Thursday, January 14, 2016

BOLA KRISTAL PEMBAWA MIMPI



Rachel tidak bisa tidur lagi. Jika ia ingat, hal ini sudah menjadi hal kesekian kali idmana ia harus terbangun di tengah malam karena mendapatkan mimpi buruk, atau mendapatkan gangguan-gangguan suara dari lantai bawah rumahnya. Ia dengar setiap malam, suara berkelotakan atau suara seperti bola menggelingding di lantai. Namun ketika ia periksa, tidak ada yang berubah dari posisi furnitur atau barang-barang lain di rumahnya.
“Mungkin kau hanya kelelahan.” Ucap James, suaminya. “Kau bekerja terlalu keras, dan kau mulai berpikir macam-macam. Kau seharusnya beristirahat, Rachel.”
“Bagaimana mungkin?” balas Rachel.
Rachel merasa sedikit kesal karena James tidak mau percaya padanya. Ya. Memang sedikit masuk akal mengingat memang tidak ada yang aneh dengan barang-barang di rumahnya. Namun Rachel berani bersumpah bahwa ia yakin suara-suara yang ia dengar di tengah malam itu bukan berasal dari mimpinya. Lalu kenapa? Apakah ia sudah gila?
Rachel sebenarnya bukanlah seorang penakut, dan tidak begitu percaya dengan hal-hal supranatural. Ia bekerja di sebuah rumah jenasah sebagai perias jenasah. Berhadapan dengan kematian sudah bukan hal baru bagi Rachel. Tapi, akhir-akhir ini ia sering mendapat serangan mimpi buruk yang begitu aneh dan juga suara-suara aneh itu. Rachel tidak dapat menjelaskannya. Seingatnya, ia mulai mendapatkan gangguan seperti ini semenjak ia mendapatkan hadiah sebuah bola kristal dari seseorang.
Bola krystal kecil seukuran bola tenis itu kini terpajang di rak ruang tamunya, bersanding dengan pigura-pigura foto. Tidak ada yang aneh dengan bola itu kecuali kenyataan bahwa sang pemimilik sebelumnya adalah seorang cenayang. Beberapa hari setelah mendapatkan gangguna, Rachel semat berpikir, apakah mungkin benda itu yang menyebabkan suara-suara aneh di rumahnya, dan juga bertanggung jawab dengan mimpi-mimpi buruknya?
Mustahil! Tegas Rachel pada pikirannya sendiri. Tidak mungkin bola itu dapat terbang dan menghasilkan suara-suara aneh. Bola kristal itu hanya sebuah benda mati, yang tidak mungkin dapat bergerak sendiri. Lalu, bagaimana ia menjelaskan mengenai suara-suara aneh itu?
Rachel sudah bercerita pada James mengenai segala hal yang ia alami. Mengenai suara-suara itu, dan juga mimpi buruknya. Bahkan, ia juga sudah mengutarakan teorinya mengenai bola kristal itu. Tapi, James malah tertawa padanya.
“Sejak kapan kau mulai mempercayai takhayul?” ucapnya.
Ya. Benar. Rachel memang tidak mempercayainya. Hingga pada suatu hari ia secara tak sengaja menjatuhkan bola kristal itu dari dudukannya ke arah lantai dan…
DUK!
Sebuah suara hantaman ke lantai yang terdengar tak asing keluar. Rachel seketika membelalakkan kedua matanya saat ia mendengar suara hantaman keras ke lantai itu. Ya. Suaranya sama dengan apa yang selalu ia dengar setiap malam.
Rachel meraih bola yang terjatuh itu dengan tangannya, saat ia secara tak sengaja menemukan bekas-bekas goresan di sekitar tempanya berjongkok. Kaki-kaki kursi dan meja, dan juga bagian bawah dinding terlihat bekas hantaman benda. Beberapa goresan yang tak jelas, yang tidak dapat ia jelaskan. Dan seketika Rachel mulai berpikir, apakah bola itu penyebabnya?
Rachel tidak terlalu memikirkannya, dan pergi tidur seperti biasa di suatu malam. Hingga pada akhirnya ia mendapatkan sebuah mimpi buruk lain yang selalu terlihat sama setiap harinya.
