Friday, September 16, 2016

HALF OF ME



Mike tersentak, terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang baru saja ia alami membuat keadaan yang sedang ia hadapi semakin buruk. Ia sadari bahwa ia masih berada di dalam mobil dalam perjalanan malamnya. Yang membuatnya jengkel adalah keadaan macet yang harus ia hadapi. Ia sebenarnya berada di sebuah jalan tepi kota, yang membelah hutan. Biasanya jalanan ini sepi. Namun karena suatu alasan, kini belasan kendaraan berhenti dan saling berdesakan. Suara-suara klakson terdengar dari segala penjuru. Jika semua hal itu tidak membuat Mike frustasi, mungkin hujan deras yang turun kala itu bisa membuatnya meledak marah.
Mike mencoba untuk tidak tertidur lagi. Ia tajamkan pandangan matanya, menatap ke arah sederet lampu merah di bagian belakang kendaraan lain. Wiper mobilnya bekerja cepat, menyeka tetesan air hujan yang mengguyur. Beberapa kali terlihat kilat menyambar. Membuat keadaan hutan itu terang seketika, yang kemudian diikuti dengan suara guntur yang menggelegar.
Mike dalam perjalanan pulangnya ke Backlot. Sebuah kota yang jaraknya hanya sekitar sepuluh kilo dari tempatnya saat ini. Dan jalur yang ia ambil ini adalah jalur tercepat jika ia ingin segera pulang. Istri dan dua anaknya menunggu di rumah. Dan Mike sadari, bahwa jarum jam telah menunjukkan pukul sebelas malam.
Bunyi klakson tidak pernah berhenti terdengar. Bersamaan dengan hal itu, deretan mobil mulai bergerak maju perlahan. Mike merasa sedikit bersyukur. Mungkin kemacetan akan segera berakhir.
Mike akhirnya dapat mengetahui apa yang sebenarnya membuat kemacetan itu. Ada sebuah operasi yang dilakukan oleh kepolisian di ujung jalan dekat jembatan. Mike masih belum tahu apa masalahnya. Dan mungkin ia akan segera tahu.
Salah seorang petugas polisi dalam seragam hujannya menghadang mobil Mike begitu mike sampai di pos penjagaan itu. Mike mnurunkan kaca mobilnya, dan memandang serius ke arah wajah polisi yang mendekat ke arahnya.
“Ada masalah, opsir?” tanya Mike ingin tahu.
“Hanya operasi kecil. Ada kasus pembunuhan tak jauh dari sini. Vicini Lodge. Dan informasi yang kami dapat menyebutkan bahwa pelaku terakhir kali terlihat di sekitar area ini. Jadi kami melakukan sedikit penggeledahan.”
“Aku juga akan digeledah?”
“Tidak perlu khawatir!” ucap polisi itu. “Boleh aku melihat kartu SIM dan STNK-nya, Tuan?”
Mike melakukan apa yang petugas itu minta. Ia sempat bergerak keluar dari mobilnya, dan berlindung di bawah pohon dari siraman air. Meski begitu, ia tetap basah kuyup. Polisi terlihat menggeledah barang-barangnya yang ada di bagasi. Beberapa menit kemudian, salah satu polisi bergerak mendatanginya.
“Nama Anda?”
“Michael Tunner.” Jawab Mike. “Ada masalah dengan…”
“Kami perlu berbicara sebentar dengan Anda, Tn. Tunner.” Ucap polisi itu. “Bisa ikut kami?”
Mike dibawa ke dalam sebuah pos kecil yang terletak tak jauh dari portal polisi. Di atas meja terdapat tas cangklongnya, yang sudah terbuka. Dan apa yang tidak ia harapkan sudah terjembreng diatas meja di samping tas.
“Anda bisa menjelaskan soal ini?” tanya salah seorang polisi sambil menunjuk pada sebuah kaos yang penuh dengan noda darah. Mike mengangguk.
“Itu kaosku.” Ucap Mike. “Aku pergi berburu siang tadi dengan temanku. Mungkin darah hewannya…”
“Bisa kami mengkonfirmasi hal ini? Anda punya kartu lisensi berburu, Tn. Tunner?”
“Ya, ya.” Jawab Mike cepat seraya merogoh saku belakangnya. Sedetik kemudian ia mengeluakran kartu lisensi berburunya, yang masih aktif.
“Anda berburu dengan senapan ini?” tanya polisi lain sambil mengangkat sebuah senapan berburu. Mike cepat-cepat mengangguk membenarkannya.
