Rachel tidak bisa tidur lagi. Jika ia ingat, hal ini sudah
menjadi hal kesekian kali idmana ia harus terbangun di tengah malam karena
mendapatkan mimpi buruk, atau mendapatkan gangguan-gangguan suara dari lantai
bawah rumahnya. Ia dengar setiap malam, suara berkelotakan atau suara seperti
bola menggelingding di lantai. Namun ketika ia periksa, tidak ada yang berubah
dari posisi furnitur atau barang-barang lain di rumahnya.
“Mungkin kau hanya
kelelahan.” Ucap James, suaminya. “Kau bekerja terlalu keras, dan kau mulai
berpikir macam-macam. Kau seharusnya beristirahat, Rachel.”
“Bagaimana mungkin?” balas
Rachel.
Rachel merasa sedikit kesal
karena James tidak mau percaya padanya. Ya. Memang sedikit masuk akal mengingat
memang tidak ada yang aneh dengan barang-barang di rumahnya. Namun Rachel
berani bersumpah bahwa ia yakin suara-suara yang ia dengar di tengah malam itu
bukan berasal dari mimpinya. Lalu kenapa? Apakah ia sudah gila?
Rachel sebenarnya bukanlah
seorang penakut, dan tidak begitu percaya dengan hal-hal supranatural. Ia
bekerja di sebuah rumah jenasah sebagai perias jenasah. Berhadapan dengan
kematian sudah bukan hal baru bagi Rachel. Tapi, akhir-akhir ini ia sering
mendapat serangan mimpi buruk yang begitu aneh dan juga suara-suara aneh itu.
Rachel tidak dapat menjelaskannya. Seingatnya, ia mulai mendapatkan gangguan
seperti ini semenjak ia mendapatkan hadiah sebuah bola kristal dari seseorang.
Bola krystal kecil seukuran
bola tenis itu kini terpajang di rak ruang tamunya, bersanding dengan
pigura-pigura foto. Tidak ada yang aneh dengan bola itu kecuali kenyataan bahwa
sang pemimilik sebelumnya adalah seorang cenayang. Beberapa hari setelah
mendapatkan gangguna, Rachel semat berpikir, apakah mungkin benda itu yang
menyebabkan suara-suara aneh di rumahnya, dan juga bertanggung jawab dengan
mimpi-mimpi buruknya?
Mustahil! Tegas Rachel pada
pikirannya sendiri. Tidak mungkin bola itu dapat terbang dan menghasilkan
suara-suara aneh. Bola kristal itu hanya sebuah benda mati, yang tidak mungkin
dapat bergerak sendiri. Lalu, bagaimana ia menjelaskan mengenai suara-suara
aneh itu?
Rachel sudah bercerita pada
James mengenai segala hal yang ia alami. Mengenai suara-suara itu, dan juga
mimpi buruknya. Bahkan, ia juga sudah mengutarakan teorinya mengenai bola
kristal itu. Tapi, James malah tertawa padanya.
“Sejak kapan kau mulai mempercayai
takhayul?” ucapnya.
Ya. Benar. Rachel memang
tidak mempercayainya. Hingga pada suatu hari ia secara tak sengaja menjatuhkan
bola kristal itu dari dudukannya ke arah lantai dan…
DUK!
Sebuah suara hantaman ke
lantai yang terdengar tak asing keluar. Rachel seketika membelalakkan kedua
matanya saat ia mendengar suara hantaman keras ke lantai itu. Ya. Suaranya sama
dengan apa yang selalu ia dengar setiap malam.
Rachel meraih bola yang
terjatuh itu dengan tangannya, saat ia secara tak sengaja menemukan bekas-bekas
goresan di sekitar tempanya berjongkok. Kaki-kaki kursi dan meja, dan juga
bagian bawah dinding terlihat bekas hantaman benda. Beberapa goresan yang tak
jelas, yang tidak dapat ia jelaskan. Dan seketika Rachel mulai berpikir, apakah
bola itu penyebabnya?
Rachel tidak terlalu
memikirkannya, dan pergi tidur seperti biasa di suatu malam. Hingga pada
akhirnya ia mendapatkan sebuah mimpi buruk lain yang selalu terlihat sama
setiap harinya.
