Patricia selalu mengatakan, “Aku tidak mau punya hewan
peliharaan. Terutama anjing.” Namun sepertinya ucapan itu harus bertentangan
dengan apa yang ia rasakan.
Sudah ada dua minggu lebih
Patricia dan keluarganya menempati rumah baru di kawasan selatan itu. Kota
kecil, dengan pemandangan gunung dan hutan yang sejuk membuat tempat itu nyaman
untuk ditinggali. Lingkungan tempat rumah itu berda pun terlihat nyaman dan
asri. Patricia tidak menyesali kedatangan ke kota itu.
Bagaimana dengan soal anjing
itu?
Ya. Sudah ada beberapa hari
ini Patricia selalu melihat kelebatan seekor anjing di halaman rumahnya. Ia
yang tidak begitu menyukai anjing tidak tahu menahu mengenai jenis anjing apa
yang sering berkeliaran di sekitar rumahnya itu. Yang ia tahu, anjing itu
tergolong besar, berbulu pendek, dengan warna hitam bercampur dengan jingga di
sekitar leher. Wajah anjing itu berwarna hitam, dengan moncong jingga
kecoklatan.
“Rottweiler.” Ucap Frank,
suaminya suatu pagi saat Patricia lagi-lagi melihat sekelebatan ajing itu di
samping rumah. Patricia mengarahkan tatapan matanya pada Frank, menunjukkan
ketidaksukaan.
“Aku tidak suka.” Ucap
Patricia. “Anjing itu terus mengitari rumah ini tanpa alasan. Anjing liar?
Bagaimana jika anjing itu berani masuk rumah?”
“Kau tidak perlau khawatir.”
Ucap Frank seraya melipat koran pagi yang selesai ia baca. “Rottweiler itu
sepertinya tidak galak. Aku sudah mencoba untuk mendekatinya beberapa hari yang
lalu.”
“Kau serius?”
“Kenapa?”
“Frank…” Patricia
menggelengkan kepalanya pelan. “Bagaimana jika anjing itu punya penyakit
menular? Bagaimana jika…”
“Cukup dengan kata-kata
‘jika’ itu, Pat.” Potong Frank seraya bangkit dari kursi yang ia duduki. Ia bergerak
ke arah istrinya, lalu memandang dengan penuh pengertian.
“Aku mengerti dengan
perasaanmu. Kau tidak pernah suka dengan anjing. Dan aku tidak akan memaksa.
Tapi lakukan satu hal untukku.”
“Apa?”
“Lupakan soal anjing itu,
oke?” ucap Frank. “Biarkan anjing itu bebas berkeliaran. Lagipula, belum ada
yang dirusak, ‘kan?”
Patricia mendesah pasrah. Ia
tahu bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan terhadap anjing besar berwarna hitam
itu. Rottweiler? Nama yang sedikit asing di telinganya, namun ia sudha pernah
membaca soal anjing seperti itu di internet.
Patricia membenci anjing
bukan tanpa alasan. Pada saat ia masih kecil, ia hampir saja tewas saat seekor
anjing liar menyerangnya sepulang sekolah. Ia harus dirawat di rumah sakit
selama sebulan karena luka yang ia derita. Dan sejak saat itu, kedua orang
tuanya membenci anjing. Hal itu menurun padanya. Ia tidak suka dengan anjing.
Meski saat beranjak dewasa ia akui bahwa tidak semua anjing akan menyerang
manusia seperti itu. Ia hanya terlalu takut.
“Ibu, lihat! Anjing itu
lagi!” seru Tim, putranya yang baru berusia enam tahun di jendela. Patricia
melongok dari jendela, dan ia melihat anjing hitam itu lagi. Duduk di halaman
samping rumah dengan tatapan mata ke arah Tim. Patricia mulai kahwatir lagi.
“Jangan mendekatinya,
sayang!” ucap Patricia. Ia terlalu khawatir. Kenapa anjing itu tidak mau pergi?
Apakah anjing itu tidak punya majikan? Namun dari bulunya yang bersih, anjing
itu sepertinya terawat dengan baik. Sudah pasti anjing itu milik salah satu
tetangga.
“Aneh.” Pikir Patricia
beberapa hari kemudian.