“Tidak ada masalah, ‘kan, Tuan-tuan?” tanya Mike. “Aku pergi berburu, dan tidak sempat mencuci kaos itu. Aku tidak ada hubungannya dengan pembunuhan yang terjadi di Vicini Lodge. Aku bahkan tidak berada di area itu.”
“Kami hanya ingin memastikan.” Ucap salah seorang polisi. “Sekarang, sebagai formalitas, bisakah Anda mengisi formulir data diri ini. Untuk berkas.”
Mike menghembuskan nafas lega setelah ia selesai dengan segala pertanyaan dan filing berkas-berkas itu. Polisi akhirnya membiarkan dirinya untuk kembali ke mobil, dan melanjutkan perjalanannya. Hujan masih mengguyur dengan deras, dan keadaan sudah semakin larut.
Perjalanan setelah pos penjagaan itu terbilang cukup lancar. Mike tidak terlalu mengebut dalam keadaan hujan. Dan konsentrasinya sempat buyar saat ponselnya berdering. Telepon dari Jana, istrinya.
“Hai! Aku dalam perjalanan pulang.” Ucap Mike.
“Kau baik-baik saja? Kenapa sampai selarut…”
“Kujelaskan di rumah nanti, oke?” ucap Mike. “Jalanan licin. Aku tidak mau terperosok ke jurang.”
“Hati-hati!”
Sidah ada dua tahun lebih Mike dan keluarganya tinggal di Backlot. Sebuah kota kecil yang asri, dan menyenangkan. Sebelumnya mereka tinggal di Immortalegre. Sebuah kota industrial yang tidak terlalu menyehatkan karena ada terlalu banyak asap dari pabrik.
Mike tinggal bersama dengan istrinya, Jana, yang sudah menjadi pasangan hidupnya sejak lama. Dan hal baiknya, ia masih mencintai wanita itu. Jana menjadi ibu yang baik bagi Josh dan Mike kecil. Kedua putranya itu masih ada dalam usia yang cukup muda. Josh, yang tertua, berusia 7 tahun, dan Mike kecil berusia 5 tahun. Mungkin hanya ketiga orang itulah yang dapat selalu memberikan kekuatan bagi Mike untuk terus dapat bertahan dengan pekerjaannya. Bukan sebuah pekerjaan yang menghasilkan cukup banyak uang, namun cukup untuk menghidupi ketiga orang yang ia sayangi itu. Ia harus berkendara puluhan kilo setiap hari untuk pergi bekerja. Dan rasa lelahnya selalu terobati dengan tawa manis dari Josh dan Mike kecil.
Mike tiba di rumah tepat pukul dua belas malam. Jana membukakan pintu untuknya, dan langsung memberikan handuk untuk mengeringkan rambut dan wajah Mike yang basah.
“Apa yang terjadi?” tanya Jana seketika. Ia sudah menyiapkan secangkir kopi panas untuk suaminya.
“Pos polisi.” Jawab Mike. “Ada patroli, dan keadaannya jadi macet. Itu sebabnya aku pulang terlambat. Oh! Mungkin sudah ada tiga jam aku berhenti di tengah-tengah kemacetan. Aku sempat tertidur.”
“Apa yang polisi lakukan?”
“Mereka melakukan pemeriksaan, atas kasus yang baru saja terjadi. Ada pembunuhan di Vicini Lodge, dekat jalan tol 68. Dan katanya pelaku terakhir kali terlihat melewati jalur tengah hutan itu.”
“Mereka belum menemukan pembunuh itu?”
“Mungkin belum.” Ucap Mike. Ia kemudian duduk di kursi dapur, dan mulai menyeruput kopi panasnya. Seketika, segala rasa lelahnya menghilang seperti asap.
“Sayang aku tidak bisa mengobrol dengan mereka. Mereka sudah tidur?”
“Beberapa jam yang lalu.” Jawab Jana. “Kau terlihat lelah, sayang. Kau mau kusiapkan air hangat untuk mandi? Kau harus segera beristirahat.”
“Ide yang bagus.” Jawab Mike tanpa pikir panjang.
Mike dan Jana naik ke atas tempat tidur saat jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Besok adalah hari Sabtu. Dan Mike tidak harus pergi ke kantor di hari itu. Di dalam kepalanya, ia sudah mendapatkan rencana-rencana unik yang akan ia lakukan bersama dengan kedua putra kecilnya itu. Dengan pikiran yang tenang, Mike pun tertidur.

**

Jana terbangun seketika, saat ia sadari bahwa tubuh suaminya sudah tidak ada disampingnya. Ia membuka kedua matanya dalam keadaan remang kamar yang hanya diterangi oleh sebuah lampu meja. Ia sadari pula bahwa hujan masih membabi buat di luar sana. Dengan petir yang kadang menyambar, memberikan cahaya terang selama beberapa detik yang kemudian disusul dengan suara guntur.