Ia seperti tengah berada di
dalam sebuah rumah yang terlihat suram dan tak bercahaya di suatu hari yang
dipenuhi mendung. Bayangan-bayangan dan furnitur terlihat mengerikan, memenuhi
ruangan dimana ia berdiri. Saat itu, ia mendengar suara lirih dari arah lantai
dua. Ia mendengar suara gadis kecil tengah bersenandung lirih, menyanyikan
sebuah lagu dengan not yang tidak biasa. Terdengar sedikit mengerikan, dan
terasa aneh.
Rachel dapat bergerak di
dalam mimpinya. Seperti yang sudah ia lakukan di mimpi-mimpi sebelumnya, ia
selalu bergerak ke arah tangga dan naik ke lantai dua. Namun setiap kali ia
mendekati ruangan dimana gadis kecil itu berada, Rachel selalu terbangun dari
tidurnya. Tentu saja, dikarenakan suara-suara hantaman di lantai bawah
rumahnya. Rachel sejauh ini belum pernah sampai di ruangan gadis kecil itu
berada.
Malam itu Rachel memimpikan
hal yang sama. Rumah yang suram, dan juga adanya nyanyian gadis kecil itu. Ia
kembali bergerak perlahan, menaiki susunan anak tangga, hingga akhirnya sampai
di lantai atas sebuah rumah yang terlihat asing baginya. Suara nyanyian itu
masih terdengar jelas, dan semakin terdengar jelas begitu Rachel mendekati ke
arah ruangan dimana gadis itu berada.
Rachel biasanya akan
terbangun saat ia mencapai ambang pintu kamar itu. Namun malam itu ia tidak
terbangun. Ia yang berada di alam mimpi berhasil meraih kenob pintu kamar
dimana gadis kecil itu berada. Dan dalam mimpinya, ia putar kenob pintu itu dan
membukanya.
Gambaran sebuah kamat
terlihat di depan kedua matanya. Sebuah kamar yang suram, terlihat seperti
sudah ditinggalkan selama beberapa tahun. Dan ia lihat, seorang gadis kecil
duduk membelakanginya. Ia hanya dapat melihat gadis kecil itu dari belakang.
Seorang gadis kecil dengan rambut terkepang, dan sepertinya tengah bermain
dengan sebuah boneka tua.
Rachel bergerak memasuki
kamar, dan mendekati gadis kecil itu. Namun satu hal yang tak terdua terjadi.
Gadis kecil itu tiba-tiba saja memutar kepalanya, dan menunjukkan sebuah wajah
kosong yang dihiasi dengan sepasang mata hitam yang dengan cepat dapat
membekukan tubuh Rachel.
“Tidak!!” Rachel berteriak
seketika. Di saat yang bersamaan, ia terlepas dari mimpi buruknya itu dan
mendapati dirinya sudah terduduk diatas tempat tidurnya, di kamarnya yang
hangat. James berada di sisinya, mengelus lengannya sambil memandang penuh
perhatian.
“Kau tidak apa-apa?” tanya
James. “Kau mengigau lagi. Apa mimpi itu masih mengganggumu?”
“Ya.” Jawab Rachel.
“Sepertinya kita mencari
bantuan, sayang.” Ucap James.
Bantuan yang dimaksudkan
oleh James adalah bantuan medis. Rachel sudah bertemu dengan seorang dokter
jiwa dan menceritakan semua hal pada dokter itu, mengenai mimpi dan juga
suara-suara yang ia dengar setiap malam. Dokter tiu tentu saja tidak percaya
dengan hal-hal gaib. Sebagai jawaban, sang dokter memberikan resep obat
penenang pada Rachel, dengan harapan Rachel dapat tidur tenang tanpa mendapat
gangguan di tidurnya. Tapi…, apakah obat itu berhasil?
Hanya satu hari. Dan di hari
berikutnya, Rachel kembali dikejutkan dengan adanya wajah polos dengan mata
hitam itu. Gadis itu menyeringai ke arahnya, seolah tengah mengejeknya. Apa
yang terjadi? Kenapa Rachel mendapatkan gangguan seperti itu?
“Ini sudah kelewatan,
Rachel.” Ucap James di suata malam sesaat setelah rachel terbangun sambil berteriak.
“Kau…, terganggu.”
“Ya.” Jawab Rachel dengan
nada sedikit kesal. “Dan kau sama sekali tidak membantuku, James. Kau tidak
mengerti dengan apa yang kurasakan.”
“Aku ingin membantu.”
