Wednesday, January 24, 2018

PAVOR NOCTURNUS



Cody berteriak. Untuk yang kesekian kalinya malam itu. Ia sudah terlelap tidur saat sebuah gangguan tiba-tiba saja datang ke tidurnya. Yang membuatnya seketika terbangun, membuka matanya dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Ia memimpikan mimpi buruk itu lagi.
Teriakan Cody tentu saja membangunkan seisi rumah. Tak sampai lima menit setelah ia berteriak, pintu kamarnya terbuka. Ibunya dengan gerak cepat bergerak masuk ke kamar ditemai oleh ayahnya. Kedua orang itu memandang Cody dengan tatapan aneh.
“Ibu! Ayah!” pekik Cody dengan suara bergetar. Bayang-bayang mengenai mimpi buruknya itu masih tersisa, seolah di belakang kelopak matanya.
“Cody, sudah berapa kali kau berteraik malam ini?” ucap ibunya sedikit gusar. “Sudah lima kali! Dan kau selalu membangunkan adikmu!”
“Tapi, Bu…” Cody mencoba membantah, namun harus mengurungkan niatnya itu saat tatapan mata ibunya terarah padanya. Cody menunduk, setelah sebelumnya melirik ke arah ayahnya. Di gendongan ayahnya, terdapat seorang anak kecil berusia tiga tahun. Adiknya.
“Apa alasannya sekarang?” tanya ibu Cody kemudian. “Kau mimpi buruk lagi? sudah berapa kali kukatakan untuk tidak menonton film-film horor itu!”
“Bukan, Bu. Bukan masalah itu!” ucap Cody. “Mimpi yang kualami…, sangat aneh. Aku seperti…, aku seperti…”
Cody kesulitan berbicara. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk dapat meyakinkan ibunya itu. Sudah berkali-kali hal seperti ini terjadi. Ibunya mulai kesal dengan tingkah Cody yang selalu berteriak di tengah malam buta seperti itu.
“Kau berada di rumah, Cody.” Ucap ayahnya. “Kau aman. Tidak akan ada yang bisa menyakitimu. Hanya mimpi.”
Hanya mimpi…
Ya. Jika saja Cody dapat mengangapnya begitu. Namun mimpi yang ia alami tidak seperti mimpi buruk seperti biasanya. Cody merasa benar-beanr ketakutan dengan apa yang terjadi saat ia tidur. Ia merasa seperti setengah tertidur, dan setengah sadar. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya.
“Tidur lagi, Cody!” ucap ayahnya setelah mengusap puncak kepala Cody.
“Kau sudah dua belas tahun, Cody.” Ucap ibunya dengan nada sedikit kesal. “Seharusnya hal seperti ini sudah tidak terjadi lagi padamu.”
“Maaf, Bu.” Ucap Cody lirih sambil menundukkan kepalanya. Ibu dan ayahnya bergerak keluar beberapa detik kemudian. Meninggalkan Cody berada di keremangan kamarnya yang hanya tersinari dari sebuah lampu meja. Cody merasakan bulu kuduknya berdiri saat angin membentur-bentur keras ke arah daun jendela kamarnya.
Jarum jam saat itu baru menunjukkan pukul satu dini hari. Masih terlalu lama sebelum matahari pagi dapat meghilangkan segala keresahan yang Cody alami. Ia kembali membaringkan tubuhnya sedetik kemudian. Namun ia sama sekali tidak dapat menutup kedua matanya. Ia merasakan rasa takut yang luar biasa. Seolah saat ia memejamkan mata, ada mata lain di kamar itu, yang bersembunyi di sudut-sudut gelap, yang menatapnya.
Mimpi-mimpi buruk seperti ini sudah Cody alami selama seminggu terakhir. Ia selalu terbangun di tengah malam buta, dan berteriak tanpa alasan yang jelas. Atau mungkin…, memang ada alasan untuk hal itu? Hal seperti itu selalu terjadi sesaat setelah ia mendapatkan mimpi itu. Mimpi yang sama, yang setiap kali membuatnya menjerit.
Mimpi-mimpi itu selalu dimulai dengan dirinya yang berdiri di sebuah koridor sebuah rumah. Cody tidak tahu rumah siapa yang ia tempati saat itu, yang jelas bukan rumahnya. Koridor itu terlihat remang, hanya disinari oleh sebuah lampu di dinding.
Ia selalu berdiri terdiam di ujung koridor itu, sambil memandang ke arah sebuah ruangan yang ada di ujung, yang terbuka, dan memancarkan sinar kebiruan dari dalam ruangannya. Seolah ada yang menonton tv di dalam kamar itu. Namun Cody tidak dapat mendengar suara apapun kecuali suara nafasnya sendiri.
Ia selalu bergerak di dalam mimpinya itu. Selangkah demi selangkah ia bergerak maju, semakin dekat ke arah ruangan yang terbuka itu. Suara angin terdengar di luar rumah, membanting-banting daun jendela. Cody terus bergerak, semakin dekat dengan ruangan itu, dan ketika ia sudah mencapai ambang pintunya, tiba-tiba saja ada sebuah bayangan yang melesat di depannya. Seperti sebuah asap hitam, dengan sepasang mata merah semerah darah menatapnya. Dan di saat itulah ia biasanya terbangun sambil menjerit.
Cody selalu mencoba untuk menganalisis mimpinya itu. Ia ingat-ingat dimana ia pernah melihat koridor rumah seperti itu. Apakah rumah dari salah stau temannya? Rasanya tidak. Dan jelas-jelas koridor itu bukan merupakan koridor dari rumah yang ia tempati saat ini.
Apa yang membuatnya selalu memimpikan hal itu? Apakah ia pernah menonton sebuah film horor dengan tema sebuah koridor seperti itu? Cody tidak dapat mengingat. Namun ia yakin jelas bahwa tidak ada hal semacam itu di film horor yang tonton. Film horor yang ia tonton selalu bergenre slasher. Sama sekali tidak menyambung dengan mimpinya yang lebih mengarah kepada hal-hal psikologis.
Aneh. Benar-benar aneh. Cody sampai lelah memikirkan semua mimpi yang ia alami itu. Kenapa ia mengalaminya, belum jelas alasannya. Yang jelas, Cody selalu sulit untuk tertidur kembali setelah mengalami mimpi seperti itu.
Cody masih terbaring di atas tempat tidurnya dengan kedua mata terbuka lebar. Ia selalu melirik ke arah ujung kamarnya yang gelap, dan selalu merasa bahwa ada sesuatu di tempat itu. Seperti seseorang yang mengawasinya atau…, hal yang lebih mengerikan daripada hal itu.
Namun nyatanya tidak ada apapun di ujung ruangannya. Yang terlihat hanyalah sekelompok alat-alat olahraga yang berdebu karena jarang dipakai. Tidak. Tidak ada apa-apa disana. Tapi…
Perhatian Cody seketika terarah pada bagian bawah pintu kamarnya. Ia seperti melihat bayangan orang bergerak mondar-mandir di depan kamarnya. Apakah ibunya? Atau ayahnya?
“Ibu?” panggil Cody sambil menegakkan posisi tubuhnya. “Ayah, apa itu kau yang disana?”
Tidak ada jawaban sama sekali dari luar kamarnya. Cody kembali melirik ke bagian bawah pintunya, dan bayangan mondar-mandir itu sudah tidak terlihat lagi. Apakah bayangan itu tadi nyata, atau ia hanya berhalusinasi karena rasa takutnya yang berlebihan? Cody tidak dapat menemukan jawabannya.
Jam terus bergerak, semakin pagi. Cody baru bisa mendapatkan rasa kantuknya lagi saat jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Angin di luar masih terus menderu, menggetarkan daun jendelanya. Cody merasa takut untuk kembali menutupkan kelopak matanya. Namun ternyata ia harus kalah dengan rasa kantuknya.
