Friday, May 5, 2017

STRANDED



Jake mengerjapkan matanya. Air yang mengepungnya seolah menariknya turun ke dasar danau yang dingin itu. Ia berusaha menendang-nendangkan kakinya, mencoba untuk terus mengapung di permukaan. Di tengah gelapnya malam dan dinginya air, Jake merasa sudah masuk ke dalam alam maut. Tapi…, tidak. Ia masih hidup. Ia masih bernafas dan kini tengah berjuang untuk menyelamatkan hidupnya.
Jake membuka matanya yang perih saat ia kembali menyembul ke permukaan. Ia melihat sepotong kayu, pecahan dari perahu yang ia naiki bersama ketiga temannya tadi. Potongan kayu, yang mungkin akan menyelamatkan nyawanya.
Jake menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk bernafas dengan benar, seolah ia tidak pernah bernafas sebelumnya. Tubuhnya terasa begitu dingin dan mati rasa. Kedua matanya pedih akibat terlalu banyak air masuk, dan nafasnya tersengal-sengal. Mungkin ia juga sudah terlalu banyak meminum air danau itu.
Jake tidak pernah mengira bahwa perjalanan eksotisnya akan berakhir dengan sebuah bencana seperti ini. Ia kini berada di tengah-tengah danau di malam buta, di tengah kesunyian dan dinginnya suasana. Jake tidak tahu harus menyalahkan siapa. Tapi ia masih ingat dengan betul kejadian sebelumnya, yang membuatnya kini terapung-apung di danau yang luas itu.
Jake bersama dengan ketiga temannya, Tom, Sarah, dan Jeff, memutuskan untuk pergi ke danau Duckson yang terletak di kawasan terpencil di Stireg, Norlandia. Danau Duckson merupakan salah satu danau terluas yang ada di Norlandia, yang jarang diambah oleh manusia karena medannya yang sulit. Meski begitu, Jake dan yang lain sepakat untuk pergi melakukan ekspedisi menggunakan perahu motor yang berangkat dari salah satu sungai, hingga akhirnya sampai di danau Duckson yang luas dan cantik.
Jake dan ketiga temannya tidak sadar bahwa hari sudah sore ketika mereka telrlau lama menyelami danau itu. Dan mereka kemudian sadar pula bahwa perahu yang mereka gunakan sudah berada terlalu jauh dengan daratan.
Malam cepat sekali turun di kawasan itu. Belum selesai membereskan alat-alat selam yang mereka gunakan, langit tiba-tiba saja berubah menjadi gelap. Mendung datang dengan tiba-tiba, dan badai mengamuk di permukaan danau.
Jake dan yang lain mencoba untuk kembali ke tepian menggunakan perahu motor mereka. Namun sayangnya, badai yang besar membuat mereka kehilangan arah. Yang aneh, alat navigasi yang ada di perahu sama sekali tidak bekerja. Kompas berputar 360 derajat ke segala arah tanpa henti. Dan Jake sadari kemudian, bahwa mereka tengah berada di tengah-tengah mau yang tak terhindarkan.
Jake sedikit kesulitan untuk mengingat bagaimana ia bisa sampai terpisah dengan ketiga temannya. Seingatnya, perahu yang ia tumpangi terombang-ambing oleh ombak besar di tengah gemuruh angin. Ia bahkan tidak dapat mendnegar teriakan teman-temannya. Dan secara tiba-tiba, sebuah ombak menghantam tepian perahu, membuat perahu oleng dan Jake terjatuh ke dalam air. Di tengah dinginnya air dan badai yang dahsyat, Jake berpikir ia akan mati saat itu. Tapi…, ia hidup.
Jake mesih berusaha untuk terus menggerakkan kakinya agar ia tidak mati kedinginan. Ia berpegang erat pada potongan kayu yang ada di depan dadanya, dan dengan seksama melihat ke sekelilingnya. Dan ia lihat…
Hanya kegelapan.
Langit sedikitnya sudah terbuka setelah badai, dan menampakkan bulan. Cahayanya redup, dan sama sekali tidak dapat membantu Jake untuk melihat ke sekelilingnya. Dengan potongan badan perahu di tangannya, Jake tahu bahwa ketiga temannya pasti juga ikut tercebur ke danau. Masalahnya, apakah mereka masih hidup? Dan dimanakah mereka? Jake sama sekali tidak mengetahui arah di tengah danau yang luas itu.
Semakin lama Jake bergerak, tenaganya pun semakin berkurang. Lama-lama ia merasakan pening di kepalanya dan nafasnya tersengal-sengal. Hingga akhirnya ia jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri.
