Sudah beberapa tahun Jack Nelson menggeluti pekerjaannya
sebagai penjaga malam sekolah umum Triton. Dan selama ia bekerja di sekolahan
itu, tidak pernah ia mendengar adanya kejadian-kejadian aneh atau hal-hal yang
berkaitan dengan kejadian supranatural. Secara pribadi, Jack Nelson memang
tidak begitu menyukai, dan mempercayai, adanya hal-hal yang selalu dikaitkan
dengan hantu itu. Namun pada akhirnya Nelson harus mengakui, bahwa kekuatan
lain di dunia ini memang ada. Meskipun hanya beberapa orang yang dapat merasakannya.
Hari Jumat kala itu merupakan
hari Jumat yang melelahkan bagi Nelson dan beberapa kawan sekerjanya. Ada
sebuah kompetisi yang akan diadakan di sekolahan itu dalam beberapa hari. Dan
sudah menjadi tugas Nelson untuk membantu apapun yang diperlukan oleh
murid-murid.
Nelson tengah bersantai di
pos jaga yang terletak di bagian depan sekolahan itu sesaat setelah ia
menyelesaikan pekerjaannya, saat dua truk tiba di sekolahan itu. Nelson sudah
diberitahu oleh kepala sekolah mengenai kedatangan dua truk itu.
“Masuk!” ucap Nelson dari
arah pintu, memberikan aba-aba ke arag dua sopir truk itu. Truk box besar itu
akhirnya masuk, dan parkir tak jauh dari halaman utama.
Nelson tahu dengan isi dari
dua truk tersebut. Kepala sekolah telah memebritahunya bahwa kompetisi tahun
ini akan sedikit lebih merepotkan dari kompetisi-kompetisi yang diadakan
sebelumnya. Karena itu, sekolah Triton harus meminjam begitu banyak barang dari
sekolah lain untuk dapat melaksanakan kompetisi dengan baik.
Nelson sudah bersiap di bagian
belakang truk saat sang supir membuka pintu dari box barang. Dalam beberapa
detik, tumpukan barang yang akan digunakan dalam kompetisi sudah ada di depan
mata. Ada terlalu banyak barang yang harus Nelson keluarkan dari truk, dan ia
tidak dapat melakukannya sendirian. Ia dibantu oleh dua penjaga lain untuk
mengangkut barang-barang aneh itu dari truk, ke gymnasium yang terletak tidak
begitu jauh dari tempat truk itu parkir.
Pekerjaan memindahkan barang
itu memakan waktu sekitar satu jam. Nelson bergerak ke arah gymnasium dengan
sebuah kardus besar di tangannya, yang ternyata lebih berat dari apa yang ia
kira. Nelson hanya tinggal meletakkan kardus itu di gymnasium, saat tiba-tiba
saja ada sebuah benda yang melompat keluar dari dalam kardus.
Nelson harus mengehntikan
langkahnya saat benda itu keluar tanpa diduga. Sebuah benda bulat, dengan warna
kulit. Benda itu memiliki sepasang mata dan mulut. Sebuah kepala.
Ya. Sebuah kepala manequin
yang rasanya amat aneh bagi Nelson. Ini bukan kali pertamanya Nelson melihat
kepala manequin. Akan tetapi, ini menjadi kali pertama ia merasa ngeri melihat
kepala itu menggelinding keluar dari kardus. Seketika, Nelson mendapatkan
firasat yang cukup buruk. Ia tidak tahu apa, tapi yang jelas perutnya merasakan
hal yang tidak biasa.
Nelson meraih kepala itu dan
meletakkannya kembali ke dalam kardus. Ia melangkah lagi, meletakkan kardus itu
bersanding dengan kardus-kardus lain, dan…, pekerjaannya pun selesai. Ia
bergerak kembali ke arah pos jaganya, dimana kedua temannya sudah menunggunya.
“Itu yang terakhir?” tanya
salah satu kawan Nelson yang duduk di salah satu kursi di dalam pos jaga.