Satu hal yang terjadi sesaat kemudian adalah sebuah tarikan di kakinya. Apakah monster yang berada di kamarnya yang melakukan hal itu? Bukan. Tapi ulah ibu Cody yang mencoba membangunkan Cody pagi itu.
Cody membuka sebelah matanya. Sinar matahari sudah sepenuhnya menerangi kamarnya yang jendelanya sudah terbuka.
“Bangun, Cody! Sampai kapan kau mau tidur? Kau harus ke sekolah, ‘kan?”
Cody menegakkan tubuhnya. Ia merasa sekujur tubuhnya pegal dan tidak mengenakkan. Ia baru bisa tidur sekitar pukul tiga pagi. Dan rasanya ia seperti belum tidur semalaman.
Saat sarapan pagi itu pun pikiran Cody selalu terarah pada mimpi buruk yang ia alami. Ia masih tidak tahu kenapa hal itu terjadi padanya. Apakah ia melakukan sebuah kesalahan yang tidak ia sadari? Rasanya tidak. Dan ia yakin benar bahwa mimpi itu tidak ada hubungannya dengan film-film horor yang ia tonton.
“Kau harus mengurangi menonton film horor, Cody.” Ucap ayahnya, yang duduk tepat di depannya. Cody hanya menundukkan kepalanya sambil memainkan garpu pada roti lapisnya. Ibu Cody tiba-tiba saja ikut angkat bicara.
“Jika hal ini terus terjadi, mungkin kau butuh bantuan ahli, Cody. Ibu dan ayah sudah habis pikir dengan apa yang terjadi padamu.”
Cody mencoba untuk melupakan masalah mimpi buruknya itu. Saat di sekolah, ia mencoba untuk fokus pada pelajaran yang ia terima. Namun akibat dari kurangnya tidur semalam, ia menjadi mengantuk saat menerima pelajaran. Ia bahkan sempat tertidur. Sebagai akibatnya, ia harus mendapatkan pr berlebih dari guru di kelas saat itu.
Pr yang menumpuk tentu saja membuat Cody harus melakukan hal esktra di rumah. Ia harus mengerjakan pr-nya itu sampai larut malam. Keadaan sudah benar-benar sepi saat Cody selesai dengan pekerjaan rumahnya itu. Jarum jam telah menunjuk angka sebelas. Ayah dan Ibunya mungkin sudah tertidur.
Cody baru saja akan bergerak memasukkan buku-bukunya ke dalam tas saat ia merasa ada yang bergerak di luar kamarnya. Suara langkah kaki yang berbunyi duk-duk-duk. Cody mencoba mendnegarkan suara itu. Ia bahkan melihat lagi bayangan dari bawah pintu kamarnya.
“Ibu? Apa itu kau?” seru Cody. Namun ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban apapun.
“Ayah?” seru Cody lagi. Namun lagi-lagi tidak ada balasan dari luar kamar. Cody yang merasa penasaran langsung mengarah ke pintu kamarnya, dan membuka pintu kamarnya itu. Ia melihat…
Tidak apa-apa di luar kamarnya. Koridor sudah dalam keadaan remang, menunjukkan bahwa ayah dan ibunya sudah berada di tempat tidur saat itu. Cody tiba-tiba saja merasakan bulu kuduknya meremang. Apa yang sebenarnya ia dengar dan lihat itu tadi?
Cody mencoba untuk tidur. Namun seperti sebelumnya, ia merasa seolah ada yang mengawasinya dari sudut kamarnya yang gelap. Ia tahu persis bahwa tidak ada apapun di sudut kamar itu. Tapi…
Tidak! Cody mengucapkan kata tidak pada dirinya sendiri. Ia tidak boleh menjadi penakut. Apa yang sebenarnya ia takutkan? Bukankah ia sudah tidak percaya dengan adanya hantu lagi? ia sudah berusia 12 tahun dan memiliki hobi menonton film horor. Apa yang mungkin dapat membuatnya takut?
Dengan perlahan, Cody pun akhirnya tertidur. Dan sedetik kemudian ia sudah berada di dalam koridor panjang yang remang itu lagi. ia bergerak, mendekati ruangan menyala biru di ujung lorong itu. Semakin dekat, dan dekat, dan dekat. Ia dapat mendengar nafas beratnya sendiri. Apa yang akan ia temukan di dalam ruangan itu? Apa yang akan ia temukan di dalam sana? Cody semakin merasa penasaran. Beberapa langkah kemudian ia sudah sampai di ambang pintu ruangan itu. Ketika ia akan melongok ke dalam, tiba-tiba saja…
Sebuah bayangan hitam seperti asap muncul secara tiba-tiba di depan matanya. Bentuk dari asap hitam itu seperti sosok manusia berambut hitam panjang, dengan mata semerah darah, dan satu seringai menunjukkan taring-taring yang panjang, kemudian…
“TIDAK!!!”
Cody berteriak lagi. Pemandangan dari bagian dalam kamarnya langsung muncul ketika ia membuka kedua matanya. Ia langsung bangkit ke posisi duduk, dengan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Tidak…, kenapa hal itu terjadi lagi?
Cody sedikitnya dapat bernafas lega saat tidak ada suara-suara di luar kamarnya. Ibu dan ayahnya ternyata tidak mendengar teriakannya saat itu. Cody menghembuskan nafas lega. Jika ada suatu hal yang lebih menakutkan dari mimpinya, mungkin hanya wajah ibunya yang marah.
Cody membaringkan tubuhnya kembali. Namun perhatiannya sesaat kemudian terarah pada sebuah suara di luar kamarnya. Seperti tadi, terdengar suara-suara langkah kaki yang tidak jelas. Lalu ada suara seperti sebuah pintu terbuka. Lalu…, hening. Cody mencoba mendengarkan lagi, tapi suara itu tidak terdengar lagi. Cody kemudian membalik posisi tidurnya, dan terlelap lagi.
Lagi-lagi ia berada di lorong yang remang itu, mencoba untuk bergerak mendekati ruangan di ujung koridor. Namun setiap kali ia dapat mencapai ambang pintu kamar itu, sesosok makhluk aneh selalu hadir tepat di depan kedua matanya. Dengan mata merah, dan seringai penuh dengan taring itu, lalu sebuah tangan hitam yang mencoba untuk mencekik lehernya.
“TIDAK!! JANGAN!!” Cody berteriak. Ia membuka kedua matanya, dan sebuah cahaya membutakan matanya. Ia sempat melihat ada sosok yang berdiri menaunginya. Apakah sosok hitam itu?
Bukan. Tapi sosok itu adalah ibu Cody. Hari sudah pagi ketika Cody terbebas dari mimpi buruknya itu. Untuk seketika, ia dapat bernafas lega, dan tidak melihat pada wajah ibunya, yang sudah dapat ia tebak bahwa ibunya itu murka. Akan tetapi…
Tidak. Tidak ada ekspresi aneh dari ibunya pagi itu. Malahan, ibunya itu terlihat begitu khawatir padanya.
“Kau memimpikan hal itu lagi, Cody?” tanya ibunya. Cody hanya dapat menganggukkan kepalanya pelan.
“Maaf!” ucapnya kemudian seraya bangkit dari tempat tidur. “Tidak perlu memikirkanku.”
Cody benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Apa arti dari semua mimpi itu? Ia sempat membaca sebuah artikel di internet yang menyebutkan bahwa mimpi kadang berarti sesuatu. Tapi apa? Apa maskud dari lorong-lorong remang itu?
Hal yang lebih membuatnya mengerutkan dahi adalah suara-suara yang terdengar di luar kamarnya. Suara-suara langkah kaki itu, yang terdengar begitu jelas. Tapi apa yang menciptakan suara itu? Mungkinkan ada orang lain yang tinggal di dalam rumahnya tanpa ia ketahui?
