Daniel kembali mengamati jam saku klasik yang baru saja ia
dapatkan dari toko barang antik. Kedua matanya berbinar penuh dengan
kebahagiaan, dengan satu senyum tipis muncul dari sudut mulutnya. Ya. Ia telah
mendapatkan satu barang antik lagi dengan harga yang cukup murah. Namun hal itu
yang membuat Dan sedikit curiga dan bingung. Kenapa tidak ada yang mau membeli
jam antik itu? Sejauh apa yang dapat Dan ingat, jam antik itu hanya tergeletak
di sudut etalase dari toko barang antik yang baru saja ia kunjungi. Benda itu
seolah terlupakan, dan bahkan mungkin seolah-oleh tak terlihat. Pemilik toko
sendiri pun terlihat bingung ketika Dan memutuskan membeli jam saku klasik itu.
Sang pemilik toko tidak pernah ingat bahwa ia memiliki barang seperti itu.
Namun semua hal itu sudah
ada di belakang kepala Dan ketika ia mengemudikan kendaraannya pulang, kembali
ke apartemen kecilnya yang berada di tengah kota. Daniel adalah seorang
kolektor barang antik, meski ia bukan kolektor yang bisa membeli barang dengan
harga juataan. Ia suka dengan benda-benda kuno dan antik yang dapat ia temukan.
Kamar apartemen tempatnya tinggal saat ini pun sudah dipenuhi dengan barang
antik, seperti vas keramik, lukisan kuno, dan beberapa benda lain yang
terpajang di rak kaca yang ada di apartemennya.
Dan sering mendapatkan
pertanyaan mengenai hobinya itu. Bahkan dari istrinya sendiri. Ya. Daniel sudah
menikah dan memiliki dua orang putri yang cantik. Namun sayangnya, selama
beberapa minggu terakhir ini ia harus meninggalkan keluarganya di desa,
sementara ia bekerja lembur, dan tinggal di apartmen kecil yang sudah ia miliki
semenjak ia belum menikah. Dan berpikir, mungkin ia harus membawa beberapa
barang antiknya pulang. Jam saku kecil itu pun, sepertinya akan ia bawa pulang
ke desanya bersama dengan barang lain.
Hujan turun deras sejak sore
tadi. Daniel harus membawa mobilnya dengan penuh kehati-hatian saat ia
melintasi sebuah kawasan hutan kecil yang mengantarkannya kembali ke kota kecil
tempatnya bekerja. Jarum jam tangannya sudah menunjukkan pukul sembilan lebih.
Tidak biasanya ia pulang selarut ini.
Lima belas menit kemudian ia
sampai di gedung apartemennya. Bukan gedung yang megah, namun cukup untuk
mendapatkan kehangatan saat malam tiba. Seperti saat itu. Hujan turun dengan
deras, dan petir kadang-kadang menyambar, dengan kilat menerangi langit selama
beberapa detik. Dan meminum segelas kopi panas setelah mandi, dan ia bersantai
di kamarnya sambil menonton acara tv yang membosankan.
Dan bangkit dari sofa yang
ia duduki saat ia teringat akan benda yang baru saja ia dapatkan itu. Ia
mengarah ke gantungan baju dimana ia menggantungkan jaketnya, dan merogoh ke
dalam jaket itu untuk mengambil jam saku klasik berwarna keemasan itu. Anehnya,
benda itu masih dapat berfungsi dengan baik.
Dan mengarah pada rak barang
antiknya yang berada di sisi ruangan. Ia tidak punya tempat lagi untuk
menyimpan jam klasiknya itu. Ia memutuskan untuk menggantung jam antik itu di
dekat tempat tidurnya. Karena barang baru, ia masih merasa belum puas mengagumi
keindahan jam itu.
Hujan belum juga berhenti.
