Thursday, September 10, 2015

PRIA TUA YANG TERSESAT



Jonas Mercer belum lama bertugas sebagai anggota kepolisian di kotanya yang baru, Blackwood. Baru sekitar lima bulan ia tinggal di kota kecil itu, namun ia sudah dapat dibandingkan dengan polisi-polisi senior yang bekerja lebih lama darinya. Prestasinya di kepolisian lumayan bagus. Ia banyak mendapat pujian atas kasus-kasus yang ia tangani, namun hal itu tidak membuatnya lupa akan dirinya yang sebenarnya.
Jika boleh memilih, Jonah lebih menginginkan bekerja di kota kelahirannya, New Himpton. Namun nasib ternyata harus membawanya ke Blackwood, kota kecil yang ia dengar memiliki banyak sekali kisah ganjil. Apakah karena banyak terjadi tindak kriminal di kota itu? Mungkin saja. Dalam seminggu Jonah bisa mendapatkan belasan kasus. Mulai dari kasus pencopetan hingga kasus pembunuhan. Aneh? Bagi masyarakat biasa, mungkin begitu. Tapi bagi anggota kepolisian seperti dirinya, hal itu adalah hal yang wajar.
Jonas mulai menyenangi tempat tinggalnya yang baru. Sebuah kota kecil di tengah kawasan hutan yang asri, sungguh berbeda dengan kota metropolitan seperti New Himpton yang setiap harinya selalu dipenuhi dengan gas beracun dari kendaraan. Jones sempat berpikir, mungkin ia akan mengajak keluarganya tinggal di kota itu suatu saat nanti.
Seperti hari-hari biasanya, Jones melakukan patroli mengelilingi Blackwood dengan mobil patrolinya. Hal yang rutin ia lakukan setiap pagi dan sore ini membuatnya dapat dengan cepat menghafal lalu lintas Blackwood, dan juga dengan lokasi-lokasi terpencil di area sekitar kota kecil itu.
Sore itu rupanya cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan turun sejak pukul dua belas siang, dan hingga pukul lima belum juga berhenti. Jonas tetap melakukan tugas patrolinya seperti biasa. Berkeliling Blackwood dengan mobil putih bergaris biru miliknya. Biasanya ia berkeliling bersama dengan salah satu rekannya. Namun karena suatu alasan, sore itu ia harus bertugas sendirian.
Jonas memacu mobilnya dengan kecepatan sedang melewati sebuah jalan di perbukitan yang berada di bagian utara Blackwood. Tidak ada yang aneh, atau pun mencurigakan untuk bisa menarik perhatiannya. Udara yang dingin, dengan hujan deras membuat Jones harus ekstra hati-hati dalam mengemudikan mobilnya. Keadaan mulai gelap saat jarum jam menunjukkan pukul enam sore. Jalanan di kawasan hutan Blackwood bisa sangat berbahaya saat hujan seperti itu.
Jonas sempat melamun beberapa saat, ketika tiba-tiba saja tangannya tersentak dengan cepat, membanting setir ke arah kiri dan menginjak pedal rem dalam waktu yang bersamaan saat ia merasa ada sesuatu yang tergeletak di tengah jalan, tepat di depannya. Jonas memicingkan kedua matanya untuk dapat melihat menembus kabut hujan yang ada di depannya, dan menemukan sesuatu memang tergeletak di tengah jalan, tepat di depan mobilnya.
Apa itu? Hewan? Memang tidak aneh jika Jonas berpikir seperti itu mengingat kawasan hutan blackwood memang masih banyak ditinggali oleh kawanan hewan. Namun saat itu ia tidak berpikiran bahwa yang ada di depan mobilnya adalah seekor binatang. Ketika Jonas sudah dapat melihat benda itu dengan jelas, ia tersentak. Onggokan itu adalah tubuh seorang manusia.
Jonas dengan cepat keluar dari mobil patrolinya tanpa memikirkan hujan deras yang dengan cepat membasahi seragam kepolisiannya. Dengan langkah cepat ia mendatangi sosok di tengah jalan itu, yang tergeletak tak bergerak. Jasad? Bukan. Tanpa mendekat pun Jonas tahu bahwa sosok yang ada di tengah jalan itu masih hidup.