Cody tidak banyak bicara selama sisa hari itu. Ia sedang kesal dengan dirinya sendiri. Ia bahkan tidak mau berbicara dengan ayah atau ibunya di rumah, dan memilih untuk mengunci diri di kamar. Ia memikirkan lagi semua hal yang terjadi padanya. Hal-hal aneh itu.
Cody yang tidak tahan dengan kesendirian langsung keluar dari kamarnya, dan bergerak menuruni tangga. Namun ketika ia baru sampai di tengah-tengah, ia mendengar ada percakapan serius antara ayah dan ibuny.
“Aku sudah benar-benar cemas.” Ucap ibunya. “Apa yang terjadi pada Cody sudah di luar kata normal. Ia selalu mengalami mimpi itu.”
“Tidakkah ia mencoba menjelaskan mimpinya padamu?” tanya ayahnya. “Ia selalu diam jika aku tanya.”
“Pernah satu kali ia bercerita padaku.” Jawab ibu Cody. “Ia merasa seperti berjalan di koridor yang gelap, dengan sebuah kamar misterius di ujungnya. Dan juga mengenai sesosok makhluk hitam dengan mata merah…”
“Mungkin karena terlalu banyak menonton film horor?”
“Tapi sudah kelewatan.” Ucap ibu Cody. “Hal ini sudah berjalan selama dua minggu berturut-turut. Ia selalu berteriak. Pagi tadi juga begitu.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya ayahnya. “Apa kita perlu membawa ke dokter? Psikologis, mungkin?”
“Tidak!” sahut Cody seketika. Yang saat itu sudah berada di anak tangga terbawah. Ayah dan ibunya memandang ke arahnya.
“Cody, kami cemas pada keadaanmu.” Ucap ayahnya.
“Aku baik-baik saja, ayah.” Ucap Cody. “Hanya mimpi buruk…, bukan sesuatu yang perlu digembor-gemborkan.”
“Tapi, Cody…”
“Aku baik-baik saja.” Ucap Cody tegas. “Lupakan apa yang pernah terjadi padaku!”
Cody bergerak kembali ke kamarnya. Tidak. Kedua orang tuanya tidak mengerti dengan apa yang ia alami. Mimpi-mimpinya itu pasti memiliki arti. Ia yakin akan hal itu. Namun ia belum mendapatkan jawabannya.
Cody memutuskan untuk pergi tidur saat jarum jam menyentuh pukul sembilan malam. Dan lagi-lagi, ia harus mengalami mimpi itu lagi. ia berjalan di koridor, mengarah pada ruangan di ujung lorong. Dan ketika ia sudah sampai di ambang pintu,…
Tidak. Kali ini bayangan hitam itu tidak muncul lagi. Cody berhasil memasuki kamar dengan cahaya biru itu. Namun apa yang ia lihat kemudian di depan kedua matanya membuatnya menjerit lagi.
Ia melihat ada beberapa orang terpuruk diatas lantai, dengan darah membasahi seluruh ruangan biru itu. Tv masih menyala di dekat mayat-mayat sebuah keluarga itu. Tubuh-tubuh tak bernyawa itu terliha tmenumpuk menjadi satu. Membuat Cody nyaris muntah karena aroma anyir dari dalam ruangan itu. Ia memutar tubuhnya sedetik kemudian, mencoba untuk berlari dari ruangan itu. Akan tetapi, sosok hitam itu sudah berdiri tepat di depan kedua matanya. dengan mata merah, dan seringai penuh dengan taring…, Cody berteriak lagi.
Cody membuka kedua matanya. lagi-lagi ia harus terbangun dengan sebuah jeritan, dan juga keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Mimpi itu lagi. Tapi kali ini sedikit berbeda.
Perhatian Cody seketika teralih saat terdengar suara ketukan di pintu kamarnya. Cody melirik ke arah bawah pintu, dan melihat ada bayangan yang berdiri disana. siapa? Ibunya? Atau ayahnya? Cody langsung saja melompat turun dari tempat tidurnya. Tapi sesaat setelah itu, terdengar suara langkah kaki berlari menyusuri koridor, dan terdengar sebuah suara pintu terbuka.
Cody membuka pintu kamarnya. Yang ia lihat hanyalah keremangan koridor. Namun ia kemudian masih dapat menangkap sebuah suara di ujung koridor. Suara sebuah pintu.
Cody bergerak ke arah koridor. Dan seketika itu juga ia merasakan sesuatu yang familiar. Koridor itu, nyaris sama dengan koridor yang ada di dalam mimpinya. Dan memang ada sebuah ruangan di ujung lorong. Itu. Namun selama ini ruangan itu hanya digunakan sebagai gudang dan jarang sekali dimasuki. Cody merasa penasaran. Ia masih mendengar suara langkah kaki itu di ujung koridor. Mungkinkah ada sesuatu di dalam ruangan itu?
Dalam keremangan cahaya, Cody terus menggerakkan kakinya. Sama persis seperti apa yang ia alami di dalam mimpinya. Suasana begitu hening, bahkan ia dapat mednengar suara nafasnya sendiri. Ia bergerak semakin dekat, dan dekat, dan dekat…, hingga akhirnya ia dapat melihat bahwa pintu ruangan di ujung koridor itu sedikit terbuka. Dan ia mendengar sebuah suara yang tak asing. Sebuah suara anak kecil, seperti sedang bernyanyi di dalam.
Cody nyaris tidak dapat berpikir lagi. Otot-ototnya seolah memiliki otak tersendiri. Ia tidak mau memasuki ruangan itu, namun ia tidak dapat menahan pergerakan tubuhnya. Ia raih handel pintu kamar itu, dan membukanya perlahan. Ia melihat sebuah kegelapan diantara tumpukan-tumpukan barang. Namun suara anak kecil itu terdengar dengan jelas, dari balik sebuah tumpukan kardus. Cody bergerak perlahan masuk ke dalam ruangan itu. Ia ikut suara itu, hingga pada akhirnya ia melihat apa yang ada di dalam ruangan itu.
Seseoran tengah duduk di lantai, membelakanginya. Seorang anak kecil, dengan pakaian yang terlihat kusut. Gadis kecil itu bersenandung lirih, dan sama sekali tidak menyadari kehadiran Cody. Cody yang merasa penasaran langsung saja bergerak mendekati gadis itu. Namun baru satu langkah, gadis itu memutar tubuhnya. Dan Cody melihat wajah pucat dengan mata merah dan seringai penuh taring itu.
“AHHHHHH!!!”
Hal terakhir yang Cody ingat adalah saat gadis itu melompat ke arahnya dengan mulut terbuka lebar. Sesaat kemudian, Cody tidak sadarkan diri.

**

Cody merasakan ada sesuatu yang dingin menempel di kepalanya. Kepalanya terasa begitu berat, dan ia nyaris tidak dapat membuka kedua kelopak matanya. Namun ia dalamkeadaan sadar. Ia dapat mendengarkan suara-suara di sekelilingnya. Suara ibu dan ayahnya.
“Ibu?” gumam Cody lirih.
“Lihat! Dia sudah sadar.” Ucap suara ibunya. “Cody! Cody! Bangun sayang!”
Dengan usaha yang berlebih, akhirnya Cody dapat membuka kelopak matanya. Cahaya terang dari sebuah lampu membuat matanya terasa begitu pedih. Namun ia dapat melihat bayangan ibu dan ayahnya, yang berdiri tepat di depannya, dengan wajah cemas. Ketika ia sudah dapat membuka matanya dengan sempurna, ia sadari bahwa saat itu ia terbaring di lantai gudang di ujung koridor itu.
“Cody, apa yang terjadi?”
Cody tidak memiliki pilihan lain selain menceritakan apa yang sudah ia alami. Semua hal, mengenai mimpi-mimpinya di koridor itu, dan juag suara-suara langkah kaki dan bayangan yang ia lihat di luar kamarnya. Ibu dan ayahnya terlihat bingung dengan semua cerita Cody. Namun mereka tidak membantah apa yang Cody katakan.