Jane mengangkat tubuhnya ke posisi duduk. Ia lihat jarum jam menunjukkan pukul 3.15. jam yang aneh baginya untuk bangun di hari sepagi itu. Namun entah kenapa, ia merasa seperti ada yang aneh.
“Mike?” serunya memanggil Mike. Dan beberapa detik kemudian, terdengar derap langkah cepat menaiki tangga menuju lantai dua. Dan Mike muncul di pintu kamar dengan raut wajah yang tidak dapat dijelaskan. Raut wajah panik, penuh ketakutan yang tidak biasa. Dan anehnya lagi, baju yang Mike pakai basah.
“Mike, apa yang kau…”
“Ssstt!!” Mike mendesis sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, meminta istrinya itu untuk diam. Jana semakin tidak mengerti.
“Ada apa?” bisiknya. Mike terlihat bingung. Ia menoleh ke kanan dan kekiri, bergerak cepat ke jendela, melongok keluar, lalu kembali lagi ke arah tempat tidur. Kedua matanya terlihat bergerak jalang, yang pada akhirnya mendarat pada wajah istrinya.
“Ada yang aneh.” Ucapnya dengan nada lirih. “Kurasa ada pencuri yang berusaha masuk ke rumah ini.”
“Apa?!” Jana terpekik. Namun seketika ia tutup mulutnya. Pandangan matanya menyorot pada wajah Mike.
“Mike? Kau yakin?”
“Ya, ya. Aku yakin.” Jawab Mike dengan nada tak biasa. “Aku mendengarnya. Langkah kaki diluar. Saat aku tertidur…”
“Bagaimana mung…”
“Aku merasakannya.” Potong Mike. “Aku turun ke dapur untuk minum, dan aku mendengar suara-suara bergemerisik di luar rumah. Kukira karena hujan, tapi…, tidak. Aku sempat melihat bayangan melintas lewat di jendela. Kurasa memang ada yang berusaha untuk masuk.”
Jana tidak tahu apa yang harus ia ucapkan. Cerita Mike barusan membuatnya bergidik ngeri, dan seketika ia khawatir dengan keadaan kedua putranya.
“Mereka baik-baik saja.” Ucap Mike. “Aku baru saja dari kamar mereka.”
“Dan kenapa kau basah?”
“Aku sempat keluar, untuk memeriksa.”
“Kau menemukan sesuatu? Sosok itu?”
Mike menggelengkan kepalanya. Dari caranya memandang, Jana tahu bahwa Mike tidak mengada-ada. Mungkin memang ada yang ingin membobol masuk rumah mereka.
Jana tahu, bahwa di kota kecil ini segala sesuatunya bisa terjadi. Backlot sudah cukup terkenal sebagai kota yang terpencil, dan tindak kriminalitas sering sekali terjadi. Rasanya tidak aneh jika memang ada pencuri yang ingin masuk ke dalam rumah.
“Aku melihat jejak kakinya.” Ucap Mike. “Sosok itu mengelilingi rumah. Aku tidak…”
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Jana. “Kita hubungi polisi, dan menjelaskan masalh ini.”
Mike sepertinya setuju dengan ide itu. Beberapa detik kemudian, ia menyambar ggang telepon. Dan tidak lebih dari lima belas menit kemudian, satu mobil patroli datang dan berhenti tepat di depan rumah Mike. Dua anggota polisi mereka persilahkan masuk, dan Mike mulai menjelaskan apa yang ia lihat.
“Kami akan memeriksa keadaan sekitar.” Ucap salah satu anggota polisi. “Anda berdua tenang saja.”
Mike dan Jana hanya dapat duduk di ruang tamu sambil menunggu hasil dari penyelidikan polisi. Josh dan Mike kecil terbangun, dan ikut duduk dengan mereka.
“Ibu, ada apa?” tanya Josh. Jana berusaha sebisa mungkin untuk menjelaskan apa yang terjadi, tanpa harus membuat kedua putranya ketakutan.
“Anda temukan sesuatu, opsir?” tanya Mike seketika saat dua polisi itu kembali masuk ke dalam rumah.
“Kami menemukan jejak di sekitar rumah. Masih baru. Dan hujan belum sepenuhnya berhenti.” Ucap petugas itu. “Anda beruntung, Tn. Tunner. Mungkin pencuri itu membatalkan niatnya.”
