Amber tidak bisa tidur lagi malam itu. Untuk yang kesekian
kali, ia selalu terbangun setiap pukul dua dini hari dikarenakan sebuah suara
aneh yang muncul di dalam kamarnya. Sebuah suara berkelotak seperti benda yang
bergerak di lantai, namun hingga detik itu Amber tidak mampu menemukan sumber
suara misterius itu.
Amber bangkit ke posisi
duduk. Di dalam kamar yang gelap, ia mencoba untuk memegang kenyataan bahwa apa
yang ia dengar mungkin hanyalah imajinasinya. Ia memang sering mimpi aneh
selama beberapa minggu terakhir. Semuanya terjadi karena ia terlalu lelah. Ia
bekerja lembur sejak dua minggu yang lalu. Dan ia pergi tidur dengan begitu
banyak masalah di dalam kepalanya.
“Hanya ada di dalam kepalamu, Amber.” Ucap Amber dalam hati, mencoba untuk meyakinkan dirinya
bahwa suara berkelotak itu mungkin bukan suara yang nyata.
Namun untuk memastikannya,
Amber bangkit dari tempat tidur dan menyalakan lampu kamar. Cahaya temaram
seketika berpendar dari lampu meja di samping tempat tidur, menyiram ke seluruh
isi kamar apartemennya. Yang terlihat hanyalah beberapa barang biasa di sudut
kamar, ada jaekt di gantungan baju, dan sepatu-sepatunya di sisi ruangan yang
lain. Amber masih mencoba menebak-nebak apa yang membuat suara berkelotak
setiap malam itu.
Ia mencoba menyengggol
beberapa barang yang tergeletak di lantai. Namun tidak ada satupun benda yang
menciptakan suara yang sama dengan apa yang ia dengar. Suara berkelotak, seolah
ada sesuatu yang hidup yang ingin melompat keluar dari sarangnya. Mustahil, pikir Amber. Ia pada akhirnya
mencoba untul melupakan soal suara itu dan kembali ke tempat tidur. Ia matikan
lampu, dan untuk yang kedua kalinya, ia kembali tidur.
Amber mulai menyadari suara
berkelotak itu sejak seminggu yang lalu. Di suatu malam, ia mendapatkan mimpi
yang begitu buruk yang membuatnya terbangun dengan kaos basah oleh keringat
dingin. Di saat yang bersamaan, ia mendengar suara berkelotak itu. Suaranya
terdengar jelas saat Amber masih menutup mata. Namun ketika ia mencoba untuk
bangun, suara itu berhenti dengan seketika. Seolah benda yang membuat suara itu
memiliki mata, dan sadar akan kehadiran Amber.
Amber mencoba untuk tidak
terlalu memikirkannya. Ia beekrja seperti biasa di kantor, dan pulang sekitar
pukul lima sore. Namun kecemasan mengenai suara itu kembali muncul di dadanya
saat ia sedang mengarah ke kamar, ia mendengar suara berkelotak itu lagi dengan
jelas. Ia yakin seratus persen bahwa suara itu berasal dari dalam kamarnya.
Namun ketika ia periksa lagi, tidak ada satupun benda yang bisa menggelinding atau
semacamnya.
Amber sudah mencoba untuk
menceritakan hal ini pada salah satu temannya. Namun ucapan dari mereka
benar-benar tidak membantu. Mereka mengucapkan sesuatu mengenai hal-hal
spiritual yang kenyataannya tidak Amber percayai. Amber bukanlah penggila
horor. Namun tidak dapat ia sangkal bahwa suara berkelotak itu mungkin memang
ada kaitannya dengan sesuatu yang supranatural.
“Kau tidak menyimpan benda
keramat di dalam kamarmu, ‘kan?” tanya salah seroang temanya saat makan siang.
Amber menggeleng.
“Aku tidak ingat aku punya
benda seperti itu.”
“Ada banyak hal yang bisa
menciptakan suara seperti itu. Jika itu benda keramat, mungkin ada roh di
dalamnya yang mencoba untuk keluar. Kau yakin tidak punya benda seperti itu?
Bentuknya bisa berbagai macam. Biasanya topeng etnik dari beberapa negara,…”
“Tidak ada.” Jawab Amber.
Ketika mendengar suara
berkelotak lagi, pikiran Amber langsung terarah pada ucapan temannya. Apakah ia
mempunya benda aneh seperti apa yang disebutkan temannya? Amber mencoba mengingat-ingat.
Ia memang pernah membeli sebuah patung di pameran dengan ahrga yang murah.
Sebuah patung seni yang terlihat aneh. Namun patung itu saat ini berada di
rumahnya di Cherwood, dan tidak bersamanya di kamar apartemen itu.
