Thursday, November 3, 2016

JAM YANG TERTAWA



Daniel kembali mengamati jam saku klasik yang baru saja ia dapatkan dari toko barang antik. Kedua matanya berbinar penuh dengan kebahagiaan, dengan satu senyum tipis muncul dari sudut mulutnya. Ya. Ia telah mendapatkan satu barang antik lagi dengan harga yang cukup murah. Namun hal itu yang membuat Dan sedikit curiga dan bingung. Kenapa tidak ada yang mau membeli jam antik itu? Sejauh apa yang dapat Dan ingat, jam antik itu hanya tergeletak di sudut etalase dari toko barang antik yang baru saja ia kunjungi. Benda itu seolah terlupakan, dan bahkan mungkin seolah-oleh tak terlihat. Pemilik toko sendiri pun terlihat bingung ketika Dan memutuskan membeli jam saku klasik itu. Sang pemilik toko tidak pernah ingat bahwa ia memiliki barang seperti itu.
Namun semua hal itu sudah ada di belakang kepala Dan ketika ia mengemudikan kendaraannya pulang, kembali ke apartemen kecilnya yang berada di tengah kota. Daniel adalah seorang kolektor barang antik, meski ia bukan kolektor yang bisa membeli barang dengan harga juataan. Ia suka dengan benda-benda kuno dan antik yang dapat ia temukan. Kamar apartemen tempatnya tinggal saat ini pun sudah dipenuhi dengan barang antik, seperti vas keramik, lukisan kuno, dan beberapa benda lain yang terpajang di rak kaca yang ada di apartemennya.
Dan sering mendapatkan pertanyaan mengenai hobinya itu. Bahkan dari istrinya sendiri. Ya. Daniel sudah menikah dan memiliki dua orang putri yang cantik. Namun sayangnya, selama beberapa minggu terakhir ini ia harus meninggalkan keluarganya di desa, sementara ia bekerja lembur, dan tinggal di apartmen kecil yang sudah ia miliki semenjak ia belum menikah. Dan berpikir, mungkin ia harus membawa beberapa barang antiknya pulang. Jam saku kecil itu pun, sepertinya akan ia bawa pulang ke desanya bersama dengan barang lain.
Hujan turun deras sejak sore tadi. Daniel harus membawa mobilnya dengan penuh kehati-hatian saat ia melintasi sebuah kawasan hutan kecil yang mengantarkannya kembali ke kota kecil tempatnya bekerja. Jarum jam tangannya sudah menunjukkan pukul sembilan lebih. Tidak biasanya ia pulang selarut ini.
Lima belas menit kemudian ia sampai di gedung apartemennya. Bukan gedung yang megah, namun cukup untuk mendapatkan kehangatan saat malam tiba. Seperti saat itu. Hujan turun dengan deras, dan petir kadang-kadang menyambar, dengan kilat menerangi langit selama beberapa detik. Dan meminum segelas kopi panas setelah mandi, dan ia bersantai di kamarnya sambil menonton acara tv yang membosankan.
Dan bangkit dari sofa yang ia duduki saat ia teringat akan benda yang baru saja ia dapatkan itu. Ia mengarah ke gantungan baju dimana ia menggantungkan jaketnya, dan merogoh ke dalam jaket itu untuk mengambil jam saku klasik berwarna keemasan itu. Anehnya, benda itu masih dapat berfungsi dengan baik.
Dan mengarah pada rak barang antiknya yang berada di sisi ruangan. Ia tidak punya tempat lagi untuk menyimpan jam klasiknya itu. Ia memutuskan untuk menggantung jam antik itu di dekat tempat tidurnya. Karena barang baru, ia masih merasa belum puas mengagumi keindahan jam itu.
Hujan belum juga berhenti. Daniel memutuskan untuk pergi tidur sekitar pukul setengah sebelas. Ia meringkuk di bawah selimutnya yang hangat, dan mencoba untuk tidur di tengah keremangan suasana. Ia, dengan samar, dapat mendengar suara detak jarum jam antiknya itu. Dan merasa begitu senang bisa mendapatkan jam itu. Sampai kapan ia akan terus kegirangan dan tersenyum-senyum sendiri seperti itu?
Petir menyambar, menciptakan satu kilatan terang di langit yang dengan segera diikuti oleh sebuah suara menggelegar yang memecah kesunyian malam. Daniel mengerjap, dengan jantung berdegup sesaat setelah suara gemuruh guntur itu mereda. Apakah ia terbangun karena petir itu tadi?