“Mungkin dia masih ada di luar sana.” Ucap Mike ketakutan. “Kumohon, Tuan-tuan! Periksa…”
“Kami sudah memeriksa cukup jauh, Tn. Tunner.” Ucap polisi itu. “Tapi jejaknya berakhir di halaman belakang. Kami juga melihat ada bekas kaki telanjang penuh lumpur di teras belakang...”
“Itu aku.” Ucap Mike cepat. “Aku berusaha mencari tahu apa yang terjadi.”
Keadaannya kini cukup ganjil. Siapa sebenarnya sosok yang berkeliaran di luar rumah itu? Apakah memang benar pencuri, atau seseorang yang berusaha untuk memata-matai keluarga Tunner? Polisi pergi tanpa memberikan kesimpulan yang jelas. Namun mereka bersedia untuk kembali lagi jika ada sesuatu.
Mike dan ketiga orang yang ia cintai duduk di meja makan. Hari sudah pagi, dan mereka tidak bisa kembali tidur. Hingga pukul enam, mereka duduk dan membicarakan apa yang sudah terjadi. Josh dan si kecil Mike sepertinya tidak begitu terpengaruh dengan cerita mengerikan itu.
“Ini serius.” Ucap Mike berbisik. “Kemarin, ada pembunuhan di Vicini Lodge. Dan pembunuhnya belum tertangkap. Bagaimana jika apa yang kulihat semalam…”
“Mike, kau membuatku takut.” Ucap Jana cepat. “Jangan mengada-ada.”
“Tidak, bukan begitu. Maksudku…, ada kemungkinannya…”
“Kurasa kita harus menyerahkan masalah ini pada polisi.” Ucap Jana memberikan usulan. Entah Mike mau menerimanya atau tidak, Jana tidak tahu. Mike hanya mengangguk kecil, dengan sorot mata melyang-layang.
Akhir pekan terlihat cukup menyenangkan, meski tanah di sekitar rumah mereka masah oleh hujan kemarin malam. Namun matahari bersinar dengan cerah di Backlot. Banyak anggota keluarga yang pergi ke taman, bermain dengan anak-anak mereka. Jana memutuskan untuk tinggal di rumah sambil menyiapkan masakan. Josh dan Mike kecil sepertinya juga tidak mau pergi keluar.
Mike duduk di meja makan, sambil membaca koran pagi. Di koran itu disebutkan lagi mengenai pembunuhan di Vicini Lodge yang masih menjadi misteri. Korban bernama Luiz Fernandes, usia 27 tahun, seorang anggota perburuan di kota terdekat. Luiz tewas dengan luka bekas hantaman benda tumpul di kepala, dengan lengan patah di sebelah kiri. Darah berceceran di dalam lodge yang Fernandes tempati. Polisi masih melakukan penyelidikan.
“Aku tidak mau membayangkannya.” Ucap Jana saat Mike meminta pendapat mengenai kasus di Vicini Lodge itu. Jana terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Bukan.
Jana terlalu takut dengan apa yang akan terjadi seandainya pembunuh itu memang adalah sosok semalam. Ia tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi. Untuk pertama kalinya, Jana merasa tidak aman tinggal di kota sekecil itu. Hal yang aneh dapat terjadi begitu saja.
“Tidak mungkin.” Ucap Mike. “Sosok semalam kurasa tidak ada hubungannya dengan kematian di Vicini Lodge. Tidak. Tidak mungkin.”
“Kenapa kau begitu yakin?”
“Entahlah.” Jawab Mike. “Aku hanya merasa…, sedikit aneh dengan hal itu.”
Mike berbicara tanpa makna di menit-menit berikutnya. Yang membuat Jana sedikit mengernyitkan keningnya heran. Ia menganggap bahwa Mike mungkin hanya kelelahan. Keduanya memang belum beristirahat sejak pukul tiga pagi tadi.
Tingkah laku Mike beberapa jam setelah itu semakin membuat Jana menggeleng tidak percaya. Suaminya itu bergerak dengan tidak tenang, mondar-mandir dan beberapa kali naik turun tangga. Jana tahu bahwa ada suatu hal yang mengganggu pikiran suaminya itu. Ia sudah mencoba untuk bertanya, tapi Mike hanya menggelengkan kepalanya.
Kedua putranya, Josh dan Mike kecil, terlihat sama bingung dengan ibunya. Mereka tahu bahwa ayah mereka sudah menjanjikan akhir pekan yang menarik bagi mereka. Tapi sepertinya ayah mereka lupa akan hal itu.
Jane menarik Mike masuk ke dalam dapur ketika ia sudah tidak betah melihat tingkah lakunya. Jana memandang Mike lekat-lekat, dan mencoba untuk menenangkan pria itu.