Amber bangkit dari tempat
tidurnya suatu malam dengan tergesa saat ia mendengar suara berkelotak itu
lagi. karena kurang berhati-hati saat bergerak di dalam kegelapan, ia menabrak
sebuah laci yang terletak di sebelah tempat tidurnya. Amber mengumpat pelan
seraya menarik saklar lampu. Dan begitu cahaya menyiram ruangan itu, Amber
menyadari bahwa kejadian kecil tadi telah membuat tumpukan buku dan majalah
diatas laci berserakan di lantai. Dengan kesal, karena masih mengantuk, Jane
memunguti kembali ceceran kertas dan buku itu. Hingga akhirnya ia menemukan
selembar brosur lama yang terjepit diantara halaman buku.
Sebuah brosur perjalanan
wisata ke La Luna, yang ia lakukan sebulan yang lalu dengan saudaranya. Ia pergi
untuk sekedar refreshing otaknya, pergi ke gunung dan kota tua Morgan, dan…
Kedua mata Amber membelalak
seketika. Mengingat soal kota Morgan, Amber ingat bahwa ia punya satu benda
yang ia dapatkan saat liburan sebulan yang lalu itu. Ia bahkan tidak ingat ia
masih menyimpan benda itu.
Amber bergerak cepat ke arah
lemari pakaiannya, dan menyingkapi tumpukan pakaian yang ada di dalamnya.
Hingga ia menemukan sebuah kalung yang terbuat dari emas putih dan memiliki
liontin batu ebrwarna hijau gelap. Mungkin zamrud. Apakah ia membeli kalung
itu?
Tidak. Amber tidak mempunyai
cukup banyak uang untuk dapat membeli barang dari emas putih dan batu zamrud
seperti itu. Harganya pasti jutaan. Ia mendapatkannya sudah berada di dalam
saku mantel yang ia pakai. Ia tidak tahu siapa yang memasukkannya, dan abru
sadar akan benda itu ketika ia sudah sampai di rumah. Benda yang bernilai harga
tinggi seperti itu membuat Amber sedikit cemas pada awalnya. Bagaimana jika itu
adalah barang curian? Amber berniat untuk menyerahkannya pada polisi, namun ia
lupa dengan benda itu. Hingga detik ini, kalung itu melingkar indah di
permukaan tangannya.
Amber seketika teringat
dengan ucapan temannya mengenai benda keramat. Mungkinkan zamrud itu termasuk
benda keramat? Yang Amber alami hanyalah ganggaun suara berkelotak. Dan ia
belum mendapatkan ancaman yang bisa merenggut nyawanya. Amber rasa, mungkin ia
harus berhati-hati dengan benda itu. Ia meletakkan di atas meja sisi tempat
tidur, sebelum kembali ke atas tempat tidurnya.
Pagi menjelang, dan Amber
harus melakukan rutinitas hariannya seperti biasa. Ketika akan mengambil tas
yang harus ia bawa ke kantor, ia melewati sisi tmepat tidurnya dan melihat
kalung itu masih tergeletak disana. Amber termangu untuk sesaat. Benda itu, tak
lain adalah emas dan zamrud. Apakah akan terlihat bagus dengan blazer yang ia
pakai?
Amber bukanlah tipe orang
yang suka pamer. Namun entah kenapa hari itu ia memiliki keinginan yang besar
untuk menunjukkan kalung zamrud itu pada setiap temannya di kantor. Ia
memakainya di dada. Zamrud itu berwarna senada dengan kedua matanya.
“Darimana kau mendapatkannya?”
tanya salah seorang teman Amber saat melihat kalung itu. Amber seketika merasa
bangga.
“Oh, hadiah dari seseorang.”
Jawab Amber berbohong. “Seseorang yang aku cintai saat di sma.”
“Kau masih pergi dengannya?”
“Kadang.” Jawab Amber,
lagi-lagi berbohong.
Entah karena pengaruh kalung
itu atau apa. Yang jelas, selama ia memakai kalung itu ia merasa begitu
beruntung. Pekerjaannya terselesaikan dengan cepat dan ia mendapat pujian dari
bosnya. Belum lagi ucapan selama dari beberapa karyawan saat ia tiba-tiba saha
dipromosikan menjadi kepala bagian. Sungguh sebuah titik balik yang tidak
pernah Amber bayangkan, bahkan dalam impian terliarnya.
Amber mulai terbiasa memakai
kalung itu. Dan lebih bagusnya lagi, suara berkelotak itu menghilang semenjak
ia mengeluarkan kalung itu dari lemari pakaiannya. Apakah mungkin ada
hubungannya dengan kalung itu? Amber sudah menceritakan soal hal-hal bagus yang
terjadi padanya semenjak ia memakai kalung itu pada temannya. Namun tidak
seperti yang ia kira, temannya itu malah menatap tajam adanya dengan raut penuh
kekhawatiran.
“Aku akan berhati-hati jika
jadi kau.” Ucap Teman Amber. “Sesuatu yang berubah menjadi bagus secara
tiba-tiba, bukanlah pertanda yang baik. Kau tiba-tba beruntung dalam setiap hal
yang kau lakukan, karena kalung itu, ‘kan? Jika kau terus memakai kalung itu,
kau akan mendapatkan hal buruk pada akhirnya.”
