James mendesah. Nafasnya terdengar tersengal-sengal saat ia
dengan kekuatan penuh menancapkan sekopnya ke dalam tanah yang sudah ia gali
cukup dalam itu. Meski dalam keadaan malam, keringatnya bercucuran membasahi
kening dan punggungnya. Dan dengan satu kekuatan penuh, ia lempar secaruk tanah
dari sekop yang ia pegang.
“Hampir sampai.” Ucapnya
pada temannya yang menunggu di bagian atas lubang galian. James bekerja bersama
dengan Abe. Dan apa yang mereka lakukan bukanlah sebuah hal mulia yang patut
untuk dibanggakan. Keduanya adalah perampok makam.
Akhir abad 19 di Sherland
merupakan tahun-tahun perekonomian terburuk di negara itu. Dan setiap orang
rela melakukan segala sesuatu untuk dapat mendapatkan makanan. James dulunya
bekerja sebagai seorang buruh di pabrik. Begitu juga dengan Abe. Namun karena
ekonomi yang hancur berantakan itu, ia terpaksa harus menerima phk dari pabrik
tempatnya bekerja. Dan tidak ada pekerjaan lain yang lebih menguntungkan
daripada apa yang ia kerjakan sekarang ini.
Sudah menjadi hal yang umum
bagi orang yang meninggal, terutama mereka yang kaya, bahwa mereka akan
mengenakan perhiasan-perhiasan mereka sebelum dikubur. Dan hal inilah yang
menjadi pemicu bagi James dan Abe untuk merampok makan sehari setelah orang
kaya dikuburkan.
James dan Abe sudah
melakukan pekerjaan ini selama hampir satu tahun, dan mereka belum pernah
sekalipun tertangkap. Dan karena hal itu, mereka masih terus melakukannya.
“Jangan berhenti! Kau hampir
sampai!” seru Abe dari atas lubang. James terus menggali dan menggali, hingga
akhirnya peti kayu terlihat di bawah tumpukan tanah.
“Oh! Kita berhasil!” ucap
James.
Abe langsung melompat masuk
ke dalam lubang dan membantu James menjebol tutup kayu dari peti mati itu.
Karena mereka sudah cukup profesional, maka pekerjaan itu tidak tergolong
sulit. Hanya lima menit, dan mereka sudah dapat melihat mayar berusia dua hari
yang masih memakai pakaian dan perhiasan lengkap itu.
“Ini luar biasa!” ucap Abe
seraya melepas kalung dan anting emas dari mayat itu. James mengeluarkan satu kantong
kain yang ia gunakan untuk membawa perhiasan-perhiasan itu.
“Dasar! Kenapa mati membawa
perhiasan?” ucap Abe dengan sedikit nada bercanda.
“Untung bagi kita.” Balas
James sambil tertawa lebar.
Pekerjaan malam itu pada
akhirnya berakhir setelah mereka menutup kembali makam. Bukan pekerjaan yang
sulit, dan hasilnya memuaskan. James dan Abe dengan hati-hati keluar dari area
makam dan mulai membagi hasil jarahan mereka.
“Setiap ada orang mati, kita
akan kaya.” Ucap Abe.
“Ya.” balas James. “Kecuali
jika yang mati orang yang miskin.”
“Kau dengar sesuatu soal Ny.
Stevenson?” tanya Abe beberapa saat kemudian. Ia dan James berdiri di sudut
jalan di tengah penerangan lampu gas.
“Maksudmu wanita yang
tinggal di Baker Estate?” ucap James. “Ya. aku dengar soal wanita kaya itu.”
“Dia sudah lama sakit.” Ucap
Abe. “Dan kau tahu? Mungkin dia akan menjadi jarahan terhebat kita.”
James melepas tawanya sambil
memainkan sebuah cincin berlian di tangannya.
“Kau menginginkannya untuk
segera mati?”
“Ya, mungkin.” Balas Abe sambil
tertawa. “Kita lihat saja nanti. Dan untuk malam ini, kita selesai.”