“Mike! Apa yang terjadi?” tanya Jana. “Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. Kau…, meskipun kau tidak mengatakannya…”
“Ini aneh.” Ucap Mike cepat. “Aku memang merasa ada yang aneh, Jana. Mengenai kejadian semalam, hujan itu, lalu ada seseorang yang mencoba untuk masuk ke dalam rumah kita, dan kabar mengenai kematian orang itu…”
“Kau yang mengatakannya sendiri, bahwa mungkin dua kejadian itu tidak saling berhubungan.”
“Mungkin.” Ucap Mike.
Mike dengan cepat mencengeramkan kedua tangannya pada lengan Jana, dan memandang wanita itu tepat di kedua matanya. Ada api yang membara di dalam tatapan tajam suaminya itu. Namun Jana tidak tahu kenapa.
“Kau tidak akan percaya dengan apa yang akan kukatakan.” Ucap Mike sedetik kemudian.
“Mengenai terbunuhnya Luiz Fernandes…, sepertinya aku tahu siapa yang membunuh pria itu.”
“Apa?!”
“Ini terdengar gila.”
“Memang.” Balas Jana. “Maksudmu…, kau menyaksikan aksi pembunuhan itu, dan mungkin orang yang datang semalam…”
“Ini hanya kemungkinan.” Ucap Mike. “Tapi aku yakin…, aku memiliki penglihatan aneh ini. Kejadian itu, saat kepala Fernandez mulai terbuka saat benda itu menghantam kepalanya…, aku bisa menyaksikannya di dalam ingatanku. Aku tidak tahu kenapa…, aku…”
“Kenapa kau tidak mengatakannya pada polisi?” tanya Jana. “Mike! Mungkin dengan cara itu mereka dapat menemukan pembunuhnya. Mungkin ada kaitannya dengan orang yang berusaha mencoba masuk semalam. Mike!”
Mike tidak lagi mendengarkan teriakan istrinya. Ia menjadi ling-lung lagi. Ia bergerak berputar-putar di dalam dapur itu, dan sesekali mengucek rambutnya sendiri.
Perhatian kedua orang itu terebut oleh datangnya sebuah mobil, yang berhenti tepat di depan rumah mereka. Sebuah mobil patroli polisi, dimana dua orang petugas muncul dari dalamnya, dan bergerak ke arah teras rumah.
“Selamat pagi, Tn. Tunner!” sapa salah satu petugas polisi.
“Ada yang bisa kami bantu, Tuan-tuan?” tanya Mike dengan sikap sopannya.
“Ya.” Ucap polisi itu. “Mengenai kasus kematian Luiz Fernandez. Kami rasa Anda dapat membantu kami.”
Jana membelalakkan kedua matanya. Ia tidak dapat mempercyai kenyataan bahwa polisi bisa tahu bahwa Mike menjadi saksi atas kasus pembunuhan itu. Bahkan mereka baru saja membicarakannya.
“Oh…” ucap Mike. “Ya. Tentu.” Lanjunya ragu.
“Kami meminta Anda untuk datang ke kantor polisi, sekarang juga. Kami ingin segera menyelesaikan kasus ini.”
“Segala informasi dari Anda akan sangat membantu, Tn. Tunner.” Ucap petugas yang lain.
Tidak ada hal lain lagi yang dapat Mike lakukan saat itu. Dengan hati terbuka, ia bergerak masuk ke dalam mobil patroli, yang segera membawanya ke kantor polisi pusat di kota itu.

**

“Jelaskan pada kami sekali lagi, Tn. Tunner, mengenai keberadaan Anda kemarin siang sekitar pukul satu.”
“Seperti yang sudah kukatakan…” ucap Mike dengan tergesa karena atmosfir di dalam ruangan polisi itu tidak begitu menyenangkan. Ada dua orang polisi yang bertugas bertanya padanya. Dan Mike merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, yang tidak biasa.
“Aku berada di perkumpulan pemburu kemarin siang, berburu dengan teman-temanku.”
“Itu yang dikatakan opsir dari pos penjagaan semalam.” Ucap polisi yang lain. “Dan kami sudah melakukan pemeriksaan mengenai hal itu. Mereka juga katanya menemukan kaos penuh darah di bagasi mobil Anda, Tn. Tunner?”
“Ya.” Jawab Mike. “Darah binatang. Seperti kataku, aku pergi berburu…”
“Maaf, Tn. Tunner.” Potong petugas polisi yang ada di depannya. “Tapi kami sudah melakukan penelusuran dan bertanya pada kawan-kawan anda di perkumpulan itu, dan mengatakan bahwa Anda tidak berada bersama mereka sekitar pukul satu.”
