Saturday, November 19, 2016

ROTTIE, SI ANJING MISTERIUS



Patricia selalu mengatakan, “Aku tidak mau punya hewan peliharaan. Terutama anjing.” Namun sepertinya ucapan itu harus bertentangan dengan apa yang ia rasakan.
Sudah ada dua minggu lebih Patricia dan keluarganya menempati rumah baru di kawasan selatan itu. Kota kecil, dengan pemandangan gunung dan hutan yang sejuk membuat tempat itu nyaman untuk ditinggali. Lingkungan tempat rumah itu berda pun terlihat nyaman dan asri. Patricia tidak menyesali kedatangan ke kota itu.
Bagaimana dengan soal anjing itu?
Ya. Sudah ada beberapa hari ini Patricia selalu melihat kelebatan seekor anjing di halaman rumahnya. Ia yang tidak begitu menyukai anjing tidak tahu menahu mengenai jenis anjing apa yang sering berkeliaran di sekitar rumahnya itu. Yang ia tahu, anjing itu tergolong besar, berbulu pendek, dengan warna hitam bercampur dengan jingga di sekitar leher. Wajah anjing itu berwarna hitam, dengan moncong jingga kecoklatan.
“Rottweiler.” Ucap Frank, suaminya suatu pagi saat Patricia lagi-lagi melihat sekelebatan ajing itu di samping rumah. Patricia mengarahkan tatapan matanya pada Frank, menunjukkan ketidaksukaan.
“Aku tidak suka.” Ucap Patricia. “Anjing itu terus mengitari rumah ini tanpa alasan. Anjing liar? Bagaimana jika anjing itu berani masuk rumah?”
“Kau tidak perlau khawatir.” Ucap Frank seraya melipat koran pagi yang selesai ia baca. “Rottweiler itu sepertinya tidak galak. Aku sudah mencoba untuk mendekatinya beberapa hari yang lalu.”
“Kau serius?”
“Kenapa?”
“Frank…” Patricia menggelengkan kepalanya pelan. “Bagaimana jika anjing itu punya penyakit menular? Bagaimana jika…”
“Cukup dengan kata-kata ‘jika’ itu, Pat.” Potong Frank seraya bangkit dari kursi yang ia duduki. Ia bergerak ke arah istrinya, lalu memandang dengan penuh pengertian.
“Aku mengerti dengan perasaanmu. Kau tidak pernah suka dengan anjing. Dan aku tidak akan memaksa. Tapi lakukan satu hal untukku.”
“Apa?”
“Lupakan soal anjing itu, oke?” ucap Frank. “Biarkan anjing itu bebas berkeliaran. Lagipula, belum ada yang dirusak, ‘kan?”
Patricia mendesah pasrah. Ia tahu bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan terhadap anjing besar berwarna hitam itu. Rottweiler? Nama yang sedikit asing di telinganya, namun ia sudha pernah membaca soal anjing seperti itu di internet.
Patricia membenci anjing bukan tanpa alasan. Pada saat ia masih kecil, ia hampir saja tewas saat seekor anjing liar menyerangnya sepulang sekolah. Ia harus dirawat di rumah sakit selama sebulan karena luka yang ia derita. Dan sejak saat itu, kedua orang tuanya membenci anjing. Hal itu menurun padanya. Ia tidak suka dengan anjing. Meski saat beranjak dewasa ia akui bahwa tidak semua anjing akan menyerang manusia seperti itu. Ia hanya terlalu takut.
“Ibu, lihat! Anjing itu lagi!” seru Tim, putranya yang baru berusia enam tahun di jendela. Patricia melongok dari jendela, dan ia melihat anjing hitam itu lagi. Duduk di halaman samping rumah dengan tatapan mata ke arah Tim. Patricia mulai kahwatir lagi.
“Jangan mendekatinya, sayang!” ucap Patricia. Ia terlalu khawatir. Kenapa anjing itu tidak mau pergi? Apakah anjing itu tidak punya majikan? Namun dari bulunya yang bersih, anjing itu sepertinya terawat dengan baik. Sudah pasti anjing itu milik salah satu tetangga.