Ketika ia sudah dapat membuka matanya kembali, ia sudah tidak berada di tengah danau. Ia sudah berada di tepian pantai. Mungkin ia tersapu ombak hingga ke daratan atau semacamnya? Jake tidak tahu. Dengan tubuh yang lemah Jake mencoba untuk berdiri dari posisinya, dengan satu tujuan di kepalanya. Ia harus mencapai pos terdekat dan melaporkan bahwa ketiga temannya hilang dalam badai. Tapi sedetik kemudian, Jake menyadari satu hal yang hampir membuatnya pingsan lagi.
Tidak!
Ia tidak berada di tepian yang benar. Ia kini terdampar di sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah danau Duckson. Sebuah tempat yang menurut penduduk lokal jarang diambah dan masih dianggap sakral. Apakah akan ada hantu? Jake tidak takut dengan hantu. Yang menjadi masalah, bagaimana ia harus keluar dari situasi seperti itu?
Jake berjalan perlahan menyusuri tepian pantai sambil memutar otaknya. Ia berpikir, mungkin jika ia tidak kembali sampai pagi, pemilik perahu akan sadar bahwa hal buruk telah terjadi padanya. Mungkin mereka akan mengirimkan bantuan di pagi hari? Jake merasa ragu, namun ia masih berharap.
Satu hal yang tak terkira Jake temui saat ia mencapai sebuah bebatuan di tepi pantai. Disana terdapat sebuah perahu karet yang masih baru. Yang kemungkinan saja berasal dari perahu motor yang ia tumpangi tadi. Seketika Jake melebarkan senyum di wajahnya. Teman-temannya masih hidup, dan ia tidak sendirian di pulau itu. Jake pun melihat adanya jejak-jejak kaki di pasir tepian pantai, yang mengarah masuk ke dalam hutan. Jake berlari menyusuri langkah kaki itu tanpa berpikir dua kali.
Keadaan yang cukup gelap membuat Jake sedikit kesulitan untuk berjalan di dalam hutan yang lebat. Cahaya bulan tidak sepenuhnya dapat menembus gerumbulan dedaunan di hutan itu, dan hanya dapat memberikan penerangan yang minim. Jake setidaknya masih dapat melihat beberapa hal di depannya. Seperti bayangan pohon, semak, tebing. Namun Jake sudah kehilangan jejak dari ketiga temannya. Kini ia merasa sendirian lagi.
“TOM!” teriak Jake, seandainya saja ada yang mendengar teriakannya. Ia percaya bahwa teman-temannya mungkin belum terlalu jauh darinya.
“SARAH! JEFF!” teriaknya lagi. Namun sama sekali tidak ada balasan. Suaranya menggema di keheningan yang mencekam.
Jake bergerak maju, menembus gerumbulan semak belukar. Tubuhnya saat itu sudah dipenuhi oleh luka akibat dari duri-duri pada semak yang ia terobos. Ia masih belum menemukan temannya. Tapi…
Jantung Jake seolah melompat saat ia melihat sekelebatan bayangan bergerak diantara pepohonan. Apakah salah satu dari ketiga temannya? Jake sekali lagi meneriakkan nama dari ketiga temannya itu.
“TOM! SARAH!” teriaknya. Lagi-lagi hanya keheningan yang menyambutnya.
Jake dengan cepat memutar tubuhnya saat ia merasa seperti mendengar suara bergemerisik dedaunan di belakangnya. Dan ia juga mendnegar beberapa langkah kaki. Apakah temannya? Tapi terlalu aneh. Jika memang temannya, kenapa mereka tidak membalas teriakannya?
Jake merasa bahwa ada yang tidak beres. Mungkin yang berada di dalam hutan itu bukan hanya dirinya seorang. Mungkin…, makhluk buas? Karena berdasarkan ceritanya pulau itu memang tidak pernah diambah oleh siapapun.
Jake dengan segera mempercepat langkahnya menembus semak-semak lagi. Nafasnya kembali tersengal, saat ia mencoba berlari, namun berkali-kali ia terjatuh saat tersandung oleh beberapa akar pohon besar. Jake merasa ia berada di neraka. Kegelapan dan kesunyian itu membuat Jake nyaris gila. Namun ia masih belum menyerah untuk mencari ketiga temannya. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia berteriak lagi.
“SARAH!!!!”
Suaranya kembali menggema di tengah kesunyian. Lalu, sebuah suara balasan membuat perasaan Jake sedikit mengembang.