Daniel memutuskan untuk pergi tidur sekitar pukul setengah sebelas. Ia
meringkuk di bawah selimutnya yang hangat, dan mencoba untuk tidur di tengah
keremangan suasana. Ia, dengan samar, dapat mendengar suara detak jarum jam
antiknya itu. Dan merasa begitu senang bisa mendapatkan jam itu. Sampai kapan
ia akan terus kegirangan dan tersenyum-senyum sendiri seperti itu?
Petir menyambar, menciptakan
satu kilatan terang di langit yang dengan segera diikuti oleh sebuah suara
menggelegar yang memecah kesunyian malam. Daniel mengerjap, dengan jantung
berdegup sesaat setelah suara gemuruh guntur itu mereda. Apakah ia terbangun
karena petir itu tadi?
Tidak. Wajah Daniel terlihat
pucat seputih kapas dengan keringat bermunculan membasahi wajah, leher, serta
bagian dari tubuhnya. Selimut yang ia gunakan terasa begitu panas dan gerak.
Keringat yang ia keluarkan bukan keringat normal. Terutama di tengah malam
berbadai seperti itu.
Daniel terbangun karena
mimpinya. Mimpi yang sama yang sudah ia dapatkan sejak beberapa minggu
terakhir. Di dalam mimpinya, ia seperti berada di tengah-tengah koridor yang
tidak ia kenal. Koridor remang yang hanya diterangi oleh beberapa lampu pijar
kecil yang menggantung dari langit-langit. Namun diujung koriodor, Dan dapat
melihat cahaya terang berwarna putih yang begitu membutakan. Insting Dan di
dalam mimpi adalah bergerak menuju cahaya itu. Namun ketika ia mencoba untuk
menggerakkan kakinya, ada cengekraman yang mendarat di kedua pundak dan
kakinya. Daniel ingat jelas benda apa yang mencegahnya bergerak itu. Ada
tanga-tangan berwarna hitam, keriput, dengan jemari panjang yang dengan begitu
erat memeganginya, seolah ingin menariknya mundur ke dalam kegelapan. Daniel
sadari bahwa semakin lama ia berada semakin jauh dari cahaya di ujung koridor
itu. Dan tepat ketika ia masuk ke dalam kegelapan, ia terbangun dari mimpi
buruk itu.
Nafas Daniel terengah,
seolah ia baru saja lari maraton di tengah malam buta. Kaos yang ia pakai
terasa basah karena keringat dinginnya. Daniel perlahan bangkit dari tempat
tidurnya, lalu meminum segelas air putih untuk melegakan kerongkongannya yang
terasa begitu kering.
Daniel duduk diatas tempat
tidurnya di tengah keremangan suasana, sambil memikirkan kembali sederet mimpi
yang ia dapatkan selama beberapa minggu terakhir. Bagaimana kejadiannya
bermula?
Daniel tidak begitu ingat.
Yang jelas, semenjak ia mendapatkan mimpi itu, ia tidak pernah merasa tenang.
Rasa gundah dan cemas selalu datang menghampiri dirinya, yang rasanya tidak
punya satupun masalah. Daniel tahu bahwa ada yang tidak beres. Namun ia tidak
dapat menjelaskannya.
Suara detak jam antik itu
masih terdengar, merebut perhatian Daniel seketika. Dan bergerak ke arah jam
yang ia gantungkan itu, dan mengamati papan jarumnya. Dan…hmmm…, ada yang tidak
beres.
Jarum jam antik itu
menunjukkan pukul sebelas malam. Anehnya, jam digital yang ada di sisi tempat
tidur sudah menunjukkan pukul dua belas lebih. Mungkin jam digitalnya salah?
Tidak. Daniel bahkan memeriksa jam ponselnya, yang juga menunjukkan pukul dua
belas lebih.
“Mungkin karena jam ini
sudah terlalu tua.” Gumam Dan sambil terkekeh kecil. Dalam beberapa detik, ia
mengembalikan posisi jarum jam antik itu pada waktu sebenarnya.