“Aneh.” Pikir Patricia beberapa hari kemudian.
Ia sudah menceritakan soal anjing besar itu pada tetangga sekitar rumahnya, namun tidak ada satupun dari mereka yang mengenal anjing besar itu. Bahkan mereka tidak pernah melihat adanya anjing hitam, terutama yang berjenis Rottweiler.
“Ny. Hick punya satu…” ucap salah seorang teman Patricia. “Kalau tidak salah seekor retriever. Dan tidak berbulu hitam.”
“Aku punya anjing. Tapi seekor pug, kecil. Jelas bukan anjingku.”
Patricia tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk menyingkirkan anjing hitam itu dari pekarangan rumahnya. Ia pernah mencoba menyiram anjing itu dengan air. Anjing itu berlari pergi. Namun kembali setengah jam kemudian.
Anjing itu tidak hanya datang di siang hari. Di malam hari, anjing itu pun dengan tenangnya tidur-tiduran di halaman rumah. Patricia mencoba untuk meyakinkan Frank bahwa ia sudah mulai terganggu dengan adanya anjing itu, tapi…, Frank hanya mengucapkan kata-kata seperti biasanya.
Saat malam tiba, gonggongan anjing itu tidak pernah berhenti. Patricia mulai terganggu, dan nyaris tidak bisa tidur. Ia mengarah ke jendela dan mencoba mengusir anjing itu. Anjing itu malah menyalak ke arahnya.
“Ini sudah keterlaluan.” Ucap Patricia dengan wajah merona merah karena menahan emosi yang meluap-luap. “Bagaimana aku bisa hidup tenang jika…”
“Patricia, kau terlalu berlebihan.”
“Aku? Berlebihan?” Patricia menaikkan nada bicaranya. “Kau membela anjing itu daripada aku?”
“Bukan begitu…, kutunjukkan saja.”
Frank bangkit dari kursinya lalu mengarah ke pintu samping rumah, dimana anjing itu berada.
“Frank?”
“Kemari!” teriak Frank. Dengan ragu, Patricia mengarahkan kakinya mengikuti gerak langkah suaminya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Frank terlihat tengah mengelus anjing besar itu. Dan anjing itu terlihat begitu senang.
“Lihat?” ucap Frank. “Anjing ini baik. Dia tidak galak seperti yang kau kira. Kemari!”
“Tidak!”
“Tidak apa-apa.”
Patricia tidak mau mendekat. Seketika, ia memutar tubuhnya dan bergerak kembali ke dalam rumah.
Patricia tidak tahu apa yang sedang Frank pikirkan. Kenapa ia malah mengelus annjing liar itu? Anjing itu kini malah semakin betah tinggal di pekarangan rumahnya. Pagi, siang, malam, anjing itu sellau berada di lokasi yang sama. Di halaman samping rumah di dekat pot bunga. Entah apa yang ada disana. Anjing itu seolah tengah menjaga sesuatu.
Patricia merasa semakin gila saat Frank sengaja memperkenalkan anjing itu pada Tim. Ya. Tim kecil yang berusia enam tahun. Patricia nyaris jatuh pingsan saat putra kecilnya itu dengan tawa lebar memainkan wajah si anjing. Di dekat mulut anjing. Yang dapat Patricia bayangkan hanyalah hal buruk.
“Frank!” teriak Patricia marah. Tapi seperti apa yang dapat ia duga, Frank terlalu santai menanggapinya.
Patricia duduk termenung di atas tempat tidurnya suatu malam. Pikirannya tidak bisa terlepas dari anjing hitam itu.
“Sudahlah!” ucap Frank. “Lihat dirimu! Kau jarang makan, dan kau semakin kurus. Kau bisa jatuh sakit, Pat.”
“Jika saja anjing itu mau pergi.”
“Bukan salah anjing itu…”
“Begitu?” potong Patricia cepat. “Aku takut anjing, Frank.”
Tidak ada yang dapat merubah keadaan itu selain Patricia sendiri. Ketakutannya sejak serangan anjing saat ia kecil masih membayanginya. Ia akui bahwa Rottweiler itu tidak sama mengerikan dengan anjing yang menyerangnya belasan tahun lalu itu. Tapi tetap saja, Patricia tidak dapat menghilangkan ketakutannya pada anjing.