James hanya mengangguk.
Beberapa menit kemudian ia dan Abe berpisah, mengarah ke rumah masing-masing.
James segera saja
mendudukkan dirinya di sebuah kursi saat ia sampai di pondok kecilnya yang
terletak di kawasan kumuh kota besar itu. Sekali lagi, ia pandangi
barang-barang yang ada di tangannya. Cincin berlian, kalung emas, dan juga
sebuah bros yang dihiasi dengan batu zamrud. Ia tersenyum, saat membayangkan
bahwa ia akan mendapatkan uang banyak setelah menjual barang-barang itu.
James tinggal sendirian. Ia
belum memiliki istri. Alasannya tentu saja karena masalah ekonomi. Ia tidak
ingin menikahi seseorang jika ia belum memiliki pekerjaan yang layak. Tentu ia
tidak ingin istrinya menjadi istri dari seorang penjarah makam. Namun dalam
situasi ekonomi yang berat seperti sekarang ini, James tidak menemukan solusi
lain sebagai pekerjaan. Dan menjarah makam, adalah keahliannya.
Sebenarnya James tidak
begitu suka dengan hal itu. Setiap kali ia memejamkan mata, ia selalu terbayang
mayat-mayat dari kuburan yang ia gali. Mereka yang seharusnya beristirahat
dengan tenang, ia malah menjarahnya. Jujur, James merasa sangat bersala. Tapi…,
ia mencoba untuk tidak memikirkannya.
Malam itu terbilang cukup
dingin, dan James merasa begitu lelah setelah menggali beberapa jam yang lalu.
Ia pergi tidur seperti biasa, namun baru beberapa menit ia memejamkan matanya
ia dikagetkan oleh sebuah suara berkelotak dari arah dapur. Suara apa?
James hanya mengira bahwa
suara itu mungkin diseabkan oleh tikus atas kayu yang sudah retak. Mengingat
rumahnya hanyalah sebuah ponsok kecil, ia tidak heran jika ada suara-suara yang
aneh. Namun ketika ia memejamkan matanya lagi, suara berkelotak itu kembali
terdengar, disertai suara sebuah benda menggelinding di lantai. Tikus? Bukan.
James membuka matanya. Dan tiba-tiba saja…
“HEI!”
James seketika menegakkan
tubuhnya. Suara panggilan itu terdengar dengan begitu jelas dari arah dapurnya.
Sebuah suara pria, atau wanita. Ia tidak begitu yakin. Mungkinkah Abe? Dan
kenapa Abe mendatanginya malam-malam seperti itu?
“Abe?” panggil James dari
arah kamar. Tidak ada jawaban, namun suara berkelotak itu terdengar lagi.
Mungkin pencuri? James seketika bangkit dari tempat tidurnya dan meraih pisau
belati dari arah meja, dan dengan perlahan bergerak ke arah dapur di dalam
keadaan yang gelap. James melangkah dengan berhati-hati, bergerak melewati
koridor, lalu ke arah dapur, tapi…
Tidak ada siapapun di sana.
Cahaya bulan menerobos masuk melalui jendela kaca, menciptakan pemandangan
keperakan di dapurnya yang kecil itu. Tidak ada keanehan apapun, dan tentu saja
tidak ada siapapun di dapur itu.
James menghembuskan
nafasnya, dan berpikir, mungkin ia hanya berhalusinasi. Namun ketika ia memutar
badan ingin kembali ke arah kamar, suara berkelotak itu kembali terdengar.
James seketika memutar tubuhnya dengan cepat, namun tidak menemukan apapun.
Kecuali…
Cahaya sinar bulan mengenai
tepat pada sebuah bungkus kain yang tergeletak di atas meja. Bungkusan
perhiasan itu. Lalu apa yang aneh? James bergerak dan meraih bungkusan itu,
lalu merogoh ke dalamnya. Namun seketika ia berteriak saat tangannya seolah
terbakar menyentuh barang yang ada di dalam bungkusan itu.