Rachel bangkit dari tempat
tidurnya, memakai slippernya dan bergerak keluar dari kamar. Ia mengarah ke
dapur di lantai satu untuk mengambil minum, saat tiba-tiba ia dengar saura
hantaman itu lagi.
Duk!! Duk!!
Rachel berdiri diam
seketika. Suara itu berasal dari arah ruang tamunya yang gelap. Benda apa yang
sebenarnya menciptakan saura hantaman seperti itu? Bola kristal itu?
Rachel berada diantara dua
pilihan. Apakah ia harus mencari tahu tentang suara itu ?, atau ia bisa saja
tak peduli dan kembali ke kamar. Namun hati Rachel mengatakan bahwa ia harus
mencari tahu tentang suara misterius itu.
Rachel bergerak ke arah
ruang tamunya setelah mendengar satu suara hantaman lagi. Rachel berani
bersumpah bahwa ada yang tidak beres dengan bole kristal itu. Tapi ia tidak
begitu yakin apakah memang bola kristal itu penyebabnya.
Ruang tamu menyala seketika
saat Rachel menekan saklar lampunya. Dan seketika ia lihat, bahwa tidak ada
yang berubah dengan perabotnya yang berada di ruangan itu. Kecuali…, benda
bulat bening itu.
Rachel mendekat ke arah
tempat dimana bola itu berada sebelumnya. Dudukan dari kain yang terdapat di
sebelah pigura foto telah kosong, tanpa ada kehadiran benda bula itu. Mungkin
terjatuh?
Rachel berjongkok, kemudian
melihat ke sekeliling. Sama seperti sebelumnya, yang ia temukan hanyalah
bekas-bekas hantaman dan goresan yang berada di bagian bawah furnitur. Akan
tetapi, seberapa keras ia mencoba mencari, bola kristalnya itu telah menghilang
secara gaib.
Rachel mencoba mencari di
ruang sebelah yang berhubungan dengan ruang tamu. Namun ia tetap tidak dapat
menemukan bola kristal itu.
Rachel kembali ke kamarnya
dan kemudian bertanya pada James mengenai bola kristal itu.
“Bukankah di tempat
biasanya?” ucap James.
“Tidak ada disana.” Jawab
Rachel. “Bolanya menghilang, James. Bolanya benar-benar hilang.”
“Mungkin terjatuh.”
“Tidak.” Bantah Rachel. “Aku
sudah mencarinya kenamapun tapi bola itu tidak ada.”
Rachel yang biasanya tidak
terlalu peduli dengan barang antik tentu saja bertingkah aneh saat kini ia
mulai kelabakan saat bola kristal itu menghilang. Sebenarnya bukan masalah besar.
Akan tetapi, Rachel merasa bahwa bola kristal itulah penyebab mimpi-mimpi
buruknya.
“Yang benar saja!” ucap
James saat Rachel mengeluarkan teorinya itu. “Tidak mungkin benda itu…”
“Semua yang kualami terjadi
setelah menerima benda itu.” Ucap Rachel. “Tidak pernah terjadi sebelumnya,
‘kan? Kurasa ada sesuatu yang tidak beres dengan bola itu.”
“Darimana kau
mendapatkannya?” tanya James. “Kau mengatakan…, kau mendapatkannya dari salah
seorang keluarga jenasah?”
Rachel mengangguk. Ya. Kini
baru terpikirkan kembali mengenai seorang ibu yang memberikan bola itu padanya.
Seroang wanita yang putrinya meninggal, memberikan bola itu sebagai pembayaran
periasan jenasah. Entah kenapa Rachel mau menerima benda itu. Tentu saja bukan
karena alasan pembayaran, karena Rachel tahu bahwa bola itu sama sekali tidak
berharga. Dan kini, ia dihantui oleh mimpi buruk itu. Dan…, tunggu dulu! Mimpi
itu…
“Sial!” umpatnya. “Mimpiku…,
selalu berkaitan dengan adanya seorang gadis.”
“Apa maksudmu?”
“Gadis kecil.” Ucap Rachel.
“Gadis kecil itu bernyanyi di kamarnya, sendirian, kurasa ia kesepian, james.
Dan kini aku tahu kenapa.”
“Kenapa?”
“Bola kristal itu.” Ucap
Rachel. “Bola kristal itu seharusnya berada bersamanya, dan bukan disini.”
“Aku tidak menger…”
“Gadis itu adalah gadis yang
kurias di rumah jenasah sebulan yang lalu.”
