh akan terjadi pada dirinya. Apakah memang benar ada kekuatan spiritual
yang menghuni kamar itu? Atau kematian-kematian misterius itu hanyalah sebuah
skandal yang ditutupi?
Tanggal 23 Desember, pukul
11 malam, satu hari sebelum malam Natal. Jane duduk di atas tempat tidur sambil
menonton sebuah acara tv monoton di kamar 602 itu. Sejauh apa yang dapat ia
rasakan, tidak ada yang aneh dengan suasana kamar itu. Cahaya temaram bersinar
dari salah satu lampu meja di sisi tempat tidur. Kamar itu memang terlihat
remang, namun tidak ebgitu menyeramkan bagi Jane. Kecuali saat ia teringat
bahwa di kamar itulah orang-orang meninggal. Mungkin arwah mereka masih
bertahan di dalam kamar itu?
Jarum jam bergerak pelan,
namun pasti. Pukul satu dinihari. Jane pada akhirnya memutuskan untuk tidur.
Keadaan kamar yang gelap membuatnya cepat sekali terjatuh dalam alam mimpi.
Tidak ada yang aneh. Hingga akhirnya ia dikejutkan oleh sebuah suara benda
jatuh dan pecah di dalam ruangan itu.
Jane seketika meraih saklar
lampu meja. Cahaya kembali menerangi kamar 602 itu. Ia melihat ke
sekelilingnya. Apakah ada yang berubah? Jane kemudian menyadari bahwa mangkuk
yang ia pakai untuk makan tadi sudah hancur di lantai. Terjatuh dari meja. Hal
yang normal?
Jane tidak dapat
memastikannya. Ia tidak ingat apakah ia sudah menaruh mangkuk tadi dengan bnar
diatas meja. Mungkin terjatuh karena sesuatu? Jane menggeleng, lalu kembali
membaringkan tubuhnya. Dan sekali lagi, kamarnya berada dalam gelap.
Jane merasa bahwa dirinya
secara perlahan tertarik ke dalam alam mimpi. Saat telinganya mendengar sebuah
suara aneh bergerak di kaki tempat tidurnya. Seperti suara sandal yang
bergesekan dengan permukaan lantai. Jane ingin membuka kedua matanya, namun
alam mimpi masih menariknya dengan begitu kuat. Ia setengah sadar setengah
mimpi. Namun sepertinya ia dapat mendengar dengan jelas suara di kaki tempat
tidurnya itu. Bukan berasal dari mimpinya.
Kedua mata Jane seketika terbuka,
dan Jane sadari bahwa nafasnya tersengal. Ia seperti baru saja berlari.
Keringan membasahi dahi dan lehernya. Hal yang aneh, mengingat malam itu cuaca
begitu dingin. Jane seketika mengarahkan pandangannya pada kaki tempat
tidurnya. Tidak ada apapun di tempat itu kecuali tv yang sudah padam sejak
beberapa jam yang lalu.
Jane melirik ke arah jam
yang terletak di meja sisi tempat tidur. Jarum jam menunjukkan pukul setengah
dua dini hari. Ia baru tidur selama tiga puluh menit, namun rasanya sudah cukup
lama. Entah kenapa keinginannya untuk tidur hilang seketika.
Jane mencoba untuk menutup
kedua matanya lagi. Namun lagi-lagi, suara gesekan di permukaan lantai itu
terdengar lagi. Jane dengan cpat membuka kedua matanya, berharap menemukan
sesuatu di kaki tempat tidurnya. Tapi…, tidak. Masih tidak ada apapun disana.
Jane nyaris tertidur lagi
saat tiba-tiba sajaia dikagetkan dengan sebuah suara air yang datangnya dari
arah shower kamar mandi. Hal yang tentu saja aneh, mengingat Jane hanya tinggal
sendirian di dalam kamar itu. Jane, dengan perasaan ragu, bergerak ke arah
kamar mandi kecil yang terletak di sudut kamar itu. Ketika ia menghidupkan
lampunya…
“TIDAK!!”
Jane berteriak seketika saat
kedua matanya melihat genangan kental berwarna merah memenuhi lantai kamar
mandinya. Dan siraman cairan merah itu berasal dari shower. Jane tanpa sadar
bergerak mundur, dan tersandung pada kaku tempat tidur. Ia terjatuh, tergeletak
di lantai selama beberapa detik, hingga akhirnya ia kembali bangkit berdiri
lagi. Ia arahkan kedua matanya pada kamar mandi, tapi…
Hilang.
Kedua mata Jane membelalak
seketika. Apa yang baru saja ia lihat? Sedetik yang lalu ada darah yang
menggenangi kamar mandinya. Namun detik berikutnya darah itu hilang. Dan yang
ada hanyalah semprotan air dari shower, yang entah kenapa bisa menyala dengan
sendirinya.
