Mike tersentak, terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk yang
baru saja ia alami membuat keadaan yang sedang ia hadapi semakin buruk. Ia
sadari bahwa ia masih berada di dalam mobil dalam perjalanan malamnya. Yang
membuatnya jengkel adalah keadaan macet yang harus ia hadapi. Ia sebenarnya
berada di sebuah jalan tepi kota, yang membelah hutan. Biasanya jalanan ini
sepi. Namun karena suatu alasan, kini belasan kendaraan berhenti dan saling
berdesakan. Suara-suara klakson terdengar dari segala penjuru. Jika semua hal itu
tidak membuat Mike frustasi, mungkin hujan deras yang turun kala itu bisa
membuatnya meledak marah.
Mike mencoba untuk tidak
tertidur lagi. Ia tajamkan pandangan matanya, menatap ke arah sederet lampu
merah di bagian belakang kendaraan lain. Wiper mobilnya bekerja cepat, menyeka
tetesan air hujan yang mengguyur. Beberapa kali terlihat kilat menyambar.
Membuat keadaan hutan itu terang seketika, yang kemudian diikuti dengan suara
guntur yang menggelegar.
Mike dalam perjalanan
pulangnya ke Backlot. Sebuah kota yang jaraknya hanya sekitar sepuluh kilo dari
tempatnya saat ini. Dan jalur yang ia ambil ini adalah jalur tercepat jika ia
ingin segera pulang. Istri dan dua anaknya menunggu di rumah. Dan Mike sadari,
bahwa jarum jam telah menunjukkan pukul sebelas malam.
Bunyi klakson tidak pernah
berhenti terdengar. Bersamaan dengan hal itu, deretan mobil mulai bergerak maju
perlahan. Mike merasa sedikit bersyukur. Mungkin kemacetan akan segera
berakhir.
Mike akhirnya dapat
mengetahui apa yang sebenarnya membuat kemacetan itu. Ada sebuah operasi yang
dilakukan oleh kepolisian di ujung jalan dekat jembatan. Mike masih belum tahu
apa masalahnya. Dan mungkin ia akan segera tahu.
Salah seorang petugas polisi
dalam seragam hujannya menghadang mobil Mike begitu mike sampai di pos
penjagaan itu. Mike mnurunkan kaca mobilnya, dan memandang serius ke arah wajah
polisi yang mendekat ke arahnya.
“Ada masalah, opsir?” tanya
Mike ingin tahu.
“Hanya operasi kecil. Ada
kasus pembunuhan tak jauh dari sini. Vicini Lodge. Dan informasi yang kami
dapat menyebutkan bahwa pelaku terakhir kali terlihat di sekitar area ini. Jadi
kami melakukan sedikit penggeledahan.”
“Aku juga akan digeledah?”
“Tidak perlu khawatir!” ucap
polisi itu. “Boleh aku melihat kartu SIM dan STNK-nya, Tuan?”
Mike melakukan apa yang
petugas itu minta. Ia sempat bergerak keluar dari mobilnya, dan berlindung di
bawah pohon dari siraman air. Meski begitu, ia tetap basah kuyup. Polisi
terlihat menggeledah barang-barangnya yang ada di bagasi. Beberapa menit
kemudian, salah satu polisi bergerak mendatanginya.
“Nama Anda?”
“Michael Tunner.” Jawab
Mike. “Ada masalah dengan…”
“Kami perlu berbicara
sebentar dengan Anda, Tn. Tunner.” Ucap polisi itu. “Bisa ikut kami?”
Mike dibawa ke dalam sebuah
pos kecil yang terletak tak jauh dari portal polisi. Di atas meja terdapat tas
cangklongnya, yang sudah terbuka. Dan apa yang tidak ia harapkan sudah
terjembreng diatas meja di samping tas.
“Anda bisa menjelaskan soal
ini?” tanya salah seorang polisi sambil menunjuk pada sebuah kaos yang penuh
dengan noda darah. Mike mengangguk.
“Itu kaosku.” Ucap Mike.
“Aku pergi berburu siang tadi dengan temanku. Mungkin darah hewannya…”
“Bisa kami mengkonfirmasi
hal ini? Anda punya kartu lisensi berburu, Tn. Tunner?”
“Ya, ya.” Jawab Mike cepat
seraya merogoh saku belakangnya. Sedetik kemudian ia mengeluakran kartu lisensi
berburunya, yang masih aktif.
“Anda berburu dengan senapan
ini?” tanya polisi lain sambil mengangkat sebuah senapan berburu. Mike
cepat-cepat mengangguk membenarkannya.
“Tidak ada masalah, ‘kan,
Tuan-tuan?” tanya Mike. “Aku pergi berburu, dan tidak sempat mencuci kaos itu.