“Mustahil!” gumam James. Ia
segera menumpahkan isi dari bungkusan itu dan melihat perhiasan-perhiasan itu
berkelotak di atas meja. Cincin permata, kalung, dan bros. Namun ketika James
kembali akan menyentuh salah satu dari benda itu…
“ARRGH!!”
Rasa panas yang luar biasa
ia rasakan, seolah membakar tangannya. Kenapa? James pun tidak tahu.
Benda-benda itu masih terlihat begitu normal beberapa jam yang lalu. Tapi
kenapa kini…
Ada begitu banyak pertanyaan
yang berputar di dalam kepala James. James butuh bantuan. Dan satu-satunya
orang yang dapat ia mintai tolong hanyalah temannya itu. Abe.
**
“Kau tidak mengada-ada,
‘kan, James?” ucap Abe keesokan harinya saat James menemuinya di sebuah kedai
minum kecil. James menggelengkan kepalanya, lalu mendekatkan wajahnya pada Abe.
“Kau tahu apa yang
kupikirkan?” ucap James. “Kurasa apa yang kita ambil semalam memiliki kutukan.”
Abe nyaris saja tersedak bir
yang ia minum setelah mendengar ucapan yang menurutnya sedikit bodoh dan tidak
masuk akal itu. Ia berharap James juga akan tertawa. Ternyata tidak.
“Aku serius.” Ucap James
dengan nada rendah, berusaha agar apa yang ia ceritakan tidak menarik perhatian
orang-orang yang ada di dalam kedai itu.
“Tunggu dulu!” ucap Abe.
“Jadi kau mengatakan bahwa benda-benda itu membakar tanganmu?”
“Ya. Lihat ini!” balas James
seraya mengangkat tangan kanannya. Di jarinya terdapat bekas bakaran dari benda
panas. Abe, mau tidak mau harus mempercayai apa yang temannya itu ceritakan.
“Tapi aneh.” Ucap Abe.
“Benda yang aku miliki sama sekali tidak seperti itu. Dan benda kita berasal
dari tempat yang sama.”
“Aku tidak tahu apa yang
terjadi, Abe.” Ucap James. “Tapi kau harus melihatnya sendiri.”
Abe akhirnya setuju untuk
datang ke pondok James dan melihat sendiri benda-benda yang menjadi panas itu.
Namun satu hal yang tak terkira terjadi saat James sampai di rumah. Jendela
dapur terlihat bobrok bekas dijebol. Dan James sadar bahwa ia ada dalam masalah
besar.
“TIDAK!” teriaknya seraya
bergerak ke arah jendela yang bobrok itu. “Sialan! Pencuri masuk ke rumahku!”
“Benda-benda itu?”
“Aku tinggalkan diatas meja
ini.” Ucap James sambil menunjuk pada meja kecil di dapur itu. Kantong berisi
perhiasan itu telah menghilang tanpa jejak. Dicuri oleh seseorang.
“Aneh. Semakin aneh.” Ucap
Abe. “Bagaimana mungkin seseorang bisa tahu ada benda berharga di rumah ini?”
“Mungkin ada yang melihat
kita semalam.” Ucap James. Ia teringat saat itu ia dan Abe mengagumi benda
jarahan mereka di sudut jalan. Mungkin seseorang melihatnya dan menguntit James
hingga rumah.
“Ini gawat!” ucap James
seraya memukul kepalanya sendiri. Ia dengan keras menempatkan dirinya ke atas
salah satu kursi di dapur kecil itu. Namun kemudian, kakinya menyenggol sesuatu
yang kemudian berkelotak di atas lantai. James merunduk, dan menemukan salah
satu benda dari perhiasan semalam.
“Ini!” ucap James seraya
mengangkat cincin berlian. Satu-satunya benda jarahannya yang tidak digondol
oleh pencuri.
“Sepertinya kau memang sedang
sial, James.” Ucap Abe. Ada sedikit tawa di wajahnya, dan James benar-benar
tidak menyukainya.