Semua kejadian misterius
yang menimpa Rachel kini sepertinya mulai masuk akal. Memang Rachel bukanlah
orang yang dapat dengan mudahnya menerima teori supranatural seperti itu. Tapi
mengingat hal-hal aneh yang sudah terjadi secara nyata dalam kehidupannya, ia
rasa ia mulai bisa menerima penjelasan yang sedikit tidak rasional.
Rachel berpikir, mungkin
satu cara untuk dapat membuang segala kejadian aneh dan mimpi buruk dari
kehidupannya adalah dengan cara mengembalikan bola kristal itu. Pada pemilik
sebenarnya, yang kemungkinan besar adalah gadis putri dari wanita itu.
Bukan hal yang sulit bagi
Rachel untuk melakukannya. Setiap orang yang datang ke rumah jenasah untuk
mendapatkan jasa Rachel, mereka selalu meninggalkan alamat rumah mereka. Dan
tidak butuh waktu lama bagi Rachel untuk dapat menemukan alamt tempat tinggal
dari wanita yang memberikan bola kristal itu.
Nama wanita itu adalah
Sandra. Yang tinggal tidak begitu jauh dari tempat Rachel bekerja. Rachel ingin
segera mengembalikan bola kristal itu. Sayangnya, bolanya masih belum ketemu.
Rachel pulang dari kerja
pukul lima sore. James masih berada di kantor tempatnya bekerja. Keadaan rumahnya
sepi, hanya ia sendiri. Hari itu sedikit mendung, dan cahaya remang memasuki
rumah tempat tinggal Rachel.
Rachel seketika membeku di
pintu masuk saat ia melihat rumahnya dalam keremangan suasana. Keadaannya
mengingatkannya akan sesuatu yang terjadi di dalam mimpinya. Rumahnya…,
benar-benar mirip dengan rumah suram yang ada di dalam mimpinya. Kenyataan saat
rumahnya belum mendapatkan cahaya lampu dan berada di dalam kegelapan
menjelaskan kenapa rumah itu terlihat begitu suram.
Rachel menggelengkan
kepalanya. Bagaimana mungkin? Apakah rumah di dalam mimpinya itu adalah
rumahnya?
Rachel tengah berusaha untuk
melepas pemikiran itu, saat tiba-tiba saja ada sebuah suara yang
menginagtkannya kembali akan mimpinya. Terdengar bunyi ‘Duk!’ pelan, lalu
diikuti dengans ebuah suara yang rasanya tidak asing bagi Rachel.
Nyanyian seorang gadis.
Tubuh Rachel seketika
meremang ketika ia mendengar saura nyanyian menyedihkan itu, yang berasal dari
lantai dua. Apakah berasal dari kamarnya? Rachel bergerak perlahan, dengan
pikiran bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia naik kesana?
Apakah gadis dengan wajah kosong itu juga akan berada disana?
Rachel mencoba memberanikan
dirinya. Jika apa yang ia pikirkan benar, mungkin ia akan mendapatkan jawaban
atas apa yang terjadi dalam kehidupannya. Mengenai mimpi-mimpi itu, dan juga
bola kristal yang menghilang itu.
Rachel menaiki susunan
tangga secara perlahan, dengan jantung berdegup kencang. Ia sudah menghidupkan
lampu di rumahnya. Akan tetapi, kesan suram itu masih tetap ada.
Suara nyanyian itu terdengar
semakin jelas saat Rachel mulai mendekati kamarnya. Dengan perasaan yang begitu
berat, penuh dengan ketakutan, Rachel mulai mengarahkan tangannya pada kenob
pintu kamarnya. Ia putar, kemudian ia buka. Dan sesuatu terlihat berada diatas
tempat tidurnya.
**
Rachel dapat bernafas lega
saat ia tidak melihat adanya sosok lain di dalam kamarnya yang gelap itu. Dan
saat itu juga, suara nyanyian misterius itu menghilang. Rachel terpaku pada
sebuah benda yang terletak diatas lipatan selimutnya. Sebuah benda bulat, cemerlang,
yang sudah hilang sejak kemarin malam.
Rachel menyalakan lampu di
kamarnya, dan wujud dari bola kristal itu terlihat semakin jelas. Aneh. Kenapa
bola itu bisa berada di kamarnya?