Patricia tengah tertidur lelap, saat tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan sebuah suara meraung di luar rumahnya. Anjing itu melolong sambil sesekali menggonggong. Jam menunjukkan pukul dua malam. Apa yang sebenarnya anjing itu lakukan?
“Frank, anjing itu…” ucap Patricia. Namun Frank tertidur pulas. Patricia mulai naik pitam. Ia akan turun dan mencoba mengusir anjing itu.
Ia bergerak menuruni tangga yang mengarah ke lantai satu di dalam kegelapan, dengan satu ide di otaknya untuk mengusri anjing itu. Ia mungkin akan melempar barang pada anjing itu. Mungkin anjing itu akan ketakutan dan pergi. Itu harapannya. Namun begitu ia tiba di runag tamu, satu hal tak terkira muncul di hadapannya.
Sesosok bayangan gelap terlihat berada di luar jendela rumahnya. Dan terdengar suara berkelotak saat sosok itu ingin membobol masuk ke dalam rumah. Tanpa Patricia sadari, ia menjerit sekuat yang ia mampu.
Hingga pagi tiba, Patricia tidak bisa tidur. Ia tidak mengira bahwa akan ada pencuri yang mencoba untuk membobol masuk rumahnya. Pencuri itu kabur sesaat setelah Patricia berteriak.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Frank. “Dan apa yang kau lakukan malam-malam di ruang bawah?”
“Anjing itu!” ucap Patricia. “Anjing itu menggonggong tanpa henti. Dan aku berusaha untuk mengusirnya, saat pencuri itu…”
Cerita itu terdengar tidak masuk akal sedikitpun. Dan Frank menyadari kejanggalan itu.
“Anjing itu terus menggonggong, seharusnya pencuri itu tahu. Anjing itu terus berada di halaman kita. Bagaimana mungkin pencuri itu bisa sampai di teras? Ia seharusnya lari. Ia seharusnya tahu bahwa anjing itu akan membuat pemilik rumah bangun.”
Jawaban atas misteri itu tidak muncul. Bahkan Frank kini mulai menganggap bahwa anjing itu mungkin bukan anjing sungguhan. Mungkin anjing hantu? Pencuri tidak dapat melihatnya? Frank menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin.
Beberapa hari setelah kejadian itu, anjing besar itu masih terus berada di halaman rumah Patricia. Patricia kini setidaknya mulai bersikap lebih tenang dalam menghadapi anjing itu. Tidak disangkal, bahwa karena anjing itu, rumahnya tidak jadi kebobolan maling. Bahkan kini Patricia mulai berani mendekati anjing itu untuk memberikan makanan. Meski Patricia masih tetap menjaga jarak.
Frank dan putranya Tim sepertinya tidak memiliki perasan takut seperti Patricia. Pria dan anak itu sering bermain di halaman rumah dengan Rottweiler itu. Anjing itu terlihat begitu bersahabat. Dan mungkin akan memutuskan untuk tinggal di tempat itu untuk selamanya.
Patricia bertanya pada dirinya sendiri, apa ruginya memiliki anjing? Anjing itu sudah membantunya. Dan Patricia tidak memiliki alasan lain untuk mengusri anjing itu, yang pada dasarnya tidak nakal dan berbuat aneh. Dan mungkin, dengan adanya anjing itu, Patricia dapat mengobati rasa takutnya terhadap anjing. Ia sadar bahwa anjing itu bukan anjing liar. Tapi ia masih belum tahu siapa yang punya anjing itu sebenarnya.
“Kemari!” ucap Patricia dengan sedikit keraguan beberapa hari kemudian. Ia menyerahkan satu piring sandwich pada anjing hitam itu. Yang langsung saja dilalap habis, dan menggonggong meminta tambahan.
“Kau mau lagi? oke. Tunggu disitu!”
Frank yang mengawasi dari dalam rumah hanya dapat tersenyum kecil. Ia senang pada akhirnya Patricia mau berkawan dengan anjing itu. Dan anjing itu, kini betah berada di halamannya.