Seorang pria tua. Mungkin berusia 70-an, dengan rambut hitam yang mulai dipenuhi dengan garis putih, berpakaian kumal dan terlihat tak layak. Siapa sebenarnya pria tua itu? Jonas tidak akan berpikir lama untuk menyelamatkan seorang nyawa, seperti yang sudah pernah ia lakukan sebelumnya. Jonas mengangkat tubuh pria itu dari tengah jalan, lalu membawanya ke dalam mobilnya.
Wajah tua dari pria itu terlihat menunjukkan begitu banyak penderitaan. Terdapat banyak luka di sekujur tubuh pria tua itu. Ada bekas sayatan, luka lebam, dan pakaiannya compang-camping. Dugaan terbaik Jonas, pria ini mungkin baru saja dirampok.
ARRGGG!
Jonah langsung mengarahkan perhatiannya pada pria tua itu saat pria itu mengeluarkan sebuah erangan. Wajahnya terlihat memucat, dan terlihat jelas bahwa pria itu tengah menahan rasa sakit.
“Anda akan baik-baik saja.” Ucap Jonas mencoba menenangkan pria tua itu.
“Dimana aku?”
“Di mobil. Dan aku akan membawa Anda ke dok…”
“Tidak!!”
Pria tua itu dengan cepat membuka kedua matanya. Sebuah sorot mata yang tajam, kemerahan, menatap ke arah Jonas yang terpaku dan bingung.
“Dokter!” teriak Jonas untuk menanggulangi suara berisik air hujan di luar mobilnya.
“Aku akan membawa Anda ke dokter.”
“Tidak perlu!” balas pria tua itu dengan suara yang tertahan, disela erangan rasa sakitnya.
“Aku tidak butuh dokter.” Ucap pria itu lagi. “Aku ingin ke tempat lain. Antarkan aku ke tempat lain!”
“Dimana Anda tinggal? Blackwood?”
“Jauh dari tempat ini.” Jawab pria itu. “Aku…, aku…”
Jonas tidak betah harus mendengar erangan kesakitan dari pria tua itu. Ia sepertinya tidak perlu bernegosiasi untuk menyelamatkan satu nyawa. Tanpa menghiraukan ucapan-ucapan pria tua itu, Jones menginjak pedal gas dalam-dalam dan mengarah ke suatu tempat yang memang penting untuk saat itu.
Sebuah klinik di tepian Blackwood menjadi tempat yang Jonas tuju. Pria tua itu terus menolak untuk dibawa menemui dokter. Namun kekuatan tubuhnya tidak sebanding dengan kekuatan tubuh Jonas saat ia berusaha melarikan diri. Jonas terpaksa harus menggunakan cara yang sedikit keras untuk membawa pria tua itu masuk ke dalam klinik, dan menemui seorang dokter.
Pria tua itu dibawa pergi oleh beberapa perawat setelah ia diberikan suntikan penenang. Jonas, yang merasa khawatir dengan pria tua itu bertanya pada dokter mengenai apa yang mungkin terjadi pada pria tua itu.
“Tidak akan ada masalah besar selama kami memantaunya.” Ucap sang dokter. “Dia mungkin sedikit trauma dengan apa yang baru saja terjadi. Katamu, korban kasus perampokan?”
“Mungkin.” Jawab Jonas. “Aku menemukannya di tengah jalan dengan keadaan seperti itu. Mungkin dugaanku benar.”
“Kami akan merawatnya untuk sementara.” Ucap sang dokter. “Besok pagi mungkin kau bisa menemuinya lagi, opsir.”
“Terima kasih.”
Tanpa kata-kata lain, Jonas pun pergi dari klinik itu. Ia sempat mengunjungi kantor polisi sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang dan beristirahat.

**

Hari Minggu datang keesokan harinya. Satu hari dimana Jonas mungkin bisa sedikit bersantai di rumah tanpa harus memikirkan pekerjaannya. Sayangnya, tempat tinggal yang ia tempati saat ini belum memiliki fasilitas yang memadai baginya untuk dapat melepaskan rasa bosan. Terlalu sepi, sama seperti kota yang ia tempati ini.
Jonas memutuskan untuk keluar saat jarum jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Langit pagi itu sudah terlihat lebih cerah daripada kemarin yang dipenuhi dengan hujan. Sinar matahari pagi menyiram wajahnya saat ia berjalan di halaman rumah, hingga akhirnya ia masuk ke dalam mobilnya sendiri.