Masih ada terlalu banyak
pertanyaan berada di dalam kepala Rachel mengenai menghilangnya, dan muncul
kembalinya bola kristal itu. Tapi Rachel tidak mau berdiam terlalu lama untuk
memikirkannya. Ia raih bola kristal itu, lalu berlari keluar kamar. Ia tahu apa
yang akan ia lakukan.
Beberapa menit kemudian,
Rachel sudah berada di belakang kemudi mobil pribadinya dengan bola kristal itu
berada di jok sebelah. Rachel menggerakkan mobilnya ke arah sebuah rumah, yang
sejak tadi sudah berada di dalam pikirannya.
Kediaman Sandra Parker,
wanita yang memberikannya bola itu, terlihat sedikit sepi. Rachel melompat
turun dari mobilnya sambil membawa bola itu. Dan anehnya, ia merasakan sedikit
getaran dari bola yang ia pegang.
Rachel mengetuk pintu
beberapa kali, sebelum akhirnya ia bisa bertemu dengan Sandra. Dan Rachel pun
menjelaskan semua hal yang telah terjadi pada wanita itu.
**
“Jadi kau mengembalikan
bolanya?” tanya James malam itu. Rachel mengangguk pelan, dengan perasaan yang
terasa sudah lebih ringan daripada hari-hari sebelumnya.
“Sandra menjelaskan banyak
hal padaku mengenai bola itu, dan juga mengenai keamtian putrinya.” Ucap
Rachel.
“Helen.” Lanjutnya. “Itu
nama purinya yang meninggal karena penyakit lama yang sudah ia derita. Dan
Sandra menceritakan padaku mengenai Helen, segala hal, yang bahkan tidak pernah
terpikirkan olehku saat meriah jenasahnya.”
“Dia menceritakan mengenai
bola itu?”
“Ya.” Jawab Rachel. “Bola
kristal itu adalaj pemberian kakek Helen sebelum ia meninggal beberapa tahun
yang lalu. Dan bola itu, adalah satu-satunya benda kesayangan Helen sat ia
merasa kesepian. Ia tidak mempunyai teman karena penyakit yang dideritanya itu,
yang memaksanya untuk terus berada di rumah dengan tubuh lemah. Dan bola itu
adalah hal terpenting di dalam hidupnya. Karena itulah…”
“Kau mengembalikannya.”
Sambung James.
Rachel mengusap wajahnya. Ia
merasa lega karena sudah mengembalikan bola itu. Namun ia juga masih merasa
sedikit takut seandainya suara-suara hantaman itu kembali lagi malam nanti.
Apah hal itu akan terjadi?
“Syukurlah!” ucap Rachel
keesokan harinya di meja makan. James mengelus punggung istrinya, sambil
menatapnya serius.
“Kau tidak mengalaminya
lagi?”
“Berbeda.” Jawab Rachel.
“Aku masih berada di rumah yang sama, akan tetapi keadaannya sungguh berbeda.
Rumah itu tidak lagi suram, dan terlihat begitu hangat. Suara nyanyian yang
kudengarkan juga sudah tidak aneh lagi. Dan ketika aku memasuki kamar itu…”
“Helen.”
“Dia tersenyum padaku.” Ucap
Rachel sambil tersenyum. “Kurasa apa yang kupikirkan benar, james. Helen hanya
menginginkan bolanya kembali. Itu sebabnya ia selalu masuk kedalam mimpiku.
Untuk mengatakan hal itu.”
Rachel merasa lebih lega
beberapa hari setelahnya, saat ia sudah tidak mendapatkan gangguan lagi di
dalam tidurnya. Kini ia benar-beanr yakin dengan pemikirannya itu. Helen hanya
menginginkan bola kristalnya kembali.
Sesuatu berubah. Namun masih
ada yang tidak berubah dari dalam diri Rachel. Wanita itu masih belum
mempercayai kekuatan gaib seratus persen. Akan tetapi, kini ia mulai bisa
menghargai apa yang tersaji di depan kedua matanya. Ia sadari bahwa jenasah-jenasah
yang ia rias memiliki cerita tersendiri di dalam kehidupan mereka. Dan Rachel
berusaha untuk menghargai hal-hal tersebut dengan pekerjaannya. Satu doa yang
selalu keluar dari mulutnya ketika ia meraih pada jenasah adalah,
“Semoga kau menemukan ketenangan.”
***
No comments:
Post a Comment