Friday, December 11, 2015

MANEQUIN



Sudah beberapa tahun Jack Nelson menggeluti pekerjaannya sebagai penjaga malam sekolah umum Triton. Dan selama ia bekerja di sekolahan itu, tidak pernah ia mendengar adanya kejadian-kejadian aneh atau hal-hal yang berkaitan dengan kejadian supranatural. Secara pribadi, Jack Nelson memang tidak begitu menyukai, dan mempercayai, adanya hal-hal yang selalu dikaitkan dengan hantu itu. Namun pada akhirnya Nelson harus mengakui, bahwa kekuatan lain di dunia ini memang ada. Meskipun hanya beberapa orang yang dapat merasakannya.
Hari Jumat kala itu merupakan hari Jumat yang melelahkan bagi Nelson dan beberapa kawan sekerjanya. Ada sebuah kompetisi yang akan diadakan di sekolahan itu dalam beberapa hari. Dan sudah menjadi tugas Nelson untuk membantu apapun yang diperlukan oleh murid-murid.
Nelson tengah bersantai di pos jaga yang terletak di bagian depan sekolahan itu sesaat setelah ia menyelesaikan pekerjaannya, saat dua truk tiba di sekolahan itu. Nelson sudah diberitahu oleh kepala sekolah mengenai kedatangan dua truk itu.
“Masuk!” ucap Nelson dari arah pintu, memberikan aba-aba ke arag dua sopir truk itu. Truk box besar itu akhirnya masuk, dan parkir tak jauh dari halaman utama.
Nelson tahu dengan isi dari dua truk tersebut. Kepala sekolah telah memebritahunya bahwa kompetisi tahun ini akan sedikit lebih merepotkan dari kompetisi-kompetisi yang diadakan sebelumnya. Karena itu, sekolah Triton harus meminjam begitu banyak barang dari sekolah lain untuk dapat melaksanakan kompetisi dengan baik.
Nelson sudah bersiap di bagian belakang truk saat sang supir membuka pintu dari box barang. Dalam beberapa detik, tumpukan barang yang akan digunakan dalam kompetisi sudah ada di depan mata. Ada terlalu banyak barang yang harus Nelson keluarkan dari truk, dan ia tidak dapat melakukannya sendirian. Ia dibantu oleh dua penjaga lain untuk mengangkut barang-barang aneh itu dari truk, ke gymnasium yang terletak tidak begitu jauh dari tempat truk itu parkir.
Pekerjaan memindahkan barang itu memakan waktu sekitar satu jam. Nelson bergerak ke arah gymnasium dengan sebuah kardus besar di tangannya, yang ternyata lebih berat dari apa yang ia kira. Nelson hanya tinggal meletakkan kardus itu di gymnasium, saat tiba-tiba saja ada sebuah benda yang melompat keluar dari dalam kardus.
Nelson harus mengehntikan langkahnya saat benda itu keluar tanpa diduga. Sebuah benda bulat, dengan warna kulit. Benda itu memiliki sepasang mata dan mulut. Sebuah kepala.
Ya. Sebuah kepala manequin yang rasanya amat aneh bagi Nelson. Ini bukan kali pertamanya Nelson melihat kepala manequin. Akan tetapi, ini menjadi kali pertama ia merasa ngeri melihat kepala itu menggelinding keluar dari kardus. Seketika, Nelson mendapatkan firasat yang cukup buruk. Ia tidak tahu apa, tapi yang jelas perutnya merasakan hal yang tidak biasa.
Nelson meraih kepala itu dan meletakkannya kembali ke dalam kardus. Ia melangkah lagi, meletakkan kardus itu bersanding dengan kardus-kardus lain, dan…, pekerjaannya pun selesai. Ia bergerak kembali ke arah pos jaganya, dimana kedua temannya sudah menunggunya.
“Itu yang terakhir?” tanya salah satu kawan Nelson yang duduk di salah satu kursi di dalam pos jaga.