“Jangan khawatir!” ucap Abe.
“Ny. Stevenson sebentar lagi meninggal. Dan kau akan mendapatkan lebih dari apa
yang kau kira.”
Seperti sebuah lelucon yang
tidak lucu. Namun James mengangguk menyetujuinya. Ya. Ia kehilangan barang
jarahannya. Namun dalam waktu dekat mungkin ia akan mendapatkan kembali apa
yang telah hilang.
Malam itu James tidak bisa
tidur. Tidak biasanya ia terjaga hingga pukul dua dini hari. Di tangannya,
terdapat cincin berlian itu, yang ia putar-putar di bawah cahaya lilin.
Satu-satunya benda berharga yang ia miliki. Dan ia tidak mungkin menjual
perhiasan yang hanya tinggal satu itu.
James sadari kemudian bahwa
cincin berlian itu memiliki sebuah logo aneh di bagian dalam. Terlihat hanya
seperti coretan, namun dipahat pada cincin bagian dalam. Dan ada sederet
tulisan dengan bahasa latin yang tidak James mengerti.
James iseng-iseng memasukkan
cincin itu ke dalam jarinya, yang ternyata begitu pas. Ia tersenyum, tanpa tahu
kenapa. Namun sedetik berikutnya…
“ARRGGHH!!!”
James meremas dadanya yang
tiba-tiba saja terasa begitu sakit. Saking sakitnya, ia terjatuh ke lantai dan
mengeliat menahan rasa sakit yang tak terkira itu. Tubuhnya seketika terasa
begitu kaku dan tidak dapat bergerak. Dadanya serasa diremas oleh tangan besi,
dan nafasnya terengah-engah. James mencoba untuk bangkit dari posisinya, namun
ia terjauh lagi. Pandangan matanya mulai kabur, dan ia tidak sadarkah diri.
**
James merasa seolah tubuhnya
dibanting ke lantai. Dengan seketika kedua matanya terbuka, dan ia dapat
menghirup debu yang ada di lantai pondoknya. Selama semalaman ia pingsan diatas
lantai. Dan James masih tidak tahu kenapa bisa begitu.
Ia teringat kemudian, bahwa
rasa sakit yang ia rasakan semalam terjadi sesaat setelah ia memakai cincin
berlian itu. James, yang tidak ingin kejadian semalam terulang, langsung
melepaskan cincin itu dan melemparnya ke sudut ruangan. Ia kemudian sadar,
bahwa mungkin cincin itu benar-benar terkutuk.
Rasanya memang aneh jika
memikirkan sebuah kutukan. Namun hal itu juga tidak bisa dianggap sebagai
takhayul belaka. Buktinya nyata, dan ia telah merasakannya sendiri. Dan James
merasa bahwa ia juga harus memberitahu Abe soal perhiasan yang mereka dapatkan
itu.
James bergerak cepat di
jalanan kota di pagi yang tenang. Namun ketenangan itu segera buyar saat ia
melihat segerombolan orang berkumpul di sebuah taman. Terlihat ada beberapa
polisi di sekitar tempat itu. Apa yang terjadi? James yang merasa penasaran
segera bergerak mendekat.
“Apa yang terjadi?” tanya
James pada salah seorang di kerumunan itu.
“Seseorang meninggal.” Jawab
seorang wanita. “Perampok itu…”
“Perampok?”
“Dia membawa begitu banyak
perhiasan. Mungkin hasil jarahan.”
Jantung James serasa
melonjak seketika. Mungkinkah orang yang mati itu adalah pencuri yang masuk ke
dalam rumahnya? James bergerak menerobos kerumunan hingga ia berada di deret
terdepan. Dan kini terlihat jelas sosok pria yang tergeletak dengan posisi yang
aneh itu. Kedua matanya terbuka, dan ada darah mengucur dari mulutnya.