Kisah aneh mengenai Cody dan juga mimpi-mimpi buruknya itu pada akhirnya tersebar. Tetangga mereka banyak yang berkunjung untuk melihat keadaan Cody. Mereka merasa peduli dengan apa yang terjadi pada anak dua belas tahun itu. Namun satu hal yang mengejutkan terjadi seminggu setelah Cody pingsan di gudang itu. Seorang pria tua datang, menemui ayah dan ibu Cody.
“Aku sudah mendengar apa yang terjadi.” Ucap pria tua itu. “Malahan aku tidak merasa heran jika hal itu terjadi.”
“Apa maksud Anda?” tanya ayah Cody.
Pria tua itu pada akhirnya menceritakan siapa dirinya. Ia dulu adalah petugas taman di sekitar rumah Cody. Dan ia mengatakan bahwa dulu pernah terjadi sebuah kasus perampokan dan pembunuhan di dalam rumah yang kini ditempati oleh Cody dan keluarganya. Anggota dari keluarga pada saat itu dibunuh di dalam sebuah kamar, yang kini menjadi gudang tempat keluarga Cody menyimpang barang bekas.
“Mungkin mereka meminta bantuan.” Ucap pria tua itu, sambil memandang ke arah Cody yang terhenyak oleh cerita mengenaskan itu.
“Mimpi itu berarti sesuatu, Cody. Mereka memilihmu.”
“Untuk apa?” tanya Cody.
“Mungkin…, mereka hanya ingin didoakan. Agar mereka bisa berisitrahat dengan tenang.”
Ayah dan Ibu Cody pada awalnya tidak mempercayai seratus persen semua kata-kata dari pria tua itu. Namun suatu hari mereka menemukan bukti dari kejadian mengenaskan yang pernah terjadi di rumah itu. Di dalam gudang mereka, mereka melihat ada bekas noda hitam di lantai yang tidak dapat dihilangkan. Bekas darah dari pembunuhan kejam itu. Kini mereka percaya dengan apa yang pria tua itu katakan.
“Lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya Ibu Cody dengan cemas. Ia takut jika anaknya akan terus mendapatkan mimpi-mimpi buruk itu.
“Seperti yang dikatakan oleh pria itu…” ucap ayah Cody. “Kita harus mendoakan mereka.”
Semenjak ia pingsan saat itu, Cody tidak lagi mendapatkan mimpi buruk mengenai koridor remang itu. Mungkin doa yang ia dan kedua orang tuanya panjatkan telah dapat memuaskan arwah yang mungkin tinggal di dalam rumah itu. Akan tetapi, Cody merasa bahwa arwah itu belum pergi sepenuhnya. Karena setiap malam, ia selalu mendengar suara langkah kaki di luar kamarnya. Dan hal itu menjadi mimpi buruk baru bagi Cody.

****





Thursday, January 11, 2018

THE STRANGE CASE OF THE WINCHESTER MANOR



Natalia merasa begitu senang ketika ia mendapatkan telepon yang menyatakan bahwa ia mendapatkan pekerjaan di kediaman keluarga Winchester. Ia tidak dapat membendung lagi perasaan bahagianya, mengingat ia kini sudah dua bulan tidak bekerja setelah ia keluar dari pekerjaannya yang lama. Pekerjaan yang akan ia ambil di rumah keluarga Winchester memang hanya sebagai pelayan keluarga. Namun dengan iming-iming gaji yang besar dalam sebulan, Natalia rela melakukan hal itu.
Ia bukan tipe orang yang terlalu memilih jika soal pekerjaan. Asalkan mendapatkan uang, ia akan melakukan apapun. Ia akui bahwa keadaan ekomoni di keluarganya sedang kacau saat ini. Suaminya bekerja keras sebagai pekerja di pasar, namun dengan penghasilan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan sebulan. Itu sebabnya Natalia kini juga mencoba untuk bekerja, untuk dapat mendapatkan uang tambahan dalam sebulan.
Ia sudah membicarakan masalah mengenai pekerjaan di Winchester ini dengan suaminya. Dan suaminya hanya mengangguk menyetujui apa yang akan Natalia lakukan. Natalia berencana akan bekerja selama satu tahun terlebih dahulu di keluarga Winchester. Jika menyenangkan dan berjalan dengan bagus, mungkin ia akan mengambil pekerjaan itu sebagai pekerjaan tetap.
Ia masih terus memikirkan seperti apa keluarga Winchester saat ia duduk di dalam kabin sebuah taksi yang membawa bergerak melintasi sebuah kawasan hutan. Rumah kediaman keluarga Winchester memang terletak begitu jauh dari pusat kota. Natalia sempat mendengar bahwa keluarga Winchester tidak begitu menyukai keramaian. Itu sebabnya mereka memilih membangun rumah jauh dari kawasan penduduk.
“Keluarga Winchester? Ya. Aku tahu siapa mereka.” Ucap sang supir taksi saat Natalia bertanya soal keluarga Winchester itu.
“Mereka cukup terkenal di kota ini sebagai keluarga kaya yang tingal jauh dari penduduk lain. Entah apa yang mereka pikirkan. Mereka sepertinya tidak begitu menyukai suasana kota.”
“Apa lagi yang kau tahu?” tanya Natalia.
“Tidak ada banyak yang tahu soal keluarga itu. Bahkan mengenai rumah yang didiami oleh keluarga itu.”
“Bukankah Winchester yang membangun rumah itu?”
“Bukan.” Jawab sang supir taksi. “Rumah yang kini ditempati oleh Winchester adalah rumah lama yang dibangun sekitar awal 1900-an. Rumah yang sudah cukup tua, dan rasanya tidak akan aneh jika orang-orang mulai membicarakan hal-hal aneh mengenai rumah itu.”
Ucapan terakhir dari sang supir taksi itu dengan cepat menarik perhatian Natalia.
“Hal-hal aneh soal apa?” tanya Natalia cepat. Sang supir taksi sempat meliriknya dari kaca spion, sebelum akhirnya membuka mulutnya.
“Kabar aneh, mengenai tragedi yang dulu pernah terjadi di tempat itu.” Jawab sang supir taksi. “Mengenai adanya kejanggalan-kejanggalan…, dulu ada yang pernah menginap di rumah itu selama semalam. Dan mereka mendapatkan gangguan di tengah malam.”
“Maksudku…, hantu?” tanya Natalia. Sang supir taksi dengan cepat melepas satu tawa kecilnya sambil melirik ke kaca spion.
“Kuharap kau tidak percaya dengan adanya hantu, Nona.” Ucap sang supir taksi. “Tapi…,ya. Itu yang sering orang-orang katakan mengenai kediaman Winchester. Bahkan ada yang menyebut rumah itu dengan sebutan Manor of Death. Mengerikan, bukan?”
Natalia tidak membalas ucapan itu. Apakah benar apa yang sering orang-orang katakan mengenai kediaman Winchester itu? Bahwa rumah itu berhantu? Natalia jujur sedikit merinding mendengar cerita itu. Namun ia tidak mungkin membatalkan rencananya. Ia tetap akan bekerja di keluarga itu.
Taksi itu pun akhirnya memelankan lajunya saat mendekati sebuah gerbang besar yang ada di tepi hutan. Gerbang itu adalah gerbang dari kawasan kediaman Winchester. Terlihat terdapat begitu banyak pohon besar dan tua di halaman rumah Winchester itu, yang sedikitnya menambah kesan angker dari rumah itu.
“Kita sampai.” Ucap sang supir taksi. Pria itu melirik ke arah Natalia, yang terlihat ragu di tempatnya duduk saat ia memandangi kawasan dari rumah Winchester itu.
“Dengar, Nona!” ucap sang supir taksi itu lagi. “Jika kau merasa ragu, sebaiknya kau tidak perlu bekerja di tempat itu. Apa yang orang-orang katakan mengenai rumah itu sepertinya benar.”