“Ya.” Jawab Nelson seraya melepaskan topi yang menutupi kepalanya. “Yang terakhir, dan cukup mengerikan.”
“Apa isinya?”
“Manequin.”
“Kau takut pada manequin, Jack?” tanya temannya lagi, disertai dengan satu tawa yang mungkin bersifat mengejek.
“Ada yang aneh dengan manequin itu.” Jawab Nelson. “Aku hanya merasa…, tidak nyaman.”
“Kau sakit?”
“Tidak. Aku baik-baik saja.” Ucap Nelson. “Malam ini giliranku bertugas, ‘kan?”
“Hanya dua hari.” Ucap teman Nelson. “Aku akan segera menggantikanmu.”
“Aku hanya tidak senang saat sendirian.” Ucap Nelson. “Kadang pikiranku kabur kemana-mana.”
“Kau takut?”
“Mungkin.”
“Tidak ada yang perlu ditakuti.” Ucap Teman Nelson sambil memberikan tepukan ringan di bahu Nelson. Ya. Mungkin memang tidak ada yang perlu ditakuti. Nelson mulai merasa lebih baik.
Tugas Nelson sebagai penjaga sekolahan pun dimulai ketika matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Cahaya jingga masih tersisa di ujung langit, namun keadaan sekolah umum Triton sudah cukup gelap. Nelson bersantai di depan layar monitor di pos jaganya sambil menikmati secangkir kopi.
Tidak ada hal yang dapat dikatakan mencurigakan hingga jarum jam menunjukkan pukul sepuluh. Nelson sempat meninggalkan kursinya selama beberapa menit untuk ke toilet. Dan ketika ia kembali, memang sepertinya tidak ada yang berubah. Namun mata jelinya itu dengan cepat dapat menangkap sebuah perbedaan.
Nelson menarik kursinya maju ke arah deretan layar monitor. Dengan cermat, ia periksa setiap lorong di sekolahan itu. Semuanya terlihat gelap, kecuali satu ruangan yang seharusnya juga gelap. Ruangan itu adalah ruang gymnasium, tempatnya menaruh barang-barang siang tadi.
Nelson menganggap hal ini cukup aneh. Namun sebelum ia meninggalkan kursinya, ia mencoba mengingat lagi jika saja ada kata-kata dari kepala sekolah yang memberikannya informasi mengenai jam malam. Tapi…, tidak. Kepala sekolah tidak mengatakan apapun mengenai jam malam. Malahan, seperti tidak ada jam malam dalam minggu itu. Lalu kenapa lampu di ruang gymnasium menyala?
Nelson meraih senternya, dan denganc epat meninggalkan posnya untuk memeriksa keanehan itu. Anggapannya, mungkin ada yang lupa tidak mematikan lampu siang tadi. Tapi Nelson masih belum yakin. Dengan langkah cepat ia membuka pintu utama sekolahan itu, dan berjalan di kegelapan lorong-lorong sekolah, dan hanya berteman dengan senter kecilnya. Gymnasium terletak di ujung lorong. Nelson dapat melihat ruangan itu. Tetapi…
Nelson mengernyitkan dahinya saat ia lihat ruangan itu sepenuhnya gelap, tanpa ada satupun cahaya. Lalu apa yang ia lihat di layar monitor tadi? Ia yakin seratus persen bahwa ruangan itu menyala, dan dapat terlihat dari kamera pengawas. Untuk memastikan hal itu, Nelson bergerak mendekati gymnasium. Ia mencoba membuka pintunya dan…, memang terkunci. Ia mencoba mengintip dari celah pintu, dan memang hanya ada kegelapan yang menyelimuti ruangan itu.
Aneh. Ya, memang. Nelson tidak dapat menjelaskan apa yang baru saja ia alami. Apakah ia hanya berkhayal? Mungkin karena ia merasa terlalu letih, ia jadi berpikiran yang tidak-tidak?