Salah seorang polisi
terlihat menjejerkan perhiasan di bangku taman. Dan James langsung mengenali
bahwa perhiasan-perhiasan itu memang adalah perhiasan yang ia jarah dari
kuburan bersama dengan Abe. Dan kini ketika sudah ada korban, James sepenuhnya
yakin bahwa perhiasan-perhiasan itu memang terkutuk.
Yang ada di dalam pikiran
James hanyalah Abe. Abe mungkin berada dalam bahaya. Dan tanpa pikir panjang,
James segera mengarah ke rumah Abe yang terletak tidak begitu jauh dari taman
itu.
“Kau masih mau membicarakan
soal itu?” ucap Abe ketika ia sudah mempersilahkan James masuk ke dalam
rumahnya.
“Ini serius, Abe.” Ucap
James. “Pencuri yang memasuki rumahku itu kini mati di taman. Dengan
perhiasan-perhiasan itu. Dan kau tahu apa yang terjadi padaku semalam? Aku
memakai cincin itu, dan aku seolah mendapatkan serangan jantung mendadak!”
“Jangan mencoba menakutiku,
James!” ucap Abe. “Kau mungkin iri karena kini kau tidak memiliki apapun.”
“Bukan begitu!”
“Aku tidak akan termakan
bualanmu.” Ucap Abe, terlihat sedikit murka. “Jika hanya itu yang ingin kau
katakan, sebaiknya kau ergi dari rumahku.”
James tidak tahu lagi apa
yang harus ia katakan pada temannya itu. Abe dengan terang-terangan
mengusirnya. Namun James merasa begitu khawatir terhadap keselamatan Abe.
James kemudian kembali ke
rumahnya dan mengambil kembali cincin yang ia lempar ke sudut ruangan itu.
Memang terlihat seperti cincin biasa. Tapi…
James mencoba memakai
kembali cincin itu. Dan kemudian…
“AARRGG!!!”
James segera melepas kembali
cincin terkutuk itu saat dadanya terasa begitu panas. Ya. Cincin itu memang
terkutuk.
Malam harinya, James kembali
tidak dapat tidur dengan nyenyak. Pikirannya hanya terfokus pada apa yang akan
terjadi padanya. Ia masih memiliki cincin itu. Dan mungkin kematian akan terus
mengikutinya?
James nyaris terpejam saat
sebuah suara berkelotak kembali terdengar dari arah luar kamar. Dan satu suara
juga terdengar dengan begitu jelas.
“HEI!”
James menegakkan tubuhnya ke
posisi duduk seketika. Suara yang sama dengan suara malam itu. Dan suara
berkelotak itu berasal dari…
Cincin permata itu!
James melihat dengan jelas
cincin permata itu tergeletak di atas meja di dalam kamarnya. Dalam keadaan
remang, entah kenapa ia seolah melihat cincin itu berpendar, seolah memiliki
sumber cahaya tersendiri. Apakah hanya karena cahaya bulan yang masuk melalui
jendela?
James bangkit berdiri
kemudian mendekat ke arah cincin itu. Namun seketika itu pula cahayanya pudar
dan menghilang. James yang merasa begitu penasaran seketika memegang cincin
itu, namun…
“AARRGGG!!!”
James mengerang seketika
sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja terasa seperti ditusuk pisau.
Cincin itu sudah ia lepaskan, namun rasa sakit masih mmebuatnya lumpuh selama
beberapa saat. Dan secara bersamaan, James seperti melihat wajah tua di depan
wajahnya. Terlihat sama, wajah tua itu, menyeringai ke arahnya…, dan…
Hilang.
Jantung James berdetak
dengan cukup kencang. Seketika pikirannya terarah pada Abe. Dan entah kenapa ia
memiliki firasat bahwa malam itu mungkin Abe sedang dalam bahaya.
James tidak membuang waktu
lama untuk segera keluar dari rumahnya tanpa mengenakan mantel. Udara dingin
terhempas ke wajahnya, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia harus segera
menemui Abe dan memperingatkan kembali soal perhiasan jarahan itu.