“Mustahil!” teriak Mike. “Aku jelas-jeals bersama mereka, kami memburu rus…”
“Mengenai hal lain, Tn. Tunner.” Potong polisi lain. Mike menghentikan ucapannya seketika.
“Adakah kemungkinan Anda kenal dengan pria bernama Luiz Fernandez?”
“Apa?”
“Jawan pertanyaannya, Tn. Tunner!”
Mike bingung seketika. Pandangannya terlihat tidak tenang, dan ebrgerak dari satu polisi ke polisi yang lain. Ia seperti tengah dihakimi. Atau…, ia sedang di interogasi. Mengenai apa? Keberadaannya kemarin? Apakah polisi mencurigainya sebagai pembunuh Fernandez?
“Kalian tidak…” ucap Mike. “Aku tidak kenal dengan pria bernama Luiz Fernandez. Dan aku tidak ada hubungannya dengan kematian pria itu kemarin.”
“Tapi data yang kami kumpulkan berkata lain, Tn. Tunner.” Ucap polisi yang ada di depan Mike. Polisi itu menatapnya dengan tatapan tajam ke arahnya, terlihat benar-benar mengintimidasi.
“Luiz Fernandez adalah salah satu anggota dari klub Coyote, klub perburuan yang sama dengan Anda. Dan kami mendapatkan data yang mengatakan bahwa hubungan Anda dengan Tn. Fernandez tidak baik akhir-akhir ini. Ya. Anda kenal dengan pria itu.”
“Tidak mungkin!” bantah Mike. “Bagaimana mungkin aku kenal dengan pria itu? Aku bahkan baru mendengar mengenai namanya pagi ini.”
“Dimana Anda kemarin siang, Tn. Tunner?” ulang polisi itu lagi. Jantung Mike melonjak seketika. Ia tahu bahwa saat itu ia berada dalam posisi yang tidak menyenangkan. Polisi mencurigainya.
“Ini sebuah kesalahan.” Ucap Mike seraya bangkit dari tempat duduknya. “Ada kesalahan!”
“Tenang, Tn. Tunner! Kembali duduk!”
“Tidak!” teriak Mike. “Aku tidak membunuh Luiz Fernandez! Kalian salah!”
“Tn. Tunner…”
“Orang itu!” ucap Mike seketika. “Semalam ada orang yang berusaha masuk ke dalam rumahku. Orang itu! Pasti orang itu yang membuat segala kesalahan ini! Dia yang bersalah!”
“Tn. Tunner…”
Mike seketika teriangat dengan Jana dan kedua putranya. Saat ini, mereka sendirian tanpa ada penjagaan di rumah. Dan Mike, mendapatkan insting untuk melindungi orang yang ia cintai.
“Tn. Tunner!”
Mike tidak peduli lagi dengan orang-orang yang ada di dalam kantor polisi itu. Ia bergerak cepat meninggalkan kantor polisi, lalu menyetop sebuah taksi yang kebetulan melintas. Mike segera meminta untuk diantarakan ke rumahnya.
Selama dalam perjalanan, Mike tidak bisa berhenti berpikir mengenai apa yang akan terjadi. Sosok semalam memang benar-benar misterius dan membuatnya terus mengkhawatirkan keadaan keluarganya. Dan kini, ia berada jauh dari Jana dan kedua putranya. Apa yang mungkin terjadi?
Mike segera melompat turun dan berlari ke arah rumah begitu sampai. Dan keadaan yang ia dapatkan membuat jantungnya kembali berdegup kencang. Pintu depan dalam keadaan terbuka, dan beberapa barang di dalam ruang tamunya berserakan.
“Jana!” teriak Mike.
“MIKE!!!”
Teriakan Jana membuat Mike segera berlari menaiki tangga. Ia naik ke lantai dua, mengarah ke koridor, dan ia temukan istrinya berada di ujung koridor, berteriak saat sosok berpakaian hitam berkerudung itu mengangkat sebuah vas yang akan ia hantamkan pada Jana.
“TIDAK!!!” Mike berteriak, seketika melompat dan menubruk sosok berpakaian hitam itu. Keduanya bergelut, mencoba untuk saling menyakiti tanpa tahu apa yang dapat mereka lakukan. Mike mendapatkan pukulan-pukulan telak di wajahnya, cakaran, dan teriakan Jana masih terdengar di telinganya. Apa yang terjadi?
Mike mencoba untuk membalas cakaran-cakaran itu. Kenapa? Kenapa sosok itu mencakarnya? Kenapa tidak memukulnya seperti seorang pria?