Nelson kembali ke pos jaganya, masih dengan pertanyaan-pertanyaan berputar di dalam kepalanya. Ia melihat di layar monitor, dan ya. Ruang gymnaisum itu dalam keadaan gelap.
Dia kelelahan. Ya. Itu anggapan Nelson terhadap kejadian aneh yang baru saja ia alami. Tidak mungkin lampu ruang gymnasium itu dapat menyala dan padam dengan sendirinya.
Nelson menikmati cangkir kedua kopinya untuk malam itu. Cuaca yang sedikit dingin membuat Nelson harus tetap menjaga suhu tubuhnya tetap hangat. Dan kopi panas itu memang cukup membantu. Sebagai petugas jaga malam, ia tidak boleh tertidur atau lengah sedikitpun. Dan Nelson sudah mahir dalam mengatasi hal-hal seperti ini.
Jarum jam bergerak perlahan. Dari pukul dua belas malam, kini telh berganti menjadi pukul satu dinihari. Tidak ada yang aneh. Namun tiga puluh menit berikutnya, jantung Nelson harus kembali berdegup kencang saat ia mendengar sebuah suara yang datangnya dari arah monitor yang ada di depannya.
Terdengar sebuah suara keras, berderak, seperti sebuah benda yang diseret diatas lantai. Nelson dengan seksama mengamati monitor-monitornya, mencoba untuk menemukan asal suara itu.
Beberapa monitor terlihat biasa saja. Namun beberapa monitor tiba-tiba saja padam. Nelson mencoba menghidupkan ulang monitor-monitor itu, dan beberapa dari monitor itu sudah kembali seperti semula. Keculai monitor yang ada di depan ruang gymnasium. Monitor untuk ruangan itu kini tidak mendapatkan sinyal, dan Nelson terpaksa harus mematikan monitornya. Apa yang terjadi?
Suara berat dari benda yang digeser diatas lantai itu masih terdengar. Tentu saja hal ini mencurigakan, mengingat tidak ada seorang pun di gedung sekolah itu selain dirinya. Atau jangan-jangan…, pencuri?
Anggapan itu langsung hadir di dalam otak Nelson. Ya. Jika tidak salah memang ada berita mengenai pencurian akhir-akhir ini. Tapi apakah pencuri juga akan menarget sebuah sekolah?
Nelson tidak bisa berpikir terlalu lama. Ia bangkit dari kursinya, meraih senternya, dan untuk kedua kali kembali memasuki gedung sekolahan itu. Ia langsung mengarah ke ruang gymnasium, dan tiba-tiba saja ia terkejut dengan apa yang ia temukan.
Pintu ruang gymnasium yang seharusnya terkunci itu terbuka. Nelson tidak tahu siapa yang melakukan ini. Pencuri, mungkin? Nelson bergerak berhati-hati mendekati ruang gymnasium itu dengan sebuah pentungan siap di tangan. Seandainya ada seseorang yang bergerak keluar, ia akan segera melakukan serangan.
“Keluar!” teriak Nelson. Suaranya memantul di koridor gelap itu. Tidak ada balasan dari dalam ruang gymnasium.
Nelson memeriksa kunci pada pintu gymnasium, yang ia perkirakan rusak setelah pencuri itu membobol masuk. Tapi…, tidak. Kuncinya sama sekali tak tersentuh. Kini Nelson bingung dengan apa yang terjadi? Kenapa pintu itu terbuka sendiri?
Nelson tibat-ba saja merasakan bulu kuduknya berdiri seketika. Entah karena apa, ia merasa ada sesuatu di dalam ruang gymnasium yang gelap itu. Sesuatu…, atau seseorang. Nelson tidak begitu yakin. Aksi yang ia lakukan selanjutnya adalah mengunci kembali pintu ruang gymnasium itu, lalu berlari kembali ke posnya. Dan sisa malam itu ia habiskan untuk memeriksa monitor setiap menit. Dan tidak ada lagi aneh yang terjadi.