Jonas tentu saja tidak lupa dengan apa yang ia temukan kemarin. Pria tua itu. Pria tua yang menurutnya sedikit aneh, karena terus menolak untuk menemui dokter. Mungkin pria itu memiliki ketakutan terhadap petugas medis?
Tidak ada yang tidak mungkin. Jonas berpikir, pria itu tidak mau menemui dokter karena sebuah alasan. Tapi tanpa dokter, pria tua itu mungkin akan terus kesakitan dengan luka yang ada di sekujur tubuhnya.
Jonas terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang mungkin telah terjadi pada pria itu. Perampokan? Penculikan? Atau karena tindak kriminal lain? Dan Jonas juga penasaran dengan nama dan dimana pria itu tinggal.
Jonas akhirnya sampai di klinik dimana kemarin ia mengantarkan pria tua itu. Ia ingin segera menemui pria tua itu. Namun sebelum ia sempat melangkahkan kakinya amsuk ke dalam klinik, dokter yang kemarin menemuinya datang kearahnya dengan tergesa. Wajahnya terlihat menunjukkan kegelisahan yang cukup serius.
“Opsir! Opsir! Gawat!”
“Ada apa?” tanya Jones cepat. “Ada yang…”
“Pria yang kemarin.” Ucap dokter itu. “Dia menghilang.”
“Apa?!”
Jonas mengernyit cepat. Ia ragu dengan apa yang ia dengar. Tapi tidak salah lagi. Memang seperti itulah kebenarannya.
“Apa maksud Anda menghilang?” tanya Jones. “Pria tua itu…, bukankah Anda yang…”
“Ya. Tanggung jawabku.” Jawab dokter itu. “Aku memberikannya suntikan penenang lagi pukul dua dinihari tadi saat pria itu tiba-tiba saja terbangun. Seperti saat kau antarkan kemarin, pria tua itu terus menjerit-jerit dan sepertinya tidak begitu suka dengan keadaan dalam klinik.”
“Lalu?”
“Ketika aku akan memeriksanya pagi ini, kamarnya telah kosong. Jendela terbuka. Mungkin ia kabur lewat jendela itu.”
“Bisa kau tunjukkan kamarnya?”
Dokter itu membawa Jonas ke arah sebuah ruangan kecil yang terletak di bagian belakang klinik. Kamarnya memang kosong. Tempat tidurnya sedikit acak-acakan, mungkin karena pria tua itu tidak bisa tenang di tempat. Dan jendela yang ada di samping tempat tidur memang terbuka. Jonas melongok melalui jendela dan memeriksa tanah yang ada di bawahnya, yang basah oleh hujan kemarin, dan menunjukkan bekas jejak kaki.
“Dia memang kabur.” Ucap Jonas. “Apakah Anda sempat bertanya namanya, dokter?”
“Tidak.” Jawab sang dokter. “Seperti yang dapat kau lihat kemarin, dia tidak bisa tenang tanpa campur tangan obat penenang. Dan mustahil bagiku dan perawatku untuk dapat bertanya padanya.”
Rasa penasaran Jonas akan sosok pria tua itu semakin besar setelah melihat apa yang terjadi. Pria itu kabur. Kenapa? Karena alasan apakah pria tua itu sampai begitu ketakutan dengan dokter?
“Seharusnya ini tidak terjadi. Tepat di bawah pengawasanku.”
“Sudahlah.” Ucap Jonas. “Bukan salah Anda, dokter. Aku akan menyelidiki hal ini.”
“Dia sepertinya begitu ketakutan.”
“Memang.” Jawab Jonas.
Dalam beberapa menit, Jonas sudah kembali berada di dalam kabin mobilnya dan bergerak pelan di sepanjang jalanan kota Blackwood. Pikirannya tidak bisa tenang, dan terus memikirkan tentang orang tua itu. Dimana ia bisa mencari informasi mengenai pria tua itu? Kantor polisi tempatnya bekerja, mungkin?
Jonas ternyata memang dapat menemukan sedikit informasi saat ia datang ke kantor kepolisian pagi itu. Di papan pengumuman, terdapat selebaran dengan foto pria tua itu. Selebaran itu mengatakan bahwa pria tua itu sudah hilang selama berminggu-minggu.
“Ini pria yang kutemukan kemarin di batas kota.” Ucap Jonas pada salah satu rekannya.
“Kapan pengumuman ini datang? Kenapa aku tidak melihatnya kemarin?”
