Jake mengerjapkan matanya. Air yang mengepungnya seolah
menariknya turun ke dasar danau yang dingin itu. Ia berusaha
menendang-nendangkan kakinya, mencoba untuk terus mengapung di permukaan. Di
tengah gelapnya malam dan dinginya air, Jake merasa sudah masuk ke dalam alam
maut. Tapi…, tidak. Ia masih hidup. Ia masih bernafas dan kini tengah berjuang
untuk menyelamatkan hidupnya.
Jake membuka matanya yang
perih saat ia kembali menyembul ke permukaan. Ia melihat sepotong kayu, pecahan
dari perahu yang ia naiki bersama ketiga temannya tadi. Potongan kayu, yang
mungkin akan menyelamatkan nyawanya.
Jake menarik nafas
dalam-dalam, mencoba untuk bernafas dengan benar, seolah ia tidak pernah
bernafas sebelumnya. Tubuhnya terasa begitu dingin dan mati rasa. Kedua matanya
pedih akibat terlalu banyak air masuk, dan nafasnya tersengal-sengal. Mungkin
ia juga sudah terlalu banyak meminum air danau itu.
Jake tidak pernah mengira
bahwa perjalanan eksotisnya akan berakhir dengan sebuah bencana seperti ini. Ia
kini berada di tengah-tengah danau di malam buta, di tengah kesunyian dan
dinginnya suasana. Jake tidak tahu harus menyalahkan siapa. Tapi ia masih ingat
dengan betul kejadian sebelumnya, yang membuatnya kini terapung-apung di danau
yang luas itu.
Jake bersama dengan ketiga temannya,
Tom, Sarah, dan Jeff, memutuskan untuk pergi ke danau Duckson yang terletak di
kawasan terpencil di Stireg, Norlandia. Danau Duckson merupakan salah satu
danau terluas yang ada di Norlandia, yang jarang diambah oleh manusia karena
medannya yang sulit. Meski begitu, Jake dan yang lain sepakat untuk pergi
melakukan ekspedisi menggunakan perahu motor yang berangkat dari salah satu
sungai, hingga akhirnya sampai di danau Duckson yang luas dan cantik.
Jake dan ketiga temannya
tidak sadar bahwa hari sudah sore ketika mereka telrlau lama menyelami danau
itu. Dan mereka kemudian sadar pula bahwa perahu yang mereka gunakan sudah
berada terlalu jauh dengan daratan.
Malam cepat sekali turun di
kawasan itu. Belum selesai membereskan alat-alat selam yang mereka gunakan,
langit tiba-tiba saja berubah menjadi gelap. Mendung datang dengan tiba-tiba,
dan badai mengamuk di permukaan danau.
Jake dan yang lain mencoba
untuk kembali ke tepian menggunakan perahu motor mereka. Namun sayangnya, badai
yang besar membuat mereka kehilangan arah. Yang aneh, alat navigasi yang ada di
perahu sama sekali tidak bekerja. Kompas berputar 360 derajat ke segala arah
tanpa henti. Dan Jake sadari kemudian, bahwa mereka tengah berada di
tengah-tengah mau yang tak terhindarkan.
Jake sedikit kesulitan untuk
mengingat bagaimana ia bisa sampai terpisah dengan ketiga temannya. Seingatnya,
perahu yang ia tumpangi terombang-ambing oleh ombak besar di tengah gemuruh
angin. Ia bahkan tidak dapat mendnegar teriakan teman-temannya. Dan secara
tiba-tiba, sebuah ombak menghantam tepian perahu, membuat perahu oleng dan Jake
terjatuh ke dalam air. Di tengah dinginnya air dan badai yang dahsyat, Jake
berpikir ia akan mati saat itu. Tapi…, ia hidup.
Jake mesih berusaha untuk
terus menggerakkan kakinya agar ia tidak mati kedinginan. Ia berpegang erat
pada potongan kayu yang ada di depan dadanya, dan dengan seksama melihat ke
sekelilingnya. Dan ia lihat…
Hanya kegelapan.
Langit sedikitnya sudah
terbuka setelah badai, dan menampakkan bulan. Cahayanya redup, dan sama sekali
tidak dapat membantu Jake untuk melihat ke sekelilingnya. Dengan potongan badan
perahu di tangannya, Jake tahu bahwa ketiga temannya pasti juga ikut tercebur
ke danau. Masalahnya, apakah mereka masih hidup? Dan dimanakah mereka? Jake
sama sekali tidak mengetahui arah di tengah danau yang luas itu.
Semakin lama Jake bergerak,
tenaganya pun semakin berkurang. Lama-lama ia merasakan pening di kepalanya dan
nafasnya tersengal-sengal. Hingga akhirnya ia jatuh pingsan dan tidak sadarkan
diri.