Nelson mencoba untuk memeriksa kembali ruang gymnasium keesokan harinya saat sekolah sudah kembali buka. Ia lihat, tidak ada yang berubah dari tatanan di dalam ruangan itu semenjak kemarin setelah ia meletakkan barang terakhir itu. Nelson bergerak memasuki ruangan itu, mencoba untuk memeriksa ulang setiap benda.
Nelson nyaris terjatuh saat kakinya secara tidak sengaja tersandung pada sebuah benda. Benda itu bulat, berwarna coklat, yang disertai dengan sepasang mata dan mulut. Kepala manequin itu.
Kenapa kepala manequin yang seharusnya ada di dalam kardus kini ada di luar kardus? Terjatuh? Apa mungkin benda ini yang menyebabkan suara gaduh semalam?
Beberapa pertanyaan yang aneh kini berputar di dalam kepala Nelson. Ia masih belum mengerti dengan suara pergerakan benda semalam. Dan juga, mengenai pintu yang terbuka sendiri itu itu.
Malam kedua datang. Ini adalah malam terakhir sebelum Nelson mendapatkan pengganti keesokan harinya. Dan sebagai malam terakhir, Nelson berupaya untuk memecahkan misteri dari lampu dan suara aneh itu.
Hingga pukul sebelas malam, Neslon terus memperhatikan layar-layar monitor yang ada di depannya. Ia berusaha untuk tidak berkedip, jika itu memungkinkan. Ia tidak ingin melewatkan satu pun kejadian aneh malam itu.
Nelson sebenarnya merasa sedikit takut dengan apa yang akan terjadi. Bagaimana jika yang menyebabkan suara dan lampu padam itu adalah aksi pencuri betulan? Itu berarti ia dalam bahaya. Namun, sudah menjadi tugasnya untuk menjaga sekolahan pada malam hari. Jika tiba saat baginya untuk bertempur dengan pencuri itu, ia rasa ia sudah siap.
Nelson menguap, merasa letih karena sudah terlalu lama duduk di depan layar monitor. Ia mengambil secangkir kopi dari dapur. Dan begitu ia kembali, salah satu monitor telah mati, tidak mendapatkan sinyal.
Seperti kejadian kemarin malam, monitor yang mati adalah monitor untuk kamera yang ada di depan ruang gymnasium. Neslon berusaha untuk menekan rasa keterkejutannya, dan mulai berpikir secara rasional. Ia mencoba mengatakan pada dirinya sendiri bahwa apa yang terjadi hanyalah kesalahan teknis biasa.
Nelson melakukan restart pada monitor yang mati tersebut. Beberapa detik kemudian, monitor kembali mendapatkan gambar dari ruang gymnasium. Akan tetapi, ruangan itu terlihat terang. Lampu di dalam ruangan itu secara ajaib dapat menyala sendiri. Seperti kemarin malam.
Nelson menarik nafasnya dalam-dalam. Memang aneh, dan membuatnya merasa sedikit takut. Tapi ia tahu bahwa ia harus memeriksa ruangan tersebut. Ia bangkit dari kursinya, meraih senter kecilnya dalm masuk ke dalam gedung sekolah.
Keadaan koridor yang gelap, terlihat kontras dengan ruang gymnasium yang menyala terang. Cahaya dari ruangan itu seolah menarik gerak kaki Nelson untuk mendekat. Dan ketika ia tiba did epan ruang gymnasium, tiba-tiba saja lampu kembali padam. Nelson berada dalam kegelapan selama beberapa detik. Hingga ia menyalakan senternya, dan…
Nelson berjingkat, nyaris terjatuh karena keterkejutannya. Tepat di hadapan kedua matanya telah berdiri sosok tinggi, berkulit pucat dengan wajah yang cukup mengerikan. Hantu? Bukan. Nelson sadari beberapa detik kemudian bahwa yang berdiri di hadapannya adalh sesosok manequin yang seharusnya berada di dalam kardus.