Malam masih akan sangat
panjang. Dan hujan belum juga berhenti. Ingin rasanya Dan keluar dari
apartmennya untuk mencari udara segar, terutama setelah ia mendapatkan mimpi
buruk macam itu. Tapi hujan deras itu menghalangi niatnya. Ia pun kembali ke
atas tempat tidurnya, dan sekali lagi meringkuk di bawah selimut tebalnya. Ia
sudah tidak merasa gerah lagi.
Satu suara sempat membuat
Dan membuka kedua matanya lagi. ia mendengar sebuah suara anak kecil yang
tertawa. Ya. Daniel mendengarnya dengan jelas. Suara itu muncul secara
tiba-tiba, namun juga menghilang secara tiba-tiba. Dan memutar kepalanya ke
kanan dan kekiri. Mungkin dari tv? Bukan. Tv sudah ia matikan. Siapa yang
tertawa di tengah malam buta seperti itu? Mungkin penghuni kamar sebelah?
Kemungkinanya cukup besar. Mengenai alasan kenapa ada gadis kecil yang belum
tidur di jam-jam seperti itu, Daniel tidak begitu peduli. Ia kembali memejamkan
kedua matanya, dan tetidur.
**
Rutinitas harian Daniel
terbilang cukup biasa-biasa saja. Ia memang tidak datang ke kantor, duduk, lalu
menghadap komputer selama beberapa jam sambil mengerjakan kertas-kertas
dokumen. Ia bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah tempat pengolahan kayu
yang ada di kota kecil itu. Gajinya memang tidak begitu besar, namun ia sudah
merasa cukup dengan pekerjaan itu. Ia bahkan mendapatkan sedikit uang tambahan
jika sedang lembur. Yang tentu saja, akan ia gunakan untuk membeli barang antik
lainnya.
Daniel selalu pulang pukul
empat sore. Keadaan kota kecil itu berbeda dengan kota kecil lain yang pernah
ia kunjungi. Kota itu tidak terllau banyak memiliki penduduk. Dan sebagian
besar dari penduduk di kota itu adalah rekan kerja Dan di tempat pengolahan
kayu. Dapat dikatakan, Daniel sudah mengenal betul siapa-siapa saja yang
tinggal di daerahnya.
Dan merasakan tubuhnya pegal
dikarenakan pekerjaan beratnya. Ia mengambil sekaleng minuman dingin dari
kulkas, lalu membanting tubuhnya ke sofa seraya menyalakan tv. Ia menonton
berita untuk sesaat. Lalu ia memindah saluran ke saluran olahraga, yang menjadi
kegemarannya. Terlebih lagi jika tim sepak bolanya sedang bertanding. Tapi ahri
itu yang ada hanyalah ulasan mengenai baseball, yang tidak begitu ia sukai.
Daniel tidak sadar bahwa ia
tertidur di sofa itu hingga dering telepon membangunkannya. Jam di dinding
sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan ia duduk dalam kegelapan.
Daniel menyalakan lampu
utama seraya meraih gagang telepon. Sedetik kemudian ia dapat mendengar sebuah
suara wanita yang amat ia kenal, dan amat ia rindukan.
“Oh, hai!” sapa Daniel.
Perasaan lelah di tubuhnya seolah hilang seketika setelah dapat mendengar suara
istrinya.
“Ya, aku baik-baik saja.”
Ucap Dan terus membalas pertanyaan dari istrinya yang kebanyakan menanyakan
keadaan Dan.
“Mengenai mimpi itu…” ucap
Daniel beberapa saat kemudian. “Aku masih mendapatkannya. Dan aku…”
“Kau butuh bantuan. Pergi ke
dokter…”
“Aku tidak gila, Sarah!”
sentak Dan. “Aku hanya merasa…, entahlah. Akhir-akhir ini aku merasa selalu
tidak nyaman. Bahkan di malam hari. Dan, ya. Aku selalu terbangun tengah malam,
tanpa alasan yang jelas.”
“Tapi kau tidak bagadang,
‘kan?”