“JAKE!!!” seseorang membalas teriakannya. Suara seorang wanita. Sarah. Jake tanpa ragu mulai bergerak ke arah suara yang ia dengar sambil terus meneriakkan nama Sarah. Namun…
Jake merasa tubuhnya seperti ditarik ke bawah, saat ia secara tak sengaja terjatuh ke dalam sebuah lubang yang besar di tanah. Ia berguling, merosot, dan jatuh jauh ke dalam tanah, yang ternyata ada sebuah gua kecil. Jake menghentikan pergerakan radikal tubuhnya dengan kakinya, dan ia berhenti. Tubuhnya dipenuhi dengan luka, namun Jake tidak peduli lagi.
Sebuah gua. Anehnya…
Jake melihat adanya cahaya di ujung lorong gua dimana ia berada. Cahaya jingga yang terlihat begitu hangat, namun disaat yang bersamaan, terlihat mencurigakan. Apakah cahaya dari api yang dibuat oleh salah seorang temannya? Dengan tertatih-tatih, Jake mulai menyusuri lorong gua yang licin dan penuh dengan bebatuan. Dan ketika ia mencapai tempat yang bercahaya itu, sekali lagi hantungnya melonjak tinggi.
APA?!
Jake bahkan tidak dapat mempercayai apa yang ia lihat. Di dalam sebuah lekukan di dalam gua itu, terdapat begitu banyak tumpukan tulang belulang dan tengkorak, yang kemungkinan adalah tulang dan tengkorak manusia. Jake terhenyak untuk sesaat, dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Tempat apa ini sebenarnya? Tempat itu terlihat seperti semacam kuburan masal. Tapi untuk siapa? Apakah penduduk primitif di pulau itu?
Jake perlahan mulai bergerak lagi, melalui tulang belulang itu. Di salah satu dinding gua terdapat sebuah obor, yang entah diletakkan oleh siapa. Pikiran Jake, mungkin memang penduduk primitif pulau itu. Mungkin ia bisa minta tolong?
Gua yang Jake jelajahi ternyata tembus ke seberang. Jake bergerak perlahan, menaiki bebatuan yang runcing dan licin, hingga akhirnya ia muncul kembali di tengah sebuah hutan. Malam masih begitu gelap, dengan cahaya bulan yang nyaris tidak berguna dalam situasi seperti itu. Jake menggapai dalam gelap, sambil memikirkan Sarah yang ia dengar beberapa saat yang lalu. Sampai tiba-tiba…
DUK!
Jake mengerang saat kaki telanjangnya menendang sebuah benda keras di tanah. Sebuah batu, yang terlihat basah oleh…
Jake mencium aroma yang tidak seharusnya ia cium. Bau anyir itu…, di batu yang ia pegang…, darah? Jake memicingkan kedua matanya di dalam kegelapan. Ia melihat ada sebuah benda bulat di dekat batu yang baru saja ia sandung. Ketika Jake mengarahkan tangannya pada benda itu, benda itu berguling seketika. Dan ketika cahaya bulan menerangi benda itu, Jake menjerit.
“TIDAK!!!”
Jeff. Atau paling tidak, apa yang tersisa dari Jeff. Kepala Jeff terpenggal secara brutal tepat di pangkal leher, yang kini masih meneteskan darah segar. Eksresi yang tidak mengenakkan dari wajah Jeff membuat Jake rasanya ingin pingsan seketika. Namun sesaat kemudian ia juga sadar bahwa mungkin ia berada di dalam zona yang cukup berbahaya. Perbuatan siapa hal keji itu? Suku primitif? Memang sepertinya hanya itu penjelasan satu-satunya.
Jake menengadahkan wajahnya saat ia mendengar sebuah suara jeritan di kejauhan. Suara seorang wanita…, Sarah? Jake seketika bangkit dari posisinya dan bergerak kembali di dalam kegelapan. Ia berusaha menemukan Sarah. Dan rencananya, ia akan meninggalkan pulau terkutuk itu. Meski ia harus berenang hingga tepian di seberang.
Jantung Jake berdebar, berdetak cukup cepat. Ia yakin betul bahwa ada sekelompok orang yang tinggal di pulau itu, yang buas dan primitif. Apa kemungkinan buruk lain? Pertanyaan selanjutnya, apa yang terjadi pada tubuh Jeff? Apakah penduduk lokal itu…
Jake tidak berani membayangkan apa yang terjadi pada tubuh temannya. Melihat kepala temannya saja sudah membuatnya cukup mual. Kini, ia harus menemukan Sarah sesegera mungkin. Tapi bagaimana ia akan mencari Sarah dalam kegelapan total seperti itu? Ia tentu juga tidak bisa berteriak, yang mungkin malah akan membawanya dalam bahaya.