“Baru pagi ini.” Jawab kawan Jones yang bekerja di bagian reception.
Dari selebaran yang Jonas pegang, ia kini dapat mengetahui nama pria tua itu. Eugene Milverton, 69 tahun, berasal dari Caden. Caden adalah sebuah kota yang letaknya tidak begitu jauh dari Blackwood.
“Siapa yang mengirim selebaran ini?” tanya Jonas cepat setelah memeriksa dengan teliti selebaran yang ia pegang.
“Salah satu orang yang ia kenal.” Jawab rekan Jonas. “Mereka mengatakan, seperti yang tertulis, bahwa Tn. Milverton telah hilang selama berminggu-minggu. Awal kejadiannya saat pria tua itu pergi meninggalkan rumah di suatu sore beberapa minggu yang lalu, dan tidak kembali. Pihak keluarga sudah menghubungi beberapa kantor kepolisian mengenai menghilangnya Milverton. Namun hingga detik ini belum ada kabar. Tapi kini kau telah menemukannya, ‘kan?”
“Dia menghilang dari klinik.”
“Dia kabur?”
“Mungkin begitu.” Jawab Jonas. “Apa kita tidak punya info lain mengenai pria tua ini? Mungkin ia pernah menjadi tersangka dalam suatu kasus atau semacamnya?”
“Kurasa tidak.” Jawab rekan Jonas itu.
“Aku akan berusaha menemukannya.”
Meskipun telah berkata begitu, Jonas tidak tahu kemana ia harus mencari. Ia tidak punya informasi lain yang mungkin dapat membantunya dalam pencarian si tua Milverton. Berkeliling Blackwood dengan mobil untuk mencari pria tua itu sepertinya hanya akan membuang waktunya. Lalu, dimana ia harus mulai mencari?
Jonas mencoba membawa mobilnya berputar-putar mengelilingi Blackwood. Meski ia berpikir bahwa usahanya ini akan sia-sia, tapi paling tidak ia telah berusaha. Dan jujur, Jonas mengkhawatirkan pria tua itu.
Seperti dugaannya, ia tidak menemukan apapun. Ia sudah mencoba bertanya pada orang-orang di pinggir jalan, kerumunan di depan gereja, dan beberapa tempat lain yang mungkin didatangi oleh pria tua itu. Namun Jonas tetap tidak mendapatkan jawaban mengenai keberadaan pria tua yang malang itu.
Jones mulai berpikir, bahwa ia tidak akan bisa menemukan orang tua itu lagi. Mungkin orang tua itu sudah pergi jauh sejak ia kabur dari klinik semalam. Dan Jonas mencoba melupakan pria tua itu. Akan tetapi, sebuah hal yang tak terduga ia dapati ketika ia pulang ke rumahnya.
Di halaman rumahnya, tepatnya di tangga terbawah dari tangga yang mengarah ke teras, duduklah seorang pria tua yang betul-betul Jonas kenal. Pria yang terlihat kumal, pucat, dan terlihat seperti orang gila. Siapa lagi jika bukan pria tua yang Jonas cari? Tapi kenapa pria tua itu bisa berada di depan rumahnya?
“Tn. Milverton!” seru Jonas seraya melompat turun dari mobilnya. Ia segera mendatangi pria tua itu, yang memandangnya dengan tatapan serius.
“Aku tidak bisa bersama dengan mereka.” Pria tua itu menggeram.
“Bagaimana Anda bisa menemukan rumahku?”
“Tolong aku!” pria tua itu mulai mengerang lagi. Dibawah siraman sinar matahari, Jonas dapat melihat dengan jelas luka-luka yang berada di sekujur tubuh pria tua itu.
“Tolong aku! Aku ingin…”
“Ayo masuk!” ajak Jonas seraya meraih lengan pria tua itu.
Tubuh yang kurus dan terlihat rapuh itu akhirnya duduk di sebuah kursi di dapur. Jonas dengan cepat menyiapkan makanan dan minuman seadanya. Pria itu langsung memakan makanan yang Jonas siapkan, seperti orang yang benar-benar kelaparan.
Jonas duduk di depan pria tua itu. Semakin ia perhatikan keadaan pria tua itu, Jonas semakin penasaran dengan kisah dibalik kaburnya pria tua itu dari rumah keluarganya.
“Anda bisa bercerita?” tanya Jonas. “Anda dari Caden, ‘kan?”