Bukan sebuah perbincangan
yang Amber harapkan. Ia mulai tidak suka dengan sikap temannya itu. Ia
mendapatkan kesan bahwa temannya itu mungkin hanya iri karena keberhasilannya
selama ini. Mungkin dari kalung itu? Tapi Amber, dengan naif-nya, masih percaya
bahwa semua hal bagus yang ia dapatkan hanya karena kemampuannya.
Selama sebulan penuh, amber
selalu pergi dengan kalung itu. Bahkan ia memakai kalung itu di rumah. Saat
memasak, membersikah rumah, mandi, bahkan tidur dengan kalung itu. Amber merasa
lebih aman jika ia terus memakai kalung itu di lehernya. Hingga suatu malam,
Amber terbangun lagi pukul dua dini hari saat ia mendengar suara berkelotak itu
lagi.
Amber bangkit dari posisi
tidurnya, dan seketika menyalakan lampu ruangan. Tidak. Ia hanya bermimpi soal
suara berkelotak itu. Suara itu tidak terdengar lagi. namun Amber mulai
meraskan ada yang tidak beres dengan tubuhnya, yang tiba-tiba saja menjadi
panas seperti demam.
“Ouch!” Amber berjingkat
saat ia secara tidak sengaja menyentuh permukaan zamrud yang ada di dadanya.
Zamrud itu menjadi panas dan tidak dapatia sentuh. Kenapa? Apa yang terjadi?
Jantung Amber berdekat
dengan cepat, penuh dengan ketakutan saat rasa panas dari zamrud itu mulai
menjalar ke seluruh tubuhnya. Bukan hanya itu saja. Rantai emas putih itu
tiba-tiba saja bererak dengan sendirinya, dan mencekik leher Amber. Amber
mendendang-nendang siata tempat tidurnya, dengan tangan menggapai-gapai ke arah
lehernya berusaha untuk melepaskan kalung itu. Namun sudah terlambat.
Lampu di kamar berkedip, dan
Amber dapat melihat satu sosok tinggi besar muncul seperti asap tepat di depan
kedua matanya. Satu sosok besar, dengan mata merah yang memandang ke arahnya.
Amber berusaha untuk berteriak, meminta tolong, namun ikatan dari emas putih
itu terlalu kuat. Zamrudnya menjadi semakin panas, dan membekas di dadanya.
Amber terjatuh dari tempat tidur, menghantam tepian meja, dan bergulat di
lantai dengan kalung itu.
“Benda terkutuk…, singkirkan kalung itu!” Amber mendnegar suara-suara di dalam kepalanya.
Suara-suara yang tidak ia kenal, yang asing, dan meminta dirinya untuk
menyingkirkan benda terkutuk itu.
“Benda keramat, Amber…” Amber mendengar suara temannya lagi,yang hingga beberapa hari yang lalu
masih memperingatkannya untuk membuang benda itu jauh-jauh. Namun Amber tidak
mendengarkan usulan temannya itu. Dan kini ia menerima konsekuensi dari apa
yang ia lakukan. Segala hal bagus yang terjadi di kantor, segala hal yang
berkaitan dengan promosi jabatan, kini tidak ada gunanya. Amber mencakar
lehernya sendiri saat mencoba untuk membebaskan diri, namun…
“Tidak!!!” Kedua mata Amber
melotot, saat kekuatan dari cekikan rantai putih itu membawanya ke alam
kematian. Tubuhnya terkulai lemah, dan ia telah menghilang dari dunia ini.
**
Jenazah Amber Morris
ditemukan tiga hari kemudian dengan keadaan membusuk di dalam kamar
apartemennya. Namun dari sekian banyak benda yang dapat polisi selidiki, ada
satu benda yang menghilang. Yang tidak akan pernah disadari oleh polisi.
Kalung Zamrud itu. Kalung
itu telah menghilang dari leher Amber, entah kemana perginya. Kutukan dari
kalung itu telah merenggut puluhan nyawa sejak dua ratus tahun terakhir. Dan
setiap kali memakan korban, kalung itu selalu berpindah tangan.
Jauh di selatan, berjarak
ratusan kilometer dari kamar apartemen Amber, seorang gadis duduk diam di dalam
kereta bawah tanah, santai, sambil mendengarkan musik dari ponselnya. Salah
satu tangannya yang masuk ke dalam saku jaket tiba-tiba saja ia tarik keluar,
dan kalung zamrud hijau itu sudah berada di dalam genggamannya. Wajahnya
menunjukkan sebuah keterkejutan sama seperti Amber. Namun detik berikutnya ada
senyum lebar di wajahnya. Emas putih…, zamrud…, kalung mahal. Apa yang akan
terjadi jika ia bisa memakainya dan memarmerkannya pada teman-teman di
sekolahnya?
****
No comments:
Post a Comment