Tidak. Wajah Daniel terlihat pucat seputih kapas dengan keringat bermunculan membasahi wajah, leher, serta bagian dari tubuhnya. Selimut yang ia gunakan terasa begitu panas dan gerak. Keringat yang ia keluarkan bukan keringat normal. Terutama di tengah malam berbadai seperti itu.
Daniel terbangun karena mimpinya. Mimpi yang sama yang sudah ia dapatkan sejak beberapa minggu terakhir. Di dalam mimpinya, ia seperti berada di tengah-tengah koridor yang tidak ia kenal. Koridor remang yang hanya diterangi oleh beberapa lampu pijar kecil yang menggantung dari langit-langit. Namun diujung koriodor, Dan dapat melihat cahaya terang berwarna putih yang begitu membutakan. Insting Dan di dalam mimpi adalah bergerak menuju cahaya itu. Namun ketika ia mencoba untuk menggerakkan kakinya, ada cengekraman yang mendarat di kedua pundak dan kakinya. Daniel ingat jelas benda apa yang mencegahnya bergerak itu. Ada tanga-tangan berwarna hitam, keriput, dengan jemari panjang yang dengan begitu erat memeganginya, seolah ingin menariknya mundur ke dalam kegelapan. Daniel sadari bahwa semakin lama ia berada semakin jauh dari cahaya di ujung koridor itu. Dan tepat ketika ia masuk ke dalam kegelapan, ia terbangun dari mimpi buruk itu.
Nafas Daniel terengah, seolah ia baru saja lari maraton di tengah malam buta. Kaos yang ia pakai terasa basah karena keringat dinginnya. Daniel perlahan bangkit dari tempat tidurnya, lalu meminum segelas air putih untuk melegakan kerongkongannya yang terasa begitu kering.
Daniel duduk diatas tempat tidurnya di tengah keremangan suasana, sambil memikirkan kembali sederet mimpi yang ia dapatkan selama beberapa minggu terakhir. Bagaimana kejadiannya bermula?
Daniel tidak begitu ingat. Yang jelas, semenjak ia mendapatkan mimpi itu, ia tidak pernah merasa tenang. Rasa gundah dan cemas selalu datang menghampiri dirinya, yang rasanya tidak punya satupun masalah. Daniel tahu bahwa ada yang tidak beres. Namun ia tidak dapat menjelaskannya.
Suara detak jam antik itu masih terdengar, merebut perhatian Daniel seketika. Dan bergerak ke arah jam yang ia gantungkan itu, dan mengamati papan jarumnya. Dan…hmmm…, ada yang tidak beres.
Jarum jam antik itu menunjukkan pukul sebelas malam. Anehnya, jam digital yang ada di sisi tempat tidur sudah menunjukkan pukul dua belas lebih. Mungkin jam digitalnya salah? Tidak. Daniel bahkan memeriksa jam ponselnya, yang juga menunjukkan pukul dua belas lebih.
“Mungkin karena jam ini sudah terlalu tua.” Gumam Dan sambil terkekeh kecil. Dalam beberapa detik, ia mengembalikan posisi jarum jam antik itu pada waktu sebenarnya.
Malam masih akan sangat panjang. Dan hujan belum juga berhenti. Ingin rasanya Dan keluar dari apartmennya untuk mencari udara segar, terutama setelah ia mendapatkan mimpi buruk macam itu. Tapi hujan deras itu menghalangi niatnya. Ia pun kembali ke atas tempat tidurnya, dan sekali lagi meringkuk di bawah selimut tebalnya. Ia sudah tidak merasa gerah lagi.
Satu suara sempat membuat Dan membuka kedua matanya lagi. ia mendengar sebuah suara anak kecil yang tertawa. Ya. Daniel mendengarnya dengan jelas. Suara itu muncul secara tiba-tiba, namun juga menghilang secara tiba-tiba. Dan memutar kepalanya ke kanan dan kekiri. Mungkin dari tv? Bukan. Tv sudah ia matikan. Siapa yang tertawa di tengah malam buta seperti itu? Mungkin penghuni kamar sebelah? Kemungkinanya cukup besar. Mengenai alasan kenapa ada gadis kecil yang belum tidur di jam-jam seperti itu, Daniel tidak begitu peduli. Ia kembali memejamkan kedua matanya, dan tetidur.