Aku tidak ada hubungannya dengan pembunuhan yang terjadi di Vicini Lodge. Aku
bahkan tidak berada di area itu.”
“Kami hanya ingin
memastikan.” Ucap salah seorang polisi. “Sekarang, sebagai formalitas, bisakah
Anda mengisi formulir data diri ini. Untuk berkas.”
Mike menghembuskan nafas
lega setelah ia selesai dengan segala pertanyaan dan filing berkas-berkas itu.
Polisi akhirnya membiarkan dirinya untuk kembali ke mobil, dan melanjutkan
perjalanannya. Hujan masih mengguyur dengan deras, dan keadaan sudah semakin
larut.
Perjalanan setelah pos
penjagaan itu terbilang cukup lancar. Mike tidak terlalu mengebut dalam keadaan
hujan. Dan konsentrasinya sempat buyar saat ponselnya berdering. Telepon dari
Jana, istrinya.
“Hai! Aku dalam perjalanan
pulang.” Ucap Mike.
“Kau baik-baik saja? Kenapa sampai
selarut…”
“Kujelaskan di rumah nanti,
oke?” ucap Mike. “Jalanan licin. Aku tidak mau terperosok ke jurang.”
“Hati-hati!”
Sidah ada dua tahun lebih
Mike dan keluarganya tinggal di Backlot. Sebuah kota kecil yang asri, dan
menyenangkan. Sebelumnya mereka tinggal di Immortalegre. Sebuah kota industrial
yang tidak terlalu menyehatkan karena ada terlalu banyak asap dari pabrik.
Mike tinggal bersama dengan
istrinya, Jana, yang sudah menjadi pasangan hidupnya sejak lama. Dan hal
baiknya, ia masih mencintai wanita itu. Jana menjadi ibu yang baik bagi Josh
dan Mike kecil. Kedua putranya itu masih ada dalam usia yang cukup muda. Josh,
yang tertua, berusia 7 tahun, dan Mike kecil berusia 5 tahun. Mungkin hanya
ketiga orang itulah yang dapat selalu memberikan kekuatan bagi Mike untuk terus
dapat bertahan dengan pekerjaannya. Bukan sebuah pekerjaan yang menghasilkan
cukup banyak uang, namun cukup untuk menghidupi ketiga orang yang ia sayangi
itu. Ia harus berkendara puluhan kilo setiap hari untuk pergi bekerja. Dan rasa
lelahnya selalu terobati dengan tawa manis dari Josh dan Mike kecil.
Mike tiba di rumah tepat
pukul dua belas malam. Jana membukakan pintu untuknya, dan langsung memberikan
handuk untuk mengeringkan rambut dan wajah Mike yang basah.
“Apa yang terjadi?” tanya
Jana seketika. Ia sudah menyiapkan secangkir kopi panas untuk suaminya.
“Pos polisi.” Jawab Mike.
“Ada patroli, dan keadaannya jadi macet. Itu sebabnya aku pulang terlambat. Oh!
Mungkin sudah ada tiga jam aku berhenti di tengah-tengah kemacetan. Aku sempat
tertidur.”
“Apa yang polisi lakukan?”
“Mereka melakukan
pemeriksaan, atas kasus yang baru saja terjadi. Ada pembunuhan di Vicini Lodge,
dekat jalan tol 68. Dan katanya pelaku terakhir kali terlihat melewati jalur
tengah hutan itu.”
“Mereka belum menemukan
pembunuh itu?”
“Mungkin belum.” Ucap Mike.
Ia kemudian duduk di kursi dapur, dan mulai menyeruput kopi panasnya. Seketika,
segala rasa lelahnya menghilang seperti asap.
“Sayang aku tidak bisa
mengobrol dengan mereka. Mereka sudah tidur?”
“Beberapa jam yang lalu.”
Jawab Jana. “Kau terlihat lelah, sayang. Kau mau kusiapkan air hangat untuk
mandi? Kau harus segera beristirahat.”
“Ide yang bagus.” Jawab Mike
tanpa pikir panjang.
Mike dan Jana naik ke atas
tempat tidur saat jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Besok adalah hari
Sabtu. Dan Mike tidak harus pergi ke kantor di hari itu. Di dalam kepalanya, ia
sudah mendapatkan rencana-rencana unik yang akan ia lakukan bersama dengan
kedua putra kecilnya itu. Dengan pikiran yang tenang, Mike pun tertidur.
**
Jana terbangun seketika,
saat ia sadari bahwa tubuh suaminya sudah tidak ada disampingnya. Ia membuka
kedua matanya dalam keadaan remang kamar yang hanya diterangi oleh sebuah lampu
meja. Ia sadari pula bahwa hujan masih membabi buat di luar sana. Dengan petir
yang kadang menyambar, memberikan cahaya terang selama beberapa detik yang
kemudian disusul dengan suara guntur.