Persahabatan antara Patricia dan anjing itu sepertinya sudah cukup kuat. Patricia kerap mengelus anjing itu, dan sepertinya berhasil mengatasi ketakutannya terhadap anjing. Patricia sudah membicarakan mengenai anjing itu dengan Frank. Mereka ingin memelihara anjing itu. Tapi…, tentu saja tidak akan mudah. Anjing itu mungkin milik orang lain.
Minggu-minggu berikutnya Patricia dan Frank sama-sama mencari tahu siapa pemilik Rottweiler hitam itu. Mereka bahkan memasang beberapa brosur, yang mengatakan bahwa Rottweiler hitam itu ada di rumah mereka. Namun setelah menunggu sekian lama, tidak ada yang menelepon untuk mengabil anjing itu.
“Kurasa kita mendpat anjing baru.” Ucap Frank senang. Masih ada sedikit kekhawatiran di wajah Patricia, namun tidak separah beberapa minggu yang lalu.
Setiap sore, Frank dan Tim bermain dengan anjing itu di belakang rumah. Dan anjing itu terlihat semakin bersahabat. Tapi ada satu dua hal yang tetangga tanyakan padanya, yang membuat kening Patricia berkerut.
“Frank dan Tom bermain di halaman belakang.” Ucap salah satu teman Patricia. “Mereka punya mainan baru?”
“Hewan peliharaan baru.” Jawab Patricia. “Kau ingat dengan Rotweiler yang aku sebutkan saat itu? Tidak ada pemilik. Dan kami mengadopsinya.”
“Tapi aneh.” Ucap salah satu wanita yang tinggal di sebelah rumah Patricia. “Aku melihat Frank dan Tim bermain, tapi aku tidak melihat adanya anjing.”
“Mungkin sedang bersembunyi.” Ucap Patricia. “Tidak mungkin anjing itu menghilang begitu saja, ‘kan?”
“Kau yakin benar-ebanr ada anjing di rumahmu? Kami tidak pernah melihat anjing itu.”
Ucapan-ucapan itu sempat membuat Patricia khawatir. Kenapa orang-orang tidak dapat melihat anjingnya? Padahal Rottie, itu nama panggilannya, selalu berkeliaran di sekitar rumah. Dan ia sering menggonggong.
“Sama seperti pencuri itu, ‘kan?” ucap Frank malam harinya ketika Patricia menjelaskan mengenai ucapan warga.
“Pencuri itu sama sekali tidak menyadari adanya anjing. Padahal Rottie menggonggong tidak diam, ‘kan?”
Misteri kembali muncul. Siapa sebenarnya Rottweiler itu? Darimana datangnya, dan apa tujuannya berdiam di halaman rumah mereka. Mereka pergi tidur dengan sejuta pertanyaa. Dan beberapa jam kemudian, ia dibangunkan oleh sebuah suara yang datangnya dari kamar Tim. Lelaki kecil itu terdengar tertawa dan berbicara. Dengan siapa?
Frank dan Patricia memutuskan untuk memeriksa kamar Tim. Dan betapa kagetnya mereka saat menemukan Rottie sudah berada di dalam kamar Tim, bermain dengan anak itu.
“Bagaimana dia bisa masuk?” tanya Frank, yang sama sekali tak terjawab.
Frank kembali merenung keesokan harinya di meja makan. Kini segala sesuatu yang berkaitan dengan Rottie menjadi sedikit aneh, dan menakutkan. Siapa anjing itu sebenarnya?
“Aku mau pergi ke supermarket pagi ini.” Ucap Patricia. “Persediaan menipis.”
“Mau kuantar?”
“Aku bisa jalan kaki. Lebih enak begitu.”
Seperti biasa, Patricia berjalan melalui trotoar jalan yang membentang di depan rumahnya. Hari itu adalah akhir pekan, dimana jalanan dipadati oleh mobil-mobil yang baru saja masuk ke kota itu. Patricia sedikit kebingungan saat akan menyeberang, karena deretan mobil tidak pernah berhenti. Dan ketika Patricia melihat ada kesempatan, ia tidak dapat melngkah. Sebab ada sesuatu yang menarik roknya dari belakang.