“ABE!” teriak James begitu
ia sampai di depan rumah temannya itu. Ia menggedor pintu, namun tidak ada
jawaban dari dalam rumah.
“ABRAHAM!!” teriak James
lagi. Namun usahanya nihil. Barulah beberapa detik kemudian ia sadari bahwa
pintu depan ternyata tidak terkunci. James membukanya perlahan, dan ia melihat
satu hal yang tak ia kira akan terjadi.
Bagian dalam rumah Abe
terlihat seperti telah dirampok. Barang-barang berceceran di segala tempat,
terobrak-abrik, dan tidak beraturan. Satu hal lain yang memuat jantung James
berdesir adalah dengan adanya bekas ceceran darah di lantai. James seketika
mengikuti arah darah itu, hingga pada akhirnya…
“Abraham! Oh, tidak!”
Tubuh Abe terkapar di lantai
dengan kedua tangan mengarah ke tenggorokannya sendiri. Kedua mata Abe terbuka,
dan terlihat ada bekas darah keluar dari rongga matanya. Abe sepenuhnya sudah
tidak bernyawa lagi. Hal ini tentu saja menjadi guncangan berat bagi James. Ia
datang terlambat.
Satu hal lain yang menarik
perhatiannya adalah adanya kalung emas yang melingkar di leher Abe. James tahu
benar dengan benda itu. Kalung itu adalah salah satu dari barang jarahan makam
saat itu.
James merasa lumpuh untuk
sesaat. Sebelum pada akhirnya ia sadar bahwa ia harus memutus kutukan itu, atau
jika tidak, ia mungkin akan bernasib sama dengan Abe. Ia segera saja melepas
kalung itu dari leher Abe, dan mengumpulkan perhiasan lainnya yang tersimpan di
kamar Abe. James memiliki satu rencana dengan semua barang itu. Ia akan
mengembalikannya.
**
Di tengah gelap dan
dinginnya suasana, James bergerak sendirian ke arah makam dengan satu kantong
perhiasan dan juga sekop di tangan yang lain. James mencoba untuk mengingat
dimana letak makam itu. Di tengah kegelapan dan tanpa penerangan, sedikit sulit
untuk menemukannya.
James menyusuri
berderet-deret nisan, hingga akhirnya ia menemukan sebuah kuburan baru yang ia
datangi bersama dengan Abe beberapa hari yang lalu itu. James pada awalnya
tidak banyak berpikir soal makam itu. Namun setelah kejadian-kejadian aneh yang
terjadi, ia kemudian penasaran dengan makam siapa sebenarnya yang ia rampok
itu.
Sebuah nama tertera jelas di
papan nisan batu yang ada di makam itu. Sebuah nama yang seketika menegakkan
bulu kuduknya. Nama itu…
VALERIA KORZT
Nama itu seketika berputar
di dalam kepala James. Ya. James tahu siapa wanita itu. Bahkan seluruh kota
sudah tahu siapa Valeria sebenarnya.
Valeria Korzt adalah seorang
canayang yang tinggal di sebuah gubuk yang terletak di tepi hutan. Sebagian besar
orang menganggap bahwa Valeria adalah satu-satunya orang di kota itu yang dapat
berkomunikasi dengan roh. Pekerjaan utama Valeria adalah membantu orang-orang
yang meminta bantuan soal hal spiritual, dan juga mengenai barang yang hilang.
Namun sebagian orang lain mengatakan bahwa Valeria adalah nenek sihir. Dan
kematiannya pun sedikit mencurigakan.
Lalu kenapa James tidak membaca terlebih
dahulu nisan itu sebelum merampoknya? James merasa saat itu ia terlalu gembira.
Ia dan Abe sama sekali tidak berpikiran bahwa mereka akan menggali makam si
nenek sihir itu.
Kini semua terlihat jelas
bagi James. Itu sebabnya semua benda yang ia jarah memiliki kutukan. Mungkin
Valeria telah melakukan semacam sihir pada barang-barangnya sesaat sebelum
kematiannya. Dan kini, James akan mengembalikannya.