Jane mengangkat tubuhnya ke
posisi duduk. Ia lihat jarum jam menunjukkan pukul 3.15. jam yang aneh baginya
untuk bangun di hari sepagi itu. Namun entah kenapa, ia merasa seperti ada yang
aneh.
“Mike?” serunya memanggil
Mike. Dan beberapa detik kemudian, terdengar derap langkah cepat menaiki tangga
menuju lantai dua. Dan Mike muncul di pintu kamar dengan raut wajah yang tidak
dapat dijelaskan. Raut wajah panik, penuh ketakutan yang tidak biasa. Dan
anehnya lagi, baju yang Mike pakai basah.
“Mike, apa yang kau…”
“Ssstt!!” Mike mendesis
sambil meletakkan telunjuk di bibirnya, meminta istrinya itu untuk diam. Jana
semakin tidak mengerti.
“Ada apa?” bisiknya. Mike
terlihat bingung. Ia menoleh ke kanan dan kekiri, bergerak cepat ke jendela,
melongok keluar, lalu kembali lagi ke arah tempat tidur. Kedua matanya terlihat
bergerak jalang, yang pada akhirnya mendarat pada wajah istrinya.
“Ada yang aneh.” Ucapnya
dengan nada lirih. “Kurasa ada pencuri yang berusaha masuk ke rumah ini.”
“Apa?!” Jana terpekik. Namun
seketika ia tutup mulutnya. Pandangan matanya menyorot pada wajah Mike.
“Mike? Kau yakin?”
“Ya, ya. Aku yakin.” Jawab
Mike dengan nada tak biasa. “Aku mendengarnya. Langkah kaki diluar. Saat aku
tertidur…”
“Bagaimana mung…”
“Aku merasakannya.” Potong
Mike. “Aku turun ke dapur untuk minum, dan aku mendengar suara-suara
bergemerisik di luar rumah. Kukira karena hujan, tapi…, tidak. Aku sempat
melihat bayangan melintas lewat di jendela. Kurasa memang ada yang berusaha
untuk masuk.”
Jana tidak tahu apa yang
harus ia ucapkan. Cerita Mike barusan membuatnya bergidik ngeri, dan seketika
ia khawatir dengan keadaan kedua putranya.
“Mereka baik-baik saja.”
Ucap Mike. “Aku baru saja dari kamar mereka.”
“Dan kenapa kau basah?”
“Aku sempat keluar, untuk
memeriksa.”
“Kau menemukan sesuatu?
Sosok itu?”
Mike menggelengkan
kepalanya. Dari caranya memandang, Jana tahu bahwa Mike tidak mengada-ada.
Mungkin memang ada yang ingin membobol masuk rumah mereka.
Jana tahu, bahwa di kota
kecil ini segala sesuatunya bisa terjadi. Backlot sudah cukup terkenal sebagai
kota yang terpencil, dan tindak kriminalitas sering sekali terjadi. Rasanya
tidak aneh jika memang ada pencuri yang ingin masuk ke dalam rumah.
“Aku melihat jejak kakinya.”
Ucap Mike. “Sosok itu mengelilingi rumah. Aku tidak…”
“Apa yang harus kita
lakukan?” tanya Jana. “Kita hubungi polisi, dan menjelaskan masalh ini.”
Mike sepertinya setuju
dengan ide itu. Beberapa detik kemudian, ia menyambar ggang telepon. Dan tidak
lebih dari lima belas menit kemudian, satu mobil patroli datang dan berhenti
tepat di depan rumah Mike. Dua anggota polisi mereka persilahkan masuk, dan
Mike mulai menjelaskan apa yang ia lihat.
“Kami akan memeriksa keadaan
sekitar.” Ucap salah satu anggota polisi. “Anda berdua tenang saja.”
Mike dan Jana hanya dapat
duduk di ruang tamu sambil menunggu hasil dari penyelidikan polisi. Josh dan
Mike kecil terbangun, dan ikut duduk dengan mereka.
“Ibu, ada apa?” tanya Josh.
Jana berusaha sebisa mungkin untuk menjelaskan apa yang terjadi, tanpa harus
membuat kedua putranya ketakutan.
“Anda temukan sesuatu,
opsir?” tanya Mike seketika saat dua polisi itu kembali masuk ke dalam rumah.
“Kami menemukan jejak di
sekitar rumah. Masih baru. Dan hujan belum sepenuhnya berhenti.” Ucap petugas
itu. “Anda beruntung, Tn. Tunner. Mungkin pencuri itu membatalkan niatnya.”