Jake menyusuri pepohonan, menembus semak belukar, menaiki bebatuan tinggi, hingga akhirnya ia tiba di tempat landai yang cukup luas tanpa pepohonan. Jake menghentikan langkahnya seketika saat ia mendengar suara bergemerisik dedaunan di belakangnya. Ia juga melihat sekelebatan orang. Apakah penduduk primitif, yang juga akan membunuhnya?
Jake merunduk, kemudian meraih sebuah batu yang akan ia gunakan untuk menghantam kepala siapa saja yang menyerangnya. Sosok dalam kegelapan itu terus bergerak mendekat, dan semakin dekat…, dekat…, dan…
Muncul!
Jake seketika mengangkat tangannya siap untuk menghantam kepala penyerangnya itu, tapi…
“Jake!”
Satah telah berdiri di depan Jake. Jake, dengan tangan masih terangkat, menghembuskan nafasnya lega. Sarah. Wajah dan tubuh Sarah sudah terlihat seperti tubuhnya sendiri. Kotor dan penuh luka sayatan.
“Jake, oh, Jake! Gawat!”
“Aku tahu, aku tahu.” Ucap Jake. “Sarah, kita harus segera keluar dari pulau ini. Tempat ini berbahaya.”
“Bagaimana dengan Tom dan Jeff?”
“Jeff…” Jake seklai lagi teringat dengan kepala Jeff yang terpotong. Tidak! Ia tidak akan menceritakan hal mengerikan itu pada Sarah. Paling tidak, tidak untuk saat ini.
“Kita harus pergi.” Ucap Jake seraya menggandeng lengan Sarah.
Keduanya kembali menyusuri hutan, dan masih belum tahu bagaimana cara mereka untuk keluar dari pulau itu. Berenang? Mungkin jaraknya berkilo-kilo dari daratan di seberang. Namun jawaban yang tak terduga muncul di depan mata keduanya sesaat kemudian. Jake ternyata membawa Sarah kembali ke tempat perahu karet yang ia temukan tadi.
“Kita akan mendayung sampai seberang.” Ucap Jake seraya menyeret perahu karet itu kembali ke air. “Kita akan…”
“Bagaimana dengan mereka? Tom dan Jeff?”
“Untuk saat ini kita yang harus pergi.” Ucap Jake. “Kita bisa meminta bantuan pada polisi setelah kita sampai di seberang.”
Jake sibuk mencari alat apapun yang dapat ia gunakan untuk mendayung. Ia menemukan beberapa barang tak berguna, dan potongan kayu dari perahu. Yang. Mungkin itu yang dapat mereka gunakan.
“Ok, Sarah, kita akan…”
“Jake!”
Jake memutar kepalanya, dan sekali lagi, jantungnya melonjak. Mungkin kini bisa saja berhenti. Sebab di depannya telah ada sekelompok orang telanjang yang memaku tatapan tajam ke arah mereka, dengan panah dan tombak diarahkan pada mereka. Suku primitif tempat itu telah menemukan mereka.
Jake dan Sarah mengangkat tangan mereka, mencoba untuk berdiam setenang mungkin. Tapi Jake kemudian melihat seorang anak mengayunkan tangannya, dan Jake tidak sadarkan diri saat sebuah batu menghantam kepalanya.

**

Jake merasakan kepalanya serasa mau pecah. Ia merasa pening, dengan kepala berdenyut, dan mata kabur. Sedetik kemudian, ia sadari bahwa ia sudah terikat, dan duduk di samping seorang wanita yang penampilannya sudah tidak karuan. Wajah Sarah sudah penuh dengan luka dan memar. Sebelah mata gadis itu bahkan tertutup karena membengkak. Namun bukan hal itu yang paling mengejtukan. Hal yang membuat Jake serasa mau muntah ada di depannya.
Di tengah api unggun, Jake dapat melihat tubuh Tom terpancang pada sebuah tiang dengan beberapa tombak menancap di dada. Di sampingnya, terdapat sebuah tubuh tak berkepala, milik Jeff, yang terbakar. Tapi yanglebih mengejutkannya lagi, orang-orang telanjang itu mulai memotong lengan Jeff, dan memakan dagingnya. Kini Jake benar-benar tahu apa yang ia hadapi di pulau maut ini.
“Mereka kanibal.” Bisik Jake pada Sarah, meskipun hal itu tidak akan berarti apa-apa lagi.
“Aku mau pulang.” Keluh Sarah dengan bibir berdarah. Jake hanya dapat tersenyum kecut. Mungkin, ia tidak akan pernah keluar dari tempat itu. Tidak tanpa ia mati terlebih dahulu di tangan orang-orang keji itu.
“Ini sebuah akhir.”

****

3 comments: