Olivia menggelengkan kepalanya. Ia heran dengan tingkah tiga
teman wanitanya itu, yang setiap kali selalu melakukan kejahilan di sekolah
tempatnya bersekolah. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Ia sudah
meminta ketiga temannya itu untuk berhenti dari ulah usil mereka, namun usahanya
sepertinya sia-sia saja.
Beth, Mary, dan Emily adalah
tiga teman Olivia itu. Sudah banyak yang mengatakan bahwa ketiga gadis itu
adalah gadis paling jahil di sekolah. Mereka sering melakukan hal-hal gila yang
diluar nalar terhadap teman satu sekolah mereka. Dan Olivia, yang masih
berteman dengan tiga temannya itu, selalu menerima upah dari kejahilan ketiga
temannya itu.
“Sudahlah! Kenapa kalian
tidak bisa diam untuk sesaat?” ucap Olivia saat makan siang bersama Beth, Mary,
dan Emily. Ia tidak menyangka ketiga temannya itu berencana untuk melakukan hal
usil lainnya.
“Ingat seminggu yang lalu?”
ucap Olivia. “Ny. Marble hampir menelanku hidup-hidup saat kalian melakukan
kejahilan pada Tanya. Kalian menaruh permen karet di kursinya, ‘kan?”
“Oh, itu lucu sekali.” Sahut
Beth. “Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Tanya marah, tentu saja. Tapi dia
tidak tahu bahwa kita yang menaruh permen karet di bangkunya.”
“Bukan ‘kita’ tapi
‘kalian’.” Ucap Olivia cepat. “Aku tidak pernah memberikan anggukan kepala
untuk setiap kejahilan yang kalian lakukan. Dan aku tidak mau ikut bertanggung
jawab atas apa yang terjadi, kalian tahu?”
“Ayolah, Olivia!” ucap Mary.
“Ini menyenangkan. Bayangkan wajah-wajah tidak beruntung itu! Segala kemarahan mereka,
dan segala yang terjadi setelah kita melakukan keusilan itu. Sungguh luar
biasa!”
“Ya, Olivia.” Sahut Emily.
“Kenapa kau tidak ikut rencana kami sekali-kali? Kurasa akan menyenangkan, dan
bisa menjadi bahan pembicaraan setiap hari.”
“Tidak, dan tidak.” Jawab
Olivia dengan ketegasan dalam ucapannya. “Apa yang kalian lakukan telah
kelewatan. Mungkin, bisa saja kalian akan dikeluarkan dari sekolah ini jika
kalian sampai ketahuan melakukan kejahilan-kejahilan itu.”
“Tenang saja!” ucap Beth.
“Kami tidak akan ketahuan.”
Olivia hanya dapat mendesah
pasrah. Ia tidak tahu kenapa dulu ia bisa berkenalan dengan ketiga temannya
itu. Jika dipikir-pikir, ia dulu adalah salah stau korban dari tiga teman
usilnya itu. Dan entah kenapa ia tidak melaporkan kejadian itu pada kepala
sekolah. Kini ia menyesali kesalahannya itu.
“Hei, lihat siapa yang
datang!” ucap Beth. Kepala Olivia dan ketiga temannya langsung terarah pada
seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam kantin.
Gadis itu adalah Chloe.
Seorang murid baru yang memiliki kepribadian tertutup. Hingga detik ini, Chloe
belum juga memiliki satupun teman yang bisa diajak untuk makan siang bersama.
Kasihan gadis itu. Olivia sebenarnya ingin memperkenalkan dirinya namun ketiga
temannya itu selalu menghadangnya.
“Jangan berpikir macam-macam
soal gadis itu!” ucap Olivia cepat. Namun ketiga temannya itu hanya mencibir.
“Kenapa? Sepertinya akan
menyenangkan bisa sedikit usil pada gadis yang pemalu itu. Kita sama sekali
tidka mengenalnya.”
“Karena itulah…”
“Diam, Olivia!” ucap Mary.
“Kalau kau tidak mau melakukannya, biar kami saja. Kau tidak usah ikut campur.”
“Tapi kasihan Chloe.” Ucap
Olivia. “Ia anak baru di sekolah ini dan membutuhkan teman. Tidak selayaknya
kalian melakukan kejahilan padanya.”
“Tentu saja layak.” Sahut Emily.
“Anggap saja kejahilan kami adalah salah satu kata sambutan untuk menyambutnya
sebagai murid di sekolah ini. Dan…, oh! Pasti akan sangat memuaskan bisa
melihatnya menangis.”