**

Rutinitas harian Daniel terbilang cukup biasa-biasa saja. Ia memang tidak datang ke kantor, duduk, lalu menghadap komputer selama beberapa jam sambil mengerjakan kertas-kertas dokumen. Ia bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah tempat pengolahan kayu yang ada di kota kecil itu. Gajinya memang tidak begitu besar, namun ia sudah merasa cukup dengan pekerjaan itu. Ia bahkan mendapatkan sedikit uang tambahan jika sedang lembur. Yang tentu saja, akan ia gunakan untuk membeli barang antik lainnya.
Daniel selalu pulang pukul empat sore. Keadaan kota kecil itu berbeda dengan kota kecil lain yang pernah ia kunjungi. Kota itu tidak terllau banyak memiliki penduduk. Dan sebagian besar dari penduduk di kota itu adalah rekan kerja Dan di tempat pengolahan kayu. Dapat dikatakan, Daniel sudah mengenal betul siapa-siapa saja yang tinggal di daerahnya.
Dan merasakan tubuhnya pegal dikarenakan pekerjaan beratnya. Ia mengambil sekaleng minuman dingin dari kulkas, lalu membanting tubuhnya ke sofa seraya menyalakan tv. Ia menonton berita untuk sesaat. Lalu ia memindah saluran ke saluran olahraga, yang menjadi kegemarannya. Terlebih lagi jika tim sepak bolanya sedang bertanding. Tapi ahri itu yang ada hanyalah ulasan mengenai baseball, yang tidak begitu ia sukai.
Daniel tidak sadar bahwa ia tertidur di sofa itu hingga dering telepon membangunkannya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan ia duduk dalam kegelapan.
Daniel menyalakan lampu utama seraya meraih gagang telepon. Sedetik kemudian ia dapat mendengar sebuah suara wanita yang amat ia kenal, dan amat ia rindukan.
“Oh, hai!” sapa Daniel. Perasaan lelah di tubuhnya seolah hilang seketika setelah dapat mendengar suara istrinya.
“Ya, aku baik-baik saja.” Ucap Dan terus membalas pertanyaan dari istrinya yang kebanyakan menanyakan keadaan Dan.
“Mengenai mimpi itu…” ucap Daniel beberapa saat kemudian. “Aku masih mendapatkannya. Dan aku…”
“Kau butuh bantuan. Pergi ke dokter…”
“Aku tidak gila, Sarah!” sentak Dan. “Aku hanya merasa…, entahlah. Akhir-akhir ini aku merasa selalu tidak nyaman. Bahkan di malam hari. Dan, ya. Aku selalu terbangun tengah malam, tanpa alasan yang jelas.”
“Tapi kau tidak bagadang, ‘kan?”
“Tentu saja tidak.” Balas Dan. “Mungkin aku hanya kelelahan dan…, Oh! Aku rindu padamu. Masih ada dua minggu sebelum aku bisa pulang.”
Daniel pada akhirnya dapat melepas kerinduannya terhadap kedua putrinya saat kedua putrinya itu berceloteh di telepon. Daniel hanya tertawa sambil sesekali menggaruk kepalanya.
“Ayah akan pulang sebentar lagi.” ucap Daniel.
“Kau harus berhati-hati, sayang.” Ucap Sarah untuk yang terakhir kali, sebelum sambungan pada akhirnya tertutup.
Keadaan sepi kembali Daniel rasakan di kamar apartemen kecilnya itu. Meski tv masih menyala, kesunyian tanpa ada orang yang dpat diajak bicara kadang membuat Dan frustasi. Solusinya, adalah dengan membasahi tubuhnya dengan air hangat. Ya. Setelah mandi, tubuh dan pikirannya kembali segar. Dan menghabiskan tiga puluh menit di depan tv, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk tidur kembali.
Malam semakin larut, saat jarum jam perlahan mengarah pada pukul dua belas. Malam itu tidak ada hujan. Namun angin kencang berhembus di luar sana. Menggetarkan ranting di dahan pepohonan. Daniel masih tertidur pulas, hingga…
“TIDAK!!” Daniel berteriak seketika seraya membuka kedua matanya. Terjadi lagi. mimpi buruk itu. Dan ia sadari sedetik kemudian bahwa tubuhnya penuh dengan keringat dingin.
“Oh, tidak lagi!” keluhnya kesal.
Di tengah keremangan suasana, kedua mata Daniel yang masih terasa berat sulit untuk menangkap apa yang ada di sekelilingnya. Namun sedetik kemudian kedua matanya seolah dibukakan. Ia seperti melihat ada sosok hitam yang berdiri tepat di kaki tempat tidurnya.
Dan mengerjap. Apa mungkin hal itu terjadi? Nyatanya, ya. Sosok itu berkerudung, dengan tangan kurus menghitam di balik lengan panjangnya. Daniel tidak tahu apa yang terjadi dan siapa orang itu. Dan ia tidak memiliki waktu untuk berteriak, sebab tangan kurus keriput dengan jemari panjang itu telah mengarah ke lehernya.

**

Daniel mengerjap, dengan sedikit nafas tertahan di tenggorokannya. Kedua mata melebar, nanar, menatap langit-langit kamar apartemennya. Seketika ia arahkan kedua tangannya ke lehernya sendiri, yang ia sadari kemudian bahwa, apa yang baru saja ia rasa alami hanyalah mimpi. Aneh. Ia bermimpi di dalam mimpi. Apakah hal ini kerap terjadi padanya? Seingat Dan, tidak. Dan memang benar-benar aneh.
Daniel mengangkat tubuhnya ke posisi duduk, seraya mengusap keringat dingin yang membasahi dahi dan keningnya. Di tengah kegelapan, nafasnya terdengar terengah, begitu jelas. Apa maksud dari semua mimpi buruk itu?
Daniel terdiam kaku seketika saat ia mendengar tawa kecil itu lagi. suara anak-anak, yang seolah tengah bermain, atau tertawa mengolok dirinya yang dilanda dengan teror. Tapi…, dariman suara itu berasal?
Daniel mencoba menempelkan telinganya di dinding untuk menguping suara dari kamar sebelah. Dan…, bukan. Tidak ada suara apapun di kamar sebelahnya. Dan seingatnya, kamar sebelah juga tidak memiliki anak-anak. Lalu suara itu…
Dan menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak mungkin. Hal aneh seperti itu tidak mungkin terjadi. Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang baru saja ia dengar halanya halusinasinya saja. Mimpi-mimpi buruk yang ia alami selama ini membuatnya terlalu waspada, dan kadang berhalusinasi. Mungkin ucapan istrinya ada benarnya. Mungkin ia perlu mendatangi dokter jiwa.
Daniel meraih botol yang ada di dekat tempat tidurnya, dan menenggak airnya seketika. Ketika ia meletakkan botol kembali ke atas meja, kedua matanya secara tidak sengaja terarah pada sebuah benda mengkilat yang menggentung di sisi tempat tidurnya. Oh, ya! Jam saku antik itu. Ada satu hal aneh yang menarik perhatian Daniel.
Jam itu tidak menunjukkan waktu tepat lagi, seperti kemarin. Kini jarumnya menunjukkan pukul sepuluh. Padahal sekarang jam…, dua belas malam. Daniel merasakan adanya keanehan dengan apa yang terjadi padanya selama ini. Ia ingat bahwa kemarin malam iajuga tebangun pukul dua belas malam. Dan malam ini, ia terbangun di jam yang sama. Anehnya, jam asaku itu selalu terlambat. Dan Daniel sadari bahwa jarak waktu keterlambatan jam itu semakin bertambah setiap harinya. Kemarin terlambat satu jam, dan kini dua jam. Apa yang terjadi? Apa maksud dari semua teka-teki misterius ini?
Daniel mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Namun hal itu mustahil untuk dilakukan. Pada saat bekerja ia memang tidak memikirkan mengenai jam dan keanehan dalam tidurnya itu lagi. namun ketika ia kembali ke apartemen, keanehan-keanehan itu kembali muncul.
“Ini sangat aneh.” Ucap Daniel di telepon, pada istrinya yang ada di desa. Saat itu malam sudah larut, dan Daniel baru saja mendapatkan serangan mimpi buruknya lagi.
“Suara anak kecil yang tertawa, aku yang selalu terbangun tengah malam, dan jam antik itu…”
“Kau sudah menemui dokter?”
“Belum. Aku…” Daniel tidak tahu harus mengatakan apa. “Sepertinya hal ini bukanlah hal yang bisa ditangani oleh dokter.”
“Apa maksudmu?” tanya istrinya dengan nada cemas. Daniel ragu untuk mengatakan apa yang ada di otaknya saat itu. Namun karena terpaksa dan sudah tidak tahan untuk menahannya sendiri, ia mengatakan maksudnya.
“Hal-hal supranatural.” Ucap Daniel dengan nada pelan.
“Astaga! Daniel, sayang kau…”
“Memang terdengar aneh.” Ucap Dan memotong ucapan istrinya. “Tapi mimpi penuh teror itu, lalu suara anak kecil, dan jam yang selalu terlambat….”
Daniel mengerjap seketika saat ia menyadari sebuah hal yang nyaris tidak ia pikirkan selama ini. Mengenai jam yang selalu terlambat itu. Kemarin malam jam antik itu terlambat dua jam. Kini tiga jam. Dan apakah besok jam itu akan terlambat lagi? menjadi tiga jam? Jam aneh itu selalu bergerak mundur dari jam sebenarnya.
“Mungkin waktuku sudah tiba.” Ucap Daniel dengan nada bergetar. “9 hari lagi, mungkin akan ada sebuah bencana yang akan menimpaku.”