Ia seperti tengah berada di dalam sebuah rumah yang terlihat suram dan tak bercahaya di suatu hari yang dipenuhi mendung. Bayangan-bayangan dan furnitur terlihat mengerikan, memenuhi ruangan dimana ia berdiri. Saat itu, ia mendengar suara lirih dari arah lantai dua. Ia mendengar suara gadis kecil tengah bersenandung lirih, menyanyikan sebuah lagu dengan not yang tidak biasa. Terdengar sedikit mengerikan, dan terasa aneh.
Rachel dapat bergerak di dalam mimpinya. Seperti yang sudah ia lakukan di mimpi-mimpi sebelumnya, ia selalu bergerak ke arah tangga dan naik ke lantai dua. Namun setiap kali ia mendekati ruangan dimana gadis kecil itu berada, Rachel selalu terbangun dari tidurnya. Tentu saja, dikarenakan suara-suara hantaman di lantai bawah rumahnya. Rachel sejauh ini belum pernah sampai di ruangan gadis kecil itu berada.
Malam itu Rachel memimpikan hal yang sama. Rumah yang suram, dan juga adanya nyanyian gadis kecil itu. Ia kembali bergerak perlahan, menaiki susunan anak tangga, hingga akhirnya sampai di lantai atas sebuah rumah yang terlihat asing baginya. Suara nyanyian itu masih terdengar jelas, dan semakin terdengar jelas begitu Rachel mendekati ke arah ruangan dimana gadis itu berada.
Rachel biasanya akan terbangun saat ia mencapai ambang pintu kamar itu. Namun malam itu ia tidak terbangun. Ia yang berada di alam mimpi berhasil meraih kenob pintu kamar dimana gadis kecil itu berada. Dan dalam mimpinya, ia putar kenob pintu itu dan membukanya.
Gambaran sebuah kamat terlihat di depan kedua matanya. Sebuah kamar yang suram, terlihat seperti sudah ditinggalkan selama beberapa tahun. Dan ia lihat, seorang gadis kecil duduk membelakanginya. Ia hanya dapat melihat gadis kecil itu dari belakang. Seorang gadis kecil dengan rambut terkepang, dan sepertinya tengah bermain dengan sebuah boneka tua.
Rachel bergerak memasuki kamar, dan mendekati gadis kecil itu. Namun satu hal yang tak terdua terjadi. Gadis kecil itu tiba-tiba saja memutar kepalanya, dan menunjukkan sebuah wajah kosong yang dihiasi dengan sepasang mata hitam yang dengan cepat dapat membekukan tubuh Rachel.
“Tidak!!” Rachel berteriak seketika. Di saat yang bersamaan, ia terlepas dari mimpi buruknya itu dan mendapati dirinya sudah terduduk diatas tempat tidurnya, di kamarnya yang hangat. James berada di sisinya, mengelus lengannya sambil memandang penuh perhatian.
“Kau tidak apa-apa?” tanya James. “Kau mengigau lagi. Apa mimpi itu masih mengganggumu?”
“Ya.” Jawab Rachel.
“Sepertinya kita mencari bantuan, sayang.” Ucap James.
Bantuan yang dimaksudkan oleh James adalah bantuan medis. Rachel sudah bertemu dengan seorang dokter jiwa dan menceritakan semua hal pada dokter itu, mengenai mimpi dan juga suara-suara yang ia dengar setiap malam. Dokter tiu tentu saja tidak percaya dengan hal-hal gaib. Sebagai jawaban, sang dokter memberikan resep obat penenang pada Rachel, dengan harapan Rachel dapat tidur tenang tanpa mendapat gangguan di tidurnya. Tapi…, apakah obat itu berhasil?
Hanya satu hari. Dan di hari berikutnya, Rachel kembali dikejutkan dengan adanya wajah polos dengan mata hitam itu. Gadis itu menyeringai ke arahnya, seolah tengah mengejeknya. Apa yang terjadi? Kenapa Rachel mendapatkan gangguan seperti itu?
“Ini sudah kelewatan, Rachel.” Ucap James di suata malam sesaat setelah rachel terbangun sambil berteriak.
“Kau…, terganggu.”
“Ya.” Jawab Rachel dengan nada sedikit kesal. “Dan kau sama sekali tidak membantuku, James. Kau tidak mengerti dengan apa yang kurasakan.”