“Putriku.”
“Maaf?”
“Aku ingin menemui putriku.”
“Putri Anda tinggal di Caden?” tanya Jonas. Bukan sebuah anggukan, namun sebuah gelengan kepala ia dapatkan. Detik berikutnya, kedua mata memerah pria tua itu menatap wajahnya.
“Kumohon! Antar aku ke tempat putriku. Aku sudah rindu dengannya. Aku…”
“Aku akan mengantar Anda pulang, Tn. Milverton. Setelah Anda habiskan makanan itu.”
Tidak perlu waktu lama bagi Jonas untuk kembali ke dalam mobilnya bersama dengan pria tua itu. Detik berikutnya, ia telah memacu kendaraannya di sebuah jalan yang mengarah ke timur, keluar dari Blackwood.
“Kenapa Anda kabur dari rumah?” tanya Jonas. “Keluarga Anda mencemaskan Anda, Tn. Milverton. Itu benar nama Anda, ‘kan?”
“Putriku.” Jawab pria tua itu. “Aku hanya ingin menemui putriku. Ia dalam bahaya. Dia bersama orang-orang itu!”
“Siapa?”
“Berandal-berandal dari kota. Mereka…, mereka ingin meulai putriku. Elizabeth!”
Jonas menggunakan sebelah tangannya untuk menenangkan tubuh Milverton yang tidak bisa diam di bangku yang ia duduki. Jones mencoba untuk mengorek informasi dari pria tua itu. Namun speertinya usahanya itu akan berakhir dengan sia-sia, saat pria tua itu tidak mau berhenti menggumamkan kata-kata yang tak jelas.
“Belok di depan! Kiri!”
Jonas sediki ragu untuk mengikuti perintah orang tua itu. Namun ketika ia tidak segera memutar roda kemudianya, pria tua itu meraih kemudi yang ia pegang dan memaksa Jonas untuk memutar kemudi itu. Mobil sempat kehilangan kendali karena usaha nekat pria tua itu.
“Oke!” ucap Joneas. “Jadi, kemana Anda ingi pergi? Bukan Caden, tempat tinggal Anda?”
“Ada sebuah rumah beberapa kilo dari sini.” Jawab pria tua itu. “Disana. Putriku menungguku disana.”
Jonas tidak tahu apakah pria itu masih waras atau tidak. Sejak ia meninggalkan Blackwood, pria tua itu terus menggumkan nama putrinya itu. Elizabeth. Kadang pria tua itu tersenyum, tertawa, lalu merintih lagi. Benar-benar sebuah pemandangan aneh bagi Jonas.
“Itu!” teriak pria itu iba-tiba sambil menunjuk ke arah hutan. “Disana! Itu rumahku! Disana! Putriku!”
Jones menghentikan mobilnya. Dengan mengikuti arah telunjuk pria tua itu, ia memang melihat adanya sebuah rumah di tepi hutan. Lebih tepatnya, sebuah pondok kayu yang terlihat sepi.
“Tunggu!”
Terlambat bagi Jonas untuk menghentikan pria tua itu. Pria itu melompat turun, lalu berlari cepat ke arah pondok tua itu. Jones, tanpa sadar telah berjalan beberapa meter dibelakang pria tua itu.
“Liz! Liz, aku pulang! Sayang!”
Jonas melihat pintu pondok itu terbuka, dan melihat adanya sosok wanita muda, yang kira-kir berusia akhir 20-an, muncul lalu menyambut kedatangan pria tua itu. Mereka berpelukan, seolah sudah lama mereka tidak bertemu.
“Selamat siang, Nona!” sapa Jonas. Wanita itu tersenyum ke arah Jonas, dengan senyum menawannya yang memikat. Jika saja Jonas tidak teringat bahwa ia sudah memiliki istri, mungkin ia akan mengencani putri dari pria tua itu.
“Opsir Jonas Mercer.” Ucap pria tua itu. “Dia yang menyelamatkanku. Dia yang mengantarku pulang.”
“Terima kasih, Opsir.” Ucap wanita itu.
“Aku melihat adanya selebaran mengenai Tn. Milverton yang menghilang. Dan kini kurasa…”
“Ya. Kami akan baik-baik saja.” Potong wanita muda itu. “Sekali lagi, teirma kasih, Tn. Mercer. Anda mau masuk, minum teh?”