“Kalian benar-benar…”
“Aku sebenarnya sudah punya
satu ide untuk ‘bermain-main’ dengan gadis itu.” Ucap Beth. “Sesuatu yang akan
sangat memuaskan.”
“Apa yang kau rencanakan?”
tanya Emily cepat.
“Aku tahu bahwa kini Chloe
sepertinya jatuh cinta pada kapten kesebelasan kita, Troy.”
“Oh, ya?”
“Aku punya satu ide yang
cemerlang.”
“Ceritakan pada kami!” pinta
Mary. Namun Beth melirik ke arah Olivia dengan satu senyum nakal.
“Mungkin jika Olivia tidak
ada di sekitar kita.”
Olivia merasa penasaran
dengan apa yang ketiga temannya itu rencanakan. Namun bagaimana juga, ia tidak
bisa mengetahui apa yang ketiga temannya itu rencanakan. Dan ia merasa khawatir
dengan Chloe. Bagaimana jika sampai hal buruk terjadi pada gadis itu?
**
Chloe Bennet sudah tidak
tahu lagi bagaimana harus menghadapi keseharian di sekolahnya yang baru itu. Ia
selalu malu untuk berkenalan dengan teman baru. Dan hingga detik ini, dua bulan
setelah kepindahannya, ia belum juga mendapatkan satu teman.
Mungkin ada satu orang yang
sudah bersikap baik padanya. Nama gadis itu adalah Olivia. Namun Chloe merasa
ragu untuk berteman dengan Olivia sebab Olivia juga adalah anggota geng dari
kelompok gadis nakal di sekolah itu.
Namun sejauh dari apa yang
sudah ia alami, Olivia sepertinya tidak seperti ketiga temannya itu. Beberapa
hari yang lalu saat buku yang ia bawa jatuh, Olivia rela membantunya. Ia ingin
sekali sebenarnya untuk berteman dengan Olivia. Namun Olivia sepertinya lebih
memilih ketiga temannya itu daripadanya. Memangnya siapa dia ingin berteman
dengan salah satu gadis populer di sekolah itu?
Chloe menjalani hari-harinya
seperti biasa. Mengikuti kelas, makan di kantin sendirian, dan mengikuti kelas
lagi.Ia harus memfokuskan dirinya pada pelajaran sekolah yang ia terima, dan
tidak usah peduli lagi pada adanya teman. Tidak masalah baginya memiliki teman
atau tidak. Yang penting ia bisa bertahan dengan nilai-nilai bagusnya, hal itu
rasanya sudah cukup.
Mungkin memang ada satu hal
lagi yang membuatnya betah berada di sekolah itu disaat ia tidak memiliki
teman. Saat pertama kali ia masuk di sekolah itu, ia bertemu dengan lelaki
tampan yang membuat hatinya berdesir. Ia ketahui beberapa hari kemudian bahwa
lelaki itu ternyata adalah kapten dari tim kesebelasan sekolah itu, yang
bernama Troy. Chloe tidak bisa berbat apapun selain menjadi penggemar rahasia
dari lelaki itu. Lelaki yang menurutnya cukup sempurna di matanya.
Mungkin memang akan menjadi
sebuah harapan yang terlalu tinggi bagi dirinya yang kutu buku, untuk bisa
berkenalan dengan lelaki populer seperti Troy. Namun suatu kejadian tak terduga
terjadi kemarin. Ia secara tak sengaja bertabrakan dengan Troy saat ada di
perpustakaan. Dan Troy tersenyum manis padanya. Bukankah hal itu menjadi sebuah
impian yang jadi kenyataan?
Troy sedikit bertanya-tanya
tentang dirinya beberapa saat kemudian. Yang ia akui memang menjadi sebuah situasi
yang terlalu menekan baginya. Ia bahkan tidak sadar apakah saat itu ia bernafas
atau tidak. Bisa berkenalan dengan Troy adalah sebuah anugerah yang sulit untuk
terjadi. Namun sudah terjadi.
Nama Troy menjadi semacam
racun di dalam kepalanya. Ia tidak bisa berkonsentrasi dengan apa yang
diajarkan oleh guru di depan kelas karena terlalu sibuk memikirkan wajah Troy.
Oh…, Troy. Chloe benar-benar jatuh cinta pada pemain sepak bola itu.
Hal yang sama sekali tak
terduga olehnya terjadi di kemudian hari. Seseorang tiba-tiba saja mendekat ke
arahnya dan menyerahkan sepucuk surat untuknya.
“Untukku?” tanya Chloe
dengan sikap tidak percaya. Gadis di depannya itu menganggukkan kepalanya
sambil tersenyum.
“Dari siapa?” tanya Chloe.
Karena ia tidak memiliki satupun teman di sekolah itu, rasanya aneh menerima
sepucuk surat secara tiba-tiba.
“Kau akan tahu.” Ucap gadis
itu kepadanya. “Mungkin kau bisa pingsan ketika membacanya.”
Chloe cepat-cepat segera
menyobek amplop putih dari surat itu begitu sang pengantar surat sudah pergi.
Dan ketika ia membaca sebuah nama di akhir surat singkat itu, ia benar-benar
nyaris mau pingsan.
Troy!
Surat itu adalah surat dari
Troy, yang menginginkan berkenalan dengan dirnya lebih dalam. Surat itu
berbunyi begitu manis, semanis senyuman Troy saat itu.
“Aku selalu memikirkanmu
sejak pertemuan kita saat itu. Aku ingin mengenalmu lebih dalam, Chloe. Jika
kau tak keberatan, temui aku di kantin sekolah saat pelajaran jam keempat.”
Chloe bisa saja
melonjak-lonjak kegirangan saat itu. Namun ia bukanlah tipe gadis yang bisa
dengan bebas berekspresi. Sebagai gantinya, ia rasanya mau menangis.
Selama sisa pelajaran ia tak
bisa menahan pikirannya yang terus terarah pada Troy. Surat itu benar-benar
membuat dirinya berubah secara seketika. Ia bahkan masih tidak mempercayainya.
Apakah surat itu benar-benar Troy yang menulis? Dia tidak mau tahu. Yang
penting, ia akan segera bertemu dengan pujaan hatinya itu.
Bel tanda pelajaran keempat
berbunyi. Jantung Chloe berdetak tidak karuan karena saat inilah Troy tengah
menunggunya di kantin. Ia hanya mengikuti pelajaran itu selama beberapa menit,
sebelum akhirnya ia ijin untuk ke toilet. Namun begitu keluar dari kelas, ia
segera saja berlari ke arah kantin.
Chloe sedikit kaget
bahwasanya tidak ada siapapun di kantin itu. Kantin terlihat kosong, dan hanya
ada Ny. Tames yang menjaga kantin. Chloe mulai berpikir, mungkin ada yang jahil
dengan dirinya dengan cara mengirim surat itu. Akan tetapi, sebelum ia bergerak
pergi meninggalkan kantin, Ny. Tames tiba-tiba saja memanggilnya.
“Ada sepucuk surat darimu.”
Ucap wanita gemuk itu. Jantung Chloe melonjak lagi. akankah dari Troy lagi?
Chloe dengan cepat membuka surat itu. Yang berbunyi,
“Maaf aku tidak bisa
menemuimu saat ini. Ada kelas yang tidak bisa kutinggalkan. Kita bertemu saja
saat sekolah bubar. Temui aku di depan ruang perawatan lantai tiga.”
Chloe dapat bernafas lega.
Kenyataan bahwa Troy tidak melupakan janjinya membuat Chloe merasa lebih nyaman
daripada memikirkan bahwa surat itu hanyalah surat keusilan. Ia pun kembali ke
kelasnya sedetik kemudian.
Selama sisa pelajaran hari
itu Chloe tidak sabar untuk segera keluar dari kelasnya. Dan ketika bel
pelajaran terakhir berbunyi, Chloe rasanya ingin melonjak lagi. Dengan cepat ia
masukkan semua buku kembali ke dalam tasnya, lalu berlari keluar. Ia tidak
peduli lagi dengan tatapan-tatapan aneh yang terarah padanya. Ia akan bertemu
dengan Troy.
Ruang perawatan lantai tiga.
Chloe segera saja mengarahkan kakinya kesana. Dan begitu ia sampai di tempat
itu, ia lagi-lagi tidak menemukan Troy.
“Mungkin Troy belum datang.”
Ucap Chloe pada dirinya sendiri. Dengan sabar ia menunggu di depan ruang
perawatan itu, cukup lama, hingga koridor benar-beanr kosong telah ditinggalkan
oleh semua orang. Jantung Chloe berdetak cepat lagi.
“Apakah Tory lupa akan
janjinya?” tanya Chloe dalam hati. Namun sedetik kemudian pintu ruang perawatan
terbuka, dan seorang gadis berambut pirang bergerak keluar dari ruangan itu.
Chloe tahu gadis itu bernama Beth, yang juga pernah sekelas dengannya.
“Oh, hai Chloe!” sapa Beth.
“Kau pasti sedang menunggu Troy, ‘kan?”
“Bagaimana kau tahu?” tanya
Chloe cepat.