“Rottie!” seru Patricia geram. Anjing itu masih menarik-narik rok Patricia. Patricia mencoba untuk menarik roknya kembali, namun gigitan anjing itu terlalu kuat. Keadaaan ini sungguh janggal. Bagaimana jika sampai orang melihat?
Patiricia melayangkan pandangan ke sekitarnya, tapi…, tidak ada. Tidak ada seorang pun yang menyadari apa yang tengah terjadi. Seolah apa yang Patricia alami adalah suatu hal yang wajar. Bahkan ada seseorang yang lewat di depannya tanpa menoleh sedikitpun. Patricia merasa bahwa ia seolah tembus pandang.
“Rottie, hentikan!” teriak Patricia dengan kesal. Hingga ia hilang kesabarannya dan mulai memukuli kepala anjing itu dengan tas kecil yang ia bawa. Namun…, Rottweiler itu tidak melepaskan gigitannya. Hingga pada akhirnya terdengar sebuah jeritan keras dari seberang jalan…
BRAK!!
Patricia melompat, terkejut dengan apa yang tengah terjadi. Warga berteriak di tepi jalan lain saat melihat dua mobil saling bertabrakan, tepat di depan Patricia berdiri. Ya. Kedua mobil itu bisa saja merenggut nyawa Patricia, seandainya saja…
Patricia mengarahkan pandangannya pada anjing hitam itu, yang sudah melepaskan gigitannya. Anjing itu menggonggong ke arahnya, dengan wajah yang seolah tersenyum. Anjing itu…, telah menyelamatkan Patricia dari maut.
“Sudah kukatakan berkali-kali bahwa anjing itu aneh.” Ucap Patricia sore harinya saat Frank sudah pulang dari kerja.
“Mengenai pencuri itu, lalu bagaimana anjing itu bisa masuk ke dalam kamar Tim, dan anjing itu yang menyelamatkanku dari tabrakan. Apakah anjing itu…, normal?”
Patricia dan Frank tidak menemukan jawaban pasti atas hal itu. Namun yang jelas, kehadiran Rottie di rumah mereka membawa semacam berkah. Pencuri tidak jadi membobol rumah mereka, Tim mendapat teman baru, dan anjing itu juga telah menyelamatkan Patricia, si pemilik rumah. Beberapa hari selanjutnya, hubungan Patricia dengan anjing itu semakin erat. Bahkan Patricia rela memandikan anjing itu, dan menganggap anjing itu hewan peliharaannya yang baru. Namun…, segala yang menyenangkan tidak akan pernah berlangsung lama.
Patricia dan Frank mulai merasa kehilangan sosok anjing itu saat Rottie secara tiba-tiba menghilang. Ya. Tidak ada lagi gonggongan anjing, atau kelebatan tubuh hitam anjing itu. Patricia sudah berkali-kali mencoba mencari Rottie di sekitar rumah, tapi hasilnya nihil. Rottie telah menghilang.
Rottie telah menyelesaikan tugasnya. Sebagai seekor anjing hantu, terbukti ia dapat membantu mereka yang masih hidup. Rottie berhasil mengembalikan kepercayaan diri Patricia terhadap hewan peliharaan, terutama anjing.
Rottie hanya dapat memandang keluarga itu dari seberang jalan saat Patricia dan Frank mendapatkan anak anjing baru. Seekor Rottweiler, yang hampir mirip dengannya. Mungkin mereka masih merindukannya. Rottie merasa senang.
“Tugas kita selesai sampai disini, Rottie sayang.” Ucap seorang pria tua dengan tubuh transparan yang berdiri di sisinya. Pria itu tersenyum senang ke arah Rottie.
“Kau berhasil, Rottie.” Ucapnya. “Kini saatnya kita pergi. Masih ada perjalanan yang cukup jauh untuk mencapai keabadian.”
Dan begitulah. Rottie, si anjing hantu, berhasil merubah sikap seorang wanita dengan kekuatan misteriusnya. Rottie menoleh untuk yang terakhir kali ke arah rumah Patricia dan Frank, mencoba untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan detik berikutnya, ia menghilang dari pandangan.

****

No comments:

Post a Comment