“Ya.” Jawab Nelson seraya
melepaskan topi yang menutupi kepalanya. “Yang terakhir, dan cukup mengerikan.”
“Apa isinya?”
“Manequin.”
“Kau takut pada manequin,
Jack?” tanya temannya lagi, disertai dengan satu tawa yang mungkin bersifat
mengejek.
“Ada yang aneh dengan
manequin itu.” Jawab Nelson. “Aku hanya merasa…, tidak nyaman.”
“Kau sakit?”
“Tidak. Aku baik-baik saja.”
Ucap Nelson. “Malam ini giliranku bertugas, ‘kan?”
“Hanya dua hari.” Ucap teman
Nelson. “Aku akan segera menggantikanmu.”
“Aku hanya tidak senang saat
sendirian.” Ucap Nelson. “Kadang pikiranku kabur kemana-mana.”
“Kau takut?”
“Mungkin.”
“Tidak ada yang perlu
ditakuti.” Ucap Teman Nelson sambil memberikan tepukan ringan di bahu Nelson.
Ya. Mungkin memang tidak ada yang perlu ditakuti. Nelson mulai merasa lebih
baik.
Tugas Nelson sebagai penjaga
sekolahan pun dimulai ketika matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Cahaya
jingga masih tersisa di ujung langit, namun keadaan sekolah umum Triton sudah
cukup gelap. Nelson bersantai di depan layar monitor di pos jaganya sambil
menikmati secangkir kopi.
Tidak ada hal yang dapat
dikatakan mencurigakan hingga jarum jam menunjukkan pukul sepuluh. Nelson
sempat meninggalkan kursinya selama beberapa menit untuk ke toilet. Dan ketika
ia kembali, memang sepertinya tidak ada yang berubah. Namun mata jelinya itu
dengan cepat dapat menangkap sebuah perbedaan.
Nelson menarik kursinya maju
ke arah deretan layar monitor. Dengan cermat, ia periksa setiap lorong di
sekolahan itu. Semuanya terlihat gelap, kecuali satu ruangan yang seharusnya
juga gelap. Ruangan itu adalah ruang gymnasium, tempatnya menaruh barang-barang
siang tadi.
Nelson menganggap hal ini cukup
aneh. Namun sebelum ia meninggalkan kursinya, ia mencoba mengingat lagi jika
saja ada kata-kata dari kepala sekolah yang memberikannya informasi mengenai
jam malam. Tapi…, tidak. Kepala sekolah tidak mengatakan apapun mengenai jam
malam. Malahan, seperti tidak ada jam malam dalam minggu itu. Lalu kenapa lampu
di ruang gymnasium menyala?
Nelson meraih senternya, dan
denganc epat meninggalkan posnya untuk memeriksa keanehan itu. Anggapannya,
mungkin ada yang lupa tidak mematikan lampu siang tadi. Tapi Nelson masih belum
yakin. Dengan langkah cepat ia membuka pintu utama sekolahan itu, dan berjalan
di kegelapan lorong-lorong sekolah, dan hanya berteman dengan senter kecilnya.
Gymnasium terletak di ujung lorong. Nelson dapat melihat ruangan itu. Tetapi…
Nelson mengernyitkan dahinya
saat ia lihat ruangan itu sepenuhnya gelap, tanpa ada satupun cahaya. Lalu apa
yang ia lihat di layar monitor tadi? Ia yakin seratus persen bahwa ruangan itu
menyala, dan dapat terlihat dari kamera pengawas. Untuk memastikan hal itu,
Nelson bergerak mendekati gymnasium. Ia mencoba membuka pintunya dan…, memang
terkunci. Ia mencoba mengintip dari celah pintu, dan memang hanya ada kegelapan
yang menyelimuti ruangan itu.
Aneh. Ya, memang. Nelson
tidak dapat menjelaskan apa yang baru saja ia alami. Apakah ia hanya berkhayal?
Mungkin karena ia merasa terlalu letih, ia jadi berpikiran yang tidak-tidak?
Nelson kembali ke pos
jaganya, masih dengan pertanyaan-pertanyaan berputar di dalam kepalanya. Ia
melihat di layar monitor, dan ya. Ruang gymnaisum itu dalam keadaan gelap.
Dia kelelahan. Ya. Itu
anggapan Nelson terhadap kejadian aneh yang baru saja ia alami. Tidak mungkin
lampu ruang gymnasium itu dapat menyala dan padam dengan sendirinya.
Nelson menikmati cangkir
kedua kopinya untuk malam itu. Cuaca yang sedikit dingin membuat Nelson harus
tetap menjaga suhu tubuhnya tetap hangat. Dan kopi panas itu memang cukup
membantu. Sebagai petugas jaga malam, ia tidak boleh tertidur atau lengah
sedikitpun. Dan Nelson sudah mahir dalam mengatasi hal-hal seperti ini.
Jarum jam bergerak perlahan.
Dari pukul dua belas malam, kini telh berganti menjadi pukul satu dinihari.
Tidak ada yang aneh. Namun tiga puluh menit berikutnya, jantung Nelson harus
kembali berdegup kencang saat ia mendengar sebuah suara yang datangnya dari
arah monitor yang ada di depannya.
Terdengar sebuah suara
keras, berderak, seperti sebuah benda yang diseret diatas lantai. Nelson dengan
seksama mengamati monitor-monitornya, mencoba untuk menemukan asal suara itu.
Beberapa monitor terlihat
biasa saja. Namun beberapa monitor tiba-tiba saja padam. Nelson mencoba
menghidupkan ulang monitor-monitor itu, dan beberapa dari monitor itu sudah
kembali seperti semula. Keculai monitor yang ada di depan ruang gymnasium.
Monitor untuk ruangan itu kini tidak mendapatkan sinyal, dan Nelson terpaksa
harus mematikan monitornya. Apa yang terjadi?
Suara berat dari benda yang
digeser diatas lantai itu masih terdengar. Tentu saja hal ini mencurigakan,
mengingat tidak ada seorang pun di gedung sekolah itu selain dirinya. Atau
jangan-jangan…, pencuri?
Anggapan itu langsung hadir
di dalam otak Nelson. Ya. Jika tidak salah memang ada berita mengenai pencurian
akhir-akhir ini. Tapi apakah pencuri juga akan menarget sebuah sekolah?
Nelson tidak bisa berpikir
terlalu lama. Ia bangkit dari kursinya, meraih senternya, dan untuk kedua kali
kembali memasuki gedung sekolahan itu. Ia langsung mengarah ke ruang gymnasium,
dan tiba-tiba saja ia terkejut dengan apa yang ia temukan.
Pintu ruang gymnasium yang
seharusnya terkunci itu terbuka. Nelson tidak tahu siapa yang melakukan ini.
Pencuri, mungkin? Nelson bergerak berhati-hati mendekati ruang gymnasium itu
dengan sebuah pentungan siap di tangan. Seandainya ada seseorang yang bergerak
keluar, ia akan segera melakukan serangan.
“Keluar!” teriak Nelson.
Suaranya memantul di koridor gelap itu. Tidak ada balasan dari dalam ruang
gymnasium.
Nelson memeriksa kunci pada
pintu gymnasium, yang ia perkirakan rusak setelah pencuri itu membobol masuk.
Tapi…, tidak. Kuncinya sama sekali tak tersentuh. Kini Nelson bingung dengan
apa yang terjadi? Kenapa pintu itu terbuka sendiri?
Nelson tibat-ba saja
merasakan bulu kuduknya berdiri seketika. Entah karena apa, ia merasa ada
sesuatu di dalam ruang gymnasium yang gelap itu. Sesuatu…, atau seseorang.
Nelson tidak begitu yakin. Aksi yang ia lakukan selanjutnya adalah mengunci
kembali pintu ruang gymnasium itu, lalu berlari kembali ke posnya. Dan sisa
malam itu ia habiskan untuk memeriksa monitor setiap menit. Dan tidak ada lagi
aneh yang terjadi.
Nelson mencoba untuk
memeriksa kembali ruang gymnasium keesokan harinya saat sekolah sudah kembali
buka. Ia lihat, tidak ada yang berubah dari tatanan di dalam ruangan itu
semenjak kemarin setelah ia meletakkan barang terakhir itu. Nelson bergerak
memasuki ruangan itu, mencoba untuk memeriksa ulang setiap benda.
Nelson nyaris terjatuh saat
kakinya secara tidak sengaja tersandung pada sebuah benda. Benda itu bulat,
berwarna coklat, yang disertai dengan sepasang mata dan mulut. Kepala manequin
itu.
Kenapa kepala manequin yang
seharusnya ada di dalam kardus kini ada di luar kardus? Terjatuh? Apa mungkin
benda ini yang menyebabkan suara gaduh semalam?
Beberapa pertanyaan yang
aneh kini berputar di dalam kepala Nelson. Ia masih belum mengerti dengan suara
pergerakan benda semalam. Dan juga, mengenai pintu yang terbuka sendiri itu
itu.
Malam kedua datang. Ini
adalah malam terakhir sebelum Nelson mendapatkan pengganti keesokan harinya.
Dan sebagai malam terakhir, Nelson berupaya untuk memecahkan misteri dari lampu
dan suara aneh itu.
Hingga pukul sebelas malam,
Neslon terus memperhatikan layar-layar monitor yang ada di depannya. Ia
berusaha untuk tidak berkedip, jika itu memungkinkan. Ia tidak ingin melewatkan
satu pun kejadian aneh malam itu.
Nelson sebenarnya merasa
sedikit takut dengan apa yang akan terjadi. Bagaimana jika yang menyebabkan
suara dan lampu padam itu adalah aksi pencuri betulan? Itu berarti ia dalam
bahaya. Namun, sudah menjadi tugasnya untuk menjaga sekolahan pada malam hari.
Jika tiba saat baginya untuk bertempur dengan pencuri itu, ia rasa ia sudah
siap.
Nelson menguap, merasa letih
karena sudah terlalu lama duduk di depan layar monitor. Ia mengambil secangkir
kopi dari dapur. Dan begitu ia kembali, salah satu monitor telah mati, tidak
mendapatkan sinyal.
Seperti kejadian kemarin
malam, monitor yang mati adalah monitor untuk kamera yang ada di depan ruang
gymnasium. Neslon berusaha untuk menekan rasa keterkejutannya, dan mulai
berpikir secara rasional. Ia mencoba mengatakan pada dirinya sendiri bahwa apa
yang terjadi hanyalah kesalahan teknis biasa.
Nelson melakukan restart
pada monitor yang mati tersebut. Beberapa detik kemudian, monitor kembali
mendapatkan gambar dari ruang gymnasium. Akan tetapi, ruangan itu terlihat
terang. Lampu di dalam ruangan itu secara ajaib dapat menyala sendiri. Seperti
kemarin malam.
Nelson menarik nafasnya
dalam-dalam. Memang aneh, dan membuatnya merasa sedikit takut. Tapi ia tahu
bahwa ia harus memeriksa ruangan tersebut. Ia bangkit dari kursinya, meraih
senter kecilnya dalm masuk ke dalam gedung sekolah.
Keadaan koridor yang gelap,
terlihat kontras dengan ruang gymnasium yang menyala terang. Cahaya dari
ruangan itu seolah menarik gerak kaki Nelson untuk mendekat. Dan ketika ia tiba
did epan ruang gymnasium, tiba-tiba saja lampu kembali padam. Nelson berada
dalam kegelapan selama beberapa detik. Hingga ia menyalakan senternya, dan…
Nelson berjingkat, nyaris
terjatuh karena keterkejutannya. Tepat di hadapan kedua matanya telah berdiri
sosok tinggi, berkulit pucat dengan wajah yang cukup mengerikan. Hantu? Bukan.
Nelson sadari beberapa detik kemudian bahwa yang berdiri di hadapannya adalh
sesosok manequin yang seharusnya berada di dalam kardus.