Natalia memang sempat merasa ragu. Namun ia sudah terllau jauh pergi dari rumahnya ke tempat ini, dan tidak mungkin ia akan membatalkan rencananya begitu saja. Ia harus tetap masuk ke rumah itu.
“Aku baik-baik saja.” Ucap Natalia seraya mempersiapkan tas-tas yang ia bawa. “Terima kasih.”
Natalia kini berdiri sendiri di depan gerbang dari rumah besar itu saat taksi kuning itu sudah bergerak pergi. Angin berhembus, menggetarkan cabang-cabang dari pepohonan besar yang ada di tempat itu. Yang dengan seketika menciptakan suasana yang angker dan misterius.
Natalia menghembuskan nafasnya, dan mencoba untuk menguatkan hatinya saat ia pada akhirnya melangkah masuk ke area halaman dari rumah keluarga Winchester. Rumah itu sendiri terletak jauh di belakang dari area halamannya yang luas. Hanya dengan sekali pandang Natalia langsung tahu bahwa rumah itu tidak begitu terawat. Kawasan halamannya yang luas terlihat dipenuhi oleh dedaunan kering, yang sama sekali tidak dibersihkan.
Setelah sekitar tiga menit berjlan dari gerbang depan, akhirnya ia sampai tepat di depan rumah besar itu. Sebuah manor, yang lengkap dengan sayap kiri dan kanan, dengan tiga lantai menjulang tingi ke langit. Kesan yang Natalia dapat pertama kali dari rumah itu adalah kesan menakutkan. Angker…, atau semacamnya. Untuk sesaat ia sempat memikirkan ucapan supir taksi itu tadi, tapi…, tidak. Ia tidak akan mundur.
Perlahan ia mengarahkan langkah kakinya menaiki tangga yang terdapat di bagian depan pintu ganda besar. Ketika ia sudah sampai di depan pintu, ia segera saja mengetukkan buku jemarinya ke arah permukaan pintu. Tidak ada bel di rumah itu. Dan keadaan terlalu sunyi.
Natalia menunggu hingga hampir satu menit. Namun tidak ada respon sama sekali dari dalam rumah. Mungkinkah rumah itu kosong? Namun tidak mungkin begitu, ‘kan? Natalia mengetukkan buku jemarinya lagi ke arah permukaan pintunya. Dan seketika terdengar langkah-langkah kaki mendekat dari dalam rumah. Sedetik kemudian, pintu ganda besar itu terbuka. Dan di celahnya menunjukkan sebuah wajah tua penuh keriput yang memandangnya dengan tatapan tajam.
“Kau pasti Nona Summer.” Ucap pria tua itu. Natalia dengan segera menganggukkan kepalanya membenarkan hal tersebut.
“Silahkan masuk!” ucap sang pria tua itu, yang kemungkinan adalah pelayan dari keluarga Winchester. Pria itu terbalut dengan setelan jas yang terlihat kusut di beberapa tempat.
“Tn. Winchester sudah menunggu kedatanganmu.” Ucap pria itu lagi.
Hawa yang dingin dan sedikit tidak mengenakkan Natalia rasakan begitu ia berada di dalam rumah besar itu. Keadaan rumahnya terlihat begitu suram, karena banyak tirai jendela yang dibiarkan tertutup. Foyer dar rumah besar itu pun sama sekali tidak terlihat hidup. Dan sama seperti apa yang ia rasakan di luar, keadaan di dalam rumah itu begitu sunyi. Ia bahkan dapat mendengar langkah kakinya sendiri di lantai marmer dari manor itu.
“Namaku Albert Winston.” Ucap pria tua itu tadi. “Aku juga seorang pelayan di tempat ini. Dengan adanya dirimu, kurasa kita bisa bekerja sama untuk melayani Tn. Winchester.”
“Saya rasa begitu, Tn. Winston.” Balas Natalia. Pria tua itu sempat terkekeh sesaat, sebelum ia kemudian memimpin langkah Natalia menuju ruangan dimana tuan rumah telah menunggunya.
Natalia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan benda-benda antik. Dinding kayunya terlihat begitu mengkilap, dan dipenuhi dengan berbagai amcam ornamen. Namun yang menjadi perhatian Natalia saat itu adalah orang yang duduk di belakang meja di ujung ruangan. Seorang pria paruh baya dengan ambut telah memutih terlihat tengah terkulai lemah diatas sebuah kursi. Dengan sekali pandang Natalia tahu bahwa pria itu adalah Tn. Winchester.
“Tuan, Nona Summer sudah datang.” Ucap Winston. Pria di kursi itu terlihat menegakkan kepalanya dan memadnang pada Natalia. Untuk sesaat Natalia sempat merasa adanya tatapan aneh pada dirinya. Namun segera saja ia singkirkan pikiran buruk itu. Tn. Winchester terlihat melepaskan satu senyuman padanya.
“Jadi, Nona Summer…” ucap Tn. Winchester dengan nada serak. Ia sempat terbatuk-batuk.
“Ya, Tn. Winchester.” Balas Natalia. Ia memandang pada pria yang kelihatannya sedang sakit itu.
“Kau bersedia bekerja disini untukku?”
“Ya, Tn. Winchester. Jika Anda mengijinkan, tentu saja.”
“Bagus.” Ucap Tn. Winchester. Sepertinya pria itu tidak suka dengan basa-basi. Ia langsung berbicara ke pokok permasalahannya.
“Aku sudah tidak sehat lagi, seperti apa yang dapat kau lihat. Tidak banyak yang tersisa untukku di dunia ini lagi selain kekayaan yang kumiliki ini. Istriku meninggalkanku, dan aku tidak tahu kemana anakku pergi. Hanya ada aku, dan Winston di manor ini.”
Natalia tidak tahu harus mengatakan apa pada ucapan-ucapan itu. Ia sedikitnya merasa tidak enak.
“Hanya Winston yang menemaniku selama ini.” Lanjut pria itu. “Dan rumah ini sepertinya terlalu besar untuk diurus seorang diri. Dengan adanya dirimu, kuharap kau juga bisa meringankan beban Winston.”
“Saya akan melakukannya, Tn. Winchester.” Ucap Natalia sambil memantabkan hatinya. Pemandangan di dalam ruangan yang remang itu membuatnya merasa sedikit sesak dan mendapatkan perasaan yang cukup aneh.
“Dengan gaji 1000 Shiv setiap bulan, apa itu cukup?”
“Lebih dari cukup, Tn. Winchester.” Balas Natalia. Ya. Mendapatkan gaji 1000 Shiv setiap bulan sudah lebih dari apa yang ia butuhkan. Dan ia merasa sangat senang saat mengetahu ternyata Tn. Winchester mmeberikan gaji yang dijanjikan.
“Bagus.” Ucap pria itu. “Kau bisa memulai pekerjaanmu hari ini. Winston, tunjukkan kamar untuk Nona Summer.”
Winston pun kemudian membawa Natalia naik ke lantai dua dari rumah besar tersebut, menyusuri sebuah lorong yang juga remang, dan masuk ke dalam sebuah kaamr yang cukup besar. Rasanya sedikit aneh bagi seorang pelayan untuk mendapatkan kamar sebesar itu. Dan seperti ruangan lain, kamar itu terlihat begitu remang dan menyeramkan.
“Silahkah berisitrahat sejenak, Nona Summer.” Ucap Winston sebelum pria itu meninggalkan Natalia seorang diri di kamar. Natalia hanya menganggukkan kepalanya, dan pria tua itu pun melangkah pergi.
Natalia tidak tahu ia harus merasa apa saat ini. Seharusnya ia merasa cukup senang karena ia mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Namun disaat yang bersamaan ia merasa ada yang aneh dengan rumah itu. Baik itu karena suasananya yang remang, atau karena kenyataan bahwa hanya ada Tn. Winchester dan Winston yang tinggal di dalam rumah itu. Aneh. Benar-benar aneh, namun Natalia tidak bisa terus bergulat dengan pikirannya. Ia harus segera mulai bekerja, dan mungkin ia tidak perlu berpikiran aneh-aneh lagi.