“Aku ingin membantu.”
Rachel bangkit dari tempat tidurnya, memakai slippernya dan bergerak keluar dari kamar. Ia mengarah ke dapur di lantai satu untuk mengambil minum, saat tiba-tiba ia dengar saura hantaman itu lagi.
Duk!! Duk!!
Rachel berdiri diam seketika. Suara itu berasal dari arah ruang tamunya yang gelap. Benda apa yang sebenarnya menciptakan saura hantaman seperti itu? Bola kristal itu?
Rachel berada diantara dua pilihan. Apakah ia harus mencari tahu tentang suara itu ?, atau ia bisa saja tak peduli dan kembali ke kamar. Namun hati Rachel mengatakan bahwa ia harus mencari tahu tentang suara misterius itu.
Rachel bergerak ke arah ruang tamunya setelah mendengar satu suara hantaman lagi. Rachel berani bersumpah bahwa ada yang tidak beres dengan bole kristal itu. Tapi ia tidak begitu yakin apakah memang bola kristal itu penyebabnya.
Ruang tamu menyala seketika saat Rachel menekan saklar lampunya. Dan seketika ia lihat, bahwa tidak ada yang berubah dengan perabotnya yang berada di ruangan itu. Kecuali…, benda bulat bening itu.
Rachel mendekat ke arah tempat dimana bola itu berada sebelumnya. Dudukan dari kain yang terdapat di sebelah pigura foto telah kosong, tanpa ada kehadiran benda bula itu. Mungkin terjatuh?
Rachel berjongkok, kemudian melihat ke sekeliling. Sama seperti sebelumnya, yang ia temukan hanyalah bekas-bekas hantaman dan goresan yang berada di bagian bawah furnitur. Akan tetapi, seberapa keras ia mencoba mencari, bola kristalnya itu telah menghilang secara gaib.
Rachel mencoba mencari di ruang sebelah yang berhubungan dengan ruang tamu. Namun ia tetap tidak dapat menemukan bola kristal itu.
Rachel kembali ke kamarnya dan kemudian bertanya pada James mengenai bola kristal itu.
“Bukankah di tempat biasanya?” ucap James.
“Tidak ada disana.” Jawab Rachel. “Bolanya menghilang, James. Bolanya benar-benar hilang.”
“Mungkin terjatuh.”
“Tidak.” Bantah Rachel. “Aku sudah mencarinya kenamapun tapi bola itu tidak ada.”
Rachel yang biasanya tidak terlalu peduli dengan barang antik tentu saja bertingkah aneh saat kini ia mulai kelabakan saat bola kristal itu menghilang. Sebenarnya bukan masalah besar. Akan tetapi, Rachel merasa bahwa bola kristal itulah penyebab mimpi-mimpi buruknya.
“Yang benar saja!” ucap James saat Rachel mengeluarkan teorinya itu. “Tidak mungkin benda itu…”
“Semua yang kualami terjadi setelah menerima benda itu.” Ucap Rachel. “Tidak pernah terjadi sebelumnya, ‘kan? Kurasa ada sesuatu yang tidak beres dengan bola itu.”
“Darimana kau mendapatkannya?” tanya James. “Kau mengatakan…, kau mendapatkannya dari salah seorang keluarga jenasah?”
Rachel mengangguk. Ya. Kini baru terpikirkan kembali mengenai seorang ibu yang memberikan bola itu padanya. Seroang wanita yang putrinya meninggal, memberikan bola itu sebagai pembayaran periasan jenasah. Entah kenapa Rachel mau menerima benda itu. Tentu saja bukan karena alasan pembayaran, karena Rachel tahu bahwa bola itu sama sekali tidak berharga. Dan kini, ia dihantui oleh mimpi buruk itu. Dan…, tunggu dulu! Mimpi itu…
“Sial!” umpatnya. “Mimpiku…, selalu berkaitan dengan adanya seorang gadis.”
“Apa maksudmu?”
“Gadis kecil.” Ucap Rachel. “Gadis kecil itu bernyanyi di kamarnya, sendirian, kurasa ia kesepian, james. Dan kini aku tahu kenapa.”
“Kenapa?”
“Bola kristal itu.” Ucap Rachel. “Bola kristal itu seharusnya berada bersamanya, dan bukan disini.”