“Mungkin dia masih ada di
luar sana.” Ucap Mike ketakutan. “Kumohon, Tuan-tuan! Periksa…”
“Kami sudah memeriksa cukup
jauh, Tn. Tunner.” Ucap polisi itu. “Tapi jejaknya berakhir di halaman
belakang. Kami juga melihat ada bekas kaki telanjang penuh lumpur di teras
belakang...”
“Itu aku.” Ucap Mike cepat.
“Aku berusaha mencari tahu apa yang terjadi.”
Keadaannya kini cukup
ganjil. Siapa sebenarnya sosok yang berkeliaran di luar rumah itu? Apakah
memang benar pencuri, atau seseorang yang berusaha untuk memata-matai keluarga
Tunner? Polisi pergi tanpa memberikan kesimpulan yang jelas. Namun mereka
bersedia untuk kembali lagi jika ada sesuatu.
Mike dan ketiga orang yang
ia cintai duduk di meja makan. Hari sudah pagi, dan mereka tidak bisa kembali
tidur. Hingga pukul enam, mereka duduk dan membicarakan apa yang sudah terjadi.
Josh dan si kecil Mike sepertinya tidak begitu terpengaruh dengan cerita
mengerikan itu.
“Ini serius.” Ucap Mike
berbisik. “Kemarin, ada pembunuhan di Vicini Lodge. Dan pembunuhnya belum
tertangkap. Bagaimana jika apa yang kulihat semalam…”
“Mike, kau membuatku takut.”
Ucap Jana cepat. “Jangan mengada-ada.”
“Tidak, bukan begitu.
Maksudku…, ada kemungkinannya…”
“Kurasa kita harus
menyerahkan masalah ini pada polisi.” Ucap Jana memberikan usulan. Entah Mike
mau menerimanya atau tidak, Jana tidak tahu. Mike hanya mengangguk kecil,
dengan sorot mata melyang-layang.
Akhir pekan terlihat cukup
menyenangkan, meski tanah di sekitar rumah mereka masah oleh hujan kemarin
malam. Namun matahari bersinar dengan cerah di Backlot. Banyak anggota keluarga
yang pergi ke taman, bermain dengan anak-anak mereka. Jana memutuskan untuk
tinggal di rumah sambil menyiapkan masakan. Josh dan Mike kecil sepertinya juga
tidak mau pergi keluar.
Mike duduk di meja makan,
sambil membaca koran pagi. Di koran itu disebutkan lagi mengenai pembunuhan di
Vicini Lodge yang masih menjadi misteri. Korban bernama Luiz Fernandes, usia 27
tahun, seorang anggota perburuan di kota terdekat. Luiz tewas dengan luka bekas
hantaman benda tumpul di kepala, dengan lengan patah di sebelah kiri. Darah
berceceran di dalam lodge yang Fernandes tempati. Polisi masih melakukan
penyelidikan.
“Aku tidak mau
membayangkannya.” Ucap Jana saat Mike meminta pendapat mengenai kasus di Vicini
Lodge itu. Jana terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Bukan.
Jana terlalu takut dengan
apa yang akan terjadi seandainya pembunuh itu memang adalah sosok semalam. Ia
tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi. Untuk pertama kalinya, Jana
merasa tidak aman tinggal di kota sekecil itu. Hal yang aneh dapat terjadi
begitu saja.
“Tidak mungkin.” Ucap Mike.
“Sosok semalam kurasa tidak ada hubungannya dengan kematian di Vicini Lodge.
Tidak. Tidak mungkin.”
“Kenapa kau begitu yakin?”
“Entahlah.” Jawab Mike. “Aku
hanya merasa…, sedikit aneh dengan hal itu.”
Mike berbicara tanpa makna
di menit-menit berikutnya. Yang membuat Jana sedikit mengernyitkan keningnya
heran. Ia menganggap bahwa Mike mungkin hanya kelelahan. Keduanya memang belum
beristirahat sejak pukul tiga pagi tadi.
Tingkah laku Mike beberapa
jam setelah itu semakin membuat Jana menggeleng tidak percaya. Suaminya itu
bergerak dengan tidak tenang, mondar-mandir dan beberapa kali naik turun
tangga. Jana tahu bahwa ada suatu hal yang mengganggu pikiran suaminya itu. Ia
sudah mencoba untuk bertanya, tapi Mike hanya menggelengkan kepalanya.
Kedua putranya, Josh dan
Mike kecil, terlihat sama bingung dengan ibunya. Mereka tahu bahwa ayah mereka
sudah menjanjikan akhir pekan yang menarik bagi mereka. Tapi sepertinya ayah
mereka lupa akan hal itu.
Jane menarik Mike masuk ke
dalam dapur ketika ia sudah tidak betah melihat tingkah lakunya. Jana memandang
Mike lekat-lekat, dan mencoba untuk menenangkan pria itu.