Selama beberapa hari ke depan, Winston menunjukkan segala hal mengenai apa yang harus Natalia lakukan. Natalia berusaha mengingat semua pesan Winston, mengenai ruangan mana saja yang harus ia bersihkan, dan ruangan mana yang tidak boleh ia masuki.
Bekerja di rumah sebesar itu hanya dengan dua orang ternyata cukup melelahkan. Hari-hari pertama berlalu dengan cukup baik. Meski ia masih belum dapat menyingkirkan kesan angker dari rumah itu. Setiap ruangan seolah memiliki rahasia tersendiri. Dan Natalia sudah cukup banyak mempelajari denah dari rumah besar itu.
Saat malam tiba, keadaannya lebih mengerikan lagi. ruangan-ruangan besar yang ada di dalam rumah itu terlihat begitu remang hanya dengan adanya lampu meja yang terlihat begite temaram. Saat Natalia harus berjalan di koridor-koridor yang gelap, ia tidak dapat menghilangkan kesan bahwa seperti ada yang selalu mengawasinya. Atau…, sesuatu yang mengikutinya.
Di malam yang kelima, sesaat setelah ia menyiapkan air panas untuk Tn. Winchester di lantai tiga, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya berjalan di koridor yang gelap. Natalia sempat menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, namun ia tidak melihat siapapun. Namun ia begitu yakin ia mendengar langkah kaki selain langkah kakinya sendiri.
“Tn. Winston?” seru Natalia. Kedua matanya bergerak cepat menyusuri setiap sudut di koridor, namun ia sama sekali tidak menemukan seorang pun disana. Hal aneh terjadi. Dan Natalia mulai curiga dengan kemisteriusan dari rumah besar itu.
Hal-hal neh pun terjadi di hari-hari berikutnya saat Natalia bekerja seorang diri di ruangan-ruangan rumah besar itu. Ia tidak tahu apakah ia hanya berhalusinasi atau tidak. Tapi ia seperti mendengar langkah-langkah cepat di koridor. Seperti ada yang berlari. Dan ia juga mendengar adanya tawa anak kecil. Tapi anehnya, tidak ada orang lain selain dirinya dan Tn. Winchester dan juga Winston di rumah itu, ‘kan? Apakah apa yang ia dengar benar?
Ia sempat mempertanyakan hal-hal aneh itu pada Winston sore harinya. Mengenai langkah-langkah kaki yang ia dengar, dan juga mengenai tawa anak kecil itu. Namun Winston sepertinya tidak cukup tertarik dengan cerita-cerita itu.
“Kau mungkin hanya kelelahan, Nn. Summer.” Ucap Winston. “Sebaiknya kau beristirahat dengan cukup.”
Natalia dapat bersumpah bahwa ia mendengar suara-suara aneh itu. Dan seketika, ucapan dari supir taksi itu muncul kembali ke permukaan otaknya. Mengenai rumah itu yang sempat disebutkan berhantu. Apakah benar?
Kejadian aneh kembali terjadi di hari ke tujuh, tepatnya saat ia berisitrahat sendirian di dalam kamarnya di malam hari. Saat itu ia baru akan berusaha tidur, saat terdengar langkah-langkah kaki pelan di koridor. Terdengar seperti langkah kaki Winston. Tapi apa yang Winston lakukan di malam yang selarut itu?
Jarum jam menunjukkan pukul dua belas lebih saat Natalia mendengar langkah kaki tersebut. Dan ia tidak dapat tidur karenanya. Apakah yang ia dengar masuk akal?
Ia baru saja akan tertidur saat satu hal aneh terjadi lagi. Tiba-tiba saja pintu kamarnya seperti diketuk dari arah luar. Natalia bangkit dari tempat tidurnya, mengira bahwa mungkin ketukan itu berasal dari Winston. Apa yang Winston butuhkan di malam seperti itu? Mungkinkah Tn. Winchester membutuhkannya?
Anehnya, tidak ada siapapun di luar kamarnya saat ia membuka pintu. Yang ada hanyalah koridor kosong yang terlihat cukup remang dan menyeramkan. Natalia seketika merasakan bulu kuduknya berdiri saat menyadari keanehan itu. Ia cepat-cepat kembali menutup pintu kamarnya dan kembali ke tempat tidur. Pikirannya dengan seketika dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan besar mengenai hal-hal aneh di tempat itu. Untuk sesaat, Natalia sempat berpikir bahwa memang ada yang tidak beres di manor itu.
Baik siang ataupun malam, manor Winchester itu terlihat begitu menantang dan menyeramkan. Tidak adany sinar matahari langsung yang masuk ke dalam rumah, mengingat rumah itu dikelilingi oleh hutan, membuat suasana segala menjadi remang dan tidak menyenangkan. Natalia benci ketika ia harus membersihkan ruangan-ruangan di lantai tiga yang kebanyakan tirainya tidak dibuka. Winston mengatakan bahwa memang sengaja tirai-tirai tidak dibuka, karena Tn. Winchester katanya sensitif terhadap sinar terang dan cahaya matahari.
Apakah Tn. Winchester seorang vampir? Natalia sempat berpikiran soal itu saat mendapatkan penjelasan dari Winston soal Tn. Winchester yang sensitif terhadapa sinar terang. Sungguh aneh. Natalia membodoh-bodohkan dirinya sendiri karena sudah berpikiran aneh-aneh.
Natalia saat itu tengah membersihkan salah satu ruangan di lantai dua saat ia mendengar – lagi-lagi – suara langkah kaki di koridor. Langkah kaki itu terdengar begitu cepat, seolah berlari dengan telanjang kaki diatas karpet. Natalia sempat memutar kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang terbuka. Namun ia tidak menemukan siapapun di koridor saat ia bergerak untuk memeriksanya. Namun baru saja Natalia akan kembali ke pekerjaannya, ia terhenti lagi. Saat kali ini ia mendengar sebuah suara tawa anak kecil dari lantai atas.
“Hentikan! Hentikan!” suara itu terdengar dengan begitu jelas. Seperti anak kecil yang tengah bermain dengan temannya.
Natalia yang merasa begitu penasaran segera meninggalkan pekerjaannya untuk sementara dan bergerak ke arah koridor. Dari sana ia mendengar lagi suara langkah-langkah kaki cepat di lantai atas. Sama seperti tadi. Natalia kemudian bergerak menyusuri koridor, mengikuti suara langkah kaki itu. Namun ketika ia sampai di belokan koridor, ia menabrak sesuatu.
“AH!”
Natalia nyaris terjatuh saat ia menabrak benda itu dengan begitu keras karena ia terlalu fokus dengan suara langkah kaki itu. Sedetik kemudian Natalia sadari bahwa ‘sesuatu’ yang ia tabrak itu adalah sosok Albert Winston. Pria tua itu memandangnya dengan sikap bertanya.
“Kau tidak apa-apa, Nn. Summer?” tanya Winston.
Natalia tidak menjawab pertanyaan itu. Ia memfokuskan telinganya lagi pada suara langkah kaki dari lantai tiga. Tapi…
“Nona Summer, kau tidak apa-apa?”
Tidak. Suara itu tidak lagi terdengar. Yang ada hanyalah kesunyian dari manor besar itu. Natalia cepat-cepat mengarahkan matanya pada Winston yang ada di depannya.
“Ah, ya. Aku tidak apa-apa, Tn. Winston. Maafkan aku!”
Pelayan tua itu sepertinya tidak mempercayai begitu saja apa yang terucap dari mulut Natalia. Mungkin pria itu menyadari ada keanehan di raut wajah pelayan baru itu.