Ketika ia sudah dapat
membuka matanya kembali, ia sudah tidak berada di tengah danau. Ia sudah berada
di tepian pantai. Mungkin ia tersapu ombak hingga ke daratan atau semacamnya?
Jake tidak tahu. Dengan tubuh yang lemah Jake mencoba untuk berdiri dari
posisinya, dengan satu tujuan di kepalanya. Ia harus mencapai pos terdekat dan
melaporkan bahwa ketiga temannya hilang dalam badai. Tapi sedetik kemudian,
Jake menyadari satu hal yang hampir membuatnya pingsan lagi.
Tidak!
Ia tidak berada di tepian
yang benar. Ia kini terdampar di sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah
danau Duckson. Sebuah tempat yang menurut penduduk lokal jarang diambah dan
masih dianggap sakral. Apakah akan ada hantu? Jake tidak takut dengan hantu.
Yang menjadi masalah, bagaimana ia harus keluar dari situasi seperti itu?
Jake berjalan perlahan
menyusuri tepian pantai sambil memutar otaknya. Ia berpikir, mungkin jika ia
tidak kembali sampai pagi, pemilik perahu akan sadar bahwa hal buruk telah
terjadi padanya. Mungkin mereka akan mengirimkan bantuan di pagi hari? Jake
merasa ragu, namun ia masih berharap.
Satu hal yang tak terkira
Jake temui saat ia mencapai sebuah bebatuan di tepi pantai. Disana terdapat
sebuah perahu karet yang masih baru. Yang kemungkinan saja berasal dari perahu
motor yang ia tumpangi tadi. Seketika Jake melebarkan senyum di wajahnya.
Teman-temannya masih hidup, dan ia tidak sendirian di pulau itu. Jake pun
melihat adanya jejak-jejak kaki di pasir tepian pantai, yang mengarah masuk ke
dalam hutan. Jake berlari menyusuri langkah kaki itu tanpa berpikir dua kali.
Keadaan yang cukup gelap
membuat Jake sedikit kesulitan untuk berjalan di dalam hutan yang lebat. Cahaya
bulan tidak sepenuhnya dapat menembus gerumbulan dedaunan di hutan itu, dan
hanya dapat memberikan penerangan yang minim. Jake setidaknya masih dapat
melihat beberapa hal di depannya. Seperti bayangan pohon, semak, tebing. Namun
Jake sudah kehilangan jejak dari ketiga temannya. Kini ia merasa sendirian
lagi.
“TOM!” teriak Jake,
seandainya saja ada yang mendengar teriakannya. Ia percaya bahwa teman-temannya
mungkin belum terlalu jauh darinya.
“SARAH! JEFF!” teriaknya
lagi. Namun sama sekali tidak ada balasan. Suaranya menggema di keheningan yang
mencekam.
Jake bergerak maju, menembus
gerumbulan semak belukar. Tubuhnya saat itu sudah dipenuhi oleh luka akibat
dari duri-duri pada semak yang ia terobos. Ia masih belum menemukan temannya.
Tapi…
Jantung Jake seolah melompat
saat ia melihat sekelebatan bayangan bergerak diantara pepohonan. Apakah salah
satu dari ketiga temannya? Jake sekali lagi meneriakkan nama dari ketiga
temannya itu.
“TOM! SARAH!” teriaknya.
Lagi-lagi hanya keheningan yang menyambutnya.
Jake dengan cepat memutar
tubuhnya saat ia merasa seperti mendengar suara bergemerisik dedaunan di
belakangnya. Dan ia juga mendnegar beberapa langkah kaki. Apakah temannya? Tapi
terlalu aneh. Jika memang temannya, kenapa mereka tidak membalas teriakannya?
Jake merasa bahwa ada yang
tidak beres. Mungkin yang berada di dalam hutan itu bukan hanya dirinya
seorang. Mungkin…, makhluk buas? Karena berdasarkan ceritanya pulau itu memang
tidak pernah diambah oleh siapapun.
Jake dengan segera
mempercepat langkahnya menembus semak-semak lagi. Nafasnya kembali tersengal,
saat ia mencoba berlari, namun berkali-kali ia terjatuh saat tersandung oleh
beberapa akar pohon besar. Jake merasa ia berada di neraka. Kegelapan dan
kesunyian itu membuat Jake nyaris gila. Namun ia masih belum menyerah untuk
mencari ketiga temannya. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia berteriak lagi.
“SARAH!!!!”
Suaranya kembali menggema di
tengah kesunyian. Lalu, sebuah suara balasan membuat perasaan Jake sedikit
mengembang.