“Mike! Apa yang terjadi?”
tanya Jana. “Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. Kau…, meskipun kau tidak
mengatakannya…”
“Ini aneh.” Ucap Mike cepat.
“Aku memang merasa ada yang aneh, Jana. Mengenai kejadian semalam, hujan itu,
lalu ada seseorang yang mencoba untuk masuk ke dalam rumah kita, dan kabar
mengenai kematian orang itu…”
“Kau yang mengatakannya
sendiri, bahwa mungkin dua kejadian itu tidak saling berhubungan.”
“Mungkin.” Ucap Mike.
Mike dengan cepat
mencengeramkan kedua tangannya pada lengan Jana, dan memandang wanita itu tepat
di kedua matanya. Ada api yang membara di dalam tatapan tajam suaminya itu.
Namun Jana tidak tahu kenapa.
“Kau tidak akan percaya
dengan apa yang akan kukatakan.” Ucap Mike sedetik kemudian.
“Mengenai terbunuhnya Luiz
Fernandes…, sepertinya aku tahu siapa yang membunuh pria itu.”
“Apa?!”
“Ini terdengar gila.”
“Memang.” Balas Jana.
“Maksudmu…, kau menyaksikan aksi pembunuhan itu, dan mungkin orang yang datang
semalam…”
“Ini hanya kemungkinan.”
Ucap Mike. “Tapi aku yakin…, aku memiliki penglihatan aneh ini. Kejadian itu,
saat kepala Fernandez mulai terbuka saat benda itu menghantam kepalanya…, aku
bisa menyaksikannya di dalam ingatanku. Aku tidak tahu kenapa…, aku…”
“Kenapa kau tidak
mengatakannya pada polisi?” tanya Jana. “Mike! Mungkin dengan cara itu mereka
dapat menemukan pembunuhnya. Mungkin ada kaitannya dengan orang yang berusaha
mencoba masuk semalam. Mike!”
Mike tidak lagi mendengarkan
teriakan istrinya. Ia menjadi ling-lung lagi. Ia bergerak berputar-putar di
dalam dapur itu, dan sesekali mengucek rambutnya sendiri.
Perhatian kedua orang itu
terebut oleh datangnya sebuah mobil, yang berhenti tepat di depan rumah mereka.
Sebuah mobil patroli polisi, dimana dua orang petugas muncul dari dalamnya, dan
bergerak ke arah teras rumah.
“Selamat pagi, Tn. Tunner!”
sapa salah satu petugas polisi.
“Ada yang bisa kami bantu,
Tuan-tuan?” tanya Mike dengan sikap sopannya.
“Ya.” Ucap polisi itu.
“Mengenai kasus kematian Luiz Fernandez. Kami rasa Anda dapat membantu kami.”
Jana membelalakkan kedua
matanya. Ia tidak dapat mempercyai kenyataan bahwa polisi bisa tahu bahwa Mike
menjadi saksi atas kasus pembunuhan itu. Bahkan mereka baru saja
membicarakannya.
“Oh…” ucap Mike. “Ya.
Tentu.” Lanjunya ragu.
“Kami meminta Anda untuk
datang ke kantor polisi, sekarang juga. Kami ingin segera menyelesaikan kasus
ini.”
“Segala informasi dari Anda
akan sangat membantu, Tn. Tunner.” Ucap petugas yang lain.
Tidak ada hal lain lagi yang
dapat Mike lakukan saat itu. Dengan hati terbuka, ia bergerak masuk ke dalam
mobil patroli, yang segera membawanya ke kantor polisi pusat di kota itu.
**
“Jelaskan pada kami sekali
lagi, Tn. Tunner, mengenai keberadaan Anda kemarin siang sekitar pukul satu.”
“Seperti yang sudah
kukatakan…” ucap Mike dengan tergesa karena atmosfir di dalam ruangan polisi itu
tidak begitu menyenangkan. Ada dua orang polisi yang bertugas bertanya padanya.
Dan Mike merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, yang tidak biasa.
“Aku berada di perkumpulan
pemburu kemarin siang, berburu dengan teman-temanku.”
“Itu yang dikatakan opsir
dari pos penjagaan semalam.” Ucap polisi yang lain. “Dan kami sudah melakukan
pemeriksaan mengenai hal itu. Mereka juga katanya menemukan kaos penuh darah di
bagasi mobil Anda, Tn. Tunner?”
“Ya.” Jawab Mike. “Darah
binatang. Seperti kataku, aku pergi berburu…”
“Maaf, Tn. Tunner.” Potong
petugas polisi yang ada di depannya. “Tapi kami sudah melakukan penelusuran dan
bertanya pada kawan-kawan anda di perkumpulan itu, dan mengatakan bahwa Anda
tidak berada bersama mereka sekitar pukul satu.”