“Jangan berkata seperti itu!” sentak istrinya. “Daniel, kau membuatku takut.”
Daniel tertawa pelan. Ia merasa sudah gila dan sudah tidak sanggup lagi menghadapi siksaan psikologis yang ia terima.
“Kuharap aku salah.” Ucap Daniel sebelum menutup sambungan telepon.
Semakin hari, jam antik tua itu semakin bertingkah aneh. Jarum jam selalu melambat satu jam lebih di setiap harinya. Suara-suara tawa kecil dari anak-anak itu masih saja Dan dengar. Dan Dan tidak bisa tidur selama beberapa hari terakhir, hingga pada akhirnya malam yang akan menjadi puncak itu pun tiba.
Kemarin malam, jarum jam antik itu berhneti di jam satu. Dan malam hari ini jam itu akan bergerak menuju angka dua belas. Atau dapat dikatakan, angka nol. Yang mungkin berarti bahwa waktu Daniel di dunia ini sudah habis.
Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, dan Daniel tidak dapat tidur. Ia hanya duduk di tempat tidurnya, menatap pada jam digital yang ada di meja kecil. Detik-detik berlalu, menjadi menit. Dan semakin lama Daniel merasakan perasaan tidak nyaman di perutnya. Seperti ada yang melilit, dan dadanya serasa begitu sesak. Daniel panik, karena mungkin hari kematiannya akan tiba. Ia mencoba untuk menerima apapun yang akan terjadi. Ia sudah berbicara dengan istrinya, mengucapkan salam perpisahkan. Namun Istrinya tidak mau mengerti. Istrinya berpikir, bahwa mungkin ia hanya kelelahan.
Bukan. Daniel lebih tahu apa yang sedang ia rasakan. Perasaan sesak, saat kematian akan menghampirinya. Suara tawa kecil itu terdengar semakin jelas dan nyaring. Yang Daniel sadari kemudian bahwa yang tertawa ada jam antik itu. Seperti ada sebuah memori mengerikan di dalam barang antik itu, yang kini menimpakan kutukannya pada Daniel.
Jam digital menunjukkan pukul 23:58. Dua menit, menutu kekelaman malam itu. Jared mulai tidak tenang. Ia bergerak memutari ruangan kecil apartemennya itu, mencoba untuk berusaha tenang, dan menghadapi apa yang akan datang. Dan dua menit berlalu. Tiba-tiba saja…
“PRAK!!”
Jam antik yang tergantung di dekat tempat tidur itu tiba-tiba saja terlempar ke lantai dan terbuka. Menunjukkan dengan jelas kedua jarumnya yang menunjuk ke angka dua belas. Ini dia. Siksaan yang sebenarnya telah datang.
“TIDAK!!” Daniel mencoba berteriak, namun suaranya kalah oleh suara tawa yang menggelegar dari jam itu. Suara anak kecil, memenuhi ruangan, membuat Daniel merasa pening seketika. Ia remas kepalanya sendiri, dan mencoba untuk bertahan. Jika ia bisa pingsan, mungkin ia memilih untuk pingsan. Tapi…, tidak. Ia harus melihat sendiri kenyataan aneh dari jam saku tua itu. Asap tebal berwarna kehitaman tiba-tiba saja muncul dari celah pintu dan lemari. Dan Jam antik tua itu entah kenapa tiba-tiba bersinar terang, mengalahkan kegelapan yang ada. Suara anak kecil itu melengking, tinggi, membuat Daniel merapatkan tangan pada kedua telinganya.
Kedua mata Daniel menatap nanar apa yang terjadi di detik berikutnya. Sosok hitam berkerudung dengan jemari kurus kering berwarna hitam itu kembali muncul, dan kini mengarah padanya. Daniel mencoba untuk terus bergerak mundur, menghindari sosok itu. Tapi…, tidak bisa. Ia sudah menabrak tembok, dan sosok itu semakin dekat.
“APA MAUMU?” teriak Daniel. Lagi-lagi suaranya kalah dari suara tawa anak kecil itu.
“Akhir dari hidupmu, Daniel.” Bisik suara dari sosok berkerudung hitam itu. “Akhir dari segalanya.”
“Tidak.” Daniel mengguman. Dan tiba-tba saja, kerudung sosok itu terbuka. Menampilkan satu penampakan horor yang tidak dapat Daniel ungkapkan dengan kata-kata, melainkan dengan jeritan. Wajah yang sudah membusuk dengan mata merah itu menatapnya sambil tersenyum. Seolah ia adalah sosok asli dari jam antik itu. Daniel berdiri kaku. Ia tidak dapat bergerak lagi saat tangan kurus itu mulai mengarah pada lehernya, dan…, darah berceceran saat jemari itu merobek leher Daniel.