“JAKE!!!” seseorang membalas
teriakannya. Suara seorang wanita. Sarah. Jake tanpa ragu mulai bergerak ke
arah suara yang ia dengar sambil terus meneriakkan nama Sarah. Namun…
Jake merasa tubuhnya seperti
ditarik ke bawah, saat ia secara tak sengaja terjatuh ke dalam sebuah lubang
yang besar di tanah. Ia berguling, merosot, dan jatuh jauh ke dalam tanah, yang
ternyata ada sebuah gua kecil. Jake menghentikan pergerakan radikal tubuhnya
dengan kakinya, dan ia berhenti. Tubuhnya dipenuhi dengan luka, namun Jake
tidak peduli lagi.
Sebuah gua. Anehnya…
Jake melihat adanya cahaya
di ujung lorong gua dimana ia berada. Cahaya jingga yang terlihat begitu
hangat, namun disaat yang bersamaan, terlihat mencurigakan. Apakah cahaya dari
api yang dibuat oleh salah seorang temannya? Dengan tertatih-tatih, Jake mulai
menyusuri lorong gua yang licin dan penuh dengan bebatuan. Dan ketika ia
mencapai tempat yang bercahaya itu, sekali lagi hantungnya melonjak tinggi.
APA?!
Jake bahkan tidak dapat
mempercayai apa yang ia lihat. Di dalam sebuah lekukan di dalam gua itu,
terdapat begitu banyak tumpukan tulang belulang dan tengkorak, yang kemungkinan
adalah tulang dan tengkorak manusia. Jake terhenyak untuk sesaat, dan tidak
dapat menggerakkan tubuhnya. Tempat apa ini sebenarnya? Tempat itu terlihat
seperti semacam kuburan masal. Tapi untuk siapa? Apakah penduduk primitif di
pulau itu?
Jake perlahan mulai bergerak
lagi, melalui tulang belulang itu. Di salah satu dinding gua terdapat sebuah
obor, yang entah diletakkan oleh siapa. Pikiran Jake, mungkin memang penduduk
primitif pulau itu. Mungkin ia bisa minta tolong?
Gua yang Jake jelajahi
ternyata tembus ke seberang. Jake bergerak perlahan, menaiki bebatuan yang
runcing dan licin, hingga akhirnya ia muncul kembali di tengah sebuah hutan.
Malam masih begitu gelap, dengan cahaya bulan yang nyaris tidak berguna dalam
situasi seperti itu. Jake menggapai dalam gelap, sambil memikirkan Sarah yang
ia dengar beberapa saat yang lalu. Sampai tiba-tiba…
DUK!
Jake mengerang saat kaki
telanjangnya menendang sebuah benda keras di tanah. Sebuah batu, yang terlihat
basah oleh…
Jake mencium aroma yang
tidak seharusnya ia cium. Bau anyir itu…, di batu yang ia pegang…, darah? Jake
memicingkan kedua matanya di dalam kegelapan. Ia melihat ada sebuah benda bulat
di dekat batu yang baru saja ia sandung. Ketika Jake mengarahkan tangannya pada
benda itu, benda itu berguling seketika. Dan ketika cahaya bulan menerangi
benda itu, Jake menjerit.
“TIDAK!!!”
Jeff. Atau paling tidak, apa
yang tersisa dari Jeff. Kepala Jeff terpenggal secara brutal tepat di pangkal
leher, yang kini masih meneteskan darah segar. Eksresi yang tidak mengenakkan
dari wajah Jeff membuat Jake rasanya ingin pingsan seketika. Namun sesaat
kemudian ia juga sadar bahwa mungkin ia berada di dalam zona yang cukup
berbahaya. Perbuatan siapa hal keji itu? Suku primitif? Memang sepertinya hanya
itu penjelasan satu-satunya.
Jake menengadahkan wajahnya
saat ia mendengar sebuah suara jeritan di kejauhan. Suara seorang wanita…,
Sarah? Jake seketika bangkit dari posisinya dan bergerak kembali di dalam
kegelapan. Ia berusaha menemukan Sarah. Dan rencananya, ia akan meninggalkan
pulau terkutuk itu. Meski ia harus berenang hingga tepian di seberang.
Jantung Jake berdebar,
berdetak cukup cepat. Ia yakin betul bahwa ada sekelompok orang yang tinggal di
pulau itu, yang buas dan primitif. Apa kemungkinan buruk lain? Pertanyaan
selanjutnya, apa yang terjadi pada tubuh Jeff? Apakah penduduk lokal itu…
Jake tidak berani
membayangkan apa yang terjadi pada tubuh temannya. Melihat kepala temannya saja
sudah membuatnya cukup mual. Kini, ia harus menemukan Sarah sesegera mungkin.
Tapi bagaimana ia akan mencari Sarah dalam kegelapan total seperti itu? Ia
tentu juga tidak bisa berteriak, yang mungkin malah akan membawanya dalam
bahaya.