“Jangan ikuti aku lagi!”
ucap James dengan nada bergetar sesaat setelah ia menimbun kantong perhiasan
itu di makam Valeria.
“Kumohon!” pintu James.
James kembali ke rumahnya,
dan seharusnya ia sudah bisa merasa lebih tenang setelah mengembalikan barang
Valeria. Namun…
James merasa dirinya gila.
Kini ia mendengar suara-suara bisikan halus yang seolah mengelilingi kepalanya.
Suara wanita tua…
“James…”
“Hentikan!” teriak James
sambil mencoba menutup telinganya. Namun suara itu seolah berasal dari dalam
kepalanya sendiri.
“Hentikan! Aku tidak
memiliki barangmu lagi!”
Wajah wanita itu muncul
secara kilat di depan mata James. Dan James kini benar-benar yakin bahwa ia
sepenuhnya sudah mulai gila. Semua hanya karena kerakusannya merompak makam.
“Kumohon!” pintu James
dengan suara lirih. “Aku tidak akan menjarah makam lagi. Kumohon! Hentikan!”
“James….”
“TIDAK!!!”
James seketika berdiri dari
tempat tidurnya lalu menghantamkan kepalanya ke daun pintu, mencoba untuk
menghilangkan suara-suara itu. Tapi usahanya sia-sia. Hingga pada akhirnya ia
menyadari bahwa ia lupa membawa cincin permata itu, yang kini masih tergeletak
diatas meja.
“Ambil!” teriak James.
“Ambil cincinmu!”
Suara-suara halus itu
terdengar semakin sering, dan James sudah kehilangan akalnya. Ia mencoba untuk
melemparkan cincin itu keluar jendela, namun malah memantul dan mengarah ke
perapian. Dan seketika…
Sebuah semburan api merah
menyala langsung muncul ketika cincin itu masuk ke dalam perapian. Dengan api
yang begitu besar, munculah asap tebal berwarna hitam yang dengan cepat
memenuhi rumah kecil itu. James mencoba mencari jalan keluar, namun entah
kenapa ia tidak bisa membuka pintu, bahkan jendela. Semuanya terkunci secara
misterius.
“KUMOHON! AMPUNI AKU!
KUMOHON!”
James terjatuh ke lantai
saat ia sudah tidak bisa bernafas lagi. Dengan sisa-sisa kekuatannya ia mencoba
untuk berteriak, namun yang keluar hanyalah desahan penderitaan di detik-detik
terakhir.
“Kumo…hon….”
Sesosok wanita tua tiba-tiba
saja muncul di depan James. Wanita itu, Valeria…, menyeringai ke arahnya…
“Selamat datang di dunia
bawah!” ucap nenek tua itu. Dan James, pada akhirnya menghembuskan nafas
terakhirnya.
**
Kehebohan terjadi di kota
itu keesokan harinya. Jenasah James dan Abe ditemukan, namun polisi tidak dapat
mengatakan apa penyebab dari kematian kedua orang itu. Rumah James masih
terlihat utuh, dan tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Yang lebih
mengejutkan lagi, tubuh James ditemukan dalam keadaan terbakar meski rumahnya
masih utuh.
Tidak akan ada yang tahu
kisah sebenarnya dari dua perampok makam itu. Yang telah terlalu rakus,
merampok milik orang lain, hingga akhirnya mereka menerima ganjaran atas apa
yang mereka perbuat. Jenasah James dan Abe pada akhirnya dikuburkan. Dan letak
kuburan mereka, ternyata bersebelahan dengan makam Valeria Korzt.
Valeria Korzt mungkin
hanyalah tinggal sebuah kenangan di kota kecil itu. Namun arwahnya masih
bergentayangan, menjelajahi kuburan di malam hari. Untungnya, dia tidak
sendirian. Ada James dan Abe yang siap menjadi pembantunya.
****