“Tentu saja tidak.” Balas
Dan. “Mungkin aku hanya kelelahan dan…, Oh! Aku rindu padamu. Masih ada dua
minggu sebelum aku bisa pulang.”
Daniel pada akhirnya dapat
melepas kerinduannya terhadap kedua putrinya saat kedua putrinya itu berceloteh
di telepon. Daniel hanya tertawa sambil sesekali menggaruk kepalanya.
“Ayah akan pulang sebentar
lagi.” ucap Daniel.
“Kau harus berhati-hati,
sayang.” Ucap Sarah untuk yang terakhir kali, sebelum sambungan pada akhirnya
tertutup.
Keadaan sepi kembali Daniel
rasakan di kamar apartemen kecilnya itu. Meski tv masih menyala, kesunyian
tanpa ada orang yang dpat diajak bicara kadang membuat Dan frustasi. Solusinya,
adalah dengan membasahi tubuhnya dengan air hangat. Ya. Setelah mandi, tubuh
dan pikirannya kembali segar. Dan menghabiskan tiga puluh menit di depan tv,
hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk tidur kembali.
Malam semakin larut, saat
jarum jam perlahan mengarah pada pukul dua belas. Malam itu tidak ada hujan.
Namun angin kencang berhembus di luar sana. Menggetarkan ranting di dahan
pepohonan. Daniel masih tertidur pulas, hingga…
“TIDAK!!” Daniel berteriak
seketika seraya membuka kedua matanya. Terjadi lagi. mimpi buruk itu. Dan ia
sadari sedetik kemudian bahwa tubuhnya penuh dengan keringat dingin.
“Oh, tidak lagi!” keluhnya
kesal.
Di tengah keremangan
suasana, kedua mata Daniel yang masih terasa berat sulit untuk menangkap apa
yang ada di sekelilingnya. Namun sedetik kemudian kedua matanya seolah
dibukakan. Ia seperti melihat ada sosok hitam yang berdiri tepat di kaki tempat
tidurnya.
Dan mengerjap. Apa mungkin
hal itu terjadi? Nyatanya, ya. Sosok itu berkerudung, dengan tangan kurus
menghitam di balik lengan panjangnya. Daniel tidak tahu apa yang terjadi dan
siapa orang itu. Dan ia tidak memiliki waktu untuk berteriak, sebab tangan
kurus keriput dengan jemari panjang itu telah mengarah ke lehernya.
**
Daniel mengerjap, dengan
sedikit nafas tertahan di tenggorokannya. Kedua mata melebar, nanar, menatap
langit-langit kamar apartemennya. Seketika ia arahkan kedua tangannya ke
lehernya sendiri, yang ia sadari kemudian bahwa, apa yang baru saja ia rasa
alami hanyalah mimpi. Aneh. Ia bermimpi di dalam mimpi. Apakah hal ini kerap
terjadi padanya? Seingat Dan, tidak. Dan memang benar-benar aneh.
Daniel mengangkat tubuhnya
ke posisi duduk, seraya mengusap keringat dingin yang membasahi dahi dan
keningnya. Di tengah kegelapan, nafasnya terdengar terengah, begitu jelas. Apa
maksud dari semua mimpi buruk itu?
Daniel terdiam kaku seketika
saat ia mendengar tawa kecil itu lagi. suara anak-anak, yang seolah tengah
bermain, atau tertawa mengolok dirinya yang dilanda dengan teror. Tapi…,
dariman suara itu berasal?
Daniel mencoba menempelkan
telinganya di dinding untuk menguping suara dari kamar sebelah. Dan…, bukan.
Tidak ada suara apapun di kamar sebelahnya. Dan seingatnya, kamar sebelah juga
tidak memiliki anak-anak. Lalu suara itu…
Dan menggelengkan kepalanya
dengan cepat. Tidak mungkin. Hal aneh seperti itu tidak mungkin terjadi. Daniel
mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang baru saja ia dengar halanya
halusinasinya saja. Mimpi-mimpi buruk yang ia alami selama ini membuatnya
terlalu waspada, dan kadang berhalusinasi. Mungkin ucapan istrinya ada
benarnya. Mungkin ia perlu mendatangi dokter jiwa.
Daniel meraih botol yang ada
di dekat tempat tidurnya, dan menenggak airnya seketika. Ketika ia meletakkan
botol kembali ke atas meja, kedua matanya secara tidak sengaja terarah pada
sebuah benda mengkilat yang menggentung di sisi tempat tidurnya. Oh, ya! Jam
saku antik itu. Ada satu hal aneh yang menarik perhatian Daniel.
Jam itu tidak menunjukkan
waktu tepat lagi, seperti kemarin. Kini jarumnya menunjukkan pukul sepuluh.
Padahal sekarang jam…, dua belas malam. Daniel merasakan adanya keanehan dengan
apa yang terjadi padanya selama ini. Ia ingat bahwa kemarin malam iajuga
tebangun pukul dua belas malam. Dan malam ini, ia terbangun di jam yang sama.
Anehnya, jam asaku itu selalu terlambat. Dan Daniel sadari bahwa jarak waktu
keterlambatan jam itu semakin bertambah setiap harinya. Kemarin terlambat satu
jam, dan kini dua jam. Apa yang terjadi? Apa maksud dari semua teka-teki
misterius ini?
Daniel mencoba untuk tidak
terlalu memikirkannya. Namun hal itu mustahil untuk dilakukan. Pada saat
bekerja ia memang tidak memikirkan mengenai jam dan keanehan dalam tidurnya itu
lagi. namun ketika ia kembali ke apartemen, keanehan-keanehan itu kembali
muncul.
“Ini sangat aneh.” Ucap
Daniel di telepon, pada istrinya yang ada di desa. Saat itu malam sudah larut,
dan Daniel baru saja mendapatkan serangan mimpi buruknya lagi.
“Suara anak kecil yang
tertawa, aku yang selalu terbangun tengah malam, dan jam antik itu…”
“Kau sudah menemui dokter?”
“Belum. Aku…” Daniel tidak tahu
harus mengatakan apa. “Sepertinya hal ini bukanlah hal yang bisa ditangani oleh
dokter.”
“Apa maksudmu?” tanya
istrinya dengan nada cemas. Daniel ragu untuk mengatakan apa yang ada di
otaknya saat itu. Namun karena terpaksa dan sudah tidak tahan untuk menahannya
sendiri, ia mengatakan maksudnya.
“Hal-hal supranatural.” Ucap
Daniel dengan nada pelan.
“Astaga! Daniel, sayang
kau…”
“Memang terdengar aneh.”
Ucap Dan memotong ucapan istrinya. “Tapi mimpi penuh teror itu, lalu suara anak
kecil, dan jam yang selalu terlambat….”
Daniel mengerjap seketika
saat ia menyadari sebuah hal yang nyaris tidak ia pikirkan selama ini. Mengenai
jam yang selalu terlambat itu. Kemarin malam jam antik itu terlambat dua jam.
Kini tiga jam. Dan apakah besok jam itu akan terlambat lagi? menjadi tiga jam?
Jam aneh itu selalu bergerak mundur dari jam sebenarnya.
“Mungkin waktuku sudah
tiba.” Ucap Daniel dengan nada bergetar. “9 hari lagi, mungkin akan ada sebuah
bencana yang akan menimpaku.”
“Jangan berkata seperti
itu!” sentak istrinya. “Daniel, kau membuatku takut.”
Daniel tertawa pelan. Ia
merasa sudah gila dan sudah tidak sanggup lagi menghadapi siksaan psikologis
yang ia terima.
“Kuharap aku salah.” Ucap
Daniel sebelum menutup sambungan telepon.
Semakin hari, jam antik tua
itu semakin bertingkah aneh. Jarum jam selalu melambat satu jam lebih di setiap
harinya. Suara-suara tawa kecil dari anak-anak itu masih saja Dan dengar. Dan
Dan tidak bisa tidur selama beberapa hari terakhir, hingga pada akhirnya malam
yang akan menjadi puncak itu pun tiba.
Kemarin malam, jarum jam
antik itu berhneti di jam satu. Dan malam hari ini jam itu akan bergerak menuju
angka dua belas. Atau dapat dikatakan, angka nol. Yang mungkin berarti bahwa
waktu Daniel di dunia ini sudah habis.
Jarum jam menunjukkan pukul
sebelas malam, dan Daniel tidak dapat tidur. Ia hanya duduk di tempat tidurnya,
menatap pada jam digital yang ada di meja kecil. Detik-detik berlalu, menjadi
menit. Dan semakin lama Daniel merasakan perasaan tidak nyaman di perutnya. Seperti
ada yang melilit, dan dadanya serasa begitu sesak. Daniel panik, karena mungkin
hari kematiannya akan tiba. Ia mencoba untuk menerima apapun yang akan terjadi.
Ia sudah berbicara dengan istrinya, mengucapkan salam perpisahkan. Namun
Istrinya tidak mau mengerti. Istrinya berpikir, bahwa mungkin ia hanya
kelelahan.
Bukan. Daniel lebih tahu apa
yang sedang ia rasakan. Perasaan sesak, saat kematian akan menghampirinya.
Suara tawa kecil itu terdengar semakin jelas dan nyaring. Yang Daniel sadari
kemudian bahwa yang tertawa ada jam antik itu. Seperti ada sebuah memori
mengerikan di dalam barang antik itu, yang kini menimpakan kutukannya pada
Daniel.
Jam digital menunjukkan
pukul 23:58. Dua menit, menutu kekelaman malam itu. Jared mulai tidak tenang.
Ia bergerak memutari ruangan kecil apartemennya itu, mencoba untuk berusaha
tenang, dan menghadapi apa yang akan datang. Dan dua menit berlalu. Tiba-tiba
saja…
“PRAK!!”
Jam antik yang tergantung di
dekat tempat tidur itu tiba-tiba saja terlempar ke lantai dan terbuka.
Menunjukkan dengan jelas kedua jarumnya yang menunjuk ke angka dua belas. Ini
dia. Siksaan yang sebenarnya telah datang.
“TIDAK!!” Daniel mencoba
berteriak, namun suaranya kalah oleh suara tawa yang menggelegar dari jam itu.
Suara anak kecil, memenuhi ruangan, membuat Daniel merasa pening seketika. Ia
remas kepalanya sendiri, dan mencoba untuk bertahan. Jika ia bisa pingsan,
mungkin ia memilih untuk pingsan. Tapi…, tidak. Ia harus melihat sendiri
kenyataan aneh dari jam saku tua itu. Asap tebal berwarna kehitaman tiba-tiba
saja muncul dari celah pintu dan lemari. Dan Jam antik tua itu entah kenapa
tiba-tiba bersinar terang, mengalahkan kegelapan yang ada. Suara anak kecil itu
melengking, tinggi, membuat Daniel merapatkan tangan pada kedua telinganya.
Kedua mata Daniel menatap
nanar apa yang terjadi di detik berikutnya. Sosok hitam berkerudung dengan
jemari kurus kering berwarna hitam itu kembali muncul, dan kini mengarah
padanya. Daniel mencoba untuk terus bergerak mundur, menghindari sosok itu.
Tapi…, tidak bisa. Ia sudah menabrak tembok, dan sosok itu semakin dekat.
“APA MAUMU?” teriak Daniel.
Lagi-lagi suaranya kalah dari suara tawa anak kecil itu.
“Akhir dari hidupmu,
Daniel.” Bisik suara dari sosok berkerudung hitam itu. “Akhir dari segalanya.”
“Tidak.” Daniel mengguman.
Dan tiba-tba saja, kerudung sosok itu terbuka. Menampilkan satu penampakan
horor yang tidak dapat Daniel ungkapkan dengan kata-kata, melainkan dengan
jeritan. Wajah yang sudah membusuk dengan mata merah itu menatapnya sambil tersenyum.
Seolah ia adalah sosok asli dari jam antik itu. Daniel berdiri kaku. Ia tidak
dapat bergerak lagi saat tangan kurus itu mulai mengarah pada lehernya, dan…,
darah berceceran saat jemari itu merobek leher Daniel.
**
“Sayang! Daniel!”
Suara itu terdengar begitu
familiar di telinga Daniel. Suara istrinya? Apakah ia sudah mati? Dan dimana ia
sekarang?
“DANIEL!!”
Mata Daniel seketika
terbuka. Ia menatap kembali langit-langit kamar, namun ia tidak berada di
apartemen. Ia menoleh, dan mendapati wajah cantik istirnya memandang dengan
perasaan cemas.
“Kau tidak apa-apa?” tanya
istrinya.
Daniel tidak tahu harus
berkata apa. Wajahnya telah basah oleh keringat dingin, begitu juga dengan kaos
yang ia kenakal. Ia sadari beberapa detik kemudian bahwa ia berada di kamarnya,
di rumahnya di desa.
“Katakan padaku!” pinta
Daniel. “Bahwa aku kini berada di dunia nyata.”
“Ap yang kau bicarakan?”
tanya istrinya. “Daniel, aku mulai khawatir. Kau mengigau sejak satu jam yang
lalu. Dan kau menggumamkan kata-kata yang…”
“Jam antik itu!” potong
Daniel. “Dimana benda itu?”
“Jam antik?”
“Jam saku mengkilat yang aku
beli…”
“Daniel!” potong istrinya.
“Kau tidak membeli jam itu, kau ingat?”
“Apa?”
“Kita sempat
mempertimbangkannya kemarin siang.” Ucap istrinya. “Kau ingin menambah koleksi
barang antikmu, tapi kau berkata bahwa kau mendapatkan firasat buruk dari jam
itu. Dan kau batal membelinya.”
Daniel mengerjap. Ia pukul
pipinya sendiri, dan rasa sakit itu nyata. Ya. Ia kini berada di alam nyata. Di
waktu yang benar, dan tepat. Daniel terkekeh, tersenyum, senang, tidak tahu
lagi harus berkata apa.
“Oh…” desahnya.
“Apa yang terjadi?” tanya
istrinya.
Daniel memandangi istrinya.
Ia belai wajah itu, dan kini ia syukuri bahwa ia telah berada di masa yang
tepat. Di ruangan yang nyata, di kehidupan yang jauh lebih baik.
“Serentetan mimpi buruk yang
terlalu buruk.” Ucap Daniel. “Dan aku senang bisa terbangun.”
“Kau mau menjelaskannya?”
“Mungkin besok pagi.” Ucap
Daniel. “Sekarang aku merasa terlalu senang.”
Ya. Daniel pada akhirnya
menyadari bahwa semua yang terjadi, mengenai tawa jam antik itu, dan jam yang
terus terlambat itu, hanyalah mimpi. Mimpi yang begitu panjang, begitu
mengikat, dan seolah nyata. Daniel tidak tahu bagaimana ia bisa keluar dari
mimpi itu.
Ia ternyata tidak jadi
membeli barang antik itu. Jam saku tua itu. Jika saja ia membelinya keamrin
siang, mungkin apa yang terjadi di dalam mimpinya akan terjadi padanya?
Jam antik yang terkutuk.
Daniel merasa bahwa di satu waktu ia tidak mempercayai hal-hal berbau
supranatural. Namun kini ketika mimpinya berakhir, ia mulai merasa bahwa ada
begitu banyak hal di dunia ini yang tidak isa dijelaskan dengan akal sehat.
Seperti mimpi yang baru saja ia dapatkan.
“Mimpi buruk.” Gumam Daniel
setelah kembali berbaring di kasur yang ia tempati.
“Akan akan menceritakan
segalanya besok pagi.”
****
No comments:
Post a Comment