Jake menyusuri pepohonan,
menembus semak belukar, menaiki bebatuan tinggi, hingga akhirnya ia tiba di
tempat landai yang cukup luas tanpa pepohonan. Jake menghentikan langkahnya
seketika saat ia mendengar suara bergemerisik dedaunan di belakangnya. Ia juga
melihat sekelebatan orang. Apakah penduduk primitif, yang juga akan
membunuhnya?
Jake merunduk, kemudian
meraih sebuah batu yang akan ia gunakan untuk menghantam kepala siapa saja yang
menyerangnya. Sosok dalam kegelapan itu terus bergerak mendekat, dan semakin
dekat…, dekat…, dan…
Muncul!
Jake seketika mengangkat
tangannya siap untuk menghantam kepala penyerangnya itu, tapi…
“Jake!”
Satah telah berdiri di depan
Jake. Jake, dengan tangan masih terangkat, menghembuskan nafasnya lega. Sarah.
Wajah dan tubuh Sarah sudah terlihat seperti tubuhnya sendiri. Kotor dan penuh
luka sayatan.
“Jake, oh, Jake! Gawat!”
“Aku tahu, aku tahu.” Ucap
Jake. “Sarah, kita harus segera keluar dari pulau ini. Tempat ini berbahaya.”
“Bagaimana dengan Tom dan
Jeff?”
“Jeff…” Jake seklai lagi
teringat dengan kepala Jeff yang terpotong. Tidak! Ia tidak akan menceritakan
hal mengerikan itu pada Sarah. Paling tidak, tidak untuk saat ini.
“Kita harus pergi.” Ucap
Jake seraya menggandeng lengan Sarah.
Keduanya kembali menyusuri
hutan, dan masih belum tahu bagaimana cara mereka untuk keluar dari pulau itu.
Berenang? Mungkin jaraknya berkilo-kilo dari daratan di seberang. Namun jawaban
yang tak terduga muncul di depan mata keduanya sesaat kemudian. Jake ternyata
membawa Sarah kembali ke tempat perahu karet yang ia temukan tadi.
“Kita akan mendayung sampai
seberang.” Ucap Jake seraya menyeret perahu karet itu kembali ke air. “Kita
akan…”
“Bagaimana dengan mereka?
Tom dan Jeff?”
“Untuk saat ini kita yang
harus pergi.” Ucap Jake. “Kita bisa meminta bantuan pada polisi setelah kita
sampai di seberang.”
Jake sibuk mencari alat
apapun yang dapat ia gunakan untuk mendayung. Ia menemukan beberapa barang tak
berguna, dan potongan kayu dari perahu. Yang. Mungkin itu yang dapat mereka
gunakan.
“Ok, Sarah, kita akan…”
“Jake!”
Jake memutar kepalanya, dan
sekali lagi, jantungnya melonjak. Mungkin kini bisa saja berhenti. Sebab di
depannya telah ada sekelompok orang telanjang yang memaku tatapan tajam ke arah
mereka, dengan panah dan tombak diarahkan pada mereka. Suku primitif tempat itu
telah menemukan mereka.
Jake dan Sarah mengangkat
tangan mereka, mencoba untuk berdiam setenang mungkin. Tapi Jake kemudian
melihat seorang anak mengayunkan tangannya, dan Jake tidak sadarkan diri saat
sebuah batu menghantam kepalanya.
**
Jake merasakan kepalanya
serasa mau pecah. Ia merasa pening, dengan kepala berdenyut, dan mata kabur.
Sedetik kemudian, ia sadari bahwa ia sudah terikat, dan duduk di samping
seorang wanita yang penampilannya sudah tidak karuan. Wajah Sarah sudah penuh
dengan luka dan memar. Sebelah mata gadis itu bahkan tertutup karena
membengkak. Namun bukan hal itu yang paling mengejtukan. Hal yang membuat Jake
serasa mau muntah ada di depannya.
Di tengah api unggun, Jake
dapat melihat tubuh Tom terpancang pada sebuah tiang dengan beberapa tombak
menancap di dada. Di sampingnya, terdapat sebuah tubuh tak berkepala, milik
Jeff, yang terbakar. Tapi yanglebih mengejutkannya lagi, orang-orang telanjang
itu mulai memotong lengan Jeff, dan memakan dagingnya. Kini Jake benar-benar
tahu apa yang ia hadapi di pulau maut ini.
“Mereka kanibal.” Bisik Jake
pada Sarah, meskipun hal itu tidak akan berarti apa-apa lagi.
“Aku mau pulang.” Keluh
Sarah dengan bibir berdarah. Jake hanya dapat tersenyum kecut. Mungkin, ia
tidak akan pernah keluar dari tempat itu. Tidak tanpa ia mati terlebih dahulu
di tangan orang-orang keji itu.
“Ini sebuah akhir.”
****
Perfect ending.. Tp jujur, kasian bgt nasib jake & sarah.. :'(
ReplyDeleteEnding tragis mbak.
DeleteEnding tragis mbak.
Delete