“Tenang saja! Rahasia kalian
aman bersamaku.” Ucap Beth. “Sebenarnya aku tadi bertemu dengan Troy, dan ia
memintamu untuk menunggu di dalam ruangan ini.”
“Benarkah?” Chloe tidak
begitu percaya. Namun Beth terlihat benar-benar serius dengan apa yang ia
ucapkan.
“Masuklah! Troy akan datang
sebentar lagi.”
Chloe pun pada akhirnya
bergerak dengan keraguan memasuki ruangan yang gelap dan pengap itu. Di dalam
hatinya ia bertanya-tanya, apakah mungkin Troy mau menemuinya di tempat
mengerikan semacam itu. Namun sebelum ia dapat menemukan jawaban di kepalanya,
seketika ia mendengar satu tawa di belakangnya. Dan…
BRAK!
Pintu ruangan itu tertutup
seketika. Beth mengarah ke pintu, mencoba untuk membukanya kembali namun
sia-sia saja. Ia kemudian mendengar suara kunci diputar dari luar.
“Beth! Beth apa yang kau
lakukan? Keluarkanaku!” teriak Chloe. Namun tawa Beth belum juga menghilang.
“Kau terlalu naif, Chloe.”
Ucap Beth. “Pria setampan Troy tidak mungkin akan jatuh hati padamu, dasar
pecundang!”
“BETH! KUMOHON!!”
Tawa Beth terdengar menjauh
beberapa detik kemudian. Dan Chloe kini menyadari kebodohannya. Kenapa ia
percaya begitu saja pada semua hal yang terjadi padanya hari itu? Ya. tidak
mungkin Troy akan…
Tapi bukan itu masalah yang
ia hadapi sekarang. Pertanyaannya, bagaimana ia akan keluar dari ruangan yang
gelap dan penuh sarang laba-lana itu. Chloe seketika merasakan kepanikan saat
ia merasa dinding-dinding ruangan itu mulai menyempit.
Chloe memutar tubuhnya, dan
memandang ke arah sesisi ruang perawatan yang dipenuhi dengan berbagai maca
barang perawatan. Kegelapan yang ada di dalam tempat itu seolah menusuk
jantungnya. Ia seketika merasakan sulit untuk bernafas. Dan ketika ia akan
melangkah di dalam kegelapan, tiba-tiba saja…
BRUK!! BRAKK!!
Ia tersandung sebuah pel,
dan jatuh terjerembab ke tanah. Barang-barang yang ada di tempat itu seketika
jatuh, dan ada sebuah benda keras yang menghantam kepalanya.
Chloe mengerang, dan
merasakan kepalanya begitu sakit dan terasa begitu berat. Pandangannya kabur
seketika, dan ia pusing berkunang-kunang. Ia tidak dapat menegakkan dirinya
lagi. Dan kemudian, ia masuk ke dalam alam bawah sadarnya.
**
Chloe masih merasakan
kepalanya begitu sakit saat ia tersadar beberapa jam kemudian. Ia sudah tidak
tahu lagi waktu. Dan ketika ia akan membuka kedua matanya, pandangannya
berputar tak karuan. Ia harus bangkit ke posisi duduk terlebih dahulu sambil
mengusap-usap kepalanya yang kejatuhan benda berat itu tadi. Lambat laun, ia
mulai mendapatkan kekuatan untuk melihat lagi. Akan tetapi, masalah yang ia
hadapi tetap sama. Ia terkunci di dalam ruang perawatan itu. Bagaimana ia akan
keluar?
Chloe melirik ke arah
jendela kecil yang ada di ujung ruangan. Dari sana ia dapat melihat bahwa hari
sudah gelap. Mungkin sudah malam diluar, dan Chloe semakin sadar bahwa ia ada
dalam masalah yang cukup besar. Ia benar-benar tidak mengira Beth akan tega
menguncinya di dalam ruangan yang kotor itu.
Dalam keadaan yangbegitu
gelap, Chloe tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia mencoba untuk meraba-raba
di dalam kegelapan, mungkin dengan begitu ia bisa menemukan jalan keluar. Tapi
tangannya hanya menemukan beberapa pel tua dan sapu, juga beberapa ember. Ia
kemudian berdiri, dan mulai bergerak ke satu sisi. Hingga akhirnya ia mentok
menabrak dinding.
Ia kemudian menyusuri
dinding tersebut. Beberapa kali ia nyaris tersandung oleh beberapa peralatan
kebersihan tua yang ada di ruangan itu. Namun pada akhirnya, ia menemukan kenop
pintu. Ia coba putar kenob pintu itu, dan…
Berhasil! Pintu itu terbuka
dan tidak terkunci. Namun keadaannya tetap saja menyebalkan. Chloe sadar bahwa
ia kini berada di sekolahan saat malam hari, dan sendirian. Suara berkeriak
dari pintu ruangan itu yang terbuka membuat merinding seketika.