Nelson tidak tahu siapa yang telah mengeluarkan manequin itu dari kardus. Yang jelas, siapapun pelakunya mencoba untuk menakuti Nelson. Patung tak bernyawa itu terlihat tersenyum. Namun Nelson merasakan hawa yang tak biasa dari manequin itu.
Nelson kemudian berusaha untuk memindahkan manequin itu kembali ke dalam ruang gymnasium. Anehnya, manequin itu lebih berat dari apa yang Nelson bayangkan. Seolah di bagian dalam manequin itu telah diisi dengan  semen atau semacanya, yang membuatnya tak dapat digeser.
Nelson mengumpat pelan. Ia coba lagi untuk menyeret patung tersebut, dengan bersusah payah, hingga akhirnya ia dapat memasukkan patung berat itu kembali ke dalam ruang gymnasium. Untuk sesaat, Nelson merasa terhipnotis oleh pandangan kosong dari kedua mata manequin itu. Ia merasa bahwa manequin itu hidup, dan kini sedang berusaha untuk menertawakannya.
Nelson bergidik ngeri bila membayangkan manequin itu. Bulu kuduknya berdiri. Dan hal-hal itu sudah cukup untuk membuatnya memutuskan untuk kembali ke pos. Tapi, keanehan lain terjadi di dalam pos jaganya.
Semua monitor terlihat mati dan tidak mendapatkan sinyal. Nelson mencoba melakukan restart pada semua sistem, namun usaha itu tidak berhasil. Semua monitor masih dalam keadaan padam. Namun beberapa detik kemudian…
Salah satu monitor menyala dengan sendirinya. Monitor yang menyala adalah monitor untuk kamera yang ada di depan ruang gymnasium. Gymnasium itu masih terlihat gelap. Namun ada sesuatu dari gamabr di dalam monitor itu yang berhasil menarik perhatian. Sesuatu, yang berada di sudut bawah monitor.
Nelson bergidik ngeri begitu menyadari bahwa apa yang terlihat di monitor adalah kepala dari manequin yang baru saja ia masukkan ke dalam ruang gymnasium. Manequin aneh itu kini sudah berdiri di lorong sekolahan. Bagaiman mungkin?
Hal yang ekstrim mulai terjadi di dalam pos jaga itu. Lampu tiba-toba saja berkedip tak karuan, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari dalam monitor. Suara bergemerisik, seperti sebuah sinyal radio yang buruk, dan monitor-monitor itu mulai berkedip. Kadang menyala, dan kadang mati. Namun Neslon menyadari bahwa dari setiap layar monitor, ia dapat melihat dengan jelas bahwa manequin itu berpindah-pindah tempat. Dan gambar terakhir menunjukkan bahwa manequin itu sudah berada di halaman depan sekolah. Dan tiba-tiba saja…
Terdengar ketuka lembut dari pintu depan pos jaga. Neslon berjingkat. Ia tidak tahu siapa yang ada dibalik pintu itu. Tapi ia memiliki gagasan, bahwa mungkin, sesuatu yang tidak ia harapkan berada di luar dari ruang jaganya. Ketika Nelson mencoba untuk mendekati pintu itu, lampu dan semua alat elektronik di dalam pos jaga itu padam. Keadaan menjadi hening tanpa suara-suara aneh yang keluar dari layar monitor. Terkecuali, suara ketukan halus di pintu pos jaga itu.
Nelson bergerak perlahan dengan tubuh bergetar. Ia mendekati pintu pos jaganya, dan telah bersiap dengan tongkat pemukulnya. Siapapun yang ada di balik pintu itu, Nelson akan segera mengayunkan pemukulnya. Tetapi, tubuhnya seketika kaku, ketika ia membuka pintu itu, dan dihadapannya telah berdiri sesosok manequin berkulit pucat, dengan kedua mata merah dan seringai lebar. Nelson seketika menjerit, dan ia jatuh pingsan.

***


No comments:

Post a Comment