“Kau tidak perlu menyembunyikan segala sesuatunya, Nn. Summer.” Ucap Winston. “Dari wajahmu, aku dapat menebak bahwa ada yang kau pikirkan beberapa hari ini. Bukan begitu?”
Natalia ingin memaksakan mulutnya untuk mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun segala keanehan yang telah ia alami selama ia tinggal di dalam manor itu membuatnya ingin bertanya langsung pada pelayan tua itu. Yang mungkin, sudah lama tinggal di manor itu dan mungkin sudah mengetahui banyak hal.
“Semalam…” ucap Natalia setelah mengumpulkan kata-kata di dalam kepalanya. “Aku seperti mendengar ada langkah kaki yang bergerak di luar kamarku, sekitar pukul dua belas malam. Dan ada yang mengetuk pintu kamarku. Apakah mungkin Anda yang semalam berada di luar kamarku, Tn. Winston?”
Pria tua itu terlihat terhenyak untuk sesaat. Kedua mata kelabunya itu memandangi Natalia dengan serius, namun ia tidak mengucapkan apapun. Natalia menunggu selama hampir satu menit, namun pria tua itu tidak memberikan jawabannya.
“Bukankah kau harus kembali bekerja, Nn. Summer?” ucap Winston sedetik kemudian. Natalia cepat-cepat meminta maaf, lalu pergi dari hadapan pria tua itu.
Aneh, pikir Natalia. Pria tua itu sepertinya tahu banyak hal soal kejadian aneh di rumah itu. Natalia bisa bersumpah bahwa mungkin Winston dapat memberikan segala jawaban yang ia perlukan.
Selama sisa hari itu Natalia mencoba untuk terus menyibukkan dirinya, dan tidak memikirkan suara-suara aneh yang ia dengar. Ketika sore menjelang, ia bekerja di dekat tangga yang mengarah ke lantai tiga. Dan ia mendengar lagi tawa anak kecil itu lagi. Kali ini ia juga mendengar suara wanita.
Natalia hanya dapat menyimpan segala pertanyaan itu pada dirinya sendiri. Ia tidak mungkin bertanya lagi pada si tua Winston, atau pada Tn. Winchester. Natalia kemudian juga menyadari bahwa segala sesuatunya mengenai pekerjaan yang ia ambil itu tergolong aneh.
Gaji 1000 Shiv sebulan terbilang cukup besar. Rasanya terlalu berlebihan hanya untuk seorang pelayan yang hanya harus mengurus rumah. Pemberikan gaji itu memang tergolong aneh. Apa sebenarnya maksud dari Tn. Winchester memberikannya gaji sebesar itu?
Natalia berpikir, mungkin ada yang dirahasiakan dari rumah besar itu. Soal apa? Apakah soal anak kecil dan wanita yang sering terdengar dari lantai tiga itu? Rasanya masuk akal. Memang ketika ia memberishkan lantai tiga, ada beberapa ruangan yang tidak boleh ia masuki. Dan hal itu semakin menambah daftar panjang keanehan dari manor Winchester itu.
Natalia tentu saja tidak bisa tidur tenang dengan memikirkan segala hal itu di kepalanya. Saat itu jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Pekerjaan terakhirnya sudah selesai, dan ia sudah ada diatas tempat tidur. Namun ia masih merasa begitu penasaran dengan suara-suara di lantai tiga itu.
“Ah, tidak!” Ucap Natalia dalam hati saat ia mendapatkan satu dorongan kuat untuk menjelajah manor itu di malam hari. Disatu sisi ia merasa ngeri dengan keremangan yang ada di manor itu. Namun disatu sisi lain, ia merasa begitu penasaran. Dan mungkin ia akan mendapatkan jawaban dari segala hal yang ia anggap aneh.
Ia sempat bergerak mondar-mandir di dalam kamarnya, mencoba memutuskan apa yang akan ia perbuat. Cahaya temaram dari lampu di dinding menciptakan bayang-bayang yag mengerikan. Namun sepertinya Natalia tidak memperhatikan hal itu.
“Sialan!” umpat Natalia pelan saat ia memutuskan untuk menjelajah manor itu saat itu juga. Malam sudah cukup larut. Dan keadaan di dalam manor itu begitu menyeramkan. Namun ia sudah membulatkan tekadnya. Ia pakai kembali jaketnya, kemudian ia bergerak keluar dari kamarnya.
Keremangan dari koridor segera saja menyelimutinya. Kegelapan yang berada di sudut-sudut mati menciptakan sebuah ketakutan tersendiri. Natalia bergerak perlahan, menghitung langkahnya menyusuri koridor yang sepi dan tak berpenghuni. Kamar-kamar yang berada di lantai dua semuanya terlihat kosong dan gelap. Mengingat Tn. Winchester dan Winston tinggal di lantai tiga, Natalia menjadi satu-satunya orang di tengah kegelapan itu yang berada di lantai dua.
Pemikiran itu sepertinya tidak cukup membantu. Natalia berkali-kali menolehkan kepalanya ke belakang, saat ia merasa ada yang bergerak di belakangnya. Apakah hal itu nyata, atau memang hanya karena ketakutannya saja? Natalia tidak dapat membantah apa kata hatinya. Berjalan di tengah kegelapan di saat malam merupakan ide yang buruk. Namun ia sudah terlanjur melakukannya.
Langkah kakinya membawanya sampai di puncak tangga besar. ia melongok ke arah lantai satu, ke arah foyer, yang terlihat juga remang, hanya mendapatkan cahaya dari lampu kecil tak jauh dari tempat itu. Setiap sudut yang Natalia periksa seolah memiliki mata yang memandang tajam ke arahnya. Natalia merasa ada yang terus mengawasinya.
“HEI!!”
Natalia berjingkat saat mendengar suara itu begitu dekat dengan telinganya. Ia merasa ada yang berbisik ke arah telinganya baru saja. Natalia memutar-mutar kepala dan tubuhnya, namun ia tidak menemukan seorang pun di dalam kegelapan dari lorong itu. Bulu kuduk Natalia sekali lagi meremang, mengingat hal-hal aneh yang ia alami.
“Tidak. Aku kembali saja ke kamar.” Ucap Natalia dalam hati. Ia berencana untuk melupakan hal-hal aneh itu dan kembali saja ke tempat tidurnya yang hangat. Akan tetapi, begitu ia akan memutar tubuhnya, ia mendengar langkah-langkah kaki dari ujung koridor.
Natalia langsung saja mengarahkan pandangannya pada kegelapan yang berada di sudut mati. Dan saat itu juga ia melihat ada sekelebatan bayangan seorang anak kecil menaiki tangga yang mengarah ke lantai tiga.
“Tunggu!” panggil Natalia. Namun sosok itu telah menghilang.
Natalia bersumpah bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata. Seorang anak kecil, yang berlarian di malam hari. Apakah anak dari Tn. Winchester? Tn. Winchester memang mengatakan bahwa istri dan anaknya pergi. Namun entah kenapa Natalia tidak mempercayai hal itu begitu saja. Jika suara-suara yang ia dengar memang adalah anak dari Tn. Winchester, apa alasan Tn. Winchester menyembunyikan keberadaan mereka?
Natalia seketika mendapatkan rasa penasarannya lagi. Tidak. Ia tidak mungkin bisa pergi tidur dengan pikiran penuh. Ia harus mendapatkan jawaban konkrit malam itu juga. Dan tanpa berpikir, ia mengarahkan langkah kakinya ke lantai tiga.
Sama seperti keadaan di siang hari, keadaan lorong di lantai tiga terlihat begitu suram. Cahaya dari lampu seolah tidak dapat menghilangkan sudut-sudut gelap di koridor itu. Natalia mempercepat langkah kakinya saat ia sudah bergerak di koridor lantai tiga itu.