Chloe baru saja akan keluar
dari ruangan itu saat tiba-tiba saja ia mendengar suara berkelotak di
belakangnya. Jauh di dalam ruang perawatan itu. Chloe menoleh ke arah kegelapan
yang ada di dalam, dan suara berkelotek itu masih terdengar.
Chloe yang merasa penasaran
segera saja bergerak masuk kembali ke arah ruang perawatan itu dan mengarah
pada sumber suara. Datangnya dari sebuah peti kecil yang terletak diantara
benda-benda lain. Ia lihat dalam keremangan cahaya, kotak itu bergetar. Apa
yang mungkin ada di dalam? Tikus? Meski Chloe merasa enggan untuk membuka kotak
itu, namun ia tidak dapat menghentikan langkahnya. Dan setelah ia sadari
kemudian, ia sudah berjongkok di dekat peti kecil itu.
Peti itu masih bergetar saat
Chloe berada dekat dengannya. Dan ada yang aneh lagi. Ia seperti melihat cahaya
berpendar dari dalam peti itu. Chloe yang merasa penasaran seketika mengarahkan
tangannya pada peti kecil itu, lalu dengan cepat membukanya. Dan…
“AAAHHHHH!!!”
Chloe menjerit dan
membanting tubuhnya ke lantai saat benda di dalam peti itu melompat ke udara.
Sebuah tengkorak yang berlumuran darah melayang di udara, dengan cahaya
menyorot dari dalam dua rongga mata tengkoran itu. Chloe yang tidak menduga hal
itu akan terjadi langsung saja bangkit berdiri dan berlari keluar dari ruangan
itu. Ia berlari tanpa tahu arah di koridor yang gelap dan kosong. Ia baru
berhenti ketika ia sampai di puncak tangga.
Nafasnya tersengal. Ia masih
tidak dapat mempercayai apa yang baru saja ia lihat. Tengkoran berdarah? Apakah
ia tidak salah lihat? Ia begitu yakin bahwa yang baru saja ia lihat adalah
tengkoran manusia. Namun pertanyaannya, kenapa ada tengkorak manusia di dalam
ruang penyimpanan?
Chloe tidak habis pikir.
Ketika ia sadari kemudian, ia telah berada di koridor gelap yang begitu sunyi.
Ruangan-ruangan kelas kosong berderet di sepanjang koridor lantai tiga itu. Dan
keadaannya benar-benar sunyi. Saking sunyinya, Chloe bahkan dapat mendengar suara
jantungnya sendiri.
Chloe bergidik ngeri ketika
ia membayangkan kembali rupa tengkorak yang melayang tadi. Apakah hal itu
normal untuk dilihat? Apakah sekolahan itu berhantu? Sebelum pertanyaannya itu
terjawab, ada satu hal aneh lagi yang terjadi di koridor itu yang membuat bulu
kuduk Chloe kembali meremang. Ia mendengar sebuah bisikan suara.
“Kemari…., kemari kelinci
kecil….”
Chloe menolehkan kepalanya
ke kanan dan kekiri, mencoba mencari sumber dari suara itu. Namun ia saat ini
tengah berada di koridor yang kosong, tanpa satupun orang kecuali dirinya.
Siapa yang memiliki kemungkinan untuk berbisik?
Tidak ada. Itulah yang
membuat Chloe semakin merasa merinding dengan suasana yang ia hadapi. Ia
melirik ke arah ujung koridor yang gelap, dan ia seperti melihat sebuah
bayangan raksasa yang dengan perlahan mendekat. Chloe bergidik, mencoba
menghilangkan suara-suara yang ia dengar itu. Namun suara itu masih terdengar
dengan begitu jelas.
“Kemari, sayang….., kelinci
kecil…, kemari….”
Bayangan yang Chloe lihat di
ujung koridor itu menjadi semakin besar dan dekat. Chloe yang meraskan
jantungnya berdetak kencang langsung saja bergerak meninggalkan tempatnya
berdiri. Ia bergerak cepat menuruni tangga menuju lantai dua. Namun ketika ia
tiba di depan pintu yang menghubungkan tangga dengan lantai dua, ia terpeleset
dan jatuh ke lantai dengan keras.