**

“Sayang! Daniel!”
Suara itu terdengar begitu familiar di telinga Daniel. Suara istrinya? Apakah ia sudah mati? Dan dimana ia sekarang?
“DANIEL!!”
Mata Daniel seketika terbuka. Ia menatap kembali langit-langit kamar, namun ia tidak berada di apartemen. Ia menoleh, dan mendapati wajah cantik istirnya memandang dengan perasaan cemas.
“Kau tidak apa-apa?” tanya istrinya.
Daniel tidak tahu harus berkata apa. Wajahnya telah basah oleh keringat dingin, begitu juga dengan kaos yang ia kenakal. Ia sadari beberapa detik kemudian bahwa ia berada di kamarnya, di rumahnya di desa.
“Katakan padaku!” pinta Daniel. “Bahwa aku kini berada di dunia nyata.”
“Ap yang kau bicarakan?” tanya istrinya. “Daniel, aku mulai khawatir. Kau mengigau sejak satu jam yang lalu. Dan kau menggumamkan kata-kata yang…”
“Jam antik itu!” potong Daniel. “Dimana benda itu?”
“Jam antik?”
“Jam saku mengkilat yang aku beli…”
“Daniel!” potong istrinya. “Kau tidak membeli jam itu, kau ingat?”
“Apa?”
“Kita sempat mempertimbangkannya kemarin siang.” Ucap istrinya. “Kau ingin menambah koleksi barang antikmu, tapi kau berkata bahwa kau mendapatkan firasat buruk dari jam itu. Dan kau batal membelinya.”
Daniel mengerjap. Ia pukul pipinya sendiri, dan rasa sakit itu nyata. Ya. Ia kini berada di alam nyata. Di waktu yang benar, dan tepat. Daniel terkekeh, tersenyum, senang, tidak tahu lagi harus berkata apa.
“Oh…” desahnya.
“Apa yang terjadi?” tanya istrinya.
Daniel memandangi istrinya. Ia belai wajah itu, dan kini ia syukuri bahwa ia telah berada di masa yang tepat. Di ruangan yang nyata, di kehidupan yang jauh lebih baik.
“Serentetan mimpi buruk yang terlalu buruk.” Ucap Daniel. “Dan aku senang bisa terbangun.”
“Kau mau menjelaskannya?”
“Mungkin besok pagi.” Ucap Daniel. “Sekarang aku merasa terlalu senang.”
Ya. Daniel pada akhirnya menyadari bahwa semua yang terjadi, mengenai tawa jam antik itu, dan jam yang terus terlambat itu, hanyalah mimpi. Mimpi yang begitu panjang, begitu mengikat, dan seolah nyata. Daniel tidak tahu bagaimana ia bisa keluar dari mimpi itu.
Ia ternyata tidak jadi membeli barang antik itu. Jam saku tua itu. Jika saja ia membelinya keamrin siang, mungkin apa yang terjadi di dalam mimpinya akan terjadi padanya?
Jam antik yang terkutuk. Daniel merasa bahwa di satu waktu ia tidak mempercayai hal-hal berbau supranatural. Namun kini ketika mimpinya berakhir, ia mulai merasa bahwa ada begitu banyak hal di dunia ini yang tidak isa dijelaskan dengan akal sehat. Seperti mimpi yang baru saja ia dapatkan.
“Mimpi buruk.” Gumam Daniel setelah kembali berbaring di kasur yang ia tempati.
“Akan akan menceritakan segalanya besok pagi.”

****



No comments:

Post a Comment