Langkah kaki Natalia membawa dirinya mendekati sebuah kamar yang masih telrihat terang. Terlihat ada cahaya jingga yang keluar dari lubang di bawah pintu dari sebuah ruangan. Dan Natalia sempat mendengar suara dua orang pria di dalam ruangan itu. Tn. Winchester dan Albert Winston. Yang membuat Natalia menghentikan langkahnya adalah saat namanya disebut dalam percakapan rahasia itu.
“Nn. Summer, apakah ia baik-baik saja?” tanya Tn. Winchester. Sesekali ia terdengar terbatuk-batuk.
“Dia baik-baik saja, Tn. Winchester. Anda sepertinya terlalu khawatir dengan keadaan Nn. Summer.”
“Aku hanya merasa penasaran dengan apa yang ia alami selama beberapa hari tinggal di rumah ini. Apakah ia juga akan sama dengan pelayan-pelayan lain sebelumnya?”
“Saya harap Nn. Summer bisa tinggal lebih lama.” Ucap Winston. Tn. Winchester terdengar hanya mengguman pelan.
Natalia semakin penasaran dengan perbincangan itu. Apa yang sebenarnya tengah mereka perbicangkan? Natalia merasa ada yang aneh dengan perbincangan dua pria itu. Dan ia ingin tahu lebih banyak.
“Apa dia sudah bertanya macam-macam padamu, Winston?” tanya Tn. Winchester kemudian. “Soal…, segala sesuatu yang aneh yang kerap terjadi di rumah ini.”
“Ya, Tn. Winchester.” Jawab Winston. “Pagi tadi…”
“Bagaimana raut wajahnya?” potong Tn. Winchester cepat.
“Takut.” Jawab Winston singkat. “Saya harap hal itu tidak berakhir buruk. Sejauh dari apa yang bisa saya nilai, Nn. Summer sepertinya lebih kuat bila dibandingkan dengan pelayan-pelayan yang lama.”
“Dan kerjanya bagus juga.” Sahut Tn. Winchester. “Mungkin hal-hal aneh di rumah ini tidak dapat menakutinya lagi.”
“Saya harap begitu, Tn. Winchester.”
Natalia bergetar dalam posisinya. Mednegar ucapan-ucapan aneh itu membuatnya semakin merinding. Jadi memang benar ada hal aneh di dalam rumah itu? Mengenai suara-suara yang ia dengar selama ini? Apakah ada cerita besar dibalik semua itu, yang kini coba Tn. Winchester sembunyikan?
Natalia melepaskan perhatiannya dari perbicangan di dalam ruangan itu saat ia sekali lagi mendengar suara langkah kaki di kejauhan. Di ujung koridor, ia melihat lagi sosok gadis kecil berpakainya daster putih itu. Namun kini sosok itu tidak mencoba untuk berlari. Dia telrihat tengah berjongkok di depan sebuah vas bunga.
Natalia memberanikan diri untuk bergerak mendekati anak kecil tersebut. Ia mendengar senandung lirih gadis kecil itu begitu ia semakin dekat. Natalia semakin memberanikan dirinya. Siapa gadis itu sebenarnya?
“Halo!” sapa Natalia. Gadis kecil itu belum juga mau membalikkan tubuhnya. Natalia kemudian mengangakt satu tangannya untuk meraih pundak dari gadis kecil itu, namun…
“TIDAK!!!!”
Natalia menjerit dengan keras saat kepala gadis itu berputar. Bukan wajah seorang gadis cilik yang ia temukan. Namun sebuah wajah penuh luka dengan mata seputih susu memandang ke arahnya.
Natalia tidak tahu apa yang ia lakukan. Kakinya seolah memiliki otak tersendiri saat itu juga. Ia berlari menyusuri koridor, lalu bergerak menuruni tangga kembali ke lantai dua. Sesaat kemudian ia mendengar ada suara pintu dibuka dari lantai atas. Mungkin Tn. Winchester dan Winston curiga dengan teriakannya barusan.
Natalia baru bisa menenangkan dirinya saat ia sudah tiba kembali di kamarnya. Gadis itu…, wajah itu… Natalia menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu lagi apa yang sebenarnya ia lihat. Terlalu mengerikan, dan terasa begitu aneh.
Natalia mencoba untuk tidur. Meski sulit pada awalnya, namun pada akhirnya ia dapat terlelap. Dan saat itu juga hujan deras turun disertai petir. Yang sesekali membangunkan Natalia.
Jarum jam baru menunjukkan pukul tiga pagi saat lagi-lagi Natalia terbangun saat mendengar suara aneh. Bukan. Kali ini suara aneh bukan berasal dari koridor, namun dari dalam kamarnya sendiri. Natalia seketika membuka kedua matanya. seketika itu juga ia mendengar suara senandung gadis kecil dari bawah tempat tidurnya. Dan sebelum ia sempat bangkit dari tempat tidurnya, sesosok gadis kecil dengan wajah penuh luka itu muncul tepat di kedua matanya.
“TIDAK!!!” Natalia menjerit lagi.

**

Bayang-bayang mengenai wajah penuh luka gadis kecil itu masih membekas di ingatan Natalia. Bahkan ketika ia berbicara dengan Tn. Winchester pagi itu. Ia sudah membulatkan tekadnya untuk mundur dari pekerjaannya itu.
“Kau yakin dengan hal ini, Nn. Summer?” tanya Tn. Winchester dari balik kursinya. Natalia hanya dapat menundukkan kepalanya. Ia mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Tn. Winchester.
“Sayang sekali.” Ucap pria itu. “Sebenarnya aku melihat ada banyak potensi di dalam dirimu, Nn. Summer. Tapi aku tidak bisa memaksa jika kau memang ingin mundur.”
“Maafkah saya, Tn. Winchester.”
“Tidak perlu meminta maaf.” Ucap pria itu. “Aku tahu dengan apa yang kau rasakan. Pelayan-pelayan sebelumnya juga mengalami hal yang aneh sepertimu dirimu. Sepertinya memang kutukan dari rumah ini.”
Natalia tidak dapat berkata apa-apa lagi. Yang ingin ia lakukan selanjutnya adalah segera keluar dari rumah terkutuk itu.
“Winston, antarkan Nn. Summer hingga gerbang depan.” Ucap Tn. Winchester sesaat kemudian.
Aroma tanah basah menyeruak suasana. Masuk ke dalam paru-paru Natalia saat ia bergerak pelan ke arah gerbang depan, dimana sebuah taksi kuning sudah menunggunya. Winston, pria tua itu, mengantarkan Natalia hingga ke gerbang.
“Terima kasih atas segalanya, Tn. Winston.” Ucap Natalia sebelum ia melangkah masuk ke dalam taksi itu, yang dengan segera membawa pergi dari kawasan Winchester manor.
“Sudah kuduga akan seperti ini.” Ucap sang supir taksi. Taksi itu ternyata adalah taksi yang sama dengan taksi yang mengantarkannya waktu itu.
“Apa yang terjadi, Nona? Kau terlihat tidak sehat.”
“Banyak hal.” Jawab Natalia pelan. “Hal-hal aneh, yang…” Natalia tidak melanjutkan ucapannya.
“Aku sempat mendengar kabar beberapa hari yang lalu soal sejarah dari keluarga Winchester. Mengenai istri dan juga putrinya.”
“Apa yang terjadi?” tanya Natalia penasaran.
“Mereka terbunuh di dalam rumah itu.” Jawab sang supir taksi. “Ada perampok yang masuk ke dalam rumah itu lima tahun yang lalu. Istri dan putri dari Tn. Winchester menjadi korban dari kekejaman para perampok itu. Dan kini, hantu mereka menghantui rumah besar tersebut. Tentu saja hal itu akan masuk akal jika kau percaya dengan adanya hantu.”
Natalia seketika teringat kembali dengan suara-suara aneh dan juga gadis kecil itu. Apakah ia tetap akan berpendapat bahwa hantu itu tidak ada? Mungkin ia harus berpikir lagi.

****