Chloe mungkin akan merasakan
sakit yang luar biasa saat ia jatuh ke arah pinggangnya. Namun ternyata bukan
hal itu yang menjadi fokusnya saat ini. Ia lebih fokus pada apa yang membuatnya
terpelet. Ia terpeleset cairan kental yang menggenang di lantai. Chloe telah
berlumuran cairan itu, yang baunya sedikit aneh. Seperti bau…
Darah?
Chloe mengangkat tangannya
ke arah cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Dan saat itulah ia melihat
dengan jelas cairan apa yang ada di tangannya itu. Cairan lengket, berwarna
gelap. Darah.
“Tidak! Tidak! Tidak!”
Chloe seketika bangkit
berdiri dari genangan darah itu. Namun seketika kakinya menyandung sesuatu di
lantai. Sebuah benda kecil, yang juga berlumuran dengan darah. Chloe
mengambilnya, dan…
“TIDAK!!!!”
Chloe seketika melemparkan
potongan tangan seseorang itu ke arah lantai dan berlari lagi. Suara bisikan
itu juga terdengar lagi saat ia bergerak menyusuri koridor lantai dua. Dan
bayangan hitam yang ada di ujung koridor itu juga nampak lagi.
“TIDAK!!” Jerit Chloe. Ia
terus berlari, hingga akhirnya ia sampai di ujng koridor yang buntu. Ia
membalik tubuhnya, dan hanya dapat bersandar pada kaca jendela. Nafasnya
memburu, dan jantungnya berdetak cukup kencang. Ia masih sulit untuk
mempercayai apa saja yang ia lihat malam itu. Suara aneh, bayangan di ujung
koridor, suara berbisik, lalu juga potongan tangan manusia? Apakah ia sudah
gila? Atau memang sekolahan itu berhantu?
“Jangan lari, kelinci
kecil….” Suara bisikan itu terdengar lagi. “Kemari…, jangan lari…”
Chloe tidak dapat menahan
tubuhnya untuk tidak bergetar. Ia lihat bayangan di ujung koridor itu bergerak
semakin dekat dengannya. Chloe sudah merasa putus asa dan mungkin lebih memilih
untuk mati daripada harus menjadi korban dari keanehan di sekolah itu. Ia
bahkan ingin menangis.
“Tidak, kumohon!” ucapnya
lirih.
“Halo…” suara itu berasal
dari arah belakangnya. Tapi bagian belakangnya hanya ada jendela. Apa yang
mungkin bisa menciptakan suara itu? Chloe memutar tubuhnya, kemudian…
“AAAAHHHHHH!!! TIDAK!!!”
Sesosok wanita dalam pakaian
putih dengan wajah membusuk terlihat berada di luar jendela, menatapnya dengan
tatapan menyala seperti api. Wajah itu menyeringai ke arahnya, menunjukkan
sederet gigi kuning yang kotor. Chloe menjerit sekuat yang ia mampu.
Ia berlari lagi, mencoba
mengarah ke tangga. Namun tiba-tiba saja sebuah pintu yang tak jauh darinya
terbuka, dan munculah sesosok pria kurus tinggi dengan wajah aneh memanang ke
arahnya.
“TIDAK! KUMOHON!” Jerit
Chloe. Pria kurus itu bergerak ke arahnya. Perlahan, seperti mayat hidup.
“Tidak, kumohon!!” rintih
Chloe. Chloe nyaris saja kehilangan kekuatan kakinya untuk berdiri. Namun ia
masih memaksa dirinya untuk berlari meninggalkan hal-hal aneh yang mengejarnya
itu. Kini ia yakin betul bahwa sekolahan itu memang benar-benar berhantu.
Chloe dengan cepat menuruni
tangga yang menuju ke lantai satu. Ia sempat berhenti di anak tangga terbawah, dan
mendongak ke atas. Ia lihat pria tua kurus itu mulai bergerak menuruni tangga.
Chloe berlari lagi. Ia kini
sudah berada di lantai satu. Dan tujuan utamanya adalah pintu keluar yang
berada di depan. Ia berlari hingga akhirnya mencapai pintu ganda besar itu.
Akan tetapi…
Terkunci! Tentu saja.
Penjaga sekolah pasti sudah mengunci pintu itu sejak beberapa jam yang lalu.
Lalu apa yang akan ia lakukan? Chloe bergidik lagi saat suara bisikan itu
terdengar lagi membahana di sepanjang koridor.
“Chloe…, jangan lari…”
“Tidak!” rintih Chloe. Air
mata kini sudah benar-benar keluar dari rongga matanya. Chloe sudah kehabisan
tenaga untuk terus berlari.