“Mustahil!” teriak Mike.
“Aku jelas-jeals bersama mereka, kami memburu rus…”
“Mengenai hal lain, Tn.
Tunner.” Potong polisi lain. Mike menghentikan ucapannya seketika.
“Adakah kemungkinan Anda
kenal dengan pria bernama Luiz Fernandez?”
“Apa?”
“Jawan pertanyaannya, Tn. Tunner!”
Mike bingung seketika.
Pandangannya terlihat tidak tenang, dan ebrgerak dari satu polisi ke polisi
yang lain. Ia seperti tengah dihakimi. Atau…, ia sedang di interogasi. Mengenai
apa? Keberadaannya kemarin? Apakah polisi mencurigainya sebagai pembunuh
Fernandez?
“Kalian tidak…” ucap Mike.
“Aku tidak kenal dengan pria bernama Luiz Fernandez. Dan aku tidak ada
hubungannya dengan kematian pria itu kemarin.”
“Tapi data yang kami
kumpulkan berkata lain, Tn. Tunner.” Ucap polisi yang ada di depan Mike. Polisi
itu menatapnya dengan tatapan tajam ke arahnya, terlihat benar-benar
mengintimidasi.
“Luiz Fernandez adalah salah
satu anggota dari klub Coyote, klub perburuan yang sama dengan Anda. Dan kami
mendapatkan data yang mengatakan bahwa hubungan Anda dengan Tn. Fernandez tidak
baik akhir-akhir ini. Ya. Anda kenal dengan pria itu.”
“Tidak mungkin!” bantah
Mike. “Bagaimana mungkin aku kenal dengan pria itu? Aku bahkan baru mendengar
mengenai namanya pagi ini.”
“Dimana Anda kemarin siang,
Tn. Tunner?” ulang polisi itu lagi. Jantung Mike melonjak seketika. Ia tahu
bahwa saat itu ia berada dalam posisi yang tidak menyenangkan. Polisi
mencurigainya.
“Ini sebuah kesalahan.” Ucap
Mike seraya bangkit dari tempat duduknya. “Ada kesalahan!”
“Tenang, Tn. Tunner! Kembali
duduk!”
“Tidak!” teriak Mike. “Aku
tidak membunuh Luiz Fernandez! Kalian salah!”
“Tn. Tunner…”
“Orang itu!” ucap Mike
seketika. “Semalam ada orang yang berusaha masuk ke dalam rumahku. Orang itu!
Pasti orang itu yang membuat segala kesalahan ini! Dia yang bersalah!”
“Tn. Tunner…”
Mike seketika teriangat
dengan Jana dan kedua putranya. Saat ini, mereka sendirian tanpa ada penjagaan
di rumah. Dan Mike, mendapatkan insting untuk melindungi orang yang ia cintai.
“Tn. Tunner!”
Mike tidak peduli lagi
dengan orang-orang yang ada di dalam kantor polisi itu. Ia bergerak cepat
meninggalkan kantor polisi, lalu menyetop sebuah taksi yang kebetulan melintas.
Mike segera meminta untuk diantarakan ke rumahnya.
Selama dalam perjalanan,
Mike tidak bisa berhenti berpikir mengenai apa yang akan terjadi. Sosok semalam
memang benar-benar misterius dan membuatnya terus mengkhawatirkan keadaan
keluarganya. Dan kini, ia berada jauh dari Jana dan kedua putranya. Apa yang
mungkin terjadi?
Mike segera melompat turun
dan berlari ke arah rumah begitu sampai. Dan keadaan yang ia dapatkan membuat
jantungnya kembali berdegup kencang. Pintu depan dalam keadaan terbuka, dan
beberapa barang di dalam ruang tamunya berserakan.
“Jana!” teriak Mike.
“MIKE!!!”
Teriakan Jana membuat Mike
segera berlari menaiki tangga. Ia naik ke lantai dua, mengarah ke koridor, dan
ia temukan istrinya berada di ujung koridor, berteriak saat sosok berpakaian
hitam berkerudung itu mengangkat sebuah vas yang akan ia hantamkan pada Jana.
“TIDAK!!!” Mike berteriak,
seketika melompat dan menubruk sosok berpakaian hitam itu. Keduanya bergelut,
mencoba untuk saling menyakiti tanpa tahu apa yang dapat mereka lakukan. Mike
mendapatkan pukulan-pukulan telak di wajahnya, cakaran, dan teriakan Jana masih
terdengar di telinganya. Apa yang terjadi?
Mike mencoba untuk membalas
cakaran-cakaran itu. Kenapa? Kenapa sosok itu mencakarnya? Kenapa tidak
memukulnya seperti seorang pria?