“Aku tidak menger…”
“Gadis itu adalah gadis yang kurias di rumah jenasah sebulan yang lalu.”
Semua kejadian misterius yang menimpa Rachel kini sepertinya mulai masuk akal. Memang Rachel bukanlah orang yang dapat dengan mudahnya menerima teori supranatural seperti itu. Tapi mengingat hal-hal aneh yang sudah terjadi secara nyata dalam kehidupannya, ia rasa ia mulai bisa menerima penjelasan yang sedikit tidak rasional.
Rachel berpikir, mungkin satu cara untuk dapat membuang segala kejadian aneh dan mimpi buruk dari kehidupannya adalah dengan cara mengembalikan bola kristal itu. Pada pemilik sebenarnya, yang kemungkinan besar adalah gadis putri dari wanita itu.
Bukan hal yang sulit bagi Rachel untuk melakukannya. Setiap orang yang datang ke rumah jenasah untuk mendapatkan jasa Rachel, mereka selalu meninggalkan alamat rumah mereka. Dan tidak butuh waktu lama bagi Rachel untuk dapat menemukan alamt tempat tinggal dari wanita yang memberikan bola kristal itu.
Nama wanita itu adalah Sandra. Yang tinggal tidak begitu jauh dari tempat Rachel bekerja. Rachel ingin segera mengembalikan bola kristal itu. Sayangnya, bolanya masih belum ketemu.
Rachel pulang dari kerja pukul lima sore. James masih berada di kantor tempatnya bekerja. Keadaan rumahnya sepi, hanya ia sendiri. Hari itu sedikit mendung, dan cahaya remang memasuki rumah tempat tinggal Rachel.
Rachel seketika membeku di pintu masuk saat ia melihat rumahnya dalam keremangan suasana. Keadaannya mengingatkannya akan sesuatu yang terjadi di dalam mimpinya. Rumahnya…, benar-benar mirip dengan rumah suram yang ada di dalam mimpinya. Kenyataan saat rumahnya belum mendapatkan cahaya lampu dan berada di dalam kegelapan menjelaskan kenapa rumah itu terlihat begitu suram.
Rachel menggelengkan kepalanya. Bagaimana mungkin? Apakah rumah di dalam mimpinya itu adalah rumahnya?
Rachel tengah berusaha untuk melepas pemikiran itu, saat tiba-tiba saja ada sebuah suara yang menginagtkannya kembali akan mimpinya. Terdengar bunyi ‘Duk!’ pelan, lalu diikuti dengans ebuah suara yang rasanya tidak asing bagi Rachel.
Nyanyian seorang gadis.
Tubuh Rachel seketika meremang ketika ia mendengar saura nyanyian menyedihkan itu, yang berasal dari lantai dua. Apakah berasal dari kamarnya? Rachel bergerak perlahan, dengan pikiran bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia naik kesana? Apakah gadis dengan wajah kosong itu juga akan berada disana?
Rachel mencoba memberanikan dirinya. Jika apa yang ia pikirkan benar, mungkin ia akan mendapatkan jawaban atas apa yang terjadi dalam kehidupannya. Mengenai mimpi-mimpi itu, dan juga bola kristal yang menghilang itu.
Rachel menaiki susunan tangga secara perlahan, dengan jantung berdegup kencang. Ia sudah menghidupkan lampu di rumahnya. Akan tetapi, kesan suram itu masih tetap ada.
Suara nyanyian itu terdengar semakin jelas saat Rachel mulai mendekati kamarnya. Dengan perasaan yang begitu berat, penuh dengan ketakutan, Rachel mulai mengarahkan tangannya pada kenob pintu kamarnya. Ia putar, kemudian ia buka. Dan sesuatu terlihat berada diatas tempat tidurnya.
**
Rachel dapat bernafas lega saat ia tidak melihat adanya sosok lain di dalam kamarnya yang gelap itu. Dan saat itu juga, suara nyanyian misterius itu menghilang. Rachel terpaku pada sebuah benda yang terletak diatas lipatan selimutnya. Sebuah benda bulat, cemerlang, yang sudah hilang sejak kemarin malam.
Rachel menyalakan lampu di kamarnya, dan wujud dari bola kristal itu terlihat semakin jelas. Aneh. Kenapa bola itu bisa berada di kamarnya?