Pandangan matanya itu
terarah pada pintu yang menghubungkan dengan tangga. Dan ia lihat sosok pria
kurus itu muncul kembali. Hal itu membuat Chloe memutuskan untuk berlari lagi.
Namun ia sudah tidak tahu harus berlari kemana. Satu-satunya ruangan yang tidak
terkunci adalah ruang biologi.
Ia memasuki ruangan itu,
dengan suara-suara bisikan itu masih terdengar di sepanjang koridor. Chloe
sudah kehabisan akal. Yang dapat ia lakukan kini hanyalah bersembunyi. Jika
saja hal itu bisa membantunya menghadapi makhluk-makhluk aneh yang
mendatanginya.
“Chloe…” Ia dapat mendengar
suaranya dipanggil dari luar. Oleh makhluk itu. Oleh apapun yang saat ini
sedang mengejarnya.
“Chloe…, Chloe…, Chloe…”
Chloe merunduk di ujung
ruangan sambil menutup telinganya dengan kedua tangan. Ia sudah tidak tahan
lagi dengan semua ketakutan yang ia rasakan. Tubuhnya bergetar hebat, dan air
matanya mengalir dengan deras. Ia tidak mau lagi hidup. Dan sedetik kemudian ia
mendengar pintu ruangan biologi itu terbuka, dan ada langkah-langkah kaki
memasuki ruangan. Pria kurus itu…
“Tidak! Tidak! Jangan
mendekat! Kumohon!”
Chloe memejamkan matanya,
dan berharap agar apapun yang mendatanginya itu pergi. Akan tetapi langkah kaki
iu semakin mendekatinya. Lebih dekat…, dan dekat lagi…
“Kumohoh, pergi!” rintih
Chloe. Tubuhnya bergetar, dengan kedua tangan menutup telinganya. Dan sedetik
kemudian, ia merasakan ada tangan dingin yang menyentuhnya. Chloe menjerit
seketika.
“TIDAK!!!!”
**
Jeritan Chloe membahana.
Mungkin akan terdengar hingga luar sekolahan itu. Chloe sudah benar-benar ada
di ujung tanduk. Tangan itu masih mencengkeramnya.
“TIDAK!!”
“Chloe! Chloe! Buka matamu!”
Chloe seketika menghentikan
jeritannya. Dan ia bertanya-tanya, apakah yang ia dengar nyata? Ia seperti
mendengar suara seorang gadis di depannya. Ketika ia membuka matanya secara
perlahan, sesosok gadis seusianya telah berdiri di depannya.
Olivia.
Chloe masih bergetar hebat.
Dan ia masih tidak memeprcayai Olivia berdiri di depannya, dan bukan sosok pria
tua itu. Apa yang terjadi?
“Chloe, tenang, oke?” ucap
Olivia. Chloe masih merasa begitu ketakutan, ia tidak dapat berbicara.
Langkah-langkah lain tiba-tiba
saja muncul dari arah belakang Olivia. Dan sosok seorang pemuda muncul di
hadapan Chloe. Sosok pemuda yang selama ini selalu Chloe idam-idamkan.
“Troy!” ucap Chloe tanpada
sadar. Perasaan hangat seketika menjalar ke sekujur tubuhnya, meski ia tidak
tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kau tidak apa-apa?” tanya
Olivia.
“Ap-apa yang terjadi?” ucap
Chloe dengan gugup. “Makhluk itu…, suara-suara itu, hantu di jendela, dan
darah….”
“Tenang, Chloe! Tidak ada
apa-apa.” Ucap Olivia. “Semua ini hanya keusilan Beth dan kawan-kawannya.”
“Apa?!” Chloe mengernyitkan
keningnya masih tidak mengerti.
“Semua hantu dan apapun yang
kau dengar itu hanyalah properti yang
sudah mereka persiapkan.” Ucap Olivia menjelaskan. “Tidak ada hantu, atau sosok
apapun di sekolah ini. Kau aman, Chloe. Dan apa yang ada di tubuhmu, itu bukan
darah asli.”
Chloe memandangi kedua
lengannya yang berlumuran dengan cairan itu. Kini dengan adanya cahaya dari
senter yang Olivia pegang, ia dapat melihat bahwa apa yang ada di tangannya
hanyalah cairan berwarna coklat.
“Tapi…” Chloe masih tidak
mempercayai apa saja yang baru saja ia lewati. Semua hal itu…
“Kau aman.” Ucap Olivia.
Namun Chloe malah menegang seketika saat iamelihat ke arah belakang Olivia dan
Troy. Sosok pria bertubuh kurus itu muncul lagi dan menatap ke arahnya.