“Tidak, terima kasih.” Balas Jonas. “Aku harus segera kembali. Senang bisa membantu Anda, Nona Milverton.”
Wanita muda itu masih memamerkan senyum manisnya, bahkan hingga Jonas kembali ke dalam mobilnya. Dari kejauhan, Jonas dapat melihat kedua orang itu berpelukan erat, saling melepas rindu. Eugene Milverton hilang selama beberapa minggu. Namun akhirnya pria tua itu sudah kembali ke rumahnya, bersama dengan keluarganya. Dan Jones merasa puas dengan hal itu.

**

“Apa maksudmu?” tanya Jonas cepat ketika ia tidak dapat mengerti ucapan yang baru saja diucapkan oleh Pedro, kawannya di kantor polisi. Pedro tengah melepas selebaran mengenai Milverton pagi itu.
“Ya. Dia. Orang ini. Miverton tua.”
“Tidak! Kau salah, Pedro. Aku kemarin…”
“Aku dengar akan hal itu, Mercer.” Potong Pedro sambil menggeleng pelan. Detik berikutnya, ia memberikan tepukan ringan ke arah pundak Jonas. Jonas semakin tak mengerti dengan apa yang Pedro bicarakan. Ia menahan kawannya itu untuk pergi.
“Apa maksudmu? Dia mati, itu tidak mungkin. Dia sudah kembali pada keluarganya. Aku mengantarkannya. Ke tempat itu.”
“Dimana?”
“Pondok tua diluar batas kota.”
“Disana.”
“Apanya?” tanya Jonas.
“Milverton dan putrinya.”
Jonas dengan cepat memutar tubuhnya ke arah datangnya suara berat berwibawa itu, dan melihat bahwa atasannya, kapten Jackson telah berdiri tak jauh darinya.
“Kapten!”
“Sudah saatnya kau tahu, Jonas.” Ucap Kapten Jackson sambil bergerak pelan.
“Mengenai apa?”
“Mengenai misteri yang menyelubungi kota ini. Blackwood. Yang selalu menyimpan cerita-cerita aneh. Dan pertemuanmu dengan si tua Milverton kemarin merupakan salah satunya.”
Jonas mendengus, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Kini kapten Jackson juga mengucapkan kata-kata yang tidak ia mengerti.
“Jasad Milverton dan putrinya ditemukan di pondok tua yang kau sebutkan itu, sudah dalam keadaan membusuk. Mungkin sudah lewat lima hari mereka tewas. Korban perampokan grup berandalan, kurasa.”
“Tidak mungkin! Aku…”
“Kau tinggal di Blackwood sekarang, Mercer.” Ucap Pedro sambil menatap serius ke arah temannya yang terguncang itu.
“Kau harus terbiasa dengan hal aneh seperti ini.”
Jonas melempar pandangannya bergantian ke arah kapten Jackson dan Pedro. Dan kedua lelaki itu sama-sama memberikan tatapan serius ke arahnya. Itu berarti, mereka tidak sedang bercanda.
Jonas merasa kehilangan kekuatan untuk menahan tubuhnya untuk tetap berdiri. Ia akhirnya jatuh ke sebuah kursi, lalu menunduk. Pikirannya berputar, mencoba mengingat, merasakan, apa yang ia alami kemarin sore. Pria tua itu…, Milverton…
“Ini Blackwood, Mercer.” Jonas mendengar ucapan Pedro itu lagi. Kalimat itu terus berputar di dalam kepalanya.
“Sudah saatnya kau menerima hal-hal aneh seperti ini.”
Butuh waktu bagi Jonas untuk dapat menerima kenyataan bahwa yang ia temui kemarin bukanlah si tua Milverton yang asli, melainkan arwahnya. Kenapa arwah Milverton menemuinya?
Jonas hanya bisa menyimpulkan satu hal dari pengalaman mistisnya itu. Eugene Milverton, hanya ingin ditemukan. Melalui dirinyalah, si tua Milverton meminta bantuan. Jonas tersenyum singkat, penuh dengan rasa kesal pada dirinya sendiri.
“Dasar pria tua sialan!” umpatnya sambil masih tersenyum. Ia kini hanya bisa membayangkan, bahwa si tua Milverton kini bisa beristirahat dengan tenang bersama putri tercintanya. Dan Jonas sadari, bahwa ia telah berperan besar dalam hal itu.

****



No comments:

Post a Comment