Masih ada terlalu banyak pertanyaan berada di dalam kepala Rachel mengenai menghilangnya, dan muncul kembalinya bola kristal itu. Tapi Rachel tidak mau berdiam terlalu lama untuk memikirkannya. Ia raih bola kristal itu, lalu berlari keluar kamar. Ia tahu apa yang akan ia lakukan.
Beberapa menit kemudian, Rachel sudah berada di belakang kemudi mobil pribadinya dengan bola kristal itu berada di jok sebelah. Rachel menggerakkan mobilnya ke arah sebuah rumah, yang sejak tadi sudah berada di dalam pikirannya.
Kediaman Sandra Parker, wanita yang memberikannya bola itu, terlihat sedikit sepi. Rachel melompat turun dari mobilnya sambil membawa bola itu. Dan anehnya, ia merasakan sedikit getaran dari bola yang ia pegang.
Rachel mengetuk pintu beberapa kali, sebelum akhirnya ia bisa bertemu dengan Sandra. Dan Rachel pun menjelaskan semua hal yang telah terjadi pada wanita itu.
**
“Jadi kau mengembalikan bolanya?” tanya James malam itu. Rachel mengangguk pelan, dengan perasaan yang terasa sudah lebih ringan daripada hari-hari sebelumnya.
“Sandra menjelaskan banyak hal padaku mengenai bola itu, dan juga mengenai keamtian putrinya.” Ucap Rachel.
“Helen.” Lanjutnya. “Itu nama purinya yang meninggal karena penyakit lama yang sudah ia derita. Dan Sandra menceritakan padaku mengenai Helen, segala hal, yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehku saat meriah jenasahnya.”
“Dia menceritakan mengenai bola itu?”
“Ya.” Jawab Rachel. “Bola kristal itu adalaj pemberian kakek Helen sebelum ia meninggal beberapa tahun yang lalu. Dan bola itu, adalah satu-satunya benda kesayangan Helen sat ia merasa kesepian. Ia tidak mempunyai teman karena penyakit yang dideritanya itu, yang memaksanya untuk terus berada di rumah dengan tubuh lemah. Dan bola itu adalah hal terpenting di dalam hidupnya. Karena itulah…”
“Kau mengembalikannya.” Sambung James.
Rachel mengusap wajahnya. Ia merasa lega karena sudah mengembalikan bola itu. Namun ia juga masih merasa sedikit takut seandainya suara-suara hantaman itu kembali lagi malam nanti. Apah hal itu akan terjadi?
“Syukurlah!” ucap Rachel keesokan harinya di meja makan. James mengelus punggung istrinya, sambil menatapnya serius.
“Kau tidak mengalaminya lagi?”
“Berbeda.” Jawab Rachel. “Aku masih berada di rumah yang sama, akan tetapi keadaannya sungguh berbeda. Rumah itu tidak lagi suram, dan terlihat begitu hangat. Suara nyanyian yang kudengarkan juga sudah tidak aneh lagi. Dan ketika aku memasuki kamar itu…”
“Helen.”
“Dia tersenyum padaku.” Ucap Rachel sambil tersenyum. “Kurasa apa yang kupikirkan benar, james. Helen hanya menginginkan bolanya kembali. Itu sebabnya ia selalu masuk kedalam mimpiku. Untuk mengatakan hal itu.”
Rachel merasa lebih lega beberapa hari setelahnya, saat ia sudah tidak mendapatkan gangguan lagi di dalam tidurnya. Kini ia benar-beanr yakin dengan pemikirannya itu. Helen hanya menginginkan bola kristalnya kembali.
Sesuatu berubah. Namun masih ada yang tidak berubah dari dalam diri Rachel. Wanita itu masih belum mempercayai kekuatan gaib seratus persen. Akan tetapi, kini ia mulai bisa menghargai apa yang tersaji di depan kedua matanya. Ia sadari bahwa jenasah-jenasah yang ia rias memiliki cerita tersendiri di dalam kehidupan mereka. Dan Rachel berusaha untuk menghargai hal-hal tersebut dengan pekerjaannya. Satu doa yang selalu keluar dari mulutnya ketika ia meraih pada jenasah adalah,
“Semoga kau menemukan ketenangan.”

***


No comments:

Post a Comment