“ITU!!” teriak Chloe
seketika dengan menunjuk ke arah sosok tua itu.
“Tidak apa-apa.” Ucap
Olivia. “Dia Tn. Vanders, penjaga sekolah ini. Dia membantuku mencarimu.”
“Kau sudah menjadi korban
dari ketiga orang itu, Chloe.” Ucap Troy menambahkan. “Harus kuakui, ulah usil
ini sudah keterlaluan.”
Chloe seketika merasakan
satu kelegaan di dadanya. Jadi semua yang ia temui malam itu hanya bohongan?
Dan ia menangis? Chloe sangat membenci dirinya sendiri.
“Sudahlah!” ucap Troy. “Sebaiknya
kita pergi dari sini.”
Tn. Vanders mengantarkan
ketiga pemuda itu keluar dari gedung sekolah. Harus mereka akui, bahwa sosok
Tn. Vanders sebenarnya memang terlihat menyeramkan. Terutama saat pria tua itu
diam dan hanya memandang. Olivia menganggap pria tua itu terlihat seperti
zombie.
“Kau sudah tenang, ‘kan,
Chloe?” tanya Olivia begitu mereka keluar dari gerbang sekolah. Malam sudah
benar-benar larut.
“Terima kasih, Olivia.” Ucap
Chloe. “Tapi kenapa kau tahu aku ada di dalam? Aku terkunci di ruang perawatan
saat Beth…”
“Ya. Beth. Sialan itu.” Ucap
Olivia. “Aku mendengar mereka mempunyai rencana untuk mengusili dirimu. Aku
memiliki firasat. Dan aku mencoba mencarimu di rumah, tapi orang tuamu juga
kelabakan saat kau belum juga pulang. Aku kemudian memaksa Beth untuk
mengatakan apa yang ia lakukan. Dan begitulah. Aku pada akhirnya meminta
bantuan Troy, untuk menemukanmu disini.”
“Terima kasih. Sekali lagi.”
ucap Chloe. “Tapi makhluk-makhluk yang aku lihat tadi, dan suara-suara itu…”
“Hanya properti Halloween
sekolah yang Beth gunakan untuk menakut-nakutimu.” Ucap Olivia. “Mereka memang
sudah kelewatan. Mungkin aku akan melaporkan hal ini pada kepala sekolah.”
“Dan kenapa kau masih
berteman dengan mereka, Olivia?” ucap Troy. “Tinggalkan mereka. Lebih baik
menjadi teman Chloe. Sepertinya dia butuh teman, bukan begitu Chloe?”
Wajah Chloe merona merah
saat Troy berbicara kepadanya. Dari hal-hal buruk yang terjadi malam itu, Chloe
sepertinya juga menemukan kebahagiaannya. Troy datang menyelamatkannya.
“Terima kasih, Troy.” Ucap
Chloe. Dan saat Troy tersenyum ke arahnya, jantung Chloe rasanya melelah. Dan
segala ketakutannya malam itu menghilang seketika.
“Oke. Sekarang aku akan
mengantarmu pulang.”
**
Rencana Beth untuk
menakut-nakuti Chloe sebenarnya berhasil dengan cemerlang. Lalu kenapa gadis
itu malah bersungut-sungut? Jawabannya ada di depan mata saat mereka makan
siang keesokan harinya.
Karena kejadian semalam,
Troy kini lebih dekat dengan Chloe. Kapten tampan dari kesebelasan tim sekolah
itu terlihat makan siang berdua dengan Chloe. Hal itulah yang membuat Beth
terlihat kusut siang itu. Ia sendiri sudah lama mengincar Troy. Tapi kini Troy
malah jatuh ke tangan gadis baru itu.
“Kau tidak senang?” tanya
Emily sambil terkikik geli. “Kurasa itulah ganjaran yang kau dapat atas
perbuatanmu, Beth.”
Olivia yang duduk di hadapan
ketiga temannya itu juga tidak dapat manahan tawanya. Melihat kedekatan dari
Troy dan Chloe, ia merasa begitu senang. Mungkin memang benar, Chloe belum
memiliki banyak teman di sekolah itu. Namun Olivia percaya bahwa dalam waktu
dekat, Chloe akan menjadi primadona di sekolah itu. Gadis yang cantik dan
pintar. Bukankah itu yang menjadi sorotan di setiap sekolah?
“Urgh! Menyebalkan!” gerutu
Beth. Ia telah kalak telak kali ini. Dan kekalahannya itu hanya menjadi bahan
tertawaan Mary dan Emily.
“Lain kali jangan pernah
usil.” Ucap Olivia. “Atau kau akan mendapatkan balasannya.”
****