Ia sudah menceritakan soal
anjing besar itu pada tetangga sekitar rumahnya, namun tidak ada satupun dari
mereka yang mengenal anjing besar itu. Bahkan mereka tidak pernah melihat
adanya anjing hitam, terutama yang berjenis Rottweiler.
“Ny. Hick punya satu…” ucap
salah seorang teman Patricia. “Kalau tidak salah seekor retriever. Dan tidak
berbulu hitam.”
“Aku punya anjing. Tapi
seekor pug, kecil. Jelas bukan anjingku.”
Patricia tidak tahu lagi
bagaimana caranya untuk menyingkirkan anjing hitam itu dari pekarangan
rumahnya. Ia pernah mencoba menyiram anjing itu dengan air. Anjing itu berlari
pergi. Namun kembali setengah jam kemudian.
Anjing itu tidak hanya
datang di siang hari. Di malam hari, anjing itu pun dengan tenangnya
tidur-tiduran di halaman rumah. Patricia mencoba untuk meyakinkan Frank bahwa
ia sudah mulai terganggu dengan adanya anjing itu, tapi…, Frank hanya
mengucapkan kata-kata seperti biasanya.
Saat malam tiba, gonggongan
anjing itu tidak pernah berhenti. Patricia mulai terganggu, dan nyaris tidak
bisa tidur. Ia mengarah ke jendela dan mencoba mengusir anjing itu. Anjing itu
malah menyalak ke arahnya.
“Ini sudah keterlaluan.”
Ucap Patricia dengan wajah merona merah karena menahan emosi yang meluap-luap. “Bagaimana
aku bisa hidup tenang jika…”
“Patricia, kau terlalu
berlebihan.”
“Aku? Berlebihan?” Patricia
menaikkan nada bicaranya. “Kau membela anjing itu daripada aku?”
“Bukan begitu…, kutunjukkan
saja.”
Frank bangkit dari kursinya
lalu mengarah ke pintu samping rumah, dimana anjing itu berada.
“Frank?”
“Kemari!” teriak Frank.
Dengan ragu, Patricia mengarahkan kakinya mengikuti gerak langkah suaminya. Ia
tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Frank terlihat tengah mengelus anjing
besar itu. Dan anjing itu terlihat begitu senang.
“Lihat?” ucap Frank. “Anjing
ini baik. Dia tidak galak seperti yang kau kira. Kemari!”
“Tidak!”
“Tidak apa-apa.”
Patricia tidak mau mendekat.
Seketika, ia memutar tubuhnya dan bergerak kembali ke dalam rumah.
Patricia tidak tahu apa yang
sedang Frank pikirkan. Kenapa ia malah mengelus annjing liar itu? Anjing itu
kini malah semakin betah tinggal di pekarangan rumahnya. Pagi, siang, malam,
anjing itu sellau berada di lokasi yang sama. Di halaman samping rumah di dekat
pot bunga. Entah apa yang ada disana. Anjing itu seolah tengah menjaga sesuatu.
Patricia merasa semakin gila
saat Frank sengaja memperkenalkan anjing itu pada Tim. Ya. Tim kecil yang
berusia enam tahun. Patricia nyaris jatuh pingsan saat putra kecilnya itu
dengan tawa lebar memainkan wajah si anjing. Di dekat mulut anjing. Yang dapat
Patricia bayangkan hanyalah hal buruk.
“Frank!” teriak Patricia
marah. Tapi seperti apa yang dapat ia duga, Frank terlalu santai menanggapinya.
Patricia duduk termenung di
atas tempat tidurnya suatu malam. Pikirannya tidak bisa terlepas dari anjing
hitam itu.
“Sudahlah!” ucap Frank.
“Lihat dirimu! Kau jarang makan, dan kau semakin kurus. Kau bisa jatuh sakit,
Pat.”
“Jika saja anjing itu mau
pergi.”
“Bukan salah anjing itu…”
“Begitu?” potong Patricia
cepat. “Aku takut anjing, Frank.”
Tidak ada yang dapat merubah
keadaan itu selain Patricia sendiri. Ketakutannya sejak serangan anjing saat ia
kecil masih membayanginya. Ia akui bahwa Rottweiler itu tidak sama mengerikan
dengan anjing yang menyerangnya belasan tahun lalu itu. Tapi tetap saja,
Patricia tidak dapat menghilangkan ketakutannya pada anjing.
Patricia tengah tertidur
lelap, saat tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan sebuah suara meraung di luar
rumahnya. Anjing itu melolong sambil sesekali menggonggong. Jam menunjukkan
pukul dua malam. Apa yang sebenarnya anjing itu lakukan?
“Frank, anjing itu…” ucap
Patricia. Namun Frank tertidur pulas. Patricia mulai naik pitam. Ia akan turun
dan mencoba mengusir anjing itu.
Ia bergerak menuruni tangga
yang mengarah ke lantai satu di dalam kegelapan, dengan satu ide di otaknya
untuk mengusri anjing itu. Ia mungkin akan melempar barang pada anjing itu.
Mungkin anjing itu akan ketakutan dan pergi. Itu harapannya. Namun begitu ia
tiba di runag tamu, satu hal tak terkira muncul di hadapannya.
Sesosok bayangan gelap
terlihat berada di luar jendela rumahnya. Dan terdengar suara berkelotak saat
sosok itu ingin membobol masuk ke dalam rumah. Tanpa Patricia sadari, ia
menjerit sekuat yang ia mampu.
Hingga pagi tiba, Patricia
tidak bisa tidur. Ia tidak mengira bahwa akan ada pencuri yang mencoba untuk
membobol masuk rumahnya. Pencuri itu kabur sesaat setelah Patricia berteriak.
“Bagaimana kau tahu?” tanya
Frank. “Dan apa yang kau lakukan malam-malam di ruang bawah?”
“Anjing itu!” ucap Patricia.
“Anjing itu menggonggong tanpa henti. Dan aku berusaha untuk mengusirnya, saat
pencuri itu…”
Cerita itu terdengar tidak
masuk akal sedikitpun. Dan Frank menyadari kejanggalan itu.
“Anjing itu terus menggonggong,
seharusnya pencuri itu tahu. Anjing itu terus berada di halaman kita. Bagaimana
mungkin pencuri itu bisa sampai di teras? Ia seharusnya lari. Ia seharusnya
tahu bahwa anjing itu akan membuat pemilik rumah bangun.”
Jawaban atas misteri itu
tidak muncul. Bahkan Frank kini mulai menganggap bahwa anjing itu mungkin bukan
anjing sungguhan. Mungkin anjing hantu? Pencuri tidak dapat melihatnya? Frank
menggelengkan kepalanya. Itu tidak mungkin.
Beberapa hari setelah
kejadian itu, anjing besar itu masih terus berada di halaman rumah Patricia.
Patricia kini setidaknya mulai bersikap lebih tenang dalam menghadapi anjing
itu. Tidak disangkal, bahwa karena anjing itu, rumahnya tidak jadi kebobolan
maling. Bahkan kini Patricia mulai berani mendekati anjing itu untuk memberikan
makanan. Meski Patricia masih tetap menjaga jarak.
Frank dan putranya Tim
sepertinya tidak memiliki perasan takut seperti Patricia. Pria dan anak itu
sering bermain di halaman rumah dengan Rottweiler itu. Anjing itu terlihat
begitu bersahabat. Dan mungkin akan memutuskan untuk tinggal di tempat itu
untuk selamanya.
Patricia bertanya pada
dirinya sendiri, apa ruginya memiliki anjing? Anjing itu sudah membantunya. Dan
Patricia tidak memiliki alasan lain untuk mengusri anjing itu, yang pada
dasarnya tidak nakal dan berbuat aneh. Dan mungkin, dengan adanya anjing itu,
Patricia dapat mengobati rasa takutnya terhadap anjing. Ia sadar bahwa anjing
itu bukan anjing liar. Tapi ia masih belum tahu siapa yang punya anjing itu
sebenarnya.
“Kemari!” ucap Patricia
dengan sedikit keraguan beberapa hari kemudian. Ia menyerahkan satu piring
sandwich pada anjing hitam itu. Yang langsung saja dilalap habis, dan
menggonggong meminta tambahan.
“Kau mau lagi? oke. Tunggu
disitu!”
Frank yang mengawasi dari
dalam rumah hanya dapat tersenyum kecil. Ia senang pada akhirnya Patricia mau
berkawan dengan anjing itu. Dan anjing itu, kini betah berada di halamannya.
Persahabatan antara Patricia
dan anjing itu sepertinya sudah cukup kuat. Patricia kerap mengelus anjing itu,
dan sepertinya berhasil mengatasi ketakutannya terhadap anjing. Patricia sudah
membicarakan mengenai anjing itu dengan Frank. Mereka ingin memelihara anjing
itu. Tapi…, tentu saja tidak akan mudah. Anjing itu mungkin milik orang lain.
Minggu-minggu berikutnya
Patricia dan Frank sama-sama mencari tahu siapa pemilik Rottweiler hitam itu.
Mereka bahkan memasang beberapa brosur, yang mengatakan bahwa Rottweiler hitam
itu ada di rumah mereka. Namun setelah menunggu sekian lama, tidak ada yang
menelepon untuk mengabil anjing itu.
“Kurasa kita mendpat anjing
baru.” Ucap Frank senang. Masih ada sedikit kekhawatiran di wajah Patricia,
namun tidak separah beberapa minggu yang lalu.
Setiap sore, Frank dan Tim
bermain dengan anjing itu di belakang rumah. Dan anjing itu terlihat semakin
bersahabat. Tapi ada satu dua hal yang tetangga tanyakan padanya, yang membuat
kening Patricia berkerut.
“Frank dan Tom bermain di
halaman belakang.” Ucap salah satu teman Patricia. “Mereka punya mainan baru?”
“Hewan peliharaan baru.”
Jawab Patricia. “Kau ingat dengan Rotweiler yang aku sebutkan saat itu? Tidak
ada pemilik. Dan kami mengadopsinya.”
“Tapi aneh.” Ucap salah satu
wanita yang tinggal di sebelah rumah Patricia. “Aku melihat Frank dan Tim
bermain, tapi aku tidak melihat adanya anjing.”
“Mungkin sedang
bersembunyi.” Ucap Patricia. “Tidak mungkin anjing itu menghilang begitu saja,
‘kan?”
“Kau yakin benar-ebanr ada
anjing di rumahmu? Kami tidak pernah melihat anjing itu.”
Ucapan-ucapan itu sempat membuat
Patricia khawatir. Kenapa orang-orang tidak dapat melihat anjingnya? Padahal
Rottie, itu nama panggilannya, selalu berkeliaran di sekitar rumah. Dan ia
sering menggonggong.
“Sama seperti pencuri itu,
‘kan?” ucap Frank malam harinya ketika Patricia menjelaskan mengenai ucapan
warga.
“Pencuri itu sama sekali
tidak menyadari adanya anjing. Padahal Rottie menggonggong tidak diam, ‘kan?”
Misteri kembali muncul.
Siapa sebenarnya Rottweiler itu? Darimana datangnya, dan apa tujuannya berdiam
di halaman rumah mereka. Mereka pergi tidur dengan sejuta pertanyaa. Dan
beberapa jam kemudian, ia dibangunkan oleh sebuah suara yang datangnya dari
kamar Tim. Lelaki kecil itu terdengar tertawa dan berbicara. Dengan siapa?
Frank dan Patricia
memutuskan untuk memeriksa kamar Tim. Dan betapa kagetnya mereka saat menemukan
Rottie sudah berada di dalam kamar Tim, bermain dengan anak itu.
“Bagaimana dia bisa masuk?”
tanya Frank, yang sama sekali tak terjawab.
Frank kembali merenung
keesokan harinya di meja makan. Kini segala sesuatu yang berkaitan dengan
Rottie menjadi sedikit aneh, dan menakutkan. Siapa anjing itu sebenarnya?
“Aku mau pergi ke
supermarket pagi ini.” Ucap Patricia. “Persediaan menipis.”
“Mau kuantar?”
“Aku bisa jalan kaki. Lebih
enak begitu.”
Seperti biasa, Patricia
berjalan melalui trotoar jalan yang membentang di depan rumahnya. Hari itu
adalah akhir pekan, dimana jalanan dipadati oleh mobil-mobil yang baru saja
masuk ke kota itu. Patricia sedikit kebingungan saat akan menyeberang, karena
deretan mobil tidak pernah berhenti. Dan ketika Patricia melihat ada
kesempatan, ia tidak dapat melngkah. Sebab ada sesuatu yang menarik roknya dari
belakang.