Mike melepaskan satu pukulan telak yang mengenai leher sosk hitam itu. Dan seketika, sosok itu tergeletak kaku. Mike terengah-engah setelah pertarungan sengit itu. Kini tiba saatnya untuk melihat, siapa sosok yang berada di balik kerudung hitam itu. Mike menyingkap kerudung itu, dan seketika…
“TIDAK!!”
Wajah Jana terlihat pucat, puneh dengan darah dibawah kerudung hitam itu. Mulutnya penuh dengan darah, saat tenggorokannya hancur terkena pukulan telak dari tangan Mike. Mike berteriak histeris.
“JANA!! TIDAK!!”
Tubuh Mike menggigil seketika. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Kenapa Jana berada di posisi sosok hitam itu?
Terdengar derap langkah cepat menaiki tangga, yang sedetik kemudian tiba di sisi Mike yang masih dalam keadaan tercengang. Terdengar dua suara kecil, penuh ketakutan.
“Ayah?” ucap suara itu. Josh dan Mike kecil berdiri di sisi Mike, dengan wajah pucat pasi. “Apa yang kau lakukan pada ibu?”
“Josh! Mike! Aku…”
Kedua anak kecil itu segera berlari menuruni tangga lagi. Mike mencoba untuk bangkit dan mengejar, namun seketika kepalanya berputar tak karuan. Pandangannya kabur seketika, dan ia dapat melihat sosok hitam itu lagi, berdiri di ujung anak tangga. Suara lirih itu dapat ia dengar dengan jelas.
“Hebat, Michael.” Ucap sosok itu. Suaranya terdengar begitu familiar di telinga Mike, namun Mike tidak dapat mengenalinya.
“Kau melakukan apa yang kuinginkan.”
“SIAPA KAU?” teriak Mike, yang masih berusaha untuk berdiri kembali di atas kedua kakinya. “APA YANG SUDAH KAU….”
“Kau tahu siapa diriku, Mike.” Ucap sosok itu.
“TUNGGU!!”
Sosok itu menghilang seperti asap. Kemana? Mungkin turun ke lantai satu? Mike, dengan sisa kekuatannya mencoba untuk menuruni tangga. Namun ia terantuk kakinya sendiri dan terjerembab, terjatuh, hingga ia bergulung di anak tangga terbawah. Pandangannya masih terlihat kabur dan tidak jelas. Namun sosok hitam itu kini menaunginya. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas.
“Sudah selesai, Michael.”
“TIDAK!!!”
Mike tidak dapat melakukan apapun. Apa yang sudah terjadi benar-benar tidak masuk akal? Ia baru saja menyakiti istrinya sendiri. Apa ini mungkin terjadi? Tapi ia melihat Jana dalam posisi bahaya sebelum ia menyerang sosok hitam itu. Bagaimana mungkin?
Terdengar raungan sirine di luar rumahnya. Polisi? Mungkin polisi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sosok itu…, sosok itu yang mungkin sudah menyakiti Jana. Dan mungkin sosok itu jugalah yang sudah membunuh Luiz Fernandez. Pertanyaannya, apa yang sudah Mike lakukan? Mike tidak dapat mengingat apapun, saat pada akhirnya ia terjerembab, masuk ke dalam alam bawah sadar.

**

Mike membuka keuda matanya. Ya. Pandangan matanya sudah tidak kabur lagi. Dan…, dimana dia?
Ia terbangun di dalam sebuah ruangan kecil dengan sebuah pintu yang sepertinya terkunci rapat. Ia terbaring di tempat tidur kecil, di dalam ruangan yang kosong. Ia tidak dapat mendengar suara apapun dari ruangan itu.
Mike sadari bahwa pakaiannya sudah terganti dengan pakaian yang tidak biasa. Dan ia masih tidak tahu dimana dirinya. Hingga akhirnya sebuah suara wanita di luar ruangan membuatnya bangkit dari tempat tidur. Mungkin Jana?
“Hanya sebentar.” Ucap suara wanita itu.
Detik berikutnya, seorang wanita dalam balutan jas putih bergerak masuk ke dalam ruangan sambil membawa semacam clipboard di tangan. Wanita itu terlihat profesional. Dari pakaiannya, mungkin dia adalah seorang dokter.
“Bagaimana keadaanmu, Tn. Tunner?” tanya wanita itu, yang duduk di ujung ruangan, memandang ke arah Mike dengan tatapan serius. Hal pertama yang Mike tanyakan adalah dimana dia berada.