Jane bergidik ketika ia
membayangkan kembali apa yang ia lihat. Mungkinkah ia berhalusinasi? Mungkin
karena ia terlalu lama tenggelam dalam artikel-artikel yang ia tulis mengenai
kematian aneh di kamar itu? Tapi ia tidak dapat mengelak dengan kenyataan yang
hadir di depan kedua matanya. Darah dari shower…, lalu suara sandal di kaki
tempat tidurnya…
“Apa yang terjadi?” gumam
Jane. Jane tidak dapat memejamkan lagi kedua matanya hingga pagi menjelang.
Selama seharian Jane
memutsukan untuk tidak keluar dari kamar 206. Ia sibuk meneliti kembali
catatatn-catatan yang ia buat mengenai investigasinya atas akamr yang tengah ia
tempat itu. Segala sesuatu yang ia dengar dari orang-orang, segala hal yang
diceritakan seolah seperti sebuah dongeng. Namun ada bukit jelas yang
mengatakan bahwa apa yang terjadi bukanlah dongeng semata. Korban sudah
berjatuhan. Dan kutukan dari kamar 206 itu sepertinya memang benar-benar nyata.
Jika saja Jane tidak mengalami hal aneh semalam, mungkin ia akan terus berpikir
bahwa kematian di kamar 206 hanyalah suatu skandal yang ditutupi.
Salju turun dengan deras
hari itu. Tanggal 24 Desember, malam natal. Seharusnya menjadi suatu hari yang
amat ia nantikan dalam tahun-tahun biasanya. Tapi ia kini terkurung di kamar
206, dengan segala pertanyaan mengenai keanehan kamar itu berputar di dalam
kepalanya.
Jarum jam menunjukkan pukudl
dua siang saat Jane melempar buku catatannya ke meja. Ia hembuskan satu nafas
kesal sambil mengucap kepalanya sendiri. Ia masih tidak mengerti dengan apa
yang ia hadapi. Pagi tadi ia sudah menemui pemilik apartemen dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan soal kematian di kamar 206. Hal yang nyata. Yang
lagi-lagi membuat Jane ragu dengan teori skandal yang ada di otaknya. Jadi,
kutukan itu benar ada?
Jane sudah mencoba untuk
menyisir kamar yang ia tempati. Mencari, sesuatu yang tidak ia ketahui. Apa yang
menyebabkan suara sandal semalam? Apa yang membuat mangkuk diatas meja bisa
terjatuh dan pecah berhamburan? Dan apa yang membuat air keran shower bisa
menyala dengan sendirinya? Selain itu, darah yang ia lihat semalam benar-benar
nyata. Ia tidak dapat menyingkir dari kenyataan itu.
Jane tidak dapat menemukan
satu hal pun yang rasional mengenai kamar itu hingga malam akhirnya menjelang.
Langit masing begitu gelap ketika Jane menyalakan lampu ruang apartement itu.
Bayang-bayang dari furnitur seolah bergerak mengejek pikirannya yang terus
memikirkan soal kutukan kamar itu. Jane merasa ada sebuah ganjalan di dalam
dirinya, di dalam dadanya, yang rasanya begitu menyesakkan. Malam itu adalah
malam Natal. Ia ingatkan dirinya lagi akan hal itu. Tetapi…, entah kenapa ia
merasa begitu merana dan kesepian.
Jarum jam baru menunjukkan
pukul sepuluh malam saat Jane memutuskan untuk naik ke tempat tidur dan mencoba
untuk memejamkan matanya. Kamarnya sudah dalam keadaan gelap, dan dari jendela
Jane dapat melihat kemerlap lampu-lampu natal di tepi jalan. Salju sudah tidak
turun lagi kala itu. Suasananya begitu tenang. Dan untuk yang pertama kali
sejak pagi tadi, Jane merasa begitu damai.
Jane tidak tahu sudah berapa
lama ia tertidur saat ia kembali dikagetkan oleh suara sandal yang bergesekan
dengan lantai kamar itu. Seketika Jane membuka kedua matanya. Yang ada di
hadapannya adalah langit-langit kamar 602 yang terlihat sudah tua dengan cat
mengelupas. Ia arahkan kedua matanya pada kaki tempat tidur, namun ia tidak
melihat apapun di sana selain sebuah tv yang tidak menyala.
Jane berjingkat, saat sebuah
gelas tiba-tiba jatuh dari rak yang ada di dapur. Jane meremas selimutnya.