Mike melepaskan satu pukulan
telak yang mengenai leher sosk hitam itu. Dan seketika, sosok itu tergeletak
kaku. Mike terengah-engah setelah pertarungan sengit itu. Kini tiba saatnya
untuk melihat, siapa sosok yang berada di balik kerudung hitam itu. Mike
menyingkap kerudung itu, dan seketika…
“TIDAK!!”
Wajah Jana terlihat pucat,
puneh dengan darah dibawah kerudung hitam itu. Mulutnya penuh dengan darah,
saat tenggorokannya hancur terkena pukulan telak dari tangan Mike. Mike
berteriak histeris.
“JANA!! TIDAK!!”
Tubuh Mike menggigil
seketika. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Kenapa Jana berada di posisi sosok hitam
itu?
Terdengar derap langkah
cepat menaiki tangga, yang sedetik kemudian tiba di sisi Mike yang masih dalam
keadaan tercengang. Terdengar dua suara kecil, penuh ketakutan.
“Ayah?” ucap suara itu. Josh
dan Mike kecil berdiri di sisi Mike, dengan wajah pucat pasi. “Apa yang kau
lakukan pada ibu?”
“Josh! Mike! Aku…”
Kedua anak kecil itu segera
berlari menuruni tangga lagi. Mike mencoba untuk bangkit dan mengejar, namun
seketika kepalanya berputar tak karuan. Pandangannya kabur seketika, dan ia
dapat melihat sosok hitam itu lagi, berdiri di ujung anak tangga. Suara lirih
itu dapat ia dengar dengan jelas.
“Hebat, Michael.” Ucap sosok
itu. Suaranya terdengar begitu familiar di telinga Mike, namun Mike tidak dapat
mengenalinya.
“Kau melakukan apa yang
kuinginkan.”
“SIAPA KAU?” teriak Mike,
yang masih berusaha untuk berdiri kembali di atas kedua kakinya. “APA YANG
SUDAH KAU….”
“Kau tahu siapa diriku,
Mike.” Ucap sosok itu.
“TUNGGU!!”
Sosok itu menghilang seperti
asap. Kemana? Mungkin turun ke lantai satu? Mike, dengan sisa kekuatannya
mencoba untuk menuruni tangga. Namun ia terantuk kakinya sendiri dan
terjerembab, terjatuh, hingga ia bergulung di anak tangga terbawah.
Pandangannya masih terlihat kabur dan tidak jelas. Namun sosok hitam itu kini
menaunginya. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas.
“Sudah selesai, Michael.”
“TIDAK!!!”
Mike tidak dapat melakukan
apapun. Apa yang sudah terjadi benar-benar tidak masuk akal? Ia baru saja menyakiti
istrinya sendiri. Apa ini mungkin terjadi? Tapi ia melihat Jana dalam posisi
bahaya sebelum ia menyerang sosok hitam itu. Bagaimana mungkin?
Terdengar raungan sirine di
luar rumahnya. Polisi? Mungkin polisi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sosok
itu…, sosok itu yang mungkin sudah menyakiti Jana. Dan mungkin sosok itu
jugalah yang sudah membunuh Luiz Fernandez. Pertanyaannya, apa yang sudah Mike
lakukan? Mike tidak dapat mengingat apapun, saat pada akhirnya ia terjerembab,
masuk ke dalam alam bawah sadar.
**
Mike membuka keuda matanya.
Ya. Pandangan matanya sudah tidak kabur lagi. Dan…, dimana dia?
Ia terbangun di dalam sebuah
ruangan kecil dengan sebuah pintu yang sepertinya terkunci rapat. Ia terbaring
di tempat tidur kecil, di dalam ruangan yang kosong. Ia tidak dapat mendengar
suara apapun dari ruangan itu.
Mike sadari bahwa pakaiannya
sudah terganti dengan pakaian yang tidak biasa. Dan ia masih tidak tahu dimana
dirinya. Hingga akhirnya sebuah suara wanita di luar ruangan membuatnya bangkit
dari tempat tidur. Mungkin Jana?
“Hanya sebentar.” Ucap suara
wanita itu.
Detik berikutnya, seorang
wanita dalam balutan jas putih bergerak masuk ke dalam ruangan sambil membawa
semacam clipboard di tangan. Wanita itu terlihat profesional. Dari pakaiannya,
mungkin dia adalah seorang dokter.
“Bagaimana keadaanmu, Tn.
Tunner?” tanya wanita itu, yang duduk di ujung ruangan, memandang ke arah Mike
dengan tatapan serius. Hal pertama yang Mike tanyakan adalah dimana dia berada.