Nelson tidak tahu siapa yang
telah mengeluarkan manequin itu dari kardus. Yang jelas, siapapun pelakunya
mencoba untuk menakuti Nelson. Patung tak bernyawa itu terlihat tersenyum.
Namun Nelson merasakan hawa yang tak biasa dari manequin itu.
Nelson kemudian berusaha
untuk memindahkan manequin itu kembali ke dalam ruang gymnasium. Anehnya, manequin
itu lebih berat dari apa yang Nelson bayangkan. Seolah di bagian dalam manequin
itu telah diisi dengan semen atau
semacanya, yang membuatnya tak dapat digeser.
Nelson mengumpat pelan. Ia
coba lagi untuk menyeret patung tersebut, dengan bersusah payah, hingga
akhirnya ia dapat memasukkan patung berat itu kembali ke dalam ruang gymnasium.
Untuk sesaat, Nelson merasa terhipnotis oleh pandangan kosong dari kedua mata
manequin itu. Ia merasa bahwa manequin itu hidup, dan kini sedang berusaha
untuk menertawakannya.
Nelson bergidik ngeri bila
membayangkan manequin itu. Bulu kuduknya berdiri. Dan hal-hal itu sudah cukup
untuk membuatnya memutuskan untuk kembali ke pos. Tapi, keanehan lain terjadi
di dalam pos jaganya.
Semua monitor terlihat mati
dan tidak mendapatkan sinyal. Nelson mencoba melakukan restart pada semua
sistem, namun usaha itu tidak berhasil. Semua monitor masih dalam keadaan
padam. Namun beberapa detik kemudian…
Salah satu monitor menyala
dengan sendirinya. Monitor yang menyala adalah monitor untuk kamera yang ada di
depan ruang gymnasium. Gymnasium itu masih terlihat gelap. Namun ada sesuatu
dari gamabr di dalam monitor itu yang berhasil menarik perhatian. Sesuatu, yang
berada di sudut bawah monitor.
Nelson bergidik ngeri begitu
menyadari bahwa apa yang terlihat di monitor adalah kepala dari manequin yang
baru saja ia masukkan ke dalam ruang gymnasium. Manequin aneh itu kini sudah
berdiri di lorong sekolahan. Bagaiman mungkin?
Hal yang ekstrim mulai
terjadi di dalam pos jaga itu. Lampu tiba-toba saja berkedip tak karuan, dan
suara-suara aneh mulai terdengar dari dalam monitor. Suara bergemerisik,
seperti sebuah sinyal radio yang buruk, dan monitor-monitor itu mulai berkedip.
Kadang menyala, dan kadang mati. Namun Neslon menyadari bahwa dari setiap layar
monitor, ia dapat melihat dengan jelas bahwa manequin itu berpindah-pindah
tempat. Dan gambar terakhir menunjukkan bahwa manequin itu sudah berada di
halaman depan sekolah. Dan tiba-tiba saja…
Terdengar ketuka lembut dari
pintu depan pos jaga. Neslon berjingkat. Ia tidak tahu siapa yang ada dibalik
pintu itu. Tapi ia memiliki gagasan, bahwa mungkin, sesuatu yang tidak ia
harapkan berada di luar dari ruang jaganya. Ketika Nelson mencoba untuk
mendekati pintu itu, lampu dan semua alat elektronik di dalam pos jaga itu
padam. Keadaan menjadi hening tanpa suara-suara aneh yang keluar dari layar
monitor. Terkecuali, suara ketukan halus di pintu pos jaga itu.
Nelson bergerak perlahan
dengan tubuh bergetar. Ia mendekati pintu pos jaganya, dan telah bersiap dengan
tongkat pemukulnya. Siapapun yang ada di balik pintu itu, Nelson akan segera
mengayunkan pemukulnya. Tetapi, tubuhnya seketika kaku, ketika ia membuka pintu
itu, dan dihadapannya telah berdiri sesosok manequin berkulit pucat, dengan kedua
mata merah dan seringai lebar. Nelson seketika menjerit, dan ia jatuh pingsan.
***
No comments:
Post a Comment