Keringat dingin tidak ia sadari telah membasahi baju yang ia kenakan. Kedua
matanya bergerak jalang ke setiap sudut, mencoba untuk mencari sebuah
penjelasan soal sesuatu yang menurutnya aneh dan tidak masuk akal.
Jane merintih pelan saat ia
seperti merasakan ada sesuatu yang terlempar ke arah wajahnya. Sesuatu yang
dingin, dan tiba-tiba saja rasa perih hadir di wajahnya. Jane raba wajahnya,
dan ia menemukan setetes darah keluar dari satu guratan yang hadir di wajahnya
dengan misterius. Apa yang terjadi?
Jane menurunkan kakinya dari
tempat tidur. Namun ketika ia akan bergerak, seolah ada sebuah tangan dingin
yang mencengkeram pergelangan kakinya dari arah bawah tempat tidur. Jane
terjerempab ke lantai, hidungnya menghantam lantai dengan keras dan ia rasakan
darah yang hangat merembes keluar dari lubang hidungnya. Jane kemudian sadar
bahwa mungkin kutukan dari kamar 602 itu mulai menyerangkan. Dengan satu
insting yang tiba-tiba muncul, Jane berlari ke arah pintu kamar. Ia genggam
knob pintu itu erat-erat sambil memutar, tapi…,
Tidak!
Pintu tidak dapat dibuka.
Jane dengan kekuatan penuh mencoba untuk menarik pintu itu, namun pintu itu tak
bergeming. Jane mulai merintih, merasa putus asa dengan apa yang ia lakukan.
Disaat yang bersamaan, ia dapat merasakan kehadiran sebuah sosok miteris di
dalam kamarnya. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri dengan seketika. Ada
sesuatu, yang berdiri di belakangnya.
“TIDAK!!!!”
Jane menjerit saat sebuah
tangan kurus keriput mendarat di pundaknya. Ia mencoba untuk melepaskan diri
dengan kekuatan yang masih tersisa yang ada di dalam dirinya. Namun apa yang
terjadi? Ia malah terlempar jauh ke belakang dan mendarat diatas lantai dengan
keras. Jane merasakan hidungnya terasa begitu panas saat darah terus mengucur
tak berhenti. Wajahnya yang putih pucat, terlihat kontras dengan darah merah
segar yang membasahi sebagian wajahnya.
Jane tidak dapat
menggerakkan tubuhnya, seolah is dipaku ke lantai. Kedua matanya bergerak tak
beraturan, mengikuti gerak segumpalan asal yang tiba-tiba saja muncul dan
bergabung menjadi segumpalan asap besar tepat di depan wajahnya.
“Tidak!!!! Jangan!!!!”
Rintih Jane. Namun usahanya terlambat. Dari dalam gumpalan asap itu, munculah
sebuah wajah membusuk yang menyeringai ke arahnya. Dan hal terakhir yang Jane
ingat adalah saat sosok itu membenamkan giginya ke arah wajahnya.
**
Tanggal 25 Desember, hari
Natal. Ada yang sedikit berbeda dengan pemandangan di sekitar apartemen Wagner.
Beberapa mobil patroli dan ambulan terlihat memenuhi jalan bagian depan dari
apartemen tersebut. Beberapa anggota polisi dan koroner terlihat bergerak
keluar masuk apartemen. Satu hal yang jelas, kutukan dari kamar 602 itu terjadi
lagi.
“Kamar itu harus disegel
dengan segera.” Ucap salah seorang perwira polisi yang bertanggung jawab atas
laporan mengenai ditemukannya mayat seorang wanita di kamar itu. Jane Porter,
28 tahun, ditemukan tewas pagi tadi oleh penjaga apartemen.
Kemisteriusan yang ada di
kamar 602 itu masih belum terjawab hingga detik ini. Pemilik apartemen akhirnya
memutuskan untuk menyegel kamar itu sepenuhnya. Tembok didirikan menutup
jendela dan pintu kamar itu. Kamar itu, tidak akan tersentuh lagi untuk waktu yang
lama. Namun apa yang ada di dalam kamar masih setia tinggal di kamar itu.
Sesosok gadis muda, dengan tubuh transparan, dan wajah penuh dengan luka, duduk
diatas tempat tidur apartemen 602. Wajahnya terlihat sendu. Ia sepenuhnya
berada di kamar yang tersegel, gelap, dan tidak akan ada cahaya matahari lagi
untuk tahun-tahun selanjutnya. Kenapa ia tidak pergi? Hanya ada satu penjelasan
yang masuk akal. Gadis itu belum bisa pergi meninggalkan kamar 602, sebelum ada
yang menemukan jasadnya yang terkubur dalam dinding apartemen 602 itu.
****
No comments:
Post a Comment