“Anda berada di tempat yang
aman, Tn. Tunner.” Ucap wanita itu. “Di tempat dimana Anda bisa mendapatkan
segala perawatan yang mungkin Anda butuhkan. Anda berada di tangan
profesional.”
“Aku tidak sakit.” Ucap
Mike. “Keluargaku…, istriku, Jana.”
Dokter itu memandangnya
dengan tatapan serius setelah Mike mengucapkan kata-kata itu. Lembaran kertas
di clipboardnya secara perlahan terbuka satu persatu.
“Apa yang Anda ingat
mengenai sosok Jana, Tn. Tunner? Mendiang Jana Tunner, yang terbunuh seminggu
yang lalu.”
“Tidak!” bentak Mike. “Jana
tidak mati! Tidak mungkin.”
Dokter itu masih
memandangnya dengan tatapan serius ke arahnya samnil memainkan pena di jarinya.
“Sosok itu…”
“Ah! Mengenai sosok yang
sering Anda teriakkan.” Potong dokter itu. “Ceritakan mengenai sosok itu, Tn.
Tunner. Apakah sosok itu sering menghampiri Anda disaat Anda sendiri? Sering
berbicara pada Anda, mengenai keinginan-keinginannya? Siapa sosok itu, Tn.
Tunner?”
Mike meremas-remas rambutnya
sendiri. Ia benar-benar tidak tahu siapa sosok itu sebenarnya. Dan segalanya
keadaan aneh ini membuatnya benar-benar nyaris gila.
Gila?
Mike mengangkat wajahnya ke
arah dokter itu seketika. Ia dapat melihat kartu nama yang tergantung pada dada
dokter itu. Dan ia dapat membacanya dengan jelas, satu nama…
‘BACKLOT STATE MENTAL
HOSPITAL’
“Tidak! Tidak! Tidak
mungkin!”
Mike seketika bangkit dari
tempat tidurnya. Ia berputar-putar, mencoba untuk mencari penjelasan mengenai
hal yang membingungkan itu. Kenapa? Kenapa ia berada di dalam kamar rumah sakit
jiwa? Apa yang sebenarnya terjadi?
“Aku tidak gila!”
teriakknya.
Dokter itu terlihat
menuliskan sesuatu pada clipboard yang ia bawa. Dan sedetik kemudian, ia
bangkit dari kursinya dan mengarah ke pintu. Sebelum Mike dapat melakukan
apapun, pintu itu sudah tertutup lagi. Terkunci dari luar.
“Bagaimana, Dr. Handerson?”
tanya salah seorang polisi yang sudah menunggunya di luar ruangan Mike.
“Dia memiliki halusinasi
mengenai sosok hitam ini. Yang sering ia teriakkan dalam tidurnya, dan
berdasarkan dari laporan polisi, ia juga mengatakan mengenai sosok ini pada
polisi?”
“Sosok yang berusaha masuk
ke dalam rumahnya sehari sebelum tragedi itu terjadi.” Ucap polisi itu. “Tidak
salah lagi, Michael Tunner adalah pembunuh dari Luiz Fernandes. Ada potongan
rambut, dan sidik jari Tunner di Vicini Lodge, di TKP. Tidak salah lagi. Dan ia
juga yang sudah membunuh istirnya sendiri, dengan perilaku ‘aneh’nya, mengenai
sosok hitam itu.”
“Dia melakukannya tanpa
sadar.” Ucap dokter itu. “Hal itu bisa terjadi dalam beberapa kasus penyakit
jiwa yang berat. Mungkin dia memiliki kepribadian lain, yang tidak ia sadari.
Yang termanifestasi dalam wujud ‘sosok hitam’, yang sering ia ucapkan.”
“Bagaimanapun, dia adalah
tersangka.” Ucap polisi itu. “Bagaimana, Dr. Henderson? Dia siap untuk
menjalani persidangan?”
“Sebaiknya kita tunggu perkembangan
selanjutnya.”
Langkah dokter dan petugas
polisi itu pun menghilang. Dan Mike, kembali berada dalam kesendiriannya. Apa
yang sebenarnya sudah terjadi? Jana, istrinya, sudah meninggal. Bagaimana
mungkin? Apakah ia memang orang yang melakukan semua itu?
“Kau menyesalinya, Michael?”
tanya sebuah suara. Mike mengangkat wajahnya seketika, dan mendapati sosok
hitam itu sudah berdiri di depannya.
“Aku adalah bagian dari sisi
tergelapmu, Michael Tunner.” Ucap sosok itu. Sosok itu kemudian mengangkat tangannya,
dan membuka tudung yang ia kenakan. Dan Mike dapat melihat, wajah yang begitu
familiar itu menyeringai ke arahnya. Wajahnya sendiri.
“Aku sisi lain dari
kehidupanmu.”
****
No comments:
Post a Comment