“Rottie!” seru Patricia
geram. Anjing itu masih menarik-narik rok Patricia. Patricia mencoba untuk
menarik roknya kembali, namun gigitan anjing itu terlalu kuat. Keadaaan ini
sungguh janggal. Bagaimana jika sampai orang melihat?
Patiricia melayangkan
pandangan ke sekitarnya, tapi…, tidak ada. Tidak ada seorang pun yang menyadari
apa yang tengah terjadi. Seolah apa yang Patricia alami adalah suatu hal yang
wajar. Bahkan ada seseorang yang lewat di depannya tanpa menoleh sedikitpun.
Patricia merasa bahwa ia seolah tembus pandang.
“Rottie, hentikan!” teriak
Patricia dengan kesal. Hingga ia hilang kesabarannya dan mulai memukuli kepala
anjing itu dengan tas kecil yang ia bawa. Namun…, Rottweiler itu tidak
melepaskan gigitannya. Hingga pada akhirnya terdengar sebuah jeritan keras dari
seberang jalan…
BRAK!!
Patricia melompat, terkejut
dengan apa yang tengah terjadi. Warga berteriak di tepi jalan lain saat melihat
dua mobil saling bertabrakan, tepat di depan Patricia berdiri. Ya. Kedua mobil
itu bisa saja merenggut nyawa Patricia, seandainya saja…
Patricia mengarahkan
pandangannya pada anjing hitam itu, yang sudah melepaskan gigitannya. Anjing
itu menggonggong ke arahnya, dengan wajah yang seolah tersenyum. Anjing itu…,
telah menyelamatkan Patricia dari maut.
“Sudah kukatakan
berkali-kali bahwa anjing itu aneh.” Ucap Patricia sore harinya saat Frank
sudah pulang dari kerja.
“Mengenai pencuri itu, lalu
bagaimana anjing itu bisa masuk ke dalam kamar Tim, dan anjing itu yang
menyelamatkanku dari tabrakan. Apakah anjing itu…, normal?”
Patricia dan Frank tidak
menemukan jawaban pasti atas hal itu. Namun yang jelas, kehadiran Rottie di
rumah mereka membawa semacam berkah. Pencuri tidak jadi membobol rumah mereka,
Tim mendapat teman baru, dan anjing itu juga telah menyelamatkan Patricia, si
pemilik rumah. Beberapa hari selanjutnya, hubungan Patricia dengan anjing itu
semakin erat. Bahkan Patricia rela memandikan anjing itu, dan menganggap anjing
itu hewan peliharaannya yang baru. Namun…, segala yang menyenangkan tidak akan
pernah berlangsung lama.
Patricia dan Frank mulai
merasa kehilangan sosok anjing itu saat Rottie secara tiba-tiba menghilang. Ya.
Tidak ada lagi gonggongan anjing, atau kelebatan tubuh hitam anjing itu.
Patricia sudah berkali-kali mencoba mencari Rottie di sekitar rumah, tapi
hasilnya nihil. Rottie telah menghilang.
Rottie telah menyelesaikan
tugasnya. Sebagai seekor anjing hantu, terbukti ia dapat membantu mereka yang
masih hidup. Rottie berhasil mengembalikan kepercayaan diri Patricia terhadap
hewan peliharaan, terutama anjing.
Rottie hanya dapat memandang
keluarga itu dari seberang jalan saat Patricia dan Frank mendapatkan anak
anjing baru. Seekor Rottweiler, yang hampir mirip dengannya. Mungkin mereka
masih merindukannya. Rottie merasa senang.
“Tugas kita selesai sampai
disini, Rottie sayang.” Ucap seorang pria tua dengan tubuh transparan yang
berdiri di sisinya. Pria itu tersenyum senang ke arah Rottie.
“Kau berhasil, Rottie.”
Ucapnya. “Kini saatnya kita pergi. Masih ada perjalanan yang cukup jauh untuk
mencapai keabadian.”
Dan begitulah. Rottie, si
anjing hantu, berhasil merubah sikap seorang wanita dengan kekuatan misteriusnya.
Rottie menoleh untuk yang terakhir kali ke arah rumah Patricia dan Frank,
mencoba untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan detik berikutnya, ia menghilang
dari pandangan.
****
No comments:
Post a Comment