“Anda berada di tempat yang aman, Tn. Tunner.” Ucap wanita itu. “Di tempat dimana Anda bisa mendapatkan segala perawatan yang mungkin Anda butuhkan. Anda berada di tangan profesional.”
“Aku tidak sakit.” Ucap Mike. “Keluargaku…, istriku, Jana.”
Dokter itu memandangnya dengan tatapan serius setelah Mike mengucapkan kata-kata itu. Lembaran kertas di clipboardnya secara perlahan terbuka satu persatu.
“Apa yang Anda ingat mengenai sosok Jana, Tn. Tunner? Mendiang Jana Tunner, yang terbunuh seminggu yang lalu.”
“Tidak!” bentak Mike. “Jana tidak mati! Tidak mungkin.”
Dokter itu masih memandangnya dengan tatapan serius ke arahnya samnil memainkan pena di jarinya.
“Sosok itu…”
“Ah! Mengenai sosok yang sering Anda teriakkan.” Potong dokter itu. “Ceritakan mengenai sosok itu, Tn. Tunner. Apakah sosok itu sering menghampiri Anda disaat Anda sendiri? Sering berbicara pada Anda, mengenai keinginan-keinginannya? Siapa sosok itu, Tn. Tunner?”
Mike meremas-remas rambutnya sendiri. Ia benar-benar tidak tahu siapa sosok itu sebenarnya. Dan segalanya keadaan aneh ini membuatnya benar-benar nyaris gila.
Gila?
Mike mengangkat wajahnya ke arah dokter itu seketika. Ia dapat melihat kartu nama yang tergantung pada dada dokter itu. Dan ia dapat membacanya dengan jelas, satu nama…
‘BACKLOT STATE MENTAL HOSPITAL’
“Tidak! Tidak! Tidak mungkin!”
Mike seketika bangkit dari tempat tidurnya. Ia berputar-putar, mencoba untuk mencari penjelasan mengenai hal yang membingungkan itu. Kenapa? Kenapa ia berada di dalam kamar rumah sakit jiwa? Apa yang sebenarnya terjadi?
“Aku tidak gila!” teriakknya.
Dokter itu terlihat menuliskan sesuatu pada clipboard yang ia bawa. Dan sedetik kemudian, ia bangkit dari kursinya dan mengarah ke pintu. Sebelum Mike dapat melakukan apapun, pintu itu sudah tertutup lagi. Terkunci dari luar.
“Bagaimana, Dr. Handerson?” tanya salah seorang polisi yang sudah menunggunya di luar ruangan Mike.
“Dia memiliki halusinasi mengenai sosok hitam ini. Yang sering ia teriakkan dalam tidurnya, dan berdasarkan dari laporan polisi, ia juga mengatakan mengenai sosok ini pada polisi?”
“Sosok yang berusaha masuk ke dalam rumahnya sehari sebelum tragedi itu terjadi.” Ucap polisi itu. “Tidak salah lagi, Michael Tunner adalah pembunuh dari Luiz Fernandes. Ada potongan rambut, dan sidik jari Tunner di Vicini Lodge, di TKP. Tidak salah lagi. Dan ia juga yang sudah membunuh istirnya sendiri, dengan perilaku ‘aneh’nya, mengenai sosok hitam itu.”
“Dia melakukannya tanpa sadar.” Ucap dokter itu. “Hal itu bisa terjadi dalam beberapa kasus penyakit jiwa yang berat. Mungkin dia memiliki kepribadian lain, yang tidak ia sadari. Yang termanifestasi dalam wujud ‘sosok hitam’, yang sering ia ucapkan.”
“Bagaimanapun, dia adalah tersangka.” Ucap polisi itu. “Bagaimana, Dr. Henderson? Dia siap untuk menjalani persidangan?”
“Sebaiknya kita tunggu perkembangan selanjutnya.”

Langkah dokter dan petugas polisi itu pun menghilang. Dan Mike, kembali berada dalam kesendiriannya. Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Jana, istrinya, sudah meninggal. Bagaimana mungkin? Apakah ia memang orang yang melakukan semua itu?
“Kau menyesalinya, Michael?” tanya sebuah suara. Mike mengangkat wajahnya seketika, dan mendapati sosok hitam itu sudah berdiri di depannya.
“Aku adalah bagian dari sisi tergelapmu, Michael Tunner.” Ucap sosok itu. Sosok itu kemudian mengangkat tangannya, dan membuka tudung yang ia kenakan. Dan Mike dapat melihat, wajah yang begitu familiar itu menyeringai ke arahnya. Wajahnya sendiri.
“Aku sisi lain dari kehidupanmu.